Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 5: The Shanghai Meeting – The Mathematic Lady

Aku terbangun dari tidur soreku yang singkat. Tak terasa sudah pukul 07.00 malam, satu jam lagi aku harus turun ke resturant hotel untuk makan malam. Aku langsung beranjak ke kamar mandi. Saat dibawah shower aku terngiang-ngiang email dari Cik Annie tadi sore. Apa maksudnya untuk tidak menggunakan celana dalam? Untung saja aku membawa celana panjang berbahan chino yang tidak menggunakan ritsluiting, tetapi kancing, sehingga tidak akan melukai batang penisku apabila tidak mengenakan celana dalam.
Aku mengambil setrika dan mulai menyetrika kemeja Debenhams warna hitamku sebelum kupakai. Pukul 7.30 aku sudah siap dan mulai melangkah ke lift. Aku melihat ke cermin, penampilanku kini malah mirip orang yang akan pergi ke pemakaman, berpakaian serba hitam.
Saat lift mencapai lantai 23, tiba-tiba lift berhenti dan pintunya terbuka. Seorang wanita berparas cantik masuk ke dalam lift. Wanita ini sepertinya berasal dari China, terlihat dari matanya yang sipit, meskipun tidak menutup kemungkinan dia berasal dari Korea atau Jepang. Yang benar-benar menarik perhatianku adalah payudaranya yang sangat besar, yang dibalut dengan gaun pesta berwarna hijau gelap. Aku tak tahan untuk melihat ke arah payudaranya, dan batang penisku semakin mengeras.
Wanita itu tersenyum padaku. Aku balas senyumannya. Wanita itu tersenyum lagi sambil sedikit tertawa, kemudian dia menunjuk ke bawah, ke arah kemaluanku. Astagaaaa!!!! Aku baru sadar bahwa aku memang tidak mengenakan celana dalam, sehingga celanaku menonjol kedepan, seakan-akan batang penisku hendak meronta-ronta untuk keluar. Aku langsung malu dan menutupinya dengan kedua tanganku. Beruntung lift sudah sampai di lantai dasar, dan wanita itu mengecupkan bibir di tangannya kemudian menyentuh batang penisku dengan tangan yang sudah dicium tadi. Sambil tertawa kecil. Dia kemudian beranjak keluar dari lift. Aku benar-benar malu jadinya.
Restaurant hotel terletak di sebelah kanan dari lobby. Seperti biasa, selalu ada grand piano dengan penyanyi wanita di sebelahnya. Pemandangan yang selalu aku lihat di hotel manapun.
“Mr. Riki?” tanya seorang waitress.
“Yes, I’m riki” jawabku, sambil kebingungan mencari Cik Annie.
“Ms. Annie has a message for you. She wants you to have dinner by the pool, please follow me” ucap waitress tadi sambil berjalan ke arah keluar restaurant. Aku semakin penasaran, ada apa lagi ini. Pertama, aku disuruh untuk tidak mengenakan celana dalam, dan sekarang makan malamnya dipinggir kolam renang. Jangan-jangan dia jatuh cinta padaku dan memilih tempat yang romantis untuk makan malam? Ah entahlah.
Kolam renang hotel ini terletak lumayan jauh dari restaurant, dan terletak di bagian belakang hotel. Jalan menuju kolam renang adalah jalan setapak terbuat dari batu-batu putih, sehingga muncul suara berderak-derak saat aku berjalan.
“Hi Riki! I’m Sarah, come on, we’ll have a dinner by the pool. Isn’t it romantic? “ ucapan seorang wanita mengagetkanku.
Astaga!!! Bukannya dengan Cik Annie, aku justru bertemu dengan Sarah, orang Phillipine yang tadi pagi mencecar Cik Annie dengan tuduhan-tuduhannya. Apa maksudnya ini?
“Riki, Annie asked me to accompany you in a fine dinner this night. She won’t join us. She’s now having a dinner with a friend on Bund River. So, shall we?” ucap Sarah setelah kami sampai di meja makan dan duduk. Aku masih terheran-heran, bukannya kedua wanita ini saling bermusuhan tadi pagi?
“I’ll start with pumpkin soup, and T-Bone steak for the main course please.” ucapku kepada waitress.
“How would you like your steak, sir?” tanya si waitress.
“Medium rare please” balasku singkat.
Tiba-tiba handphone ku menerima pesan singkat di Whatsap. Aku lupa bahwa handphone ku masih tersambung dengan WiFi hotel, sehingga dapat menerima pesan masuk lewat Whatsap. Aku membaca pesan yang masuk tanpa memperhatikan apa yang dipesan oleh Sarah.
(Whatsap message) “Hi Riki… enjoy the night with Sarah, okey. Be prepped at 07.00 am sharp tomorrow, and again, no underwear, okey. Ciao!”
Lagi-lagi aku kesal dengan Cik Annie yang penuh rahasia dan tak tahu apa maksudnya dengan tidak boleh mengenakan celana dalam.
“Hi Riki… everything’s good?” tanya Sarah yang membuyarkan pikirkanku.
“Oh, yes, I’m cool” balasku singkat. Aku melihat ke sekeliling, dan ternyata kolam renang ini sepi sekali, hanya kami berdua yang duduk di area ini. Di pinggir kolam ada beberapa kursi landai yang digunakan untuk sunbathing. Kemudian perhatianku mengarah ke Sarah. Aku baru menyadari cantiknya Sarah malam ini. Dengan gaun hitam panjang setumit, tetapi belahan pahanya sangat tinggi sekali, hampir mencapai pangkal paha. Wajahnya mirip dengan artis Tia Ivanka, agak berbeda dengan tipikal wajah-wajah orang Filipina.
“So Riki, please tell me about you. Like… your hobby, maybe?” Sarah mencoba membuka pembicaraan.
“Oh, me? Well… I don’t do much activities on my spare time. Going to parties, sometimes, but I’m not a party goer actually. How about you?” balasku.
“Oh, I love party too” balas Sarah. Jawabannya terkesan sangat dipaksakan.
Steak yang kupesan sudah datang. Aku sangat heran, steak yang dihidangkan hanya berukuran setengah dari yang seharusnya. Apakah semua steak yang dimasak di Shanghai sekecil ini? Tapi aku malas untuk berdebat dengan waitress, jadi kumakan saja, meskipun tidak begitu kenyang.
Percakapan berikutnya berjalan dengan sangat biasa saja. Tidak sampai 10 menit untuk menghabiskan steak yang kecil sekali itu. Aku melihat chicken carbonara nya Sarah juga sedikit sekali.
“Wine sir?” ucap waitress menawarkanku sebotol anggur putih.
“OK” balasku singkat, karena sudah kesal dengan makanannya tadi, ditambah anggur putih yang tidak cocok dengan steak, karena seharusnya anggur merah yang disediakan.
“Riki… I’ve got something to say..” tiba-tiba Sarah membuka lagi percakapan setelah beberapa lamanya kami hening dalam pikiran masing-masing setelah makan malam usai.
“Come on… we need to talk privately… “ Sarah berdiri dan menarik tanganku, kemudian mengajakku untuk berjalan ke pinggir kolam dekat dengan kursi yang landai tadi. Pikirku, apakah meja makan tadi masih kurang private?
“Riki… close your eyes please” pinta Sarah sambil memegang tanganku. Akupun menurut saja. Tiba-tiba kecupan lembut bibir Sarah mendarat di bibirku. Bibirku pun membalas dengan kecupan yang lebih dalam, dan Sarah membalas dengan kecupan yang lebih liar lagi.
Aku tak mengerti mengapa tiba-tiba Sarah mencium bibirku, tetapi akupun menikmatinya. Perlahan-lahan tangan Sarah membimbing tanganku untuk masuk ke belahan gaunnya yang tinggi, dan mengarahkan tanganku ke arah pangkal pahanya. Jantungku semakin berdegup kencang, apa yang kupikirkan benar terjadi. Sarah tak memakai celana dalam! Jariku langsung menemukan liang kemaluan Sarah, kubelai-belaii dengan lembut, sementara bibir kami masih saling berpagutan.
Jari-jariku kumasukkan semakin dalam di liang kemaluan Sarah, dia melepaskan ciuman kami dan mulai melenguh nikmat, sambil memberikan lehernya ke bibirku. Akupun mencium lehernya yang putih bersih, sementara jari-jariku tak berhenti bergerak.
“Oh riki….. aaaaahh… slowly boy… aaaaahhh…” lenguh Sarah sambil menahan nikmat. Kemudian kaki kanannya naik ke salah satu kursi yang landai, sekitar 30cm tingginya. Posisi itu membuat liang kemaluan Sarah semakin terbuka lebar. Jari-jariku sudah bergerak liar. Sarah kemudian dengan tangan kirinya membuka lubang celanaku yang tidak menggunakan ritsluiting, tetapi kancing. Karena tidak mengenakan celana dalam, maka batang penisku langsung mencuat keluar. Sarah memegangi batang penisku sambil wajahnya kini menghadapku, matanya sayu dan bibirnya bergetar.
“Riki… your dick is so fucking big, you know…” ucap Sarah. Penisku di kocok dengan lembut oleh tangan Sarah. Aku benar-benar menikmatinya. Jari-jariku semakin bergetar hebat di dalam liang kemaluan Sarah.
“Aaaaaahhh rikii…. Not that fast rikiiii.. pleaaaseeeee……..” racau Sarah tak kuasa menahan nikmat. Aku tak perduli, semakin kugetarkan jariku.
“Rikiiiiiiii….. pleeeaaseeeee aaaahhhhhhhh….. mmmmmhh… mmmhhhh… mmmhhh…rikiiiii aaaahhh… riki, im cuummiiinnnnngg….” Tangan Sarah yang tadi mengocok batang penisku terlepas dan memelukku dengan erat sambil menahan orgasme, sementara badannya menegang selama sekian detik, kemudian kembali terengah-engah lagi. Kulepas jariku dari liang kemaluan Sarah, dan jariku yang basah kujulurkan ke bibirnya, yang langsung dikulumnya dengan hangat.
“Riki…. You’re naughty, you know! Now lay down on that chair!” kini Sarah mulai memerintahku, mirip dengan Cik Annie. Aku kemudian bersandar di kursi sunbathing itu, pakaianku masih lengkap, sementara batang penisku muncul dari lubang celanaku. Sarah kemudian maju mendudukiku, sambil membetulkan posisi rambutnya ke belakang. Rupanya dia ingin berposisi Woman on Top. Aku pun menuruti permintaannya. Sarah tak membuka gaunnya, hanya menyibakkan belahan gaun itu kesamping, sehingga kedua kakinya dapat membuka lebar dan liang kemaluannya dapat dia arahkan kepadaku. Jika dilihat dari jauh, mungkin kami terlihat seperti pasangan yang masih memakai pakaian, tetapi berposisi Woman On Top.
Sarah memegang batang penisku, kemudian mengarahkannya ke arah liang kemaluannya. Aku sudah tak sabar untuk menghujamnya dengan batang penisku, tetapi dia menahan posisi itu, dimana ujung batang penisku hanya menempel di bibir liang kemaluannya.
“Riki… just follow my instructions, ok!” ucap Sarah. Tangannya kebelakang dan meraih ritsluiting gaunnya, kemudian membuka ritslutiting itu, sehingga bagian atas gaunnya terbuka. Bra merah berenda yang dia kenakan terlalu tipis untuk menyembunyikan putting susu dan buah dada yang indah itu.
“Open it riki… don’t you wanna see my boobs?” perintah Sarah. Akupun langsung meraih punggung Sarah dan membuka pengait bra nya, dan terlihatlah buah dadanya yang telanjang dengan putting susu merah muda. Kedua tanganku pun meraih kedua putting susu itu dan membelainya dengan lembut.
“Aaaahh.. riki…. You’re a smooth operator, you know…. Mmmhhh…… mmmh….” Sarah meracau menahan nikmat. Aku kemudian mengulum dengan lembut putting susu sebelah kanan sambil tangan kananku membelai-belai putting susu sebelah kiri.
“Hmmmgghhh… rikiiiii…. Aaaahh… slow dwon pleasee… aaahhh….. you’re so fucking good, you lucky bastard…. Aaaahhhh… aaahhh…..” racau Sarah sewaktu kedua puting susunya kupermainkan.
“Riki… don’t move ok!” pinta Sarah tiba-tiba. Kemudian dia menarik kedua tanganku ke atas, dan mengikatnya dengan bra merah itu ke ujung kursi, sehingga posisi tanganku terikat ke atas belakang. Ah, dia ingin mengikatku sambil berhubungan intim rupanya.
“Ok Riki… now I need you to answer this, if you could answer it, then my cunt will eat your dick till you’re blown up. If you fail, then I‘ll leave you like this all night!” ucap Sarah. Aku masih tak mengerti apa maksudnya.
“Riki… my birth year times your birth month equals to?” tanya Sarah kepadaku.
“Whaaattt??? How could I know your birth year?” teriakku setengah tidak percaya ke Sarah. Lagian dengan keadaan yang terangsang begini, bagaimana aku bisa mengitung angka-angka itu?
“Wrong answer dear… wrong answer… “ ucap Sarah kecewa.
“OK Sarah.. ok… but, at least give me a clue” pintaku.
“Hahaha… OK Riki… It is the first year for Ronald Reagan serving as US president” ucap Sarah sambil mengedipkan mata, sementara bibir kemaluannya digesek-gesekan ke batang penisku. Astaga, aku sama sekali tak bisa berpikir, bahkan tak tahu tahun berapa Ronal Reagan mulai menjabat menjadi presiden Amerika. Aku hanya bisa mengira-ngira berapa tahun lahir Sarah, sementara bulan lahirku adalah bulan juli, sehingga tahun itu harus dikali tujuh. Sialaaaan, pikirku, bagaimana bisa berpikir kalau didepanku menggantung buah dada yang indah dan batang penisku dibelai-belai oleh bibir kemaluan wanita secantik ini.
“13805” ucapku dengan asal. Sarah sedikit mengernyitkan dahinya.
“Waitress… come here please, and bring me the calculator I ordered before!” tiba-tiba Sarah berteriak. Dari pojok kolam renang, muncul seorang waitress yang datang membawa baki. Di atas baki itu adalah kalkulator yang dipesan Sarah. Dia mengambilnya, dan kemudian mulai memencet tombol di kalkulator itu. Aku merasa sangat malu di depan waitress itu, tetapi dia diam dan tenang saja melihat posisi kami yang sangat menggairahkan.
“You stupid Riki. Did you mean 13825? I know your birth month is July, and you guessed that my birth year is 1975. I’m not that old, you know!”
(suara tamparan) “Plak!!!”
Sarah menamparku dengan keras. Dia sangat tersinggung aku menebak usia yang lebih tua dari seharusnya. Aku coba berkonsentrasi dan mulai mengingat-ingat tentang Ronald Reagan. Aku lupa apakah tahun 1980 atau tahun 1981.
“13847” jawabku. Sarah kemudian mengutak-atik lagi kalkulatornya.
“Woww… close enough, but still not the right answer, you know!” jawab Sarah.
(suara tamparan) “Plak!!!”
Sarah menamparku lagi dengan keras. Hmm.. ternyata jawabanku hampir benar, jadi tebakanku tentang tahun lahirnya pasti benar, yaitu 1981, akan tetapi perhitungannya masih salah. Aku coba berkonsentrasi lagi untuk menghitung, sementara Sarah masih menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke batang penisku.
“Come on darling…. I know you’re smart boy.“ goda Sarah.
“13867” jawabku. Sarah menghentikan gesekkannya, dan mulai menghitung lagi dengan kalkulator.
“Oh woww. Dear… your brain is a fucking great machine! You’re right, my boy.” Ucap Sarah sambil memberikan kalkulator itu kembali ke waitress, yang sesaat kemudian menghilang lagi.
“Now riki…. Take this!” perlahan-lahan Sarah menurunkan pinggulnya, dan liang kemaluannya menelan habis batang penisku. Batang penisku serasa dipijat dengan lembut.
“Aaaaaahhhh… rikiii…. Hmmm… hhmmm…. Yesss rikiii…. Fuck me ki… fuck meeeee….” Racau Sarah sambil menaikan ritme gerakan naik turunnya. Aku benar-benar mengalami sensasi luar biasa, dengan masih berpakaian lengkap, tetapi kami bisa berhubungan intim, dan tanganku terikat oleh bra!
“Riki… aaah aaah aaaah ahhhhhhhhh….. “ Sarah terus meracau, sementara bunyi slep slep slep semakin terdengar dari peraduan batang penisku dan liang kemaluannya. Makin lama aku makin tak tahan dengan desakan orgasme yang akan kucapai, sementara Sarah sudah semakin liar gerakannya.
“Excuse me, Ma’am. Do you have anything more to order, since now is the time for last order. “ ucap seorang waitress yang entah datang darimana tiba-tiba menanyakan ke Sarah.
“Now bitch… aaaahhh aaahhh… don’t you aaah… don’t you know I’m busy right now!” Sarah membalas dengan ketus sambil terengah engah.
“Alright then, this is your bill Ma’am” balas waitress itu.
“Could you please take that bag to me?” jawab Sarah sambil terengah-engah. Waitress itu menagmbil tas kecil merk Longchamp mirik Sarah yang berada di atas meja makan, dan mengulurkannya ke Sarah. Sambil menggerak-gerakkan pinggulnya ke atas dan kebawah, dia mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
“Alright bitch… this is aaaahhh… this is my MasterCard. Aaaaahhh” Sarah mengulurkan kartu kreditnya ke waitress itu yang langsung mengambilnya dan menggesekkanya ke alat yang dia bawa, kemudian tercetaklah secarik kertas kecil.
“Please sign this, ma’am” pinta waitress itu ke Sarah untuk menandatangani nota pembayaran. Sarah kemudian mengambil ballpoint yang diulurkan juga oleh waitress itu, kemudian meletakkan nota itu di dadaku, dan menandatanganinya, lalu menciumnya dalam-dalam sehingga lipsticknya membekas ke nota pembayaran itu.
“There you go, bitch… aaahhhh… aaahhh.. aahhh …mmmmhh” ucap Sarah kepada waitress itu, yang kemudian menghilang lagi.
“rikiii… finally we’re alone…. Fuck me hard cowboyyy….. aaahhhh …. Yesss.. yesss… yesss … like that riki…. Oooooohhhhmyyyy…… hmm hmmm hmm…” racau Sarah dengan liarnya. Aku semakin tak kuasa menahan orgasme. Ritme Sarah semakin kencang. Tangannya kini berpegang erat ke pundakku, dan semakin erat cengkeramannya. Nafas kami semakin memburu seiring orgasme yang terus mengejar.
“Oooohhh.. rikiiiii….. fuuuckkkkkk… oohhh….. aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh… I’m cummmiiiinnnnnnnnnggg…aaaah aaahhh aaahhh aaahhhhh…….hmmmmmhhhh…” badan Sarah menggelinjang hebat, kemudian bersandar lemas di atas dadaku, sementara cairan orgasmeku memenuhi liang kemaluan yang becampur dengan cairan ejakulasinya. Kedutan dari liang kemaluannya masih terasa di batang penisku. Nafasku tersengal-sengal puas, sementara Sarah memejamkan matanya sambil mengatur nafas yang berangsur-angsur berkurang ritmenya.
“Oh my god riki…. You’re great riki…. “ ucap Sarah dengan perlahan.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar