Cerita Eksibisionis Hani : Aku, Budak Nafsu Pacar Anakku 8 | Twin Run Yang Mendebarkan

Sender : Ardo
Tante, kita lari pagi yuk, besok aku tunggu CFD Dago jam 6 ya. Sms itu masuk beberapa saat lalu. Sengaja aku tidak membalasnya karena bagaimanapun aku pasti harus menurutinya. Kenapa tiba-tiba Ardo ngajakin CFDan ya? Kalau untuk sekedar olah raga, kenapa harus di CFD? Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati.

Keesokan harinya tepat pukul 6 aku sudah berada di CFD. Anak-anakku sudah ku beritahu kalau aku akan pergi ke CFD pagi ini, bahkan dengan sedikit basa-basi aku mengajak mereka, dan tidak ada yang mau ikut. Namun aku tidak bilang kalau aku akan CFDan bareng Ardo. Pagi ini ku lihat jalan dago sangat ramai. Namun keramaian kali ini beda,hampir semua orang terlihat berpasangan. Mungkin sedang ada even.


“Ardo, tante udah di halte RS Borromeus nih”
Aku mengirim sms itu ke Ardo. Tak lama setelah itu terlihat Ardo berjalan ke arahku. Tampilannya pagi ini terlihat sangat sporty. Baju kaos dan celana olahraga dari merk ternama beserta sepatu olahraga dengan merk yang sama membuatnya benar-benar terlihat ganteng. Dandanan Ardo yang sporty sangat bertolak belakang denganku yang hanya menggunakan kaos lengan panjang yang agak besar agar tidak membentuk tubuhku, celana training biasa yang agak sedikit gombrong, serta tentu saja jilbab yang menutup hingga bagian dadaku.

“kita mulai lari sekarang?”, ucapku ketika Ardo sudah sampai dihadapanku.

“engga tan, kita lari bareng mereka”, jawab Ardo sambil menunjuk ke kerumunan orang-orang yang tadi ku lihat. Aku mengernyitkan dahiku, tak paham dengan jawaban Ardo.

“aku kemaren udah daftar acara ini, nama acaranya twin run, nanti kita larinya mulai dari bank BCA sana, terus finisnya di Dago tea house”, Ardo menjelaskan panjang lebar padaku. Aku hanya mengangguk-angguk. Ternyata acara ini acara lari berpasangan, pantes aja semua yang aku lihat disini berpasangan. Dan salahsatu aturannya yaitu peserta menggunakan satu baju yang agak besar untuk satu pasangan.

“yuk tan, kita ganti kostum”, Ardo mengajakku berjalan ke arah garis start. Katanya sih dia memarkir mobilnya di dekat sana.
Sesampainya di mobil, ku pikir Ardo hanya akan mengambil baju yang akan kita pakai berdua, ternyata tidak, Ardo menyuruhku masuk ke dalam mobil. Kemudian dia memberikan celana legging yang sangat ketat namun ukurannya pas dengan ku.

“tante ganti celana ama legging itu”, Ardo memerintahku. Aku tidak berani menolak, tapi aku harus ganti dimana?

“ganti disini aja”, Aku baru saja ingin membuka pintu mobil, ketika Ardo mengatakan itu.

“tapi do,..”

“nggak bakal keliatan dari luar kok, oia celana dalamnya nggak usah”, ucap Ardo lagi.

Aku kaget, ingin marah tapi tak mungkin. Saat ini aku dibawah kendali Ardo dan harus patuhi semua keinginan Ardo. Dengan sedikit deg-degan aku mulai membuka celana trainingku. Perasaanku campur aduk, aku cemas tapi juga berdebar-debar sendiri membayangkan akan berlari tanpa celana dalam. Tiba-tiba aku tersadar satu hal, jika aku tidak memakai celana dalam otomtis bulu-bulu kemaluanku akan keluar menusuk-nusuk celana legging tersebut,dan orang-orang akan menyadari itu.

"do, tante pakai celana dalam aja ya..", aku memelas. Aku tidak mau terlihat seperti wanita jalang yang dengan mudah mengumbar auratnya.

"emangnya kenapa tan?"

"tante malu, soalnya bulu kemaluan tante pasti keliatan keluar-keluar", aku mencoba beralasan.

"kalau masalahnya itu mah gampang tante", Ardo tiba-tiba mengeluarkan alat cukur. Agak kaget aku melihatnya. Tak menyangka kalau dia akan mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan seperti ini.

"coba tan, agak ngangkang biar gampang nyukurnya"

"maksudnya, kamu yang nyukurin?"

Ardo tidak menjawab, dia langsung menarik kakiku kearahnya. Tanpa bisa ku tolak, diapun menyalakan dan mulai mengarahkan alat cukur itu ke vaginaku, dan proses pencukuran pun dimulai. Entah kenapa dicukur di dalam mobil membuatku terangsang, antara takut dan nafsu mulai memenuhi pikiranku. Sesekali kulihat orang-orang melewati mobil kami, tetapi orang-orang itu tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam mobil ini. Perasaan berdebar-debar ini membuat vaginaku mulai mengeluarkan cairan cintanya sedikit demi sedikit. Ardo yang masih asyik mencukur tersenyum mengetahui bahwa aku terangsang.

“kok terangsang tante? Udah mulai nakal yaaa sekarang”. Aku tidak menjawab namun kusadari pipiku memerah mendengar ucapannya.
Ardo baru saja selesai mencukur bulu kemaluanku. Sekarang bagian alat vitalku itu terlihat lebih bersih. Tiba-tiba Ardo menjulurkan lidahnya, dan sesaat kemudian benda lunak nan panas itu mulai mengaduk-aduk vaginaku.

“ehmm,,,,enghh,,dooooooo jangan disini….nanti ketahuan…”, aku mendesah sambil menutup mulutku agar suaraku tidak terdengar keluar. Ardo bukannya berhenti, tetapi semakin semangat menjilati vaginaku. Sesekali dicucupnya cairan-cairan yang keluar sehingga menambah rasa nikmat di vaginaku. Dan aku hanya bisa menikmati sambil meremas-remas rambutnya.

“Argghhh…doo..tante mauuueenghk…”, tepat ketika aku akan mencapai klimaks Ardo menghentikan aksinya. Aku terdiam, kepalaku terasa agak pusing karena nafsu yang tidak tuntas.

“do, kok berhenti? Tante udah mau keluar tadiii”, suaraku terdengar seperti anak kecil yang merengek.

“itu denger diluar, udah mau mulai larinya”, ucap Ardo sambil menyodorkan legging ketat tadi. Aku belum memakai legging itu karena masih merasa kentang. Ku lihat Ardo mengeluarkan cube kecil seperti kotak balsem, dia mengambil sedikit isinya yang berbentuk krim dengan telunjuknya, kemudian tanpa kuduga, dia mengolesinya ke bibir vaginaku dan ke klitorisku.

“Ardo kamu ngapain sih itu?”

“itu biar tante bisa menikmati lari pagi ini”, ucapnya sambil tersenyum mesum. Akhirnya dengan malas-malasan aku memakai legging itu.

“baju, bh, buka semua tan”

“jangan dong do, masa tante ga pakai baju dalam sih?”, Ardo menanggapi penolakanku dengan membukakan bajuku. Lagi-lagi aku tak mampu melawan, Ardo melepas baju dan bh ku. Putingku masih tegak menantang akibat rangsangan dari Ardo tadi. Kemudian Ardo memakaikanku baju kaos yang akan kita pakai berdua, ia memberiku manset yang hanya menutupi tangan. Akhirnya kita keluar dari mobil. Setelah itu Ardopun masuk ke dalam kaos besar yang akan kita pakai untuk lari. Dan kitapun akhirnya bergabung dengan para peserta lain. Tak berapa lama acara laripun dimulai. Aku dan Ardo berada dibarisan yang paling belakang.

Berada dalam satu baju dan harus berlari bersama membuatku harus mengikuti bagaimana Ardo berlari, terkadang cepat terkadang lambat. Orang-orang yg menonton acara ini di pinggiran jalan terutama para lelaki melihatku seperti ingin menelanjangi ku. Mata-mata liar itu menatap tubuhku seperti sadar aku tidak memakai daleman. Aku merasa risih tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Tangan kananku yang berada di dalam baju digenggam kuat oleh Ardo. Meski risih, entah kenapa ada sedikit rasa bangga juga menjadi tontonan para lelaki. Baru beberapa menit kita berlari tiba-tiba aku merasa vaginaku sangat gatal. Tiba-tiba aku teringat dengan cream yang diolesi Ardo ke vaginaku tadi, apa itu obat perangsang ya?

“do, berhenti dulu, anu tante gatal”, ucapku pelan pada Ardo. Ardo berhenti, kemudian mengajakku duduk di pembatas jalan. Ardo mendekapku, kemudian membelai kepalaku.

“tante terangsang ya, diliatin orang-orang?”

“engghhh….enghhh….”, aku hanya bisa melenguh pelan dalam dekapan Ardo. Perlahan tapi pasti rasa gatal itu menyebabkan vaginaku mengeluarkan cairan cinta sedikit demi sedikit. Makin detik cairan itu makin banyak. Putingku ikut-ikutan mengeras akibat rangsangan di vaginaku.

“pacarnya kenapa kang?”, seorang bapak-bapak seusia suamiku menghampiri kami.

“engga pak, Cuma kecapean aja, semalem abis dijatah”, ucap Ardo dengan kurang ajar. Si bapak itu hanya tertawa kemudian berlalu. Aku hanya bersandar dibahu Ardo tanpa bicara sepatah katapun. Mataku sayu, vaginaku terasa amat gatal, nafsuku sudah diubun-ubun, tapi aku tak mungkin melampiaskan di tempat public seperti ini.

“Ardo, kita pulang aja yuuuk, ehmnn,,tante ga kuat”, suaraku terdengar sangat pelan. Aku tidak ingin pasangan2 lain yg sedang berlari mendengar percakapan kami.

“jangan dong tan, kan klo kita bisa sampai garis finish sama dengan nyumbang 100rb buat fakir miskin, masa tante ga mau beramal?”, Ardo menolak dengan halus.

“tapi do, vagina tante gatel banget, gaa tahaan”, aku lagi-lagi merengek seperti anak kecil.
Tanpa kuduga, tangan Ardo yang tertutup baju couple yang kami pakai mulai merambat meraba vaginaku. Aku mendelik, berusaha melarang Ardo dengan membelalakkan mataku, tapi ditanggapi Ardo dengan senyum mesumnya.

“katanya gatel,digarukin kok marah?”, bisikan Ardo terdengar lembut ditelingaku.

“jangan disini juga, kan maluuuu”

“ ya udah kalau ga mau”, Ardo menghentikan aksinya. Dia mengajakku berdiri dan kembali berlari. Aku kaget tapi malu untuk meminta lagi. Akhirnya kami kembali berlari. Tangan Ardo yang berada di dalam baju kali ini mulai nakal membelai-belai payudaraku. Beberapa kali berpapasan dengan pasangan lain, kulihat mata lelakinya selalu menatap tajam pada dadaku yang bergoyang-goyang. Entah kenapa hal ini membuatku basah. Karena tidak memakai celana dalam, legging yang kupakaipun mulai terlihat basah di area vagina. Ini menjadi tontonan menarik bagi penonton ataupun pasangan lain yang sedang berlari.

“ih tante makin basah aja, leggingnya nyetak tuh”, ucap Ardo.
Saat ini kami sudah sampai di daerah dago pojok, artinya tak lama lagi kami akan sampai di garis finish. Beberapa pasangan mungkin sudah sampai di garis finish. Ardo tiba-tiba berhenti di sebuah mobil van yang berjualan susu murni.

“istirahat dulu tan”, Ardo mengajakku berjalan ke mobil tersebut.

“ntar aja do, kan di garis finish banyak yang jualan”, aku menolak, tapi Ardo menggeleng dan tetap memaksakan kemauannya.

“mang, susunya dua yaaa”, ucap Ardo ketika sampai didekat mobil itu. Kamipun duduk di trotoar dekat mobil tersebut.
Tak lama si penjual mengantarkan susu pesanan kami. Penjual susu murni ini adalah seorang bapak2 berusia sekitar 50an. Beberapa kali si bapak kelihatan melihat kearah vaginaku. Dan tiap kali bertatapan mata, si bapak tersenyum mesum membuatku malu.

“cieee yang lagi liat2an sama penjual susu murni”, Ardo meledekku karena kedapatan sedang melihat ke bapak itu.

“Do, tante ngeri deh liat dia, senyum2 mesum gitu ke tante”, ucapku pada Ardo. Ardo hanya tertawa.

“duh, tante bawa uang ga?”, Ardo tiba-tiba terlihat panic.

“engga lah, uang tante kan di celana tante tadi”.

“aku juga ga bawa uang nih, gimana bayarnya ya?”

“kamu kan bawa hape, jadiin jaminan aja dulu”, aku coba berikan solusi. Tapi Ardo menggeleng, dia tersenyum mesum seperti mendapat suatu ide.

“yuk tan”, Ardo mengajakku berjalan ke arah mobil sambil membawa gelas susu yang sudah kosong.

“mang, punten nih kita lupa bawa uang”, ucap Ardo pada si penjual.

“yaaah, kalo ga punya uang ga usah belanja atuh”, ucap si penjual sinis.

“tapi tenang mang, gimana kalau kami bayar pake susu murni juga?”, aku kaget dengan jawaban Ardo. Arghh! Ardo sepertinya menjebakku lagi, tapi aku tidak mungkin menolak keinginan Ardo.

“maksudnya?”, Tanya si penjual lagi.

“iyaaa, pake susu pacar saya ini”, ucap Ardo agak berbisik. Si penjual susu murnipun tersenyum mesum.

“untuk kali ini boleh deh”, ucapnya. Aku menjadi lemas. Kamipun akhirnya diajak masuk kedalam mobil van tersebut. Kami masuk ke dalam, aku duduk ditengah diapit Ardo dan si penjual susu.

“oia,kenalan dulu mang, saya Ardo,ini pacar saya Hany”, ucap Ardo sambil menyalami si penjual susu. Akupun ikut menyalami si penjual tersebut.

“saya Karmin aa, teteh”,ucapnya sembari menyalami kami.

Setelah berkenalan, Ardo mempersilahkan pak Karmin untuk mulai beraksi. Kepala pak Karmin mulai masuk kedalam baju kami. Tangannya memiting putting kiriku sedangkan mulutnya mulai menerkam payudara kananku. Hal ini membuat nafsuku yang tadi surut mulai terbakar lagi. Aku hanya bisa meresapi jilatan-jilatan dipayudaraku itu dengan menutup mataku sambil menggigit bibir bawahku. Melihatku yang mulai menikmati permainan pak Karmin, Ardopun tak tinggal diam. Bibirnya mulai mendekat dan melumat bibirku. Tangannya juga tak kalah lihai mengorek2 liang vaginaku. Diserang oleh dua orang sekaligus membuatku melayang. Rasanya luar biasa, vaginaku semakin basah. Lenguhan-lenguhanku teredam karena mulut Ardo yang menyumpal mulutku. Aku benar-benar seperti pelacur murahan yang sedang melayani pelanggannya. Tidak ada risih, yang ada hanya nikmat dan nikmat.

“Enghh..arghh,,,,”, akupun melenguh keras menandai orgasme ku. Badanku kelonjotan dan hilang kendali, mataku sayu menikmati sisa-sisa orgasme ku. Cairan-cairan cintaku semakin membuat legging yang ku pakai terlihat sangat basah diarea selangkangan. Tak lama pak Karminpun berhenti menikmati dadaku.

“gilaaa aa, mantap bener nih lonte, dapetin lonte jilbaban kayak gini dimana aa?”, ucap Pak Karmin pada Ardo. Ardo hanya tertawa,tidak menjawab.

Setelah beberes,kitapun keluar dari mobil. Ardo pamitan pada pak Karmin sambil mengucapkan terima kasih. Pak Karmin sempat meminta nomer hapeku pada Ardo, tapi Ardo tidak mau memberikan. Aku senang karena Ardo tidak mau memberikan nomerku pada Pak Karmin.

“gimana tan? Enak ga?”, Ardo bertanya padaku. Saat ini kita sudah melanjutkan kembali lari kita. Aku tidak menjawab, hanya menatapnya dengan galak seolah2 ingin menunjukkan kalau aku marah. Ardo hanya tersenyum melihat ekspresiku. Kusadari saat ini kami menjadi perhatian banyak orang karena leggingku yang basah. Tak lama kamipun sampai di garis finish. Panitia mengalungkan medali pada kami, dan kamipun mencari tempat duduk untuk beristirahat. Ardo mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang.

“man jemput gue di dago tea house sekarang,..”

“………”

“mobil gue parkir di depan BCA,buruan yaa, cewe gue udah mau pulang nih”, Ardo mengakhiri percakapannya di telepon.

“kamu telpon siapa?”, tanyaku menyelidik

“telpon temenku tan, dia jg lg di cfd tadi bareng aku ke dagonya tapi ga ikutan lari”, Ardo menjawab dengan enteng.

“kenapa tadi waktu beli susu kamu ngga telpon dia? Kenapa malah tante yang kamu korbanin?”, Aku semakin geram dengan kelakuan Ardo.

“ihh gitu aja marah, padahal tadi mukanya nikmatin banget lhooo”, bukannya menjawab Ardo malah meledekku. Akupun memukul pundak Ardo berkali-kali, meski tidak keras. Dan tanpa bisa kutahan akupun menangis.

“do,kamu kok jahat sih sama tante?”, aku berkata sambil terisak-isak. Ardo memelukku, tak tega melihatku menangis.

“Aku ga jahat kok tan, aku sedang memperkenalkan kenikmatan yang sesungguhnya pada tante”

“…..”

“selama ini aku masih lindungi tante kan. Meskipun udah banyak yang nyobain mulut ataupun tetek tante, tapi aku nggak pernah biarkan memek tante dipake sama orang lain kan?, itu karena aku sangat sayang sama tante”, aku masih terisak dalam pelukan Ardo.

“Apa yang dikatakan Ardo memang benar. Dia tidak pernah mengijinkan orang lain menikmati vaginaku. Dia masih menjaga kehormatanku. Anggap saja perlakuan-perlakuan tadi hanya bumbu agar percintaan aku dan Ardo semakin menggebu dan penuh nafsu”, otak kotorku mencoba memberi pembenaran. Pikiranku terus berkecamuk antara marah atau mencoba mengerti perlakuan Ardo padaku. Tak terasa mobil Ardopun sudah ada di dekat kami. Pengendaranya keluar dan menghampiri kami.

“oi man, kenalin ini Hany pacar gue”, ucap Ardo pada temannya.

“sayang,ini Firman temanku”, ucap Ardo padaku. Kamipun berjabatan tangan.

“yuk pulang, katanya udah cape banget”, ucap Firman mengajak kami sambil membukakan pintu.
Aku dan Ardo duduk di belakang sedangkan Firman nyupir sendirian. Baru beberapa meter jalan Ardo mengajakku membuka baju. Aku mencoba menahan, risih dengan Firman.

“jangan dibuka do, ngga enak sama temen kamu, nanti dia ngga fokus,keganggu nyetirnya”, ucapku pelan pada Ardo.

“man lu keganggu ga kalau gue buka baju pacar gue?”

“engga lah bos, nyantai aja, lagian ini jugakan mobil lu, bebas lah lu mau ngapain juga, mau ngentot juga sok aja”, jawab Firman santai.

“tuh, udah dengerkan sayang”, ucap Ardo sambil membuka baju yang kita pakai dan melepas mansetku juga. Alhasil sekarang aku dimobil bertelanjang dada, dengan jilbab, legging dan sepatu yang masih terpakai. Sesaat kemudian Ardo membuatku kaget dengan mengeluarkan penisnya. Dan tanpa bisa kucegah Ardo mendorong kepalaku kearah penisnya. Akupun menurutinya dan mulai mengulum penisnya. Tangan Ardo bergerilya didadaku. Memutar-mutar dan sesekali menarik-narik putingku. Aku mulai terbawa nafsu lagi. Leggingku semakin basah. Tanpa bisa kutahan Ardo melepas legging yang kupakai. Bahkan Aku ikut membantu dengan melepas sepatu sembari mengulum penis Ardo. Tanpa sengaja aku melihat Firman beberapa kali melihat tubuhku dengan nafsu. Hal ini membuatku malu. Aku melepas kulumanku.

“do, tante malu diliatin Firman”, bisikku sambil memeluk Ardo. Tanganku terus mengocok penis Ardo yang sudah sangat tegang. Ardo tersenyum.
“kita ngentot aja sekalian yuk”,ucapnya. Kemudian dia menyuruhku mengangkang dan duduk dipangkuannya. Aku menurut, karena setidaknya Firman tidak bisa melihat tubuhku lagi. Hal ini membuat penisnya menancap dengan kuat di vaginaku, sekarang Firman hanya bisa melihat punggungku. Ardo hanya mendiamkan penisnya di vaginaku. Sedangkan vaginaku terus-terusan mengeluarkan cairan cinta.

“do goyang dong sayang”, ucapku tanpa sadar.

“apa yang? Aku ga denger”, Ardo berusaha menggodaku.

“goyang do, goyangin penismu, tante ngga kuat didiemin gini, gatel”, ucapku lagi. Nafsu benar-benar udah menguasaiku.

“coba ulangi kalimatku ya : Ardo sayang goyangin kontolmu dong, memekku udah gatel banget nih pengen digoyang”, ucap Ardo lagi sambil meremas-remas pantatku.

“Ardo sayang goyangin kontolmu dong, memekku udah gatel banget nih pengen digoyang”, tanpa pikir panjang aku melakukan perintahnya. Ardo tertawa kemudian mulai menggenjotku. Dan aku mulai melenguh-lenguh tak peduli bahwa di mobil ini ada orang lain selain kami berdua.

“Arghhhh dooo,,dikit lagiiii…..arghhh”, tepat ketika aku akan orgasme Ardo menghentikan genjotannya.

“kok berhenti sih do?!”, mukaku memerah karena orgasme yang tertahan.

“gantian dong, kamu yang goyang Hany”, akupun mulai menggoyang-goyang pantatku.

“cewe lu enak banget, disuruh buka baju mau, disuruh goyang sendiri mau, udah kayak lonte aja”, ucap Firman di depan. Aku malu mendengar pernyataan Firman, untung Firman tidak bisa melihat wajahku.

“ya namanya juga cinta,iya ga sayang?", jawab Ardo, dan sedetik kemudian kami berciuman dengan sangat panas. Goyanganku semakin cepat , Ardopun ikut melenguh menikmati goyanganku, dan tanpa bisa kutahan lagi akupun meraih orgasmeku. Aku mendekap Ardo dengan kuat.

“do, capeeee, pegeeeel, mau istirahat”, aku merengek seperti anak kecil.

“cape banget yang? Sabar yaa nanti kita akan pijat biar seger lagi”, jawab Ardo.

Pijat? Entahlah aku tidak tahu apa yang dimaksud Ardo. Bahkan aku tidak tahu kemana aku akan dibawa oleh Ardo dan Firman. Yang aku tahu saat ini aku sangat lelah, aku ingin istirahat saja dipelukan Ardo.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar