Cerita Eksibisionis Dinda : 3 Rencana Kak Naya

Beberapa bulan setelah masturbasi pertamaku, aku masih tetap melakukan aktivitas seksual tersebut. Meski aku sangat terobsesi dengan aktivitas ini, aku tetap mencoba untuk membatasinya. Sesuai anjuran kak Naya, aku hanya melakukannya hanya jika aku sedang tidak ada kerjaan sama sekali. Karena pada beberapa minggu pertama, aku hampir melakukannya tiap hari. Hal tersebut sangat berdampak pada kehidupan sehari-hariku. Nilai ulanganku jeblok karena waktu belajarku malah terisi oleh masturbasi, aku juga sering menolak ajakan temanku untuk hangout karena aku sedang asik dengan tubuhku sendiri, dan yang terakhir, tubuhku menjadi sering lemas gara-gara aktivitas tersebut.

Namun yang paling susah dalam membatasi aktivitas tersebut adalah tubuhku sendiri. Aku merasa sangat mudah sekali menerima rangsangan. Hal tersebut membuatku selalu ingin melakukan masturbasi. Menurut kak Naya, hal tersebut wajar, karena kak Naya juga memiliki pengalaman yang sama ketika mengenal masturbasi. Menurutnya, masa pubertaslah yang mempengaruhinya.

Dengan batasan ini, maka waktu yang tepat untuk bermasturbasi adalah ketika sebelum tidur dan ketika mandi. Meski aku juga sering bermasturbasi di ruang lain di dalam rumahku ketika kedua orang tuaku sedang tidak ada di rumah yang biasanya aku nikmati dengan bertelanjang ria seperti yang dilakukan kak Naya. Selebihnya, aku hanya bertelanjang di dalam kamarku saja dan itu pun lebih seringnya hanya kulakukan ketika tidur setelah bermasturbasi.

Dalam bermasturbasi pun cara yang kulakukan lebih bervariasi. Aku tidak hanya mengandalkan jari-jariku saja untuk menyentuh kemaluanku ataupun dadaku. Aku juga mengandalkan semprotan air shower yang diarahkan tepat ke lubang kemaluanku, atau menggunakan guling yang kugesek-gesekkan ke permukaan kemaluanku yang sebelumnya sudah kubalut dengan handuk agar cairan kewanitaanku tidak membekas di guling. Bahkan, aku pernah sekali mendapatkan orgasme hanya dengan menggesekkan kemaluanku yang masih tertutup celana olaharaga pada sudut meja yang ada di ruang kelasku. Tentu saja waktu itu kondisi kelas sedang sepi.

Aku juga punya sebuah pengalaman yang susah untuk dilupakan. Pengalaman tersebut adalah ketika aku pertama kalinya kencing di tempat terbuka. Mungkin terdengar biasa saja. Namun yang membuat sulit terlupakan adalah waktu itu ada orang lain yang berada di dekatku, walaupun dia membelakangiku, namun tetap saja membuat aktivitasku waktu itu sungguh mendebarkan. Oh ya, orang tersebut adalah Kak Chandra, pacar kak Naya.

Hal tersebut terjadi ketika kak Naya sudah pindah ke kotaku dan mempunyai pacar yang sebenarnya teman SMAnya. Waktu itu, kami tidak sengaja bertemu di sebuah warung tenda yang kosong di tengah hujan yang lebat. Aku yang masih berseragam sekolah, terpaksa berhenti di warung tersebut karena aku tidak membawa jas hujan. Sialnya, bajuku sudah terlanjur basah oleh air hujan yang sempat mengguyurku sebelum sampai ke warung ini.

Singkat cerita, kak Chandra menawarkan meminjamkan jaketnya untukku. Namun karena bajuku basah, mau tidak mau aku harus melepasnya karena memang baju basah tersebut membuatku menggigil kedinginan. Aku sempat ragu untuk berganti pakaian di tempat ini, terlebih ada kak Chandra disini. Namun karena kondisi memang sedang sepi, dan kak Chandra bersedia membalikkan badannya, aku beranikan diri untuk berganti pakaian di pojok warung yang tertutup oleh kain.

Tapi entah apa yang ada dipikiranku, aku malah memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kencing. Karena memang sebenarnya aku sudah menahan kencing sejak meninggalkan sekolah, dan diperparah dengan udara yang dingin ini, mau tidak mau aku harus menuntaskan hasratku.

Dengan sigap setelah memastikan kak Chandra tidak melihatku, aku menaikkan rok panjang seragamku dan langsung menurunkan celana dalamku dan dialnjutkan dengan posisi jongkok. Tak lama kemudian air kencing mengucur dengan derasnya dari lubang kemaluanku. Inilah pertama kalinya aku kencing di tempat terbuka, pertama kalinya juga kemaluanku terekspos di tempat terbuka. Dan perasaan yang ditimbulkan waktu itu sangatlah mendebarkan. Rasanya hampir sama dengan ketika aku bertelanjang ria di rumah, namun ini lebih menantang, lebih mendebarkan. Dan perasaan mendebarkan ini akhirnya merembet ke libidoku. Ah tidak, masa iya aku harus masturbasi pada saat itu juga?

"Pokoknya sampai rumah nanti aku harus masturbasi". Itulah yang yang ada dibenakku waktu itu.

Aku telah dikuasai oleh nafsu, adrenalinku memuncak, yang entah kenapa membuat aku berpikiran untuk melepas pakaian dalamku dan menikmati perjalanan pulang tanpanya. Kuputuskan untuk melepas sekalian celana dalamku yang masih tersangkut di kakiku dan menggunakannya untuk mengeringkan sisa air kencing di kemaluanku. Aku juga melepas braku setelah melepas seragamku sebelum dilanjutkan dengan memakai jaket kak Chandra. Setelah itu kami pun beranjak dari tempat itu dan menuju rumahku. Kak Chandra ikut ke rumahku karena di rumahku ssat itu sedang ada kak Naya.

Tidak cukup dengan menikmati perjalanan pulang tanpa pakaian dalam, di tengah perjalanan aku diberi tahu oleh seorang pemotor kalau resleting rokku terbuka. Tentu ini adalah hal sangat memalukan, terlebih aku tidak memakai apa-apa dibaliknya. Apakah orang tadi juga melihat bagian dalam rokku? Apakah dia tahu kalau aku tidak memakai celana dalam? Aku benar-benar malu waktu itu. Tak kusangka perbuatan isengku malah menimbulkan hal yang memalukan ini. Namun dibalik rasa malu itu, aku merasakan sedikit rasa bangga, bangga jika ada yang melihat bagian tubuhku. Ah entah itu disebut bangga atau tidak, namun yang jelas ada perasaan sedikit senang. Perasaan malu yang menyenangkan? Memang sulit mendeskripsikan perasaanku waktu itu.

Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku setelah membiarkan kak Naya dan kak Chandra mengobrol. Di kamar, aku langsung melucuti pakaianku, dan langsung menuntaskan hasratku. Dan saat itulah aku mendapati salah satu orgasme terhebatku.

****




Sekarang, kak Naya telah pindah ke kotaku. Kosnya pun dekat dengan sekolahku. Orang tuaku sempat menawarkannya untuk tinggal di rumahku, namun ditolaknya dengan alasan tidak ingin merepotkan keluargaku. Padahal aku akan sangat senang jika kak Naya tinggal bersamaku. Namun tak apa, karena sekarang kak Naya bisa main ke rumahku kapan saja begitupun sebaliknya. Terlebih karena kosnya yang dekat dengan sekolahku, aku jadi sering mampir ke kosnya sepulang sekolah.

Selama mengobrol, kami juga masih sering membahas hal yang berhubungan dengan kebiasaan kami ini. Aku tidak malu lagi menceritakan kegiatan masturbasiku dengannya, ataupun sebaliknya kak Naya yang bercerita kepadaku tentang kebiasaan bertelanjangnya itu. Bahkan beberapa kali aku mendapati kak Naya tidak berbusana ketika di kosnya.

Suatu saat ketika aku berada di kos kak Naya, aku berkesempatan untuk menceritakan pengalamanku bersama kak Chandra tadi kepada kak Naya. Sebenarnya aku ragu untuk menceritakannnya, karena aku takut jika kak Naya marah atau cemburu. Tidak lain karena kak Chandra sendiri adalah pacar kak Naya. Namun sebaliknya, kak Naya malah terlihat antusias mendengar ceritaku.

"Haha... Kamu kok kepikiran buat ngelepas daleman segala sih?" tanya kak Naya.

"Gatau kak... tiba-tiba pengen aja..." jawabku.

"Pasti waktu itu kamu lagi 'pengen' ya?" lanjut kak Naya.

"Iya sih kak... abisnya dingin kak.."

"Trus gimana rasanya?" tanyanya.

"Apanya?"

"Ya gimana rasanya buka-bukaan di sebelah Candra... rasanya diliatin orang itunya..." lanjutnya.

"Ya deg-degan kak... dan malu pastinya... tapi..." jawabku.

"Tapi kenapa?"

"Eh kenapa sih kak Nay nanya rasanya segala?" tanyaku.

"Haha... soalnya aku pernah ngalamin kayak kamu... buka-bukaan di belakang Chandra... haha" jawabnya.

"Iyalah... kalian kan pacaran...."

"Heh! Jangan mikir yang  macem-macem ya! Aku belum pernah gituan sama Chandra... lagian ini kejadiaannya sebelum aku jadian sama dia..." jawab kak Naya yang terlihat tersinggung.

"Maap-maap... hehe.... buka-bukaan gimana?" tanyaku.

"Ya buka baju di belakang Chandra kayak kamu... malah aku sampe bugil.... dan aku...." jawabnya.

"dan apa?"

"masturbasi." jawabnya dengan bangga.

"Hah? Serius? Emang kalian lagi ngapain? Itu kejadiannya dimana?" tanyaku.

"Ada deh... pokoknya di tempat yang terbuka...." jawabnya.

"Yah... critain dong kak..." rengekku.

"Haha... kapan-kapan deh aku critain... hehehe" jawabnya.

"Yah.... kak Nay curang... aku kan udah crita..."

"Besok deh... sekalian aku tunjukin tempatnya.... hihihi..." jawabnya.

"Janji ya.... emang dimana sih?" tanyaku.

"Pantai." jawabnya.

"Pantai mana?"

"Aku gak tau namanya... tapi aku inget tempatnya." jawabnya.

"Pantai disini kan jauh-jauh kak.."

"Udah gapapa, nanti aku yang boncengin... aku udah pengen refreshing nih..." katanya.

"Mau naik motor?" tanyaku.

"Ya... emang mau naik apa lagi?"

"Nanti aku coba pinjem mobil papa deh.." kataku.

"Emang boleh?"

"Kalo aku yang nyetir ya pasti gak boleh kak.... kalo kak Nay pasti papa bolehin deh..." kataku.

"Sip!"

"Mau ajak kak Chandra juga?" tawarku.

"Ha? Jangan!" jawabnya.

"Kenapa?" tanyaku.

"Pokoknya jangan! Nanti rusak rencananya..." jawabnya.

"Emang kak Nay ngerencanain apa sih?" tanyaku.

"Kejutan. Pokoknya kamu siap-siap aja." jawabnya.

****



Keesokan harinya, kak Naya terlebih dahulu ke rumahku menjemputku menggunakan motornya. Dengan kemeja biru muda polos dan jilbab biru gelap yang sepadan dengan warna celana jeansnya, dia terlihat menenteng sebuah ransel yang mungkin berisi bekal untuk kami ke pantai. Sedangkan aku memilih baju yang lebih santai. Sebuah kaos lengan panjang dan celana panjang kain bermotif batik, serta sebuah jilbab yang simple. Memang terkesan lebih seperti pakaian rumahan. Namun tak apa, toh ini cuma jalan-jalan santai aja. Aku juga membawa baju ganti untuk berjaga-jaga jika nantinya kami akan bermain di laut.

Setelah berpamitan dengan orangtuaku, kami langsung berangkat menuju pantai. Aku cukup salut dengan kak Naya. Baru beberapa minggu di kotaku, tapi dia sudah terlihat hafal dengan jalanan sekitar sini.

"Kapan kalian pernah ke pantai ini kak?" tanyaku.

"Belum lama kok... awal-awal aku kesini lah..." jawabnya.

"Oh.. diajakin kak Chandra ya?" tanyaku.

"Iya..."

"Kalian ngapain aja disana?" tanyaku.

"Kepo banget sih kamu... ya cuma main biasa.." jawabnya.

"Tapi kok kak Nay bisa buka baju segala?"

"Dah... nanti aja aku critain..."

"Yah... bikin penasaran aja nih kak..." kataku.

"Hahaha..."

Kami menyempatkan untuk mampir ke sebuah mini market untuk membeli cemilan. Dan tak lama setelah itu, kami sudah sampai ke tempat tujuan kami.

"Oh.. pantai ini... ini sih aku udah sering kak..." kataku.

"Bukan..bukan yang ini... sebelahnya lagi..." jawabnya.

"Jauh?"

"Lumayan"

"Trus ngapain kita parkir disini?"

"Ya emang bisanya parkir disini... kita kudu jalan kaki kesananya.." jawabnya.

"Yah... capek dong kak...." keluhku.

"Udah gapapa... sebanding kok.... nanti kalo capek aku pijitin deh..." jawabnya.

"Serius ya... pokoknya kak Nay harus pijitin aku.."

"Hahaha... mananya yang dipijitin? Sini ya?" kata kak Naya sambil meremas pantatku. Sialnya ada beberapa cowok yang melihat kelakuan kak Naya barusan.

"Kak... liat-liat dong kalo becanda begituan... kan banyak orang disini..." bisikku pada kak Naya.

"Biarin... biar semua orang tau kalo adek sepupuku yang satu ini punya bokong yang seksi... apalagi kalo lagi nungging... hahahaha" jawabnya. Aku jadi teringat ketika kak Naya mempergokiku ketika tanpa celana dan dalam posisi nungging mencari celana dalam.

Hari terbilang masih pagi. Suasana disini masih sepi. Padahal hari ini adalah hari minggu. Namun matahari semakin terik ketika kak Naya mengajakku ke sebuah jalan setapak yang menuju ke sebuah tebing batu di bibir pantai.

"Kak Nay yakin ini jalannya?" tanyaku.

"Yakin... pokoknya kamu ngikut aja di belakangku... ati-ati ya... batunya licin...." jawabnya yang sekarang ini berjalan terlebih dahulu di depanku.

Semakin lama, kami malah semakin menjauh dari pantai dan semakin menuju ketinggian bukit batu ini. Keringat mulai bercucuran, dan terlihat jelas kaosku yang berwarna abu-abu misty ini basah oleh keringat di beberapa bagian.

"Disini nih!" teriak kak Naya yang jauh di depanku.

"Disini apanya?" tanyaku.

"Disini aku buka-bukaannya... hehe" katanya.

"Di sumur itu?" tanyaku.

"Iya... jadi waktu itu aku mau bilasan di sumur itu.... karena tempatnya terbuka gini, Chandra duduk disitu buat jaga-jaga kalo ada orang... haha, dia gak tau kalo aku malah asik masturbasi disini... haha" kak Naya beruasah menjelaskan pengalamannya.

"Seriusan di tempat kayak gini? Ini kan terbuka banget kak... kalo ada yang lewat gimana?" tanyaku.

"Makanya aku suruh Chandra buat jagain... tapi kemaren gak ada orang kok.... kata Chandra juga masih jarang orang yang tau tempat ini... paling cuma penduduk sekitar yang tau..." jelas kak Naya.

"Trus apa enaknya disini?" tanyaku.

"Ya bukan disini dong... ayo lanjut jalan lagi..." ajak kak Naya.

Kami melanjutkan perjalanan. Jalan yang kami lalui sekarang sudah kembali menurun lagi. Deburan ombak juga semakin terdengar lagi. Dan setelah melewati jalanan batu yang agak susah, aku melihat sebuah area kecil. Sebuah pantai yang tersembunyi di balik batu-batu ini.

"Ta-da... bagus kan...?" kata kak Naya dengan bangganya memamerkan keindahan pantai ini.

Menurutku pantainya tidak terlalu istimewa. Namun karena kondisinya yang sangat sepi dan jauh dari keramaian, pantai ini menjadi sangat spesial. Meskipun tidak terlalu luas, kami merasa pantai ini adalah milik kita sendiri!

Kak naya langsung menggelar kain pantai ke area yang berpasir dan jauh dari pancaran cahaya matahari. Aku pun langsung mendudukinya untuk melepas lelah, dan meneguk air mineral yang aku bawa.

"Capek?" tanya kak Naya.

"Ya iyalah... mana? katanya mau pijitan?" jawabku.

"Ah kamu lemah... masa gini aja capek..." jawab kak Naya.

"Pegel tau kakiku..." keluhku.

"Kamu sih.. kebanyakan masturb... ahahahha" sindir kak Naya sambil tangannya meremas pahaku dengan asal-asalan.

"Iyalah... kan kak Naya yang ngajarin... haha" balasku.


Kami menikmati suasana pantai dengan memakan bekal cemilan kami. Tidak lupa, kami juga mengabadikan momen-momen ini dengan berselfie. Beberapa saat kemudian, kak Naya terlihat berusaha melepas jilbabnya. Mungkin dia kegerahan seperti yang aku rasakan juga. Aku juga ikut melepas jilbabku.

Namun tidak cukup disitu. Dengan tatapannya yang sepertinya mengawasi keadaan sekitar, kak Naya juga mulai melepas kancing kemejanya! Aku sempat berpikir kalau kak naya hanya kegerahan dan ingin melepas kancing paling atasnya. Namun tidak, dia malah melepas semuanya. Terlihat kulit perutnya dan sebuah bra warna putih polos menampakan diri dari sela-sela kemejanya.

"Kak Nay mau ngapain?" tanyaku.

"Pengen main air... kan sayang udah jauh-jauh kesini, tapi gak main air..." jawabnya yang sekarang sudah mulai membuka kemejanya dan berusaha meloloskannya dari tangannya.

"Tapi kak Nay serius ganti baju disini?" tanyaku.

Setelah kemejanya terlepas, kak Naya berdiri dan tangannya mulai berusaha melepaskan kancing celana jeansnya.

"Aku gak ganti baju kok..." jawabnya dengan santai yang sekarang sudah memelorotkan celananya.

Terlihat sebuah celana dalam putih yang menutupi salah satu bagian keindahan dari tubuh kak Naya.

"Maksudnya kak?" tanyaku tidak tahu maksud kak Naya.

"Ya... aku gak ganti baju.... tapi 'buka' baju..." jawabnya yang sekarang sudah berhasil meloloskan celananya dari kakinya.

"Kak Nay mau renang pake gituan aja?" tanyaku menanyakan maksudnya untuk berenang dengan hanya memakai pakaian dalam.

"Ya... mau gimana lagi... aku gak punya bikini... jadi anggap aja ini bikini... haha" jawabnya dengan santai.

"Tapi kalo ada yang liat gimana kak?"

"Kan kamu lait sendiri.... gak orang lain kan disini....?" jawabnya.

"Iya... tapi..."

"Mau ikut nggak? Ayo..." katanya sambil berlari kecil menuju bibir pantai.

Kak Naya mulai membiarkan setengah bagian tubuhnya terendam oleh air laut. Dia terlihat cuek ketika celana dalam putihnya itu basah dan memberikan efek tembus pandang. Aku dapat melihat dengan samar-samar warna hitam bulu kemaluannya yang kontras dengan warna celana dalamnya. Bahkan aku dapat melihat belahan pantatnya ketika dia membelakangiku.

Meskipun kak Naya terlihat cuek, sebenarnya akulah yang mengkhawatirkannya. Aku khawatir jika ada seseorang yang kesini dan melihatnya berpakaian seperti itu. Aku tak henti-hentinya mengawasi keadaan sekitar untuk kakak sepupuku ini.

Disisi lain, aku tahu bahwa sebenarnya inilah rencananya. Aku tahu kalau sebenarnya kak Naya sudah merencanakan ini sebelum kami berangkat. Itulah sebabnya dia tak ingin mengajak kak Chandra karena takut dapat merusak rencananya. Pasti kak Naya ingin mewujudkan fantasinya. Dia pernah cerita jika dia ingin sekali merasakan bertelanjang di tempat terbuka. Aku menganggapnya sebagai candaan ketika ketika menceritakannya. Namun sepertinya dia memang bersungguh-sungguh.

Sebenarnya aku juga memiliki fantasi yang sama ketika bermasturbasi. Aku juga pernah membaca artikel jika kebanyakan wanita berfantasi sedang dilihat orang-orang ketika mereka bermasturbasi. Jadi aku anggap itu adalah suatu hal yang wajar. Yang tidak wajar adalah mereka yang berusaha mewujudkannya seperti kak Naya ini. Mungkin diluar sana ada cewek yang seperti kak Naya ini, tapi aku yakin tidaklah banyak.

Aku tidak menganggap kak Naya gila atau semacamnya karena kebiasaannya ini. Aku memakluminya. Karena setelah aku mencoba sendiri bertelanjang di rumah seperti yang diajarkan kak Naya, aku memang merasakan kesenangan. Atau jangan-jangan sebenarnya aku memiliki kelainan yang sama, hanya saja aku tidak menyadarinya? Ah biarlah, yang penting aku menikmatinya, dan biarlah hanya kak Naya saja yang mengetahuinya.

Beberapa saat kemudian kak Naya dengan tubuh yang sudah basah kuyup menghampiriku lagi. Dia lantas duduk bersila di atas pasir menghadapku sehingga butiran-butiran pasir putih itu menempel ke pahanya.

"Din, aku mau nanya.." kak Naya membuka obrolan.

"Apa kak?"

"Waktu kamu gak pake baju di rumah... kamu suka?" tanya kak Naya.

Aku hanya mengangguk.

"Trus waktu kamu buka baju di belakang Chandra, kamu suka juga?" lanjutnya.

"Awalnya sih malu kak... deg-degan juga... tapi..." jawabku.

"Trus kamu ada rasa 'pengen dilihat' gitu?" sambungnya.

"Ii..iya kak... kak kak Naya tau?" jawabku.

"Aku tahu, karena aku juga ngalamin.... kamu tahu istilah eksibisionis din?" tanyanya.

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Aku tidak tahu apa istilah yang disebutkan kak Naya barusan.

"Hmmm..... bisa dibilang eksibisionis itu sebuah kelainan sih din.... dan kayaknya kamu ada arah kesitu... kayak aku..." jelasnya.

"Kelainan? Kelainan yang gimana kak?" tanyaku. Aku mulai mengkhawatirkan diriku setelah mendengar penjelasan kak Naya barusan.

"Ya...itu... perasaan 'ingin dilihat'..." jawabnya.

"Oh." aku bingung harus merespon apa. Sebenarnya aku sudah merasakan apa uang disebut 'kelainan' ini sejak lama. Namun aku baru tahu kalau ternyata kelainan ini ada namanya.

"Kok cuma 'oh' sih?" tanya kak Naya.

"Eh.. iya kak... aku juga udah ngrasain lama kok... kak... bahaya kah kalo aku punya kelainan ini?" tanyaku.

"Gak kok.. kalo kamu bisa jaga diri... yang penting nikmatin aja... kayak aku sekarang ini..." jawabnya.

"Oke kak..." jawabku.

"Ayo... mau nyoba kayak aku? Seru kok... Aku tahu kamu sebenernya pengen, cuma belum berani aja kan?" katanya bermaksud untuk mengajakku bermain air dengan menanggalkan pakaian seperti yang dia lakukan sekarang.

"Kak Nay yakin kalo tidak bakal ada orang yang kesini?" tanyaku.

"Yakin seyakin-yakinnya din... kalo ada orang, anggap aja itu bonus... hehe" jawabnya.

"Maksudnya kak?"

"Becanda din... dah... buka gih bajunya..." jawabnya.


Setelah menghela nafas panjang dan memastikan area disini benar-benar tidak ada orang, aku mulai meloloskan jilbabku dengan sekali tarik. Kuangkat kaosku melewati lubang kepalaku. Kubenarkan posisi bra warna abu-abuku yang sedikit bergeser keatas akibat ikut tertarik ketika aku melepas kaosku. Dengan tetap posisi duduk, kuangkat pantatku bergantian kanan dan kiri agar celana panjangku dapat melewatinya. Serta dilanjutkan dengan meloloskan celana tersebut melalu kakiku.

Setelah aku sudah setengah telanjang, kutekuk kakiku untuk menutupi dadaku. Aku masih malu untuk membiarkan tubuhku ini terbuka secara bebas meskipun masih terdapat pakaian dalam yang menutupinya. Angin yang menerpa kulitku terasa sangat dingin, padahal cuaca waktu itu sebenarnya sangatlah panas.

Kak Naya bangun dari duduknya, dan menyodorkan tangannya untuk membantuku berdiri, sambil berkata "Ayo cantik..". Sebuah senyum tersungging di bibrnya, layaknya sebuah ungkapan rasa senang karena telah berhasil mengajakku untuk mencoba apa yang telah dia lakukan.

Aku berdiri namun tetap saja tanganku mencoba menutupi ketelanjanganku dengan menyilangkannya di depan dada, meski aku sadar itu tidaklah berarti apa-apa. Kak Naya berjalan terlebih dulu menuju bibir pantai. Lenggak-lenggoknya itu membuat pasir yang menempel di pantatnya mulai berguguran.

Aku kembali melihat belakangku. Memastikan 'benar-benar' tidak ada orang lain selain kami berdua. Sebelum akhirnya berlari menyusul kak Naya. Ingin rasanya aku langsung merendam tubuhku agar setidaknya tubuh telanjangku tidak terlihat.

Namun ketika kakiku mumai memijak air laut, rasanya begitu dingin. Begitu pula ketika aku mulai berjongkok agar tubuhku terendam. Air laut tersebut terasa begitu dingin ketika mengenai paha dan lanjut ke perutku. Hingga akhirnya aku mulai merasakan air tersebut mulai menembus celana dalam warna hitamku.

Kak Naya mulai mengajakku bercanda dengan mula menyipratkan air ke arahku sehingga kepalaku juga mulai basah. Tentu kubalas perbuatan kak Naya tersebut. Hingga aku tidak menyadari ada sebuah ombak yang cukup besar dari arah belakangku.

Aku yang tidak siap, membuat tubuhku terguling terseret arus oleh ombak tersebut. Aku merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya seperti tidak ada lagi yang menempel di dadaku. Dengan masih kesulitan membuka mata dan menagmbil nafas karena mukaku terkena air laut beberapa kali, aku memegangi dadaku dan mendapati braku sudah tidak berada ditempatnya. Sepertinya kait braku sudah terlepas.

Ketika akhirnya aku dapat membuka mata setelah menyeka mukaku dengan tanganku, aku mendapati salah satu tali penyangga braku sudah tersangkut di sikuku, membua payudara sebelah kananku tidak tertutup, sedangkan sebelah kirinya kasih tertutup karena ku pegangi.

"Kamu gak papa din?" kak Naya sudah berdiri didepanku sambil mencoba membantuku berdiri.

Aku yang agak kesulitan berdiri, terkejut karena tiba-tiba kak Naya menarik braku sehingga terlepas dari lenganku. Dengan tertawa, dia berlari menjauhiku dengan membawa braku. Dengan panik, aku segera berdiri untuk mengejarnya.

"Kak! Balikin!" teriakku ketika mengejarnya sambil tanganku berusaha menutupi dadaku.

Dengan tertawa terbahak-bahak kak Naya terus berlari menghindariku. Sampai akhirnya dia melemparkan braku pada sebuah pohon hingga braku tersebut tersangkut pada salah satu rantingnya.

Aku berusaha menggapai braku dengan melompat sebisaku. Kubiarkan dadaku hanya tertutup oleh salah satu tanganku karena tanganku satunya berusaha mencapai braku. Namun tetap saja aku tidak dapat menhindari goncangan di dadaku siring dengan lompatan-lompatanku.

"Kak... plis..." rengekku.

Dengan aku yang masih menvoba meraih braku, tiba-tiba kak Naya menarik turun celana dalamku! Kak Naya semakin tertawa terbahak-bahak melihatku telanjang bulat seperti ini. Kali ini aku benar-benar panik dan malu, serta rasanya begitu marah dengan kak Naya. Hingga tak sadar aku mulai menitikkan air mata ketika berusaha memakai celana dalamku kembali.

"Lho.. lho... kok nangis? Aku kan cuma becanda din... " kata kak Naya yang mulai berhenti tertawa dan merangkulku.

"Kak Naya jahat... kak Naya becandanya kelewatan..." aku tidak dapat menutupi kekecewaannku terhadapnya.

"Aku cuma becanda din.... dah... cup cup..." kak Naya berusaha menenangkanku dengan memelukku.

"Nanti kalo ada yang liat gimana?!" kataku dengan masih sesenggukan.

"Udah... cup cup..." kak Naya melepas pelukannya.

Tiba-tiba tangannya ke belakang punggungnya berusaha meraih sesuatu. Benar, dia berusaha melepas branya sendiri! Aku mulai menyeka air mataku dan melihat apa yang dilakukan kak Naya.

"Nih, balas dong..." katanya sambil menyodorkan branya kepadaku.

Aku yang belum paham, terdiam sejenak sebelum akhirnya menyabet bra tersebut dan melemparkannya sejauh-jauhnya hingga tersangkut seperti bra milikku.

Kak Naya kembali memelukku.

"Tuh kan gapapa... udah cup cup, jangan nangis... kita enjoy aja... aku kan cuma becanda..." katanya sambil mengusap pipiku. "Senyum dong...." lanjutnya.

Rasa marahku muladi mereda, dan diakhiri dengan senyuman yang tersungging di bibirku.

"Tapi kak, kalo ada yang liat gimana?" aku masih menanyakan salah satu kepanikanku.

"Gak ada yang liat din... aku jamin...." jawabnya.

"Trus cara kita ngambil beha kita gimana?" tanyaku.

"Haha.... udah... pikirin nanti aja... yuk balik kesana" jawabnya sambil mengajakku kembali ke tempat kami meninggalkan barang-barang.


Aku tetap menggunakan kedua tanganku untuk menutupi buah dadaku, dan berjaga-jaga jika kak Naya iseng menarik celana dalamku lagi. Sedangkan Kak Naya berjalan dengan biasa dengan cueknya dia membairkan dadanya berguncang seiiring dengan langkah kakinya.

"Udah din.... dibuka aja.... nikmatin momen ini..." katanya menyuruhku untuk melepas dadaku.

Benar juga, aku mulai menikmati momen-momen ini. Momen ketika tubuh telanjangku terekspos di tempat terbuka. Aku mulai menurunkan tanganku dari dadaku.

"Nah gitu dong..." tiba tiba tanganya memegang dadaku, membentuk huruf 'U' dengan ibu jari dan jari telunjuknya dan mencengkram dadaku dari dawah, seraya berkata. "Biarkan dunia melihat keindahan yang kamu miliki... ahaha".

Aku mulai tersenyum lepas, melihat kelakukan kak Naya ini. Tiba-tiba dia menyentil ujung putingku.

"Aw..."

"Kayaknya udah ada yang mulai mengeras nih..." katanya.

"Emang kenapa kalo keras kak?" tanyaku.

"Itu tandanya kamu lagi 'pengen'... ahaha.. iya kan?" katanya.

Aku paham maksud kak Naya. Dan benar kata Kak Naya, aku memang mulai merasakannya. Rasa ingin bermasturbasi, seperti biasanya.

"Kak naya juga?" tanyaku.

"Cek dong... haha" jawabnya sambil menantangku untuk memegang payudaranya.

Dengan senang hati aku memegang payudaranya. Kugunakan ibu jari dan jari telunjukku untuk memencet putingnya, yang ternyata juga mengeras seperti punyaku. Namun aku juga berusaha menjahilinya, kuremas dada Kak Naya sambil berkata "Iihhh... imut banget sih tetek kak Naya" dan berlari menginggalkannya.

"Awas ya kamu... nanti aku balas!" teriaknya.

****

Di tempat kami berteduh, aku mulai terbiasa dengan keadaan ini. bahkan aku mulai lupa kalau aku hanya memakai celana dalam sebagai penutup tubuh. Kami kembali beristirahat sambil menikmati bekal kami.

"Kak, kalo mau pipis dimana ya?" tanyaku.

"Ya terserah kamu din... semua tempat ini bisa kamu pipisin... haha.... tapi jangan disini.. ntar pesing.." jawabnya.

Aku berdiri untuk mencari spot untuk buang air. Benar katak kak Naya, aku bisa saja kencing dimana saja, toh aku tidak butuh tempat tertutup untuk melakukannya. Aku memilih daerah yang dekat laut agar setidaknya aku mudah untuk mendapatkan air guna membersihkan sisa kencing yang ada di kemaluanku.

Kepleorotkan celana dalamku dan memposisikan diri untuk mengeluarkan air kencing. Kuarahkan kencingku ke sebuah genangan air laut di sebuah karang yang berisi ikan-ikan kecil. Biarlah air kencingku ini menjadi santapannya, haha. Rasanya tidak seperti ketika aku kencing di belakang kak Chandra, namun tetap saja aku merasa deg-degan dan kesulitan mengeluarkan kencingku.

Setelah selesai dan hendak memakai kembali celana dalamku, aku berpikir 'kenapa aku gak sekalian bugil aja?'. Aku sudah mulai membiasakan diri dengan kelainan ini, atau lebih tepatnya menikmatinya. Nampaknya memang benar, jika aku adalah seorang eksibisionis.

Aku kembali ke tempat kak Naya dengan keadaan telanjang bulat dan sebuah celana dalam yang kutenteng di tanganku. Sampainya di tempat tersebut, kulemparkan celana dalamku ke arah kak Naya yang sedang tiduran, hingga dia terkejut.

"Kak Naya pecundang... kayak aku dong nih..." kataku sambil berpose dengan kedua tangan di pinggang memamerkan ketelanjangan tubuhku.

"Haha... aku ngaku deh... kamu memang yang terbaik.... dan lebih gila dari aku... haha... tapi kalo kamu nantang.... siapa takut?" kak Naya menjawab tantanganku dengan melepaskan celana dalamnya dan melemparkannya ke sembarang tempat.

Kami berdua tertawa menyadari betapa gilanya kami. Kami sempat mengabadikan momen ini di kamera ponsel kami masing-masing. Kami berpelukan layaknya sahabat yang tidak dapat dipisahkan. Di beberapa jepretan foto terekam betapa kami saling menyayangi satu sama lain dengan pose ketika kak Naya mencium pipiku ataupun sebaliknya. Atau ketika aku berpura-pura hendak menggigit payudara kak Naya. Itulah beberapa bukti betapa gilanya kami.

"Kak.."

"Iya?"

"Kak Naya gak pengen?" tanyaku menanyakan perilah masturbasi.

"Haha... ya pengen lah... kamu udah gak tahan ya?" jawabnya.

Aku mengangguk.

"Haha.. sini... kita sebelahan..." katak kak Naya yang sudah memposisikan diri tiduran di kain pantai yang kami bentangkan.

Aku segera memposisikan diri di sebelahnya yang sudah membuka kakinya. Kubuka juga kakiku sehingga kaki kiriku berada di atas kaki kananku. Setelah itu, kami sudah sibuk dengan 'mainan' kami masing-masing. Ini adalah kedua kalinya kami bermasturbasi bersama setelah kejadian pertama di kamarku beberapa bulan yang lalu.

Kali ini aku benar-benar tidak menghiraukan keadaan di sekitar. Ku pejamkan matuku seraya menikmati masturbasi pertamaku di tempat terbuka seperti ini. Entah apa yang harus aku lakukan jika ternyata ada orang yang memergoki kami sedang dalam aktivitas ini.

"Kak?" tanyaku di tengah-tengah masturbasiku.

"Iya?" jawab kak Naya di sela-sela desahan kecilnya.

"Kalo kita masturb bareng kayak gini, apa bisa dibilang kita lesbian?" tanyaku.

"Aku suka sama aku?" tanyanya.

"Aku suka sama kak Naya... aku suka karena kak Nay udah kuanggep sebagai kakak sendiri... apa itu bukti kalo aku lesbi?" tanyaku.

"Hmmm... tapi kamu masih suka cowok kan? tanyanya.

"Masih kak..."

"Itu berarti kamu gak lesbi din.... aku juga sayang sama kamu... tapi aku juga masih sayang sama Chandra... aku masih suka cowok... jadi berarti kita bukan lesbi din..." jelasnya.

"Oke deh..."

"Tapi kayaknya jadi lesbian asik juga... haha" katanya.

"Maksudnya kak?" tanyaku.

"Kayaknya asik kalo kita saling mainin 'ini' satu sama lain haha... kayaknya kapan-kapan kita harus nyoba deh.... apa mau dicoba sekarang? haha" katanya.

"Hah! Kak... plis deh....!"

"Haha... becanda din... becanda... tapi kayaknya emang harus dicoba deh... haha" katanya sambil tangannya iseng menyentuh dadaku.

Aku yang kaget, segera menggeser tubuhku menjauhinya.

"Kak! Mungkin lain kali! Jangan sekarang! Jangan-jangan kak Nay emang suka sesama ya?!" kataku.

"Haha.... becanda din.... kalo aku lesbian kamu pasti udah kuperkosa sejak lama din... hahaha!" jawabnya.

Kami kembali melanjutkan aktivitas kami. Ternyata kak Naya cukup berisik ketika bermasturbasi. Tak henti-hentinya suara desahan keluar dari mulutnya. Sedangkan aku masih dapat meredamnya dengan menggigit bibir bawahku. Meskipun sesekali memang aku tidak dapat menahan desahan yang kadang secara spontan keluar.

Tak lama kemudian, aku lebih dulu mendapatkan orgasme. Orgasme pertama kali yang kudapat di tempat terbuka seperti ini. Sedangkan kak Naya masih secara intens menggerakkan tangannya di kemaluannya. Kulihat tgerakan tangannya semakin cepat, pertanda dia sudah hampir mencapai puncaknya. Hingga akhirnya dia mendapatkannya.

Dengan nafas yang sama-sama tersengal, kami tertawa bersama.

"Kak Naya kalah, lebih duluan aku yang keluar... haha" ejekku.

"Ya nggak dong... harusnya yang lebih lama kelaur itu yang menang...." jawabnya.

"Kok bisa? Ah tadi kakak gak ngasih tau peraturannya sih..."

****

Seteah beristirahat sejenak, tanpa terasa hari sudah siang. Aku juga mulai mersa lapar setelah aktivitas yang barusan kami lakukan.

"Udahan yuk kak..." ajakku.

"Ayok...." jawabnya sambil mulai membereskan barang-barang kami.

"Eh kak, beha kita gimana ya?" tanyaku.

"Udah biarin aja... buat kenang-kenangan... haha" jawabnya.

"Hmm... okelah...."

Tanpa memakai baju, kak Naya sudah siap untuk berangkat.

"Kak, gak pake baju baju dulu?" tanyaku.

"Kamu gak mau bilasan dulu?" jawabnya.

"Di sumur yang tadi? Trus kita kesana gak pake baju?" tanyaku.

"Iya... gak papa..." jawabnya dengan santai.

"Tapi kan itu tempatna terbuka banget kak... gak ketutup tebing kayak disini...." tanyaku ragu.

"Ya terserah kamu... aku pengen bilasan dulu.... daripada lengket..." jawabnya sambil berjalan terlebih dulu meninggalkanku.

Di tanganku aku sudah memegang bajuku. Aku bimbang apakah harus bilasan seperti kak Naya apa langsung memakai bajuku. Setelah beberapa saat berpikir, kuputuskan untuk mengikuti kak Naya dengan tetap bertelanjang.

Kami kembali menuruti jalan setapak di sela-sela tebing batu. Kami benar-benar seperti orang gila dengan berjalan tanpa baju seperti ini. Beberapa bagian tubuhku sempat lecet akibat tergores dinding batu terutama pinggulku. Hingga akhirnya kita telah sampai di tempat yang kami tuju.

Setelah memastikan keadaan benar-benar aman, kak Naya lebih dulu menurunkan ember ke dalam sumur yang tak terlalu dalam ini untuk mengambil air. Sementara aku mengawasi keadaan sekitar. Secara bergantian, kami mengambil air untuk kita mandi. Kita benar-benar mandi seperti biasanya. Pertama kalinya mandi di tempat terbuka, pertama kalinya juga mandi bersama kak Naya.

Kami segera percepat mandi ini karena takut ada orang.

"Duh... aku lupa bawa handuk... aku pinjem punya kak Naya dong..." kataku ketika membuka tasku.

"Aku juga gak bawa din.. baju ganti aja aku gak bawa...." jawabnya santai.

"Trus gimana dong?" tanyaku.

"Ya... nunggu kering sendiri..." kata kak Naya yang sedang berdiri mengguncang-guncangkan tubuhnya sehingga dadanya ikut bergetar.

"Kak Naya ngapain?" tanyaku heran.

"Biar airnya cepet turun lah... haha" jawabnya.

Aku mengikuti aksi anehnya tersebut. Kami saling tertawa karena seolah-olah kami beradu untuk menggerakkan dada kami masing-masing.

"Kamu bawa baju ganti din?" tanya kak Naya.

"Bawa kak.."

"Yaudah pake itu aja buat ngeringin badan..." katanya.

"Oiya..." aku segera membuka tasku kembali.

Benda pertama yang kuambil adalah celana dalam gantiku yang memang posisinya berada di paling atas. Ketika tanganku mengeluarkannya, tiba-tiba kak Naya menyabet celana dalam tersebut, dan menggunakannya untuk mengeringkan mukanya.

"Kak! Itu kan........ CD aku...." aku tidak bisa menahan tawaku ketika melihat kak Naya mengusap mukanya dengan delana dalamku.

"Biarin... yang penting cepet kering... haha... kamu mau juga?" jawabnya sambil menyodorkan celana dalam tersebut ke mukaku dan mulai menyeka setiap butiran air yang ada.

Aku sempat menolak karena benda yang digunakan ini adalah celana dalamku, tapi entah kenapa aku membiarkan begitu saja ketika kak Naya mulai menyeka mukaku.

Kak naya lantas melanjutkan mengeringkan tubuhnya dengan celana dalamku tersebut sebelum menyerahkannya kepadaku. Kudapati celana dalamku sudah basah ketika kugunakan untuk mengelap tubuhku. Aku baru sadar, jika celana dalamku ini basah, mana mungkin aku memakainya, sedangkan celana dalamku yang tadi juga sudah basah dan kotor. Itu berarti aku akan pulang dengan tanpa celana dalam.

"Lho, kak naya gak pake daleman?" tanyaku ketika melihatnya kembali memakai kemeja dan celana jeansnya.

"Kan aku udah ngomong... aku gak bawa baju ganti..." jawabnya.

"Gara-gara kak Naya juga nih... aku jadi gak ada CD buat dipake..."

"Udah... gausah pake daleman aja... kayak aku dong..." katanya.

Aku menerima tantangannya dan langsung memakai kembali kaos dan celanaku tanpa mengenakan bra ganti yang sebenarnya sudah kupersiapkan. Kami memutuskan tidak memakai jilbab kami lagi karena rambut kami memang masih basah. Aku berencana untuk memakainya ketika kami sudah sampai rumah agar orang tuaku tidak curiga.

****

Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya kami membicarakan aksi kami barusan. Aku juga senyum-senyum sendiri ketika melihat foto-foto kami tadi.

"Maaf ya din..." kata kak Naya.

"Maaf kenapa?" tanyaku.

"Maaf, aku sudah menjerumuskanmu ke duniaku... hahaha..." katanya.

"Haha.. gakpapa kak... malah aku mau berterima kasih.... terima kasih udah nunjukin aku sebuah kesenangan... haha" jawabku.

"Seru kan?"

"Iya kak.." jawabku.

"Mau lagi?" tanyanya.

"Haha... boleh..." jawabku.

"Haha sipp... tapi inget... jangan ngomong ke siapa-siapa yah... termasuk Chandra..." katanya,

"Beres kak..."

"Eh aku punya misi din... gimana kalo di setiap tempat yang pernah kita jadiin lokasi 'beraksi' kayak tadi, kita tinggalin daleman kita? haha..." katanya.

"Hah? Buat apa kak?"

"Ya.. buat kenang-kenangan.... buat bukti kalo kita pernah bugil disana... gimana? haha" jawabnya.

"Kan sayang dalemannya kak..."

"Gampang... nanti aku beliin deh buat kamu... aku beliin g-string ya? kakyaknya kamu lucu deh kalo pake g-string... haha" katanya.

"Ih... gak mau... kak aja yang make!" jawabku.

****

Begitulah aksi kamu waktu itu. Hari dimana aku mendapat pengalaman yang tidak mungkin aku lupakan. Kami mungkin gila, kami mungkin mengidap kelainan, namun yang penting kami menikmati hidup kami, dan berusaha bersenang-senang dengan apa yang kami lakukan. Tentu aksi kami ini bukanlah yang terakhir....
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar