Cerita Eksibisionis Hani : Aku, Budak Nafsu Pacar Anakku 9 | Pijatan Penggugah Nafsu

Aku terbangun diatas tempat tidur yang sangat empuk. Tubuhku ditutupi selimut putih. Tak jauh dari ranjangku kulihat ada seorang perempuan yang sedang menjilat penis Ardo. Perempuan itu hanya mengenakan pakain dalam. Wajahnya tidak bisa ku kenali karena memakai topeng. Sesekali kulihat Ardo meremas-remas rambut perempuan itu,menandakan kalau Ardo sangat menikmati hisapannya. Ku lihat disekeliling ruangan, ternyata tak cuma Ardo, Rizky dan Dio juga ada disana. Mereka terlihat sedang mengocok penis masing-masing sambil menonton aksi Ardo.

“gimana menurut kalian? Teh Dian ga kalah kan sama tante Hany?”, ucap Ardo ke Rizky dan Dio.

“gilaaa! Aku ga nyangka, anak sama mama ga ada bedanya, sama-sama nakal !”, jawab Dio.

“kan katanya pepatah juga like mother like daughter, ya ga teh?”, timpal Rizky. Wanita bertopeng itu hanya diam dan terus konsentrasi dengan jilatan-jilatannya di penis Ardo.

WHAT!??? Jadi yang pake topeng itu Dian??? Tiba-tiba emosiku meninggi. Bagaimana mungkin Ardo melakukan itu? Perlahan aku coba bangun dari posisiku.

“wah, tante Hany udah bangun nih, boleh dong kita nyusu lagi”, ucap Dio yang meilhatku bangun. Aku hanya menatap sinis ke arahnya.

“eh, enak aja! Lu bedua cobain susu yang masih seger aja nih, susunya teh Dian”, ucap Ardo. Dia melepaskan bibir Dian dari penisnya dan membuka topeng yang dipakai Dian. Terlihat wajah Dian yang pasrah. Matanya sedikit sayu melihat kearahku.

“sayang, aku ke mama mu dulu ya…kasian memeknya udah lama ga dijamah suami”, ucap Ardo pada Dian. Dian hanya tersenyum pasrah.

“untuk sementara kamu layani tuh dua cecunguk itu”, ucap Ardo lagi sambil menunjuk kearah Rizky dan Dio yang mulai bangkit berjalan kearahnya. Sedangkan Ardo sendiri berjalan kearahku.

Tanpa dikomando lagi dua pasang tangan anak SMP itu mulai meremas payudara Dian. Bra Dianpun disingkap oleh Dio, dan seperti yang terjadi padaku waktu itu, mereka berdua langsung menyusu seperti anak kecil. Sesekali terdengar Dian merintih dan melenguh dijilati seperti itu.
Sibuk memperhatikan Dian membuatku tak sadar kalau Ardo sudah berada di dekatku. Dia memegang bahuku dari samping dan langsung melumat bibirku. Aku berusaha melawan dan mencoba mendorong tubuh Ardo, tapi itu sia-sia. Kekuatan Ardo jauh lebih besar dan membuatku sedikit demi sedikit mulai terbawa nafsu. Mulutku mulai membuka dan melayani permaian lidah Ardo. Tangannya terus menerus mengorek-ngorek vaginaku, membuat lubang itu semakin becek oleh jari-jarinya.

“kak, kita boleh nyobain memeknya teh Dian ga?”, ucapan Dio membuat Ardo melepaskan ciumannya.

“sini bawa ke ranjang aja, biar barengan sama mamanya”, jawaban Ardo membuat ku kaget. Tanpa perlu diperintah dua kali, Dio dan Rizky menggendong Dian dan membaringkannya disebelahku.

“Do, kamu gila ya! Dian itu masih perawan, masa kamu kasih ke mereka?!”, aku sangat marah. Kecewa dan juga emosi bercampur aduk. Ini sudah keterlaluan! Ardo benar2 keterlaluan!

“eeh..pacarku kok marah gitu? Aku sekarang ga butuh Dian lagi, aku Cuma butuh kamu Hany”, ucap Ardo merayuku. Sedangkan aku masih menatapnya penuh emosi.

Dian sudah berada disampingku, badannya berkeringat, matanya sayu penuh nafsu. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluk Dian sebelum Dio dan Rizky berbuat lebih jauh. Tanpa kuduga Dian melepas pelukanku dan mendorong tubuhku cukup keras.

“Dian, kamu kenapa sih sayang?”, aku heran dengan sikap Dian.

“Aku ga sudi dipeluk sama Mama! Mama murahan! Mama tega merebut Ardo dari aku! Aku benci sama Mama!”, ucap Dian keras dan menusuk hatiku. Sementara itu Ardo, Rizky, dan Dio hanya diam saja melihat drama yang terjadi antara ibu dan anak ini.

“Tolong,jangan ngomong gitu sayaaang, mama bisa jelasin semuaa”, suaraku bergetar, aku mulai menitikkan air mata.

“Udah yuk, kita lanjut acaranya”, ucap Ardo sambil menarik tubuhku kearahnya. Ardo memelukku dari belakang. Dia membiarkanku melihat apa yang akan dilakukan dua anak SMP itu pada Dian.

Rizky mulai mengarahkan penisnya ke mulut Dian. Tanpa perlu diperintah, Dian melahap penis Rizky. Sedangkan Dio asyik menjilati vagina Dian. Ardo tak tinggal diam, tangannya mulai meremas payudaraku.

“do, plisss lepasin Dian, jangan biarin Dian diperlakukan seperti itu”, ucapku memohon pada Ardo. Sedangkan Ardo hanya senyum-senyum sambil menjilati leherku.

“eemmhhh…anghhhh…owhhhh…arkkhhhh”, penis Rizky terlepas dari mulut Dian. Erangan Dian terdengar kencang dan beberapa saat kemudian aku melihat anak sulungku itu mendapatkan orgasmenya.

Sesaat kemudian ku lihat Dio mulai mengarahkan penisnya ke vagina Dian yang terbuka lebar. Aku ingin menolong Dian, tetapi tubuhku ditahan oleh Ardo.

“Diooo! Plisss jangan lakuin ituuuu!”, aku menjerit pilu. Jeritanku yang penuh gejolak emosi membuat tubuhku melemah. Dan tiba-tiba semuanya gelap.

Entah sudah berapa lama setelah kejadian itu, aku terbangun. Ku dapati diriku sedang berada di kamar tidur Ardo. Mataku basah oleh airmata. Ku lihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa. Dari luar kamar terdengar suara langkah kaki mendekat. Sesaat kemudian ku lihat Ardo masuk hanya mengenakan celana boxer.

“Tante kenapa? Mimpi apa barusan? Kok manggil2 Dio gitu? Tante kangen ya sama kontol anak SMP itu?”, aku diberondong banyak pertanyaan oleh Ardo yang sekarang duduk di pinggir ranjang.

“Lho??! Kok nangis? Tante mimpi buruk?”, belum sempat pertanyaan tadi terjawab, Ardo sudah bertanya lagi. Tangannya mengusap pelan pipiku.
Mimpi??! Aku mencoba mencerna kata-kata Ardo. Setelah mengingat-ingat lagi ternyata aku sadar, tadi aku habis marathon di CFD bareng Ardo, dan terakhir kami melakukan sexgila diatas mobil yang disupiri Firman teman Ardo. Ternyata itu hanya mimpi, Huft…untunglah. Aku mengucek mataku sebentar kemudian memeluk Ardo untuk menenangkan hatiku yang masih kalut. Ardo memelukku sambil mengusap2 pelan kepalaku.

“Ardo nggak tahu tante mimpi apa, yang jelas klo itu mimpi buruk jangan diingat-ingat lagi, Ardo akan bikin hari-hari tante selalu indah hingga tak ada lagi mimpi-mimpi buruk yang mengganggu tidur tante”, ucap Ardo lembut ditelingaku. Tanpa sadar aku menangis lagi, pelukanku semakin kuat. Cukup lama aku menangis dalam pelukan Ardo.

“Udah ya, sekarang tante mandi dulu, kan mau dipijit biar ntar pulangnya enak”, ucap Ardo seraya mengerling padaku.

“eh, maksud kamu? pijit apa nih?”, Ardo tidak menjawab, hanya senyum2 saja. Aku bingung tapi tetap menuruti perintah Ardo. Aku masuk ke kamar mandi dan mulai mengguyur tubuhku yang penuh keringat ini. Di kamar mandi sayup-sayup kudengar suara Ardo sedang mengobrol dengan tiga atau empat orang lain. Siapa ya mereka? Apa mereka tukang pijat yang dipersiapkan Ardo? Entahlah, aku bingung. Aku jadi penasaran dan mempercepat mandiku. Selesai mandi,akupun keluar dan terlihat ranjang Ardo sudah dipersiapkan untuk ritual pijat. Di dekat ranjang sudah ada 3 pria tua yang memakai baju putih-putih.

“sini sayang, kenalin dulu nih tukang pijat langganan keluarga aku”, ucap Ardo memanggilku. Aku berjalan kearah mereka. Dan kemudian duduk disebelah Ardo. Mereka memperkenalkan diri mereka masing-masing. Ada mang ikin, mang oding, dan mang obe. Setelah berbincang-bincang sebentar, Ardo memberikanku sepasang pakaian dalam berwarna putih.

“aku harus make ini?”, ucapku pada Ardo.

“iya neng, klo pijat ama kita emang harus pake itu”, mang ikin yang menjawab. Aku melirik Ardo sekali lagi, meminta jawaban dari Ardo.

“tenang aja neng, kita pemijat professional kok, kita ga akan berani macem2 deh”, kali ini mang obe yang ngomong seolah tahu keraguanku.

“lagian kita udah lama jadi langganan den Ardo, jadi ga berani juga kita macem2”, ucap mang obe lagi.

“udaaaah, percaya aja deh kamu pasti suka pijatan mereka”, ucap Ardo. Dengan ragu kuambil pakaian dalam itu dan kembali ke kamar mandi untuk menggunakannya.

Proses pijatpun dimulai. Aku berbaring tengkurap dan menutupi mataku dengan bantal,malu karena sekarang aku hanya memakai pakaian dalam dihadapan tiga lelaki tua yang tidak ku kenal. Pijatan dimulai dari telapak kakiku. Mang obe dan mang oding memijat kakiku secara bersamaan sedangkan Mang ikin memijat punggungku. Harus ku akui pijatan mereka memang sangat professional, pijatannya lembut dan membuat tubuhku rilex. Tubuhku disirami dengan minyak yang entah minyak apa. Yang jelas minyak itu wangi dan dingin terasa di kulitku. Setelah selesai memijat kakiku, Mang Obe dan Mang Oding beralih ke kedua tanganku. Tanganku dipijat dengan telaten sehingga dalam waktu setengah jam saja, badanku yang tadinya pegal2 menjadi segar kembali.

Setelah selesai dengan bagian belakang, tubuhku ku dibalikkan untuk proses pemijatan bagian depan tubuhku. Kali ini aku diberi handuk kecil untuk menutupi mukaku. Mungkin mereka sadar kalau aku malu tubuhku dilihat oleh mereka. Mereka kemudian memasang alat getar dijari-jari mereka.

“mang itu buat apa?”, tanyaku yang penasaran dengan alat itu.

“ini biar tubuh neng makin rilex”, jawab mang ikin. Dia sudah memposisikan dirinya diatas kepalaku. Kepalaku diangkat dan diletakkan di paha mang ikin. ‘Wah dengan begini pasti mang ikin bisa melihat payudaraku yang membulat tegak menentang’,pikirku. Entah kenapa membayangkan mang ikin yang menikmati pemandangan payudaraku membuat vaginaku mulai sedikit basah.

“drrttt…drtttt…drttttt”, alat itu mulai dinyalakan. Aku mulai menutupi mataku dengan handuk kecil tadi. Mang Obe memulai dengan menggesekkan jari2nya yang terpasang alat itu ke sela-sela jari kakiku. Aku mulai merasa geli yang amat sangat. Ternyata rasa gelinya semakin menjadi-jadi ketika mang oding menarik tanganku dan mulai menggesekkan alat itu ke sela jari-jariku. Rasa geli itu membuat vaginaku basah. Aku mulai melenguh tak jelas. Tubuhku menggelinjang-gelinjang dan aku mulai merenggangkan vaginaku. Ternyata siksaan birahi ini tak sampai disitu saja, mang ikin menggesekkan alat itu ke leherku yang membuatku semakin menggelinjang. Tubuhku mulai berkeringat seperti orang yang sedang bersetubuh. Celana dalam yang ku pakai sudah sangat basah oleh cairan cintaku.

“nghhh..aduhhh gilaaak….mangnhghhk,,,aku diapain inii..ehnghhnmmm”, aku menggeram tak jelas. Sementara ketiga pemijat itu semakin intens menggosok-gosokkan alat tadi. Aku tak tahan lagi, aku ingin menghentikan alat itu tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

“nghh…maaanghnhgkhhh…aku nyampeeee..hnmmmnghhk”, aku berteriak mendapat orgasme ku. GILAA! Mereka membuatku orgasme tanpa sedikitpun menyentuh organ intimku! Aku terkapar lemas diatas kasur. Para pemijat itu mematikan alat tadi dan melepasnya dari jemari mereka. Ardo yang sedari tadi memperhatikanku dari jauh mulai mendekat ke sisiku.

“gimana sayang? Enak ga?”, Ardo membelai rambutku. Aku hanya diam. Nafasku masih memburu, sisa orgasme tadi.

“silahkan mang, dilanjut lagi”, ucap Ardo lagi pada pemijat2 itu. Ardo mulai menjauh lagi.

“aku mau diapain lagi mang?”, ucapku pelan. Jujur aku bingung sekaligus penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya padaku.

“tenang aja neng, pijatnya belum selesai kok,hehehe”, mang obeng terkekeh melihat kearahku.

Kali ini tubuhku disandarkan ke tubuh mang ikin. Mang ikin menahan bahuku. Sedangkan mang obe dan mang oding mengangkat kakiku dengan posisi lurus dan merenggangkannya sehingga saat ini kakiku membentuk huruf V. mang obe dan mang oding mulai mengusap pelan pahaku dan melumurinya lagi dengan minyak tadi. Pelan tapi pasti mereka mulai memijat paha bagian dalam.

“engkk..aduh mang ngilu disitu”, ucapku ketika mang oding memijat beberapa senti mendekati vaginaku.

“yang ini ya neng?”, mang oding menekan bagian yang kubilang ngilu. Aku hanya meringis dan mengangguk.

“neng kurang jalan ya? Kerjaannya di rumah doing makanya uratnya disini agak menggumpal”, ucap mang oding lagi. Aku hanya mengangguk. Ya, aku emang jarang banget jalan keluar rumah. Bagian itu agak lama dipijat oleh mang oding. Katanya agar ga terlalu ngilu lagi nantinya.

“sering-sering lari pagi neng, biar ilang ngilunya”.

“tapi kalau olahraga ada kan neng?”, kali ini mang ikin yang bertanya.

“ada dong mang, aku ikutan fitness lho”, jawabku lagi.

“ooh, pantes tubuhnya seger banget gini, apalagi dadanya”, aku seperti kesetrum ketika tiba-tiba mang ikin meremas lembut payudaraku.

“mang jangan mang,,ooowghhh….”, aku mulai terbawa nafsu lagi. Penolakan ku hanya sesaat,karena setelah itu aku terlena dengan pijatan-pijatan lembut mang ikin di payudaraku. Mang ikin menarik-narik putting payudaraku. Kemudian tanpa kuduga sebelumnya mang ikin memasang sesuatu berbentuk ring dikedua putting ku. Ring itu membuat putingku terasa geli, sementara itu mang oding dan mang obe mulai menyentuh pinggiran vaginaku dan memijat lembut disitu. Pijatannya menghasilkan rasa geli yang luar biasa. Alhasil, sama seperti tadi aku mulai menggelinjang tak karuan. Bibirku terus meracau merasakan kenikmatan baru ini.

“enghh,,,,,akhgggg,,,,akhghhh,….”, 15 menit berlalu akupun merasakan gelombang orgasme kembali. Kali ini tubuhku benar-benar remuk rasanya. Aku benar-benar lemas. Mang ikin melepaskan ring yang ada di putingku tadi. Kemudian secara bergantian mang ikin, mang oding,dan mang obe kekamar mandi untuk membersihkan tangan mereka dan mengganti pakaian mereka.

“gimana mang?”,kudengar Ardo bertanya pada yang sudah bersiap untuk pulang.

“seperti yang den Ardo lihat,mulai sekarang pacar den Ardo akan lebih mudah diajak tidur, kita udah bikin semua urat-urat yang berkaitan dengan birahinya aktif dan sensitif, jadi sedikit aja den Ardo sentuh dia, dia akan terangsang”, mang ikin yang menjawab. Sesaat kemudian ku dengar mereka berempat tertawa.

‘oooooh, jadi Ardo ingin benar-benar membuatku jadi binal? Gila!’ aku mengumpat sendiri dalam hatiku.


**********


Pkl. 23.30 WIB

Saat ini aku sudah berada di depan rumahku. Ah,ibu macam apa yang meninggalkan rumahnya seharian untuk berselingkuh dengan pacar anaknya?! Aku mengutuki diriku sendiri.

“sayang, makasih ya untuk hari ini”, Ardo tersenyum padaku. Ya, aku masih didalam mobil Ardo. Ardo menarik tubuhku kearahnya dan sesaat kemudian bibir kami saling beradu. Setelah puas berciuman,aku turun dan Ardopun segera meninggalkan rumahku.

“mama abis darimana?”, pertanyaan itu membuatku kaget. Aku baru saja membuka pintu dan ku dapati Dian sedang memainkan hapenya di sofa.

“eh,sayang kamu belum tidur?”, aku balik bertanya.

“mama jawab dulu dong pertanyaanku!”, kali ini suara Dian terdengar agak ketus.

“kan mama udah bbm kalian tadi, ngasih tahu kalau mama ketemu teman smp mama yg lagi liburan ke bandung di CFD, jadinya mama temenin dia jalan-jalan deh”, ucapku dengan lembut.

“mama ga selingkuh kan?”

“kok kamu nanyanya gitu sih?, ya engga lah sayaang, udah tua gini mau selingkuh sama siapa? Hahaha”, aku tertawa untuk menghilangkan rasa kikukku mendapati pertanyaan seperti itu dari Dian.

“Dian bukan anak kecil lagi ma, Dian tahu mama pasti rindu belaian papa,makanya Dian nanya gitu”,ucap Dian sambil mendekat kearahku. Suaranya kali ini terdengar lembut.

“lagian tubuh mama juga masih oke banget, mama juga cantik lagi, berondong-berondong juga pasti mau lah klo mama ajakin selingkuh,,hihihi….”, Dian tertawa. Tapi kata-katanya cukup menohok membuatku terdiam agak lama.

“engga laah sayaaaang, mama masih bisa tahan kok, hehehe”, aku tertawa sambil memeluk Dian.

“yuk kita istirahat,udah malam, besok kamu harus kuliah kan?”, aku mengajak Dian berjalan ke kamarku.

“kali ini kamu temenin mama di kamar mama ya sayang”, Dian hanya mengangguk. Aku menggandeng tangannya sampai kami tiba di ranjang. Entah kenapa, aku teringat lagi mimpi buruk itu. Aku kemudian memeluk Dian dengan erat.

“mama sayang banget sama kamu”, ucapku.

“Dian juga sayang banget sama mamaaaa”.

“oia ma, tadi papa nelpon, katanya bakalan pulang bentar lagi,kan udah mau libur semester, papa kangen banget tahu sama mama, papa tadi nelpon mama tapi ga diangkat-diangkat”

“waah, baguslah..mama juga udh kangen banget sama papa”, jawabku. Ku lihat Dian mulai memejamkan matanya, sepertinya dia udah ingin tidur.

‘ah, entahlah apa aku harus sedih atau senang mendengar kabar mas Hendro akan pulang. Yang jelas aku jadi sangat takut hubunganku dengan Ardo diketahui oleh keluargaku’.



to be continued
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar