Cerita Eksibisionis Wiwid : Mama Haus Nih

Nawaku wiwid. Tanpa terasa usiaku sudah menginjak empat puluh lima tahun. Putraku berusia dua puluh lima tahun dan dua puluh tiga tahun. Putriku berusia dua puluh tahun. Aku tak tahu mesti mulai dari mana. Aku lahir dan dibesarkan di pedesaan dengan empat sodara dan tiga sodari. Didikan orang tuaku terbilang kolot dan sangat ketat.

Saat aku telah berkeluarga, kuputuskan untuk mendidik anak – anakku dengan sedikit longgar dibandingan aku dulu. Bahkan kami mendidik anak – anak agar selalu bicara terus terang tanpa tending aling – aling dan selalu terbuka, termasuk soal pakaian. Tak jarang, aku dan suamiku terlihat telanjang oleh anak – anak.

Aku dan suami membeli sebidang tanah yang cukup luas di daerah pinggiran. Sebuah rumah kecil dan sebidang halaman ditutupi oleh pagar yang menjulang tinggi. Anak – anak sedang kuliah di luar kota. Praktis, di rumah hanya ada aku dan suamiku.

Saat suamiku pergi tak ada dirumah, aku memutuskan untuk santai berendang dan berjemur di halaman sambil hanya memakai cd saja. Entah ketiduran atau gimana, aku tak mendengar anakku pulang.

“Mamah masih cantik dan seksi!”

Terkejut, aku menoleh dan mendapati surya – anakku – sedang melihat dari sisi kolam.

“Sejak kapan kamu di situ?”

“Lumayan lama mah. Lagi gak ada kegiatan nih, makanya surya pulang. Ayah man amah?”

“Biasa, lagi mancing sama temennya.”

“Sampai kapan?”

“Kamu kayak tak tau aja. Ayahmu tuh kalau mancing bisa dua hari gak pulang – pulang.”

Sambil ngobrol, matanya tak lepas dari punggungku dan pantatku. Kami pun ngobrol tentang hal – hal topik – topik kecil. Surya duduk di pinggir kolam sambil kakinya di gerak – gerakkan di kolam. Ia memakai kaos dan celana pendek. Entah karena sudut mataku atau apa, tapi aku bisa melihat gundukan di celananya.

“Daripada cuma kaki, mending sekalian aja berenang.”

“Gak ah mah, males.”

“Kok males? Kan enak panas – panas gini.”

“Abisnya liat mama telanjang jadi ada yang bangun deh.”

Aku hanya bisa tertawa menyadari tubuhku ternyata bisa membuat anakku – yang masih dua puluh tiga tahun – ereksi. Tiba – tiba aku merasa seksi dan sedikit nakal. Ya tuhan, apa yang kupikirkan. Aku pun berusaha agar keadaan tak canggung.

“Emang kenapa? Sejak kamu lahir pun mama udah lihat punya kamu. Jadi kalau kamu mau renang, sok aja gak usah malu.”

“Jadi, surya boleh buka celana surya?”

“Terserah kamu.”

Mungkin inilah kesalahanku. Surya pun berdiri dan langsung melepas celananya. Terlihatlah anakku berdiri dengan kemaluannya yang sudah tegang. Kucoba memalingkan penglihatanku tapi ternyata tak bisa. Surya sungguh terlihat jantan apalagi melihat kemaluannya yang tegang, membuat tubuhku seperti kena aliran listrik. Apa yang kupikirkan?

Surya renang kira – kira sudah seperempat jam. Dia berusaha tak melirik tubuhku.

“Punggung mama gimana?”

“Item mah. Udah dilotion belum?”

“Oh iya. Belum tadi mama lupa.”

Inilah awal mula permasalahan, tapi di sisi lain mulai terjadi sesuatu yang menarik.

“Kamu bantu olesin lotion dong.”

Dapat kudengar ia menelan ludah. Dengan sedikit bergetar ia bilang oke. Anakku pun mulai mengoles lotion. Saat kemaluannya menyentuh kulitku kurasakan aliran listrik kembali menyengatku. Sensasinya sungguh baru kali ini kurasakan. Ia mulai mengolesi punggungku. Kusuruh anakku agar juga mengolesi pantat dan kakiku.

Sesaat, kurasakan tangan anakku diam tak bergerak. Kemudian kurasakan semburan lotion di pantat dan kakiku. Kembali kurasakan sensasi lain saat tangan anakku kembali mengolesi. Pikiran bahwa aku adalah mamanya anak ini membuat sensasi ini terasa makin kuat. Saat ini, rasanya dia bukanlah anakku dan aku bukanlah ibunya, tetapi dia adalah lelaki dan aku adalah wanita setengah baya yang menikmati elusan tangan pria.

Anakku mulai mengelus kakiku dan pantatku dengan cepat. Lalu ia kembali menyemprotkan lotion ke pantatku dan ke dekat kemaluanku. Aku terkejut. Ia mulai mengelus lagi pantatku. Bahkan kini mulai mendekati kemaluanku yang sudah mulai agak basah. Awalnya, kurasa ia tak sengaja menyentuh kemaluanku. Tapi cara ia menggerakan tangannya di kakiku, aku yakin ia mulai menyentuh kemaluanku.

Ia kembali menyentuh kemaluanku seolah – olah ia tak sengaja. Agar ia tahu, aku sengaja melenguh saat tangannya menyentuh kemaluanku. Setelah lima kali melenguh ia pun bersuara.

“Gimana rasanya olesah surya, mah?”

“Enak sayang. Kalau tau gini, kamu boleh olesin mama kapan pun kamu suka.”

“Bener mah?”

“Iya sayang.”

Rupanya jawabankulah yang ia tunggu – tunggu. Anakku mulai berani menyentuh bibir kemaluanku dengan jarinya hingga membuat kemaluanku makin basah. Aku yakin anakku pun menyadarinya.

“Kok basah mah? Enak yah?”

Tanpa berpikir, keluarlah jawaban yang mengejutkan.

“Enak sayang. Kamu boleh sentuh lagi kalau kamu mau.”

Lalu kurasakan tangan surya menyingkirkan belahan cd ku hingga akhirnya belahan kemaluanku tak tertutupi dan satu jarinya mulai memasuki kemaluanku. Jarinya sungguh nikmat. Lalu ia masukan satu lagi jarinya, lalu satu lagi hingga total ada tiga jarinya yang memasuki kemaluanku. Aku tahu tak lama lagi aku akan orgasme. Tak cukup sampai di situ, ia jempolnya ia mainkan dengan mengusap – usap itilku. Aksinya itu membuatku merasakan orgasme yang takkan terlupakan. Aku mengejang serasa merasakan orgasme pertama dalam hidupku.

Saat aku sudah tenang kembali, surya pelan – pelan mulai mencabut jari – jarinya sambil bilang betapa bahagianya dia telah membuatku orgasme seperti tadi. Kujawab makasih nak, tadi sungguh nikmat rasanya. Akhirnya, aku berbalik dan sekarang terlentang di hadapan anakku. Matanya menatap seluruh tubuhku, mungkin terpesona.

“Sekarang kamu berdiri!”

"Mau ngapain mah?”

Tanpa menunggu jawaban, anakku langsung berdiri. Lalu kudekati dia, kusentuh kemaluannya. Lalu kupegang. Wajah anakku menampakan keterkejutannya tapi juga sekaligus senang saat kubuka mulutku dan kudekatkan ke kemaluannya.

“Kamu makin besar aja sayang.”

Kukecup kepala kemaluan anakku, lalu kujilati hingga ke batangnya. Testisnya pun tak luput dari aksi lidahku. Suara yang keluar dari mulut anakku menandakan bahwa dia sangat menikmati aksiku.

Kumasukan kemaluannya ke mulutku sedalam mungkin. Mulailah kukocok dengan mulutku. Tak lama, anakku bersuara lagi…

“Aduh mah, surya gak kuat… surya keluar sekarang…”

Inilah saatnya kutunjukan kemampuanku. Saat kurasakan kemaluannya berdenyut, kutahan agar kemaluannya tetap dimulutku dan kuhisap – hisap. Menyemburlah lahar panas dari kemaluannya dan kujaga agar tak bocor keluar dari mulutku. Setelah beberapa semburan, agak kutarik hingga yang tersisa di mulutku hanyalah kepala kemaluannya saja. kutelan spermanya dan kujilat kepala kemaluannya hingga bersih.

Setelah selesai, kulepaskan kemaluan anakku dari genggamanku. Bebas, anakku pun langsung berbaring lemas.

“Masuk yu. Mama haus nih. Temenin mama minum mau gak?”

“OK Mah!!!”

Sekian.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar