Cerita Eksibisionis Hani : Aku, Budak Nafsu Pacar Anakku 6 | Sehari Bersama Ardo I

Beberapa hari setelah Ardo memperkosa ku, atau lebih tepatnya menikmati tubuhku, aku mulai merasa ada yang beda dari diriku. Aku seperti menginginkan persetubuhan itu terulang lagi. Darah mudaku seperti bergejolak kembali. Beberapa hari ini Ardo memang tidak menghubungiku. Alhasil, dildo kiriman suamiku menjadi alat pelampiasanku. Seperti pagi ini, entah kenapa ketika mandi tadi aku menjadi lebih intens mengelus-elus tubuhku sendiri terutama bagian dadaku, bagian kesukaan Ardo. Bahkan ketika di bathup tadi, aku orgasme menggunakan dildo sambil membayangkan dildo itu adalah penis Ardo.

Sesudah mandi aku mengambil daster panjang yang biasa kupakai kalau tidak keluar rumah. Memang buatku daster adalah pakaian yang nyaman di dalam rumah tentunya dengan satu set pakaian dalam dengan warna senada. Tapi entah kenapa, pagi ini aku merasa kurang nyaman memakai pakaian dalam. Jadilah pagi ini aku hanya menggunakan daster panjang tanpa apa-apa lagi didalamnya.

TING TONG! Baru saja aku menghempaskan tubuhku di depan TV, terdengar suara bel. Siapa yang datang pagi-pagi begini ya? Ini baru jam 9, tidak mungkin Dita ataupun Yona, mereka pasti di sekolah jam segini. Dian? Hmm gak mungkin juga,dia baru saja berangkat ketika aku baru selesai mandi tadi. Penasaran akupun berjalan kedepan. DEG ! jantungku terasa berdetak lebih cepat melihat Ardo berdiri di depan pintu rumah. Akupun membuka pintu dan melongokan kepalaku.

“mau apa kamu?!”, aku membentaknya.

“aku kangen tante, tante nggak kangen aku?”, Ardo tersenyum, senyum mesum. Entah kenapa sejak hari itu senyum Ardo padaku tidak lagi senyum tulus seperti yang dulu diperlihatkannya tetapi lebih terlihat sepeerti senyum mesum. Senyum yang penuh nafsu.

“kamu pulang aja deh, di rumah lagi nggak ada orang”, aku mengusirnya secara halus. Meskipun tubuhku menginginkannya untuk menyetubuhi ku lagi, tetapi aku tidak ingin terlihat seperti wanita jalang yang mengundang lelaki lain ke rumahnya ketika dirumahnya tidak ada siapa-siapa.

“tante lupa perjanjian kita? Atau aku harus sebarin video cinta kita dulu, biar tante paham?!”, suaranya terdengar santai tapi tegas.

Aku mengalah, aku tidak mungkin melawan Ardo. Akhirnya Ardo ku biarkan masuk. Baru saja pintu ku tutup, Ardo langsung memelukku. Tangannya langsung bergerilya di dadaku. Dan sebelahnya lagi merambat ke vaginaku.

“pagi-pagi nggak pakai daleman, udah nafsu dari tadi ya tante?”, Ardo melecehkanku lagi, dan seperti kemaren, aku tidak menjawab. Aku membiarkan dia meraba-raba tubuhku, mencoba menikmati perlakuan lembutnya.

Ardo terus meremas lembut dadaku, sementara itu lidahnya tak tinggal diam, terus menjilat leher dan sesekali cuping telingaku.

“enghhh..do…udaaah…..nantiii ada yg liathnfgfjj….ehmgnhmkk…”

Ardo tidak berhenti, tetapi semakin semangat, remasannya yg lembut terkadang berubah jd agak keras. Tangannya membimbing tanganku masuk kedalam celananya untuk menggenggam penisnya. Dan sesekali tanganku digoyang-goyangkannya seolah-olah menyuruhku untuk mengocok penisnya.

Sedang asyik-asyiknya kita memacu birahi, terdengar diluar suara sepeda motor berhenti. Ardo menghentikan aksinya, kami saling berpandangan kemudian tanpa dikomando sama-sama melihat ke jendela. Ternyata tukang sayur yang biasa jualan di komplek ini sudah berada di dekat tiang listrik yang berada di depan rumahku. Kami para ibu-ibu komplek ini memanggilnya pak kumis, karena kumisnya yang tebal mirip kumis mas Adam, suaminya Inul. Tak berapa lama, ibu-ibu mulai berkumpul mengerubungi pak kumis.

“tante nggak belanja?”

“engga do, tante udah masak, kamu mau makan?”

“engga, aku udah makan tadi, tapi aku mau yg lain”

“yang lain? Maksud kamu?”

“aku mau tante godain tu bapak-bapak yg jualan”

“pak kumis? Engga ah, mau ditaro dimana muka tante do? Tante malu aaah, ngga mau”

“engga ada penolakan, tante tau konsekuensinya kan kalo nolak?!”
Argh! Lagi-lagi perlawananku mentok sampai disitu. Aku tidak mungkin menolak keinginan Ardo. Akhirnya aku mengangguk lemah.

“ya udah, tante ambil jilbab dulu”, akupun berlalu kekamarku. Sesaat sebelum keluar kamar, aku mematut diriku di cermin. “apakah tubuh ini bisa menggoda lelaki tua seperti pak kumis ya?”, entah kenapa pertanyaan bodoh itu melintas dipikiranku. Akhirnya akupun berlalu keluar kamar.

“cepetan tan, itu pak kumisnya udah mau pergi”, Ardo mendorongku ketika melihatku keluar dari kamar.

“pak, tunggu”, aku berteriak memanggil pak kumis yang sudah menyalakan mesin motornya. Akhirnya motor itupun berjalan kerumahku dan berhenti tepat di depan pagarku.

Akupun mulai memilih-milih tomat, bawang,toge, dan terong. Beberapa kali tak sengaja ku lihat pak kumis menatap tajam ke buah dadaku. Sepertinya dia sadar kalau pagi itu aku tidak memakai BH. Bahkan beberapa kali pak kumis meneguk ludahnya memandangiku yang masih sibuk memilih belanjaan. Akhirnya akupun memutuskan untuk membeli daging ayam dan pelengkapan untuk membuat ayam goring sambel ijo. Masakan favorit anak-anakku. Akupun meminta pak kumis untuk sekalian memotong-motong ayamnya. Aku memperhatikan lengan kekar pak kumis yang bergoyang-goyang ketika memotong ayam. Tiba-tiba aku membayangkan bagaimana rasanya dipeluk tangan kekar pak kumis.

“semuanya 60ribu bu”, suara pak Kumis membuyarkan lamunanku. Pak kumis menyodorkan dua kantong belanjaanku yang berisi ayam, cabe ijo, sayuran dan terong. Aku mengambil dua kantong itu.

“aku ambil uang ke dalam dulu ya pak”, aku berjalan ke dalam rumah. Didalam Ardo langsung mengambil kantong yang aku bawa dan membawa ke dapur.

“belum dibayar ya tan?”, Ardo bertanya karena melihatku mengambil dompet dikamar.

“iya do, tante keluar lagi ya, kasihan pak kumis nunggu lama”

“tunggu tan”, Ardo menahan tanganku.

“tante ngga sadar tadi pak kumis lihatin tante penuh nafsu gitu? Kasihan dong kalo dia pulang sambil konak gitu..hahaha….”

“maksud kamu ?”

“aku punya ide lain buat membayarnya”, aku mengernyitkan dahiku tanda tidak mengerti. Ardo berjalan keluar dan memanggil pak kumis.

“pak sini deh”

“iya, ada apa mas?”, pak kumispun berjalan ke dalam rumah mengikuti panggilan Ardo.

“tadi tante saya ini belanjanya berapa ya pak?”, Ardo bertanya sambil menyuruh pak kumis duduk di sofa yang ada didekatnya, sedangkan aku masih berdiri disamping Ardo.

“60ribu mas”

“jadi gini pak, tante saya ini lupa ngambil uang di ATM, jadi sekarang ngga pegang uang cash, kalo dibayar pake cara lain bapak mau?”

“cara lain? Maksud mas gimana?”

“saya tadi lihat mas merhatiin dada tante saya terus pas belanja,..”, Ardo memperlambat tempo suaranya. Ku lihat muka pak Kumis memerah mendengar kata-kata Ardo.

“menurut bapak, tante saya ini cantik ngga? Seksi ngga?”

“waaah, menurut bapak bu Hendro ini cantik buanget mas! Bahkan sepertinya ibu ini yang paling cantik di komplek sini”, pak Kumis menjawab penuh semangat sambil sesekali melirikku. Aku hanya menunduk dan menggenggam tangan Ardo.

“hmm,okee..berarti bapak pasti suka sama penawaran ini”, Ardo mengajakku duduk di sofa yang berada di depan pak kumis.

“jadi saya ada tawaran,gimana kalau untuk membayar belanjaan tadi bapak saya perbolehkan mencium tante saya ini selama dua menit, gimana?”.

Aku kaget mendengar kata-kata Ardo begitupun pak Kumis. Dia melongo tapi hanya sebentar, kemudian tersenyum mesum kearahku. Badanku langsung lemas, tak menyangka Ardo akan mempermalukanku seperti ini.

“sebenernya bapak ngga mau kayak gini, tapi berhubung cewenya bu Hendro ya boleh deh mas”, aku makin merasa tertampar dengan jawaban pak Kumis. Tak menyangka kalau dia akan menerima tawaran Ardo.

“oke, silahkan bapak pindah kesini”, Ardo tersenyum kemudian beranjak meninggalkanku, sempat ku tahan tangan Ardo tapi dia melepaskan sambil melotot kearahku. Pak kumispun pindah dan sekarang duduk disebelahku.

“do, please..jangan gini…..”, aku mencoba protes.

“nikmati aja sensasinya tan, dijamin enak”, Ardo berbisik ke telingaku. Kemudian agak menjauh dan duduk dihadapan aku dan pak Kumis.

Setelah dipersilahkan Ardo, pak Kumis langsung menyosor bibirku. Aku memejamkan mataku, tidak tahan memandangi wajah nafsu pak Kumis. Bibirku kututup, tak ingin membiarkan lidahnya bergerilya di dalam mulutku. Awalnya ciuman pak kumis terasa lembut, bibirnya yang basah dan bau rokok itu melumat dan membelai lembut bibirku yang tertutup rapat. Aku agak kaget ketika tiba-tiba tangan pak kumis meremas dadaku. Tak bisa kutahan akhirnya aku melenguh, hal itu tidak disia-siakan pak Kumis, bibirku yang sedikit membuka akhirnya memberi akses lidahnya untuk bergerilya di dalam mulutku. Serangan pak kumis membuatku pasrah tak berdaya. Nafsuku kembali naik keubun-ubun. Aku mulai melenguh lagi dan mulai membalas ciuman pak Kumis. Ditengah kenikmatan itu, bayangan suami dan anak-anakku kembali berputar dipikiranku. Aku semakin pasrah, dan semakin menikmati. Tanpa sengaja mataku melihat kearah Ardo, dia ternyata merekam perbuatan kami dengan hapenya! Aku kaget tapi tak bisa berkata apa-apa. Tanpa sengaja tanganku menyentuh tonjolan besar di bawah perut pak kumis. Tonjolan besar itu menandakan betapa bernafsunya dia padaku.

Ardo menepuk bahu pak Kumis hingga ciuman pak Kumis terlepas dari bibirku.

“udah dua menit pak, silahkan pindah lagi duduknya”

“duh, lagi enak, si mas gangguin aja”, ku lihat muka pak kumis agak gusar karena merasa terganggu dengan Ardo.

“ini sudah dua menit, dan bapak melanggar perjanjian karena sudah mencium sambil meremas dadanya, remasan itu aku anggap bonus buat bapak!”, Ardo memasang muka garang sehingga mau tak mau pak kumis pindah ke sofa yang lain. Ardo berpindah kesebelahku.

“gimana pak rasanya bibir tante saya?”, sikap Ardo kembali lunak ke pak Kumis.

“gilaa mas! Enak banget, lebih enak dari istriku, apalagi dadanya, masih seger ajaa, ternyata bener dugaanku tadi, bu Hendro ngga pakai BH..hahaha….”, pak Kumis tertawa lepas.

“oke..siippp…saya sudah rekam perbuatan tadi, jadi saya harap bapak jangan coba-coba cerita ke orang lain tentang yang barusan, dan Ingat!
Jangan coba-coba ganggu tante saya kalau bapak tidak ingin berurusan dengan polisi!”, Ardo meninggikan lagi suaranya seolah-olah ingin menegaskan kuasanya pada pak Kumis.

“siap mas, saya nggak akan cerita, tapi kalau bu Hendro butuh pelampiasan, saya siap kok”, pak Kumis tersenyum mesum kearahku. Aku hanya bisa melengos, mengarahkan pandanganku ke arah lain.

“tante saya ini bukan pelacur ya, tadi kebetulan aja dia lagi baik”, ucapan Ardo membuatku tersenyum dalam hati. Senang juga dibelain sama Ardo.

“ya udah, silahkan pergi pak”, Ardo berdiri dan berjalan keluar bersama pak kumis sedangkan aku hanya menunggu didekat jendela. Sekilas sebelum pak Kumis pergi terlihat mereka berdua tertawa-tawa. Sambil mengucapkan terima kasih pada Ardo, pak Kumispun berlalu dari rumahku.

“gimana tan, sensasinya luar biasa kan?”

“kamu gila yaa?! Tante nggak mau disuruh gitu2 lagi!”

“nikmatin aja, nanti juga tante bakal suka..hahaha….”

Ardo mengajakku berpindah ke kamar. Tanpa bisa ku cegah, dia membuka lemari baju dan memeriksa semua isinya. Tiba-tiba dia mengambil dua buah dasi suamiku.

“kamu mau ngapain lagi sih do??”

“udah tante ikutin aja, pasti enak kok..hehhe”, Ardo membawaku ke ranjang kemudian mengikat tanganku ke belakang seperti para penjahat. Kemudian satu dasi lagi dipakai untuk menutup mataku.

“tunggu bentar ya tan, aku mau ambil sesuatu”, Ardo berjalan ke luar kamar entah apa yang mau diambilnya. Aku bertanya-tanya, apa lagi yang mau dilakukan anak ini? Mataku yang tertutup membuatku tidak tahu keadaan sekitar dan ini semakin membuatku penasaran. Tiba-tiba sepasang tangan Ardo mendorongku sehingga aku sekarang dalam keadaan menungging tetapi kepalaku berada di kasur. Tangan itu mengangkat kepalaku kemudian menyorongkan penisnya ke mulutku. Dan seperti sudah paham dengan yang dia mau, akupun menjilati penis itu.

“gimana sensasinya tan? Lebih enakkan jilatin kontol dengan mata tertutup?”, Ardo bertanya, aku tidak menjawab dan tetap menjilati penis Ardo. Tapi tiba-tiba sebuah benda mirip penis mencoba membelah vaginaku.

“do, itu apa?”, aku kaget dan menghentikan jilatanku. Ardopun membuka tutup mataku. Ternyata sebuah terong besar yang ku beli tadi sudah tertancap di vaginaku. Ardo terus menggoyang-goyang terong itu sehingga akupun mulai melenguh-lenguh, merintih menikmati tusukan-tusukan terong itu. Ardo berhenti sebentar untuk membaringkanku di ranjang. Dia kemudian melanjutkan lagi tusukan-tusukan di vaginaku.

Aku hanya bisa merintih sambil memejamkan mataku. Entah kenapa yang ada dalam pikiranku saat itu adalah aku membayangkan terong itu adalah penis pak Kumis.

“ahhgg,,,ehmnhh….nghmmn,…..doooo, tante mau keluaaarghf..anghmmsmm….”, akhirnya aku orgasme dengan terong itu. Pinggulku sampai terangkat saking nikmatnya. Ardo hanya tersenyum melihatku orgasme. Masih dalam suasana orgasme,tiba-tiba Ardo mencabut terong itu dan langsung mengganti dengan penis besarnya. Aku kaget, tapi terlalu lemah untuk menolak. Ardo mulai menggenjotku dengan cepat, vaginaku terasa sakit, ngilu karena goyangan cepat Ardo.

“do,,engghh..udah…sakitttttt”, aku melenguh dan mencoba meminta Ardo menghentikan aksinya. Tapi bukannya berhenti, Ardo semakin semangat,goyangannya semakin dahsyat. Dan rasa ngilu itu berubah jadi rasa nikmat yang sangat dahsyat.

“enghmm,,,doo,,,tante mau keluar lagi…”, aku tak kuat menahan lagi dan akupun orgasme untuk kedu kalinya.

“croot..crooott..croot….”, tak lama setelah itu Ardopun orgasme di dalam vaginaku. Ardo ambruk diatas tubuhku.
Kami saling diam, yang terdengar hanya hembusan nafas kami yang tak beraturan. Aku membuka mataku dan kulihat Ardo tersenyum sambil membelai pipiku.

“I Love You Hany”, Ardo membisikkan kata-kata itu sambil menjilati daun telingaku.

“do, lepasin ikatan tangan tante dong”, tanpa banyak bicara Ardopun melepas ikatan tanganku.

“gimana tante? Luar biasa kan?”, Ardo senyum-senyum setelah melepas ikatanku.

“kamu gila!”, Cuma itu yang bisa aku ucapkan. Gila memang, ini pengalaman baru dalam kehidupan seks ku. Sebelumnya aku belum pernah diginiin, dan ini nikmat sekali! Emang dasar pemuda mesum. Aku senyum-senyum sendiri.

Aku mencoba berdiri tapi kakiku masih agak lemas,sehingga akupun duduk disebelah Ardo yang masih berbaring. Ku lihat vaginaku memerah, agak sembab sepertinya.

“do, lihat nih, gara-gara kamu punya tante jadi merah gini, perih lagi”, aku merajuk pada Ardo. Entah kenapa aku mulai suka bermanja-manja padanya. Ardo duduk dan mendekat padaku. Kemudian dia memperhatikan vaginaku. Ardo mendekapku lembut.

“bentar lagi juga sembuh kok Hany sayang, apalagi kalau disodok terus sama kontolku”, ucapan Ardo membuatku agak kaget, tapi aku bisa mengendalikan kekagetankku sehingga tidak disadari oleh Ardo. Aku kaget karena dia tidak lagi memanggilku tante, tetapi memanggilku dengan namaku. Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 12.00. Hmm…cukup lama juga permainan kami tadi. Sebentar lagi Yona pasti pulang. Aku harus bersiap-siap sebelum Yona pulang.

Akupun melepas dekapan Ardo dan berjalan ke kamar mandi, sebelumnya ku ambil handuk suamiku dan ku berikan pada Ardo. Ketika aku akan masuk kekamar mandi, ku dengar Ardo berucap
“pintunya jangan dikunci ya sayang”, aku hanya tersenyum padanya kemudian masuk ke kamar mandi.


to be continued
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar