Beberapa
kali datang sms yang entah dari siapa yang berisi kata-kata kotor
padaku, seperti mengajak aku ngentot, minta di sepongin dan macam-macam,
sepertinya si Wawan seenaknya memberikan nomorku pada orang lain. Ku
biarkan saja sms-sms kurang ajar itu, kadang kalau aku iseng aku balas
nantangin. “Sini.. kalau berani samperin ke rumah kalau pengen ngentotin
riri, tapi berhadapan dulu sama satpam komplek dan papa riri” balasku.
Sepertinya mereka cuma berani lewat sms saja karena tidak ada balasan
lagi setelah itu. Sampai saat ini aku memang belum bisa menghilangkan
sifat eksibisionisku, menyenangkan sekali menggoda para pria sampai
mupeng terhadap diriku walaupun kadang berakhir dengan beberapa
aktifitas mesum seperti yang pernah terjadi saat aku di villa dan di
rumahku dengan kedua bocah mesum itu. Si Wawan bocah jalanan itu bahkan
tidak tahan untuk mengulang perbuatannya itu padaku, yah.. terpaksa aku
turutin (Akan aku ceritakan di kesempatan yang lain kalau sempat.. hihi)
Seperti
biasa hari-hariku masih disibukkan dengan tugas yang tidak pernah
nganggur diberikan oleh dosenku. Hari ini aku ada kelas dan juga harus
menyerahkan tugas. Aku memakai kemeja merah muda yang cukup ketat serta
celana jins panjang yang tentunya mencetak bentuk tubuhku. Tidak heran
banyak mata memandang ke arahku bahkan para dosen pria.
“Hai
ri, gimana? Udah selesai tugasnya?”kata Vani teman baikku. Aku dan Vani
memang sudah berteman cukup lama, kami bahkan sudah berteman sejak SMP.
Tentu saja dia sudah tau dengan sifatku dan segala hal tentang diriku
‘luar dalam’ .
“udah sih… tapi tadi malam gue
sampai begadang nih bikinnya, sialan tuh dosen kampret tua udah bau
tanah” gerutu ku curhat pada Vani.
“Hohoho…
iya, apa bedanya sama gue.. eh, besok pulang
kuliah jadikan ke kolam berenangnya, badan gue udah gatal banget pengen
berenang, lo kan udah janji temanin gue..” Vani memang dari dulu gemar
berenang, membuat bodynya semakin yahud dan sexy gak kalah dengan
diriku. Warna kulitnya memang tidak seputih kulitku, tapi jangan tanya
kehalusannya, benar-benar mulus dengan rambut ikal sebahu. Soal dada
juga jangan ditanya, montok habis.
Besoknya
seperti yang dijanjikan, aku harus menemaninya berenang. Aku
menjemputnya dan bersama pergi ke kolam. Ternyata hari ini sangat ramai,
memang hari ini bukan hari libur tapi ternyata cukup banyak yang
datang, termasuk rombongan anak SMK yang sepertinya sedang mengambil
nilai mata pelajaran olahraga. Aku yang baru tiba dan masih
memakai pakaian lengkap saja sudah banyak mata yang tertuju padaku,
apalagi nanti sewaktu aku ganti pakaian renang, bisa heboh satu kolam
:v. Aku akhirnya masuk ke ruang ganti, ku mencari-mencari kamar ganti
yang kosong tapi upsss.. beberapa pria yang sedang kencing terheran dan
terkejut melihat kehadiranku. Sial, karena melamun barusan aku malah
masuk keruang ganti pria, aku jadi salah tingkah sendiri.
“Aduh,
maaf pak.. mas.. salah ruangan” kataku dengan muka merah malu sambil
menuju keluar dari ruang ganti pria ini, aku tersenyum geli sendiri
karena kebodohanku. Namun ketika aku hendak keluar tiba-tiba seorang
pria memanggilku.
“
Neng.. udah gak papa, ganti bajunya disini aja.. tuh disana ada kamar
ganti yang kosong kok, sama aja kan kalo ganti disini” katanya penuh
kemesuman terhadapku. Aku balikkan badanku dan menatap ke arah pria
tersebut. Dia hanya mengenakan kolor kumal yang sepertinya ada
lubangnya(tajam amat emang barangnya sampai kolornya berlubang gitu).
Aku pikir ada benarnya juga omongannya, sama aja kan mau ganti baju
disini atau di ruang ganti wanita. Bedanya disini aku cewek sendiri
diantara banyak pria, yang mana para pria ini telah terpesona dengan
putih mulusnya tubuhku apalagi pahaku, karena aku cuma memakai hotpants
jeans, hehe.
“Hmmm..
iya deh mas, mana nih kamar yang kosongnya?” tanyaku pada para pria
disana. Dasar cowok, ditanyain malah asik liatin badanku.
“Halooo… mas, Riri nanya nih, dimana kamar kosongnya?” tanyaku lagi pada mereka.
“Eh… i-iya neng, di sebelah sana” katanya sambil menunjuk ke arah yang dimaksudnya.
“Yang mana sih mas?” tanyaku ingin memancing mereka lebih.
“Sini neng, biar saya antarin aja nengnya” katanya sambil berjalan menuju ke kamar yang dimaksudnya,
aku ikuti arahnya.
“Mas ini kok pintunya
gak ada kuncinya sih? Ada kamar lain gak mas?” tanyaku sambil
membuka-tutup pintu mengisyaratkan bahwa pintu ini gak bisa dikunci.
“Aduh..
gak ada neng, disini kamarnya gini semua gak ada kuncinya, neng tenang
aja deh.. aman kok, hehe” katanya menenangkanku. Mana bisa gue tenang
sebenarnya, dimana gue mesti ganti baju di ruang ganti pria yang banyak
cowok di dalamnya. Gimana nanti kalau gue diperkosa ramai-ramai? Bisa
capek ntar. Aku akhirnya tetap ganti baju di kamar itu, aku tutup
pintunya, posisi pintu ini tidak bisa menutup sempurna karena ada celah
kecil di sana.
Terpaksa aku gunakan tanganku sesekali mendorong pintu itu disela-sela
aktifitasku mengganti pakaian agar pintunya dapat menutup sempurna.
“Jangan ngintipin Riri ya kaliannyaaa…” kataku sedikit berteriak.
“Iya…”
jawab mereka hampir serentak. Aku mulai melepaskan kemejaku, kemudian
meloloskan hotpants jins ku, dengan iseng ku gantungkan kemeja dan
hotpantsku di atas pintu, begitu juga dengan celana dalam dan bra ku.
Tentu mereka terbelalak dengan apa yang mereka liat, seorang gadis muda
putih mulus kini telah bugil di dalam kamar ganti yang tidak dikunci,
yang bisa dibuka kapan saja kalau mereka mau.
“Pluk”
Celana dalam biru mudaku jatuh karena posisi letaknya yang tidak
sempurna. Tentu saja membuat para pria disana makin terpelongo.
“Aduhhh… sorry.. ada yang mau tolongin ngambilin gak?” pintaku pada para pria di luar
sana. Tentu saja mereka mau, siapa juga yang gak mau megang celana dalamku yang masih fresh dari tempatnya.
“Ini neng” kata seseorang dari luar sana”
“Iya,
makasih yah… tolong pegangin aja bentar” pintaku yang semakin
mengaduk-aduk nafsu mereka. Aku kini mengambil ‘pakaian renang’ku dari
dalam tas, setelah memakainya aku buka pintu kamar ganti tersebut. Mata
mereka sekarang makin terbelalak melihat apa yang ada didepan mereka,
seorang gadis dengan pakaian yang amat minim memperlihatkan tubuh putih
mulusnya.
“Napa sih pada bengong gitu? Liatin apa ayo..” godaku pada mereka membuat mereka salah tingkah.
“Ya udah, makasih ya udah jagain Riri, Riri keluar dulu ya..” kataku pada mereka sambil berjalan ke luar ruang ganti.
“Kancutnya kelupaan neng..” panggil salah satu dari mereka yang sedang memegang celana dalamku.
“makasih mas” kataku mengambil celana dalamku. Aku kemudian keluar dari sana dengan mata mereka yang masih melekat memandangku.
“Oii
Ri, kemana aja lo?” tanya Vani padaku. Tentu saja dia heran aku yang
telah berganti pakaian padahal dia tidak melihatku ada di ruang ganti
wanita tadi. Akupun menceritakan padanya apa yang barusan terjadi.
“Gila
lo, dasar binal.. dan lihat nih, bikini lo ini, gila… kita gak sedang
di pantai kayak di film barat-barat beb, ini
kolam renang umum…hihi” ujarnya mengomentari ceritaku. Pakaiannya memang
lebih sopan, dengan memakain celana kain pendek sedikit longgar dan
tanktop putih tipis pendek yang tidak sampai menutupi pusarnya.
“Biarin,
sesekali kasih hiburan gratis” balasku. Kami kemudian masuk ke kolam
dan berenang. Para lelaki disana mencuri-curi pandang ke arah kami,
apalagi padaku dengan busana yang hampir telanjang gini. Bahkan aku
sempat diganggu anak-anak SMK itu, seperti menanyai namaku dan tinggal
dimana. Cukup lama kami berenang, lokasi kolam itu sudah mulai agak
sepi, rombongan anak sekolah juga sudah pulang. Setelah sekian lama
berenang dengan ditemani tatapan mata para pria disana, kami memutuskan
untuk menyudahinya. Aku bangkit keluar dari kolam diikuti Vani. Beberapa
pria terlihat mengikuti kami berdua.
“Neng yang satu lagi boleh ikut kalau mau” kata mereka lagi sambil memandang teman baikku Vani.
“Van, temanin gue yah.. malas gue sendiri, ntar gue diapa-apain lagi” pintaku pada Vani.
“Iya-iya
gue temanin, gue penasaran juga gimana rasanya di dalam ruang ganti
cowo” katanya yang akhirnya menunjukkan sisi binalnya.
Akhirnya
kami masuk ke ruang ganti cowo, yang mana tadinya aku masuk tidak
sengaja, namun kali ini aku masuk karena ajakan mereka yang aku sanggupi
tanpa paksaan. Bahkan kini bertambah satu orang lagi gadis muda di
sana, membuat para pria mesum itu makin girang dengan muka mupeng dan
horny mereka.
Kami berdua menuju shower yang terbuka tanpa sekat atau pintu, diikuti
beberapa pria tidak dikenal yang ada disana. Aku putar kran air sehingga shower mulai memancurkan air membasahi tubuh kami.
“Eh,
van, kita godain mereka yuk.. sini aku bisikin” kataku pada Vani lalu
membisikkan sesuatu padanya dengan tubuh kami yang masih diguyur air
pancuran shower. Awalnya dia terkejut mendengarnya, namun akhirnya dia
tersenyum nakal menyetujui ajakanku.
“Mas mas semua.. mau lihat yang lebih gak?” kata Vani menggoda mereka.
“I-iya neng, mau dong”
“tapi
gak boleh pegang-pegang yah, cuma liatin aja” sambung Vani lagi. Aku
dan Vani kemudian saling mendekatkan tubuh kami sehinggga kulit putih
mulus kami yang basah saling bersentuhan. Aku dekatkan bibirku ke wajah
Vani, menciumi wajahnya berkali-kali. Kemudian aku turun ke bibirnya,
kami akhirnya berciuman, saling membelitkan lidah kami dan berbagi air
liur. Tangan ku
menjamah setiap inci tubuhnya begitu juga dirinya pada diriku. Semua itu
kami lakukan di bawah pancuran shower yang tentunya membuat pemandangan
semakin erotis bagi lelaki mesum di sekeliling kami.
Aku
lihat diantara mereka yang tidak tahan mulai mengocok penis mereka
dibalik celana maupun pakaian dalam mereka, aku tersenyum saja
melihatnya. Bahkan ada diantara mereka yang melepas celananya
bertelanjang ria sambil mengocok penisnya dihadapan ku dan Vani yang
sedang asik bercumbu memancing nafsu birahi mereka pada kami. Nafas kami
semakin berat, begitu juga dengan mereka yang menyaksikan kami. Aku
sedikit takut bila makin banyak pria yang datang ke ruang ganti, mungkin
bisa membuat suasana akan menjadi kacau, tapi aku tetap saja
melanjutkan aksi kami.
Aku lepaskan ciuman dan pelukanku dari Vani. Aku buka tas perlengkapan mandiku dan mengambil botol shampo
milikku.
“mau dibantu neng?” tawar salah satu dari mereka padaku.
“hmmm..
boleh deh mas” jawabku menyetujui permintaannya. Dia ambil botol shampo
dan menuangkan isinya dan mengusapkannya di tangannya. Lalu dia
mendekati tubuhku dan mulai melumuri rambutku dengan busa shampo dari
tangannya. Pria yang satu lagi juga melakukan hal yang sama pada Vani.
Kini kami sedang dibersihkan rambutnya oleh dua pria ini, yang berdiri
disamping kami dengan penis yang mengacung tegak di balik celana dalam
mereka yang kadang menyenggol paha maupun belahan pantatku dan Vani,
sedangkan pria lain makin mupeng menyaksikan pemandangan ini.
“Iya neng, saya juga mau bantu” kata pria yang lain. Mereka berebutan ingin mengusap-ngusap tanganya ke tubuh
putih mulusku dan Vani. Aku senyum-senyum kecil saja melihat kelakuan mereka.
“oke
deh pak.. tapi tangannya jangan nakal yah… tuh ambil aja di tas Riri
sabunnya” kataku menyetujui. Mereka ambil sabun cairku dan mereka saling
berbagi tumpahan sabun itu ke masing-masing tangan mereka, sepertinya
mereka ingin berbarengan menyabuni tubuh kami.
“Bentar…
Riri buka aja bikininya, biar gak ganggu ntar” kataku yang makin
membangkitkan nafsu mereka. Aku dengan mudahnya melepaskan tali-tali
tipis bikiniku sehingga bikini itu langsung lolos dari tubuh montokku
dan memperlihatkan seluruh tubuhku yang kini tidak ada sehelai
benangpun.
“Van, baju lo buka juga tuh..” kataku pada Vani.
“oke
deh.. hmm, ada yang mau tolongin bukain gak?” goda Vani pada mereka,
mana ada yang nolak, hihi. Mereka mendekati tubuh vani, mereka angkat
tangan Vani ke atas
dan menarik tanktop Vani lalu mereka tarik celana pendek tipis sekaligus
celana dalam yang dikenakannya ke bawah, sehingga kini tubuh kami
berdua sudah bugil di hadapan para pria mupeng tersebut.
Tubuh
putih mulus kami kini terpampang bebas tanpa ada yang mengalangi,
guyuran shower di tubuh polos kami makin membuat pemandangan makin
menggoda. Diantara mereka yang tidak tahan makin mempercepat kocokan
penisnya, bahkan terang-terangan didepan kami berdua. Kini mereka
mendekat dan bersiap menyabuni tubuh telanjangku dan Vani. Jadilah
tangan mereka mengusap-ngusap tubuhku dan Vani. Mereka mengusap seluruh
inci tubuh kami, punggung, leher, perut, paha dan kakiku secara
bersamaan oleh tangan-tangan nakal mereka. Tidak hanya mengusap, mereka
juga meremas dadaku dan Vani dengan nafsunya. Penis mereka yang tegang
kini tidak tertupi lagi, menggesek gesek tubuh kami dengan penis tegang
mereka.
“yang bersih ya..
awas gak” ujarku.
“kalo gak bersih gimana neng?” tanya salah satu pria.
“ya gak boleh berhenti sampai semua bersih” balasku.
Mereka
lanjutkan mengusap-ngusap tubuhku dan Vani, sepertinya niat mereka
memang cuma pengen gerepe-gerepe doang bukannya mau nyabunin. Cukup lama
mereka menyabuni tubuhku. Akhirnya ku bilas tubuhku sehingga kini
tubuhku telah bersih dari sabun.
“udah selesai nih, makasih yah…” ujarku pada mereka.
“anu.. neng, kami boleh lanjutin onani gak sambil lihat neng berdua? Kami udah gak tahan banget nih..” kata pria berkumis.
“Hihi.. nafsu yah kalian semua liat tubuh kita berdua?” goda Vani.
“uh..
iya neng.. badan neng bedua bening amat, gak tahan pengen ngentotin”
kata mereka mulai bicara jorok. Sambil masih disiram air yang mengucur
dari shower aku dan Vani berpelukan lagi dan saling berciuman membelit
lidah. Kami kini duduk diatas lantai dikelilingi pria-pria nafsu yang
masih mengocok penis mereka. Aku dan vani kini dikelilingi penis penis
tegang yang hanya berjarak sekitar satu meter, memberi ruang padaku dan
Vani melanjutkan aksi lesbian kami demi menggoda dan membangkitkan nafsu
birahi mereka.
Sambil asik berciuman dan
bercumbu, aku dan Vani kadang melirik ke arah mereka dan tersenyum
semanis mungkin. Senyuman manis yang membangkitkan birahi pria manapun,
apalagi dengan tubuh putih mulus kami yang bergesekan basah dibawah
guyuran air
shower.
“Ohhh… neng… ngentot yuk neng… gak
tahan neng pengen genjotin neng..” kata mereka mulai meracau. Aku hanya
tersenyum nakal mendengar ocehan jorok mereka.
Air
shower kini sudah dimatikan, namun bulir-bulir air masih tersisa di
kulit mulus kita berdua. Kami lanjutkan beberapa aksi nakal seperti
bergantian mengulum buah dada ataupun menggesek-gesekkan vagina kami.
Lama-kelamaan mereka makin mendekat saja, penis mereka kini hanya
berjarak beberapa puluh senti saja dari tubuh telanjang kami, bahkan ada
yang sempat menyenggol tubuhku. Mereka sudah benar-benar gak tahan
kayaknya.
“Crooot… crooott” beberapa diantara
mereka yang tidak tahan lagi menumpahkan spermanya ke badanku dan Vani
membuat kami menjerit kecil. Sperma itu mengenai beberapa bagian tubuh
dan rambutku. Duh sial.. baru mandi juga, batinku.
“Ihhh… kok
numpahin pejunya gak bilang-bilang sih” kata Vani dengan nada manja.
“so-sorry neng, abisnya saya gak tahan lihat badan neng..” jawab si pria jangkung.
Aku sempat mencolek tumpahan sperma di lenganku dan iseng mengusapnya ke wajah Vani.
“Ih.. rese lu Ri, bau tau, enak aja lo colekin ke wajah gue..” katanya, aku tertawa-tawa dibuatnya diikuti Vani.
“Awas
gue balas..” katanya yang juga mencolek tetesan sperma dari paha
putihnya dan ingin mencoleknya kembali ke wajahku, tapi sempat ku
tangkis tangannya walau akhirnya kena juga wajahku T.T Kelakuan kami
tentu saja membuat mereka makin mupeng dan semakin nafsu.
“Ih.. lo curang ri, gue gak sebanyak itu coleknya” kata Vani manja.
“Hihihi.. rasain” jawabku.
“rese lo ah.. eh, mas.. nanti tumpahin aja tuh
pejunya ke mukanya Riri, biar tau rasa dia” kata Vani pada mereka sambil ketawa-ketiwi nafsuin.
“Janji
ya mas ntar ngecrotnya ke wajahnya dia.. hihi, awas kalau gak.. “
sambung Vani lagi. Mereka makin mempercepat kocokan penisnya mendengar
permintaan Vani barusan.
“jangan mau mas.. ke mukanya Vani aja, dia suka tuh mukanya ditumpahin pejunya mas” tolakku yang juga ketawa-ketiwi.
“Rese
lo ri.. gak mas, ke wajah Riri aja, ntar Vani kasih hadiah deh..”
katanya meyakinkan mereka. Kami bergelut diatas lantai dikelilingi
mereka yang sudah benar-benar nafsu. Tiba-tiba salah satu dari mereka
menarik dan memutar kepalaku dengan agak memaksa, sehingga kini aku
menghadap ke penis orang itu.
“Crooot….
Crooooott” penisnya langsung saja memuntahkan banyak peju ke wajahku.
Aku cukup gelagapan karena beberapa masuk ke mulutku. Aku tadi tidak
sempat
menutup mulutku karena aku sedang bergelut dengan Vani sambil
tertawa-tawa dan orang ini tiba-tiba saja menarik kepalaku.
“Hihihi…
horeee… rasain tuh peju” kata Vani tertawa penuh kemenangan. Aku hanya
nyengir kecil, awas lo… kataku dalam hati. Aku yang masih terkejut
tiba-tiba ada lagi yang menumpahkan pejunya ke wajahku, bahkan kini dua
orang sekaligus. Gila.. aku di bukkake.. batinku.
“Hahaha… rasain, enak yah ri? Gimana? Wangi gak? “ katanya sambil tertawa-tawa merasa semakin menang.
“Niihh… ratain” kata Vani tiba-tiba mengusap dan meratakan sperma di wajahku dengan tangannya sambil tertawa
kecil.
“Ah…. Apaan sih lo Van, terus gue harus
bilang makasih ke lo gitu udah bantu ngeratain nih peju di muka gue”
jawabku dengan masih pura-pura ngambek.
“gak ke gue kali lo bilang makasihnya, tapi ke mereka nih.. yang udah kasih lo facial gratis” katanya dengan masih tertawa-tawa.
“Rese lu..” jawabku.
“hmm..
makasih yah yang udah ngecrot di muka Riri.. enak yah? “ kataku
akhirnya menuruti kata Vani sambil tersenyum manis dengan muka yang
mengkilap karena peju mereka.
“Neng Vani,
katanya mau kasih hadiah kalau kita ngecrotnya ke wajahnya neng Riri,
mana nih hadiahnya?” ujar salah satu dari mereka.
“eh.. tadi Vani ngomong gitu yah.. hehe, iya deh.. hmm.. apa ya hadiahnya..” kini Vani malah bingung sendiri mau ngapain.
“Gimana kalau kita dibolehin
ngentotin neng Vani.. yah.. yah..” pintanya mesum pada Vani.
“eh…
kalu itu jangan deh..” kata Vani agak cemas. Dia memang tidak perawan
lagi, tapi dia mana mau juga ngentot sembarangan apalagi dengan orang
yang gak dikenal gini.
“hmm… gimana kalau
ngentotnya di mulut Vani aja? Gak papa kan? Beda-beda tipis lah” tawar
Vani sambil tertawa cengengesan. Aku yang berada disebelahnya menunggu
saja gimana aksi sahabatku ini selanjutnya, tapi ni peju lengketnya
bikin gak nyaman aja, batinku karena peju di wajahku yang barusan di
ratakan oleh Vani masih kubiarkan.
“Hehe..
boleh neng..” mereka mulai mengambil posisi didepan wajah Vani sambil
yang masih duduk di lantai. Vani mulai menjilati penis tersebut, atas ke
bawah, menjilati buah zakarnya, mengulum rambut-rambut kemaluannya,
sepertinya Vani sudah sering melakukan BJ pada pacarnya, lihai gitu
gerakannya. Aku akhirnya
membersihkan peju dari wajahku sehingga wajahku mulus kembali.
“Masukin
yah neng..” katanya mulai memasukkan penisnya ke mulut Vani yang
mungil. Memaju mundurkannya seperti sedang bersetubuh. Sambil mengentoti
mulut Vani, orang itu juga meraba-raba dan meremas buah dada Vani yang
montok.
“Neng
Riri, ciuman yuk.” Kata pria yang sedang mengentoti mulut temanku ini.
Sepertinya dia ingin menyetubuhi mulut temanku ini sambil berciuman
denganku. Aku turuti saja fantasinya ini, ku berdiri di sisinya dan
kamipun berciuman mesra membelit lidah. Tidak lama kami berciuman karena
tangan pria yang lain menarik tubuhku dan juga mengajakku berciuman.
Aku kini sedang melayani
penis hitam besar sambil berbaring di lantai, si empunya penis dengan
seenaknya memaju-mundurkan penisnya di mulutku dari atas, memasukkan
penisnya sedalam mungkin ke kerongkonganku yang beberapa kali membuatku
tersedak karena kesullitan bernafas. Benang liur terjalin antar mulut
mungilku dengan ujung penis orang itu. Cukup lama kami melakukan aksi
tersebut, baik Vani dan aku sudah kelelahan, namun mereka seperti tidak
ada puasnya, aku tidak tahu apakah disana ada orang yang baru masuk ke
ruang ganti atau tidak.
“udah dong….” Kata Vani manja dengan nafas ngos-ngosan.
“iya
nih mas.. udah pegel nih mulut kita” sambungku setuju dengan Vani.
Mereka akhirnya melepaskan penisnya. Ku lihat mereka masih belum puas,
penis mereka masih tegang berselimuti air liur
gadis remaja ini.
“Gini aja deh mas, kalian
lanjutin aja yah gesekin penisnya ke susu atau vagina kita.. gimana? Gak
papa kan? Coba dulu.. kalau gak enak, ntar Riri pikirin deh jalan lain”
tawarku pada mereka. Mereka menyetujuinya dan mulai aksi mesumnya
kembali. Kini aku dan Vani menyerahkan dada dan pahaku untuk memuaskan
penis-penis tegang mereka yang belum terpuaskan. Membiarkan mereka
seenaknya menggesek-gesekan penis mereka di antara buah dada maupun paha
kita. Mereka mau kita terlentang dilantai ataupun nungging kita turuti,
hihi.
“Neng.. boleh nyelip dikit gak?” kata mereka padaku.
“nyelipin dimana? Kalau diantara paha silahkan..” kataku yang sedang terlentang di bawahnya.
“Nyelipin di memeknya neng.. boleh kan?” kata pria itu.
“kalau
gesek-gesekin di memek Riri boleh dong.. silahkan aja..” kataku gak
keberatan. Dia mulai memposisikan penisnya tepat didepan vagina mulusku.
Kepala penisnya mulai bersentuhan dengan bibir vaginaku. Dia mulai
menggoyangkan badannya sehingga penisnya bergesekan dengan permukaan
vaginaku.
“Aduh.. hati-hati, hampir masuk tadi
tuh..” Beberapa kali kepala penisnya hampir masuk ke lubang vaginaku,
namun karena tidak benar-benar masuk aku biarkan saja aksinya.
“enak yah mas?” tanyaku menggoda.
“Banget
neng.. masukin dikit boleh ya neng.. plis neng, udah gak tahan nih..
kepalanya aja boleh yah..” katanya memelas. Aku tidak langsung menjawab
permintaannya, aku takut juga nanti kalau dia gak tahan dianya nancapin
semuanya, bisa diperawanin gue ntar.
“Janji yah mas, Cuma kepalanya..”
“iya
neng” diapun kembali memposisikan penisnya didepan vaginaku. Kepala
penisnya mulai masuk
dan terbenam di antara bibir kemaluanku, hingga akhirnya kepalanya masuk
keseluruhan sebatas leher penisnya. Dia mulai mengayunkan pinggulnya
maju mundur namun tidak sampai membuat kepala penisnya lepas dari
vaginaku. Aku yang baru pertama kali dimasuki penis merasa horny dan
meringis kenikmatan walaupun hanya kepalanya saja yang masuk. Aku
terbuai oleh ayunannya hingga aku tidak sadar….
“Maaaasssss, kok masukin penisnya sedalam itu sih? ” teriakku padanya kesal.
“Aduh..
maaf neng, gak sengaja.. habisnya gak tahan..”
jawabnya enteng, sialan. Mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, dan
tukang bubur sudah naik bu haji, mau gak mau aku harus nikmati apa yang
sudah terjadi.
"Ya udah deh… mas sih… lanjutin
aja deh, kepalang tanggung..” kataku padanya. Akhirnya aku kini
merasakan bagaimana nikmatnya disetubuhi, walau masih terasa sedikit
perih namun lama-kelamaan terasa nikmat.
“Ougghhh
nikmat neng…” erangnya kenikmatan karena akhirnya bisa merasakan
menyetubuhiku yang juga telah merenggut keperawananku. Aku juga
merasakan nikmat yang tidak terkira yang baru kali ini ku rasakan.
Ternyata Vani juga sudah disetubuhi oleh salah satu dari mereka.
“Hmmpphh.. iya mas, terus…” kataku kenikmatan.
“Ohhh… Riri.. sempit neng…” kami lanjutkan persetubuhan itu.
“Pengen keluar neng, keluarin
dimana?”
“Di dalam aja mas” kataku, aku penasaran juga bagaimana rasanya vaginaku yang terisi sperma.
“Croott…
crooott” akhirnya penisnya menyemburkan spermanya di dalam rahimku,
nikmat ternyata rasanya. Ku lihat wajah pria ini ngos-ngosan tapi amat
puas. Parahnya, aku harus melayani lebih dari satu penis sesaat aku
kehilangan keperawananku, betul-betul gila.
“Neng.. pantatnya masih perawan juga kan? Saya perawanin juga boleh kan?” kata salah satu pria.
“Haaaah?”
tanpa menunggu jawabanku orang itu menarikku dan menerobos lubang
anusku. Ternyata anal seks amat-amat sakit, namun akhirnya aku nikmati
saja. Gila , aku yang baru saja kehilangan keperawananku harus rela juga
kehilangan keperawanan pantatku T.T
Persetubuhan
itu berlangsung cukup lama hingga mereka semua puas dan menyemprotkan
sperma mereka
baik di vagina, anus, mulut maupun di tubuh kita berdua. Aku berdoa saja
mudah-mudahan aku tidak hamil karenanya. Akhirnya aktifitas ini
berakhir, kami sekali lagi membilas tubuh kami dan bersiap kembali ke
rumah karena sudah benar-benar capek.
Beberapa minggu setelah itu…
“Huekkk… hueekkk” pagi-pagi aku sudah mual-mual, ada apa gerangan? Aku teringat aktifitasku beberapa hari yang lalu..
sial, jangan-jangan……
…
…
Ku periksa alat cek kehamilan yang baru saja ku beli di apotek.
What??
Aku positif hamil.. kepalaku terasa berat, aku tidak tahu siapa bapak
anak ini karena sangat ramai waktu itu. Vani ternyata tidak hamil,
mungkin dia tidak dalam masa subur atau mungkin tuh anak mandul, hehe.
Aku yang belum siap hamil tentu saja menyembunyikan kehamilanku dari
orang
tuaku. Aku tidak berani melakukan aborsi karena takut. Akhirnya aku
memberanikan menceritakan semuanya pada orangtuaku bahwa aku hamil,
hingga membuat mereka marah besar. Untung saja aku bertemu dengan
seseorang yang mau menerimaku apa adanya, yang tidak lain adalah Andi
pacarku sendiri. Dia memang sudah mempunyai pekerjaan walaupun hanya
honorer. Kamipun akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar