Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 1: Vira Chang – The Underdesk

“Riki, Mr. Andrew complaint mengenai laporanmu semalam, lead time production kita tidak mungkin mencapai 45 hari jika proses produksi masih berantakan seperti kemarin. Tolong perbaiki datanya dan kirim ke emailku siang ini ya…”
“Iya mbak, aku kerjakan”
Ya, lagi-lagi atasanku sudah ribut-ribut dipagi hari. Maklum, dia satu-satunya leader di kantor ini yang mampu menjawab pertanyaan setiap buyer dengan memuaskan, dan itu berarti terwujudnya deal-deal business yang besar pula untuk kami. Dan aku sebagai bawahannya harus tunggang langgang membuat data yang benar-benar presisi. Perfeksionis, itu mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok atasanku, Ibu Vira Chang.
Namaku Riki, karyawan perusahaan manufaktur asesoris jaringan listrik tegangan tinggi di Tangerang. Divisi tempatku bekerja adalah Divisi Market Quality Control, bertugas untuk menerima keluhan dari pembeli, serta meyakinkan calon pembeli baru untuk memproduksi produknya di pabrik kami.
Aku bertanggung jawab sebagai market analyst, mencari dan mengolah data untuk di presentasikan ke pembeli/calon pembeli. Aku sendiri tidak begitu betah bekerja di sini, karena ilmu ekonomi manajemen yang aku pelajari di bangku kuliah tidak teraplikasikan dengan baik di sini, apalagi produknya adalah asesoris jaringan listrik tegangan tinggi. Akan lain ceritanya jika produknya adalah sikat gigi atau sabun, minimal aku bisa dengan lancar menjelaskan produknya ke konsumen.
Atasanku bernama Vira Taniasari, seorang wanita berusia 34 tahun keturunan Cina kelahiran Solo, akan tetapi besar di Jakarta. Orang-orang di sini menambahkan nama “Chang” untuk membedakan atasanku dengan seorang wanita dari divisi lain yang kebetulan bernama sama. Atasanku ini sangat pandai berbahasa Inggris, Jepang, dan Mandarin. Bisa berbahasa Inggris sangat normal saat ini, dan tidak mengherankan dia bisa berbahasa Mandarin karena dia wanita keturunan Cina, akan tetapi kemampuannya berbahasa Jepang didapat saat bekerja selama 5 tahun di perusahaan Jepang.
Aku kurang tahu tentang ukuran tubuh wanita (34B atau D dan sebagainya), akan tetapi menurutku tubuh atasanku ini seksi, mirip tubuh artis Vina Panduwinata, dengan rambut pendek sebahu dan kacamata tipis yang semakin menunjukkan tingkat intelegensinya. Dia selalu mengenakan blazer, dengan warna hitam, merah, dan terkadang putih, dipadu dengan rok selutut. Aku selalu teringat wajah Shannon Tweed (pemeran film dewasa) yang bertubuh seksi akan tetapi tidak pernah mengenakan baju seksi, dan justru selalu membuatku penasaran
“Riki, you know I’m single and so many stupid dumb ass men insulting me out there, could you please support me?” Mbak Vira chat ke akun Yahoo Messengerku, mengenai orang Filipina yang suka menggodanya, dan siang ini kami akan rapat bersama mereka.
“I’ll stand by you, mbak..” jawabku
“Thanks ki, I’m tired dealing with them”
Aku tidak membalas chatnya lagi, karena dikejar data yang harus aku selesaikan.
“Ki, kamu tahu kan, orang Filipina kuat minum”
“Iya mbak”
“Kamu kuat minum engga?”
“Engga mbak, dua gelas aja sudah pusing”, jawabku lugu.
“Nanti malam setelah meeting mereka mau mengajak kita makan malam, kamu ikut ya, aku malas melayani ajakan minum-minum mereka” pinta Mbak Vira.
“Hmm, kalo lain kali boleh mbak, semalem saya sudah lembur sampai jam 11”
“Ki, this will earn us big money”
Aku sudah sangat malas menemani tamu untuk makan malam, karena biasanya mereka mabuk dan berlaku liar, membuat malu tuan rumah.
“Hmm… Tapi besok senin saya boleh cuti kan mbak? Capek banget mbak, lembur tiap malam seminggu ini” pintaku ke Mbak Vira.
“That’s your right to have a day off” tegas Mbak Vira.
“Ok” jawabku.
Rapat siang ini bersama tamu dari Filipina benar-benar sangat membosankan dan membuang waktu. Aku akan jauh lebih produktif jika di belakang komputer dan mengerjakan report. Untuk mengusir rasa bosanku, aku memainkan hapeku. Satu-satunya game yang ada hanyalah game billiard, sekali bermain dan langsung bosan. Paket data internet pun sudah habis, jadi benar-benar tidak ada yang bisa dilakukan. Aku kemudian teringat ke istilah yang semalam aku temukan, yaitu “under desk”, teknik hidden cam yang dipasang di bawah meja untuk mengintip celana dalam sekretaris atau karyawan wanita. Seru juga jika melihat hasil video-videonya yang diupload, akan tetapi aku kecewa karena ingat bahwa meja tempat aku meeting sekarang ini memiliki papan penutup dari kayu di bagian bawahnya, untuk mencegah orang-orang yang iseng mengintip celana dalam rok wanita di hadapannya, sehingga aku malas untuk menengok ke bawah. Kebetulan sekali mbak Vira ada di depanku, dan meja rapat yang digunakan lumayan kecil, sehingga kami berjarak kurang dari 1 meter. Ruangan rapat ini juga berada di lantai 3, di tepi gedung, serta berdinding kaca transparan, sehingga banyak cahaya matahari yang masuk. Mungkin arsitekturnya memikirkan tentang penghematan penggunaan lampu sehingga membuat desain ruangan yang sangat terang seperti ini.
“Ki, tolong ambil laptopmu sebentar, kemungkinan besar si Pinoy ini hendak melihat data kita” tiba-tiba Mbak Vira memecahkan otak kotorku yang sedang bekerja.
Mbak Vira sering memanggil orang-orang Filipina itu dengan sebutan “Pinoy”. Aku dengan malas dan tanpa menjawab, langsung bergerak ke mejaku dan 7 menit kemudian sampai ke ruang rapat lagi. Aku menancapkan charger laptop ke laptop tua nan berat ini (seharusnya laptop memiliki berat yang ringan, kecuali laptopku ini, yang sepertinya sama beratnya dengan PC), kemudian aku mencari colokan listrik di bawah meja. Saat menengok ke bawah, aku benar-benar terkejut, ternyata papan penutup di bagian bawah meja untuk meeting ini dicopot tepat di depan kursiku (mungkin sedang diperbaiki oleh tim maintenance atau apalah), dan aku bisa melihat jelas kaki Mbak Vira yang tidak disilangkan, dan tentu saja, celana dalamnya yang berwarna putih berenda yang berlubang di tengahnya!
Jantungku berdetak kencang, dan aku mencoba duduk kembali dengan tampang biasa, Mbak Vira juga tidak curiga dengan perilaku yang agak lama mencari colokan listrik untuk laptop di bawah meja. Sebentar aku ingat2 film2 JAV yang biasa aku download, beberapa memang mengenakan celana dalam yang berlubang di tengahnya, sehingga si pemakai tidak perlu mencopot celana dalamnya untuk melakukan hubungan seks. Akan tetapi, celana dalam jenis itu, dipakai mbak Vira, di kantor? Aku benar-benar tidak habis pikir. Perlahan kukeluarkan hapeku, kumatikan blitznya, dan coba kurekam dari bagian bawah meja. Aku merekamnya sekitar 3 menit (ternyata lama juga 3 menit untuk video under desk). Tak sabar ku angkat hapeku, dan ku silent suaranya, sehingga tak ada yang tahu aku sedang memutar video. Saat kuputar videonya, aku benar-benar terkejut. Pemandangan yang begitu indah, paha yang putih mulus, kemudian di pangkal paha terlihat celana dalam putih berlubang itu yang ternyata memiliki renda-renda di tepinya. Rupanya Mbak Vira sedikit menarik roknya ke belakang saat duduk, sehingga segalanya terlihat jelas dari depan di videoku. Aku merasa tidak puas, dan kurekam sekali lagi dengan videoku, kali ini aku melakukan zoom (tentu saja sulit untuk menekan tombol zoom tanpa melihat kamera, karena semuanya dilakukan di bawah meja).
“No sir, that’s not the business model we apply here. We can’t have a good quality control if we don’t have detail product requirement. Our quality control department must have rule to judge whether the product is good or bad”, Mbak Vira tiba2 memotong dengan tegas presentasi si Pinoy. Aku cukup terkejut juga saat itu, untung hapeku tidak terlepas dari genggamanku.
Si Pinoy kemudian berbicara dengan bahasa tagalog kepada rekan-rekan mereka selama beberapa waktu, dan Mbak Vira terkesan tidak suka dengan pembicaraan mereka, meskipun dia tidak tahu bahasanya. Setelah sekitar 15 menit, si Pinoy tersebut memahami permintaan Mbak Vira, dan akan memberikan product requirement yang diminta. Aku segera mematikan rekaman video di hapeku begitu mereka memulai berbicara.
“Ki, please show them our data about quality control rule we have for Australia buyer” Mbak Vira tiba-tiba memberi perintah kepadaku. Aku segera mengantongi hapeku dan memulai menunjukkan data yang diinginkan.
Setelah satu jam, rapat akhirnya selesai. Wajah Mbak Vira sudah merah padam karena beberapa kali terlihat marah dengan orang-orang Filipina yang menurutku memang menjengkelkan. Baru kali ini aku tahu ada calon pembeli yang bahkan tidak tahu apa rincian data teknis dari produk yang diinginkannya.
“Ki, I need some fresh air, mail me the minute meeting, ok?”
“Ok boss” candaku ke Mbak Vira, supaya dia sedikit rileks.
Aku tahu dia pasti ingin merokok sebentar di tempat merokok, untuk meredam amarahnya. Aku kembali ke mejaku, dan mengirim catatan hasil rapat tadi ke Mbak Vira. Tiba-tiba ada dering sms dari hapeku.
“Ki, prep your self for today’s dinner at 6.30. I’ll meet you there”.
Jiiaah, Mbak Vira ternyata berniat untuk bolos kerja setelah rapat, entah akan pergi kemana, dan langsung datang ke dinner nanti malam bersama orang-orang Filipina tadi.
Setelah sampai di mejaku, aku memandangi hapeku sebentar, kemudian teringat hasil video tadi. Kebetulan posisi dudukku berada di sebelah dinding, dan jauh dari meja di kiri dan kanan, sehingga aku lumayan “terlindungi” di kubikelku. Segera kupasang kabel data, dan mentransfer hasil video under desk buatanku sendiri ke komputer. Tidak lupa earphone kupasang supaya bisa lebih “menghayati”.
File video pertama adalah video yang sudah kulihat, sehingga aku tidak terlalu tertarik. Aku sudah tidak sabar melihat video kedua yang pastinya akan lebih hebat karena keajaiban feature “zoom” .
Saat pertama melihatnya, aku langsung kecewa, karena kedua paha Mbak Vira menutup erat, sehingga hanya segaris hitam bayangan kedua paha yang tertutup rapat yang terlihat. Aku hendak menutup video player di komputerku, dan tiba-tiba jantungku berdegup kencang.
Video tadi tiba-tiba bersuara seperti hentakan yang keras, dan ternyata itu adalah saat Mbak Vira marah-marah ke Pinoy, dan saat marah tersebut, kedua paha Mbak Vira terbuka!
Kedua paha yang sangat mulus dan putih tersebut membuka dengan lumayan lebar, dan tampaklah celana dalam putih berlubang yang di video pertama sempat aku lihat secara samar-samar. Akan tetapi kali ini dengan zoom 4x! Garis-garis yang kulihat di pangkal paha menunjukkan lekuk bibir vaginanya, dan satu-dua helai rambut vagina muncul dari balik kain berenda putih itu. Kain celana dalam Mbak Vira rupanya tidak begitu tebal, sehingga sedikit terlihat bayangan hitam rambut yang tumbuh di vaginanya. Sungguh pemandangan yang membuat pusing atas bawah.
Dari earphone terdengar lagi suara Mbak Vira yang marah-marah, dan kini badan Mbak Vira berguncang (mungkin reaksi tubuh saat sedang marah) sehingga makin lebarlah kedua pahanya terbuka. Aku benar-benar tidak tahan melihatnya dan mengambil screenshot sebanyak-banyaknya untuk disimpan di hapeku.
Sesaat kemudian terlihat badan Mbak Vira terengah-engah, mungkin energinya habis setelah marah-marah tadi. Aku tersadar pada saat itu badan mbak Vira bersandar pada sandaran kursi, sehingga cahaya dari lampu diatas makin menerangi videoku. Posisi badan yang seperti itu membuat liang kemaluan Mbak Vira benar-benar terlihat jelas. Merah muda, rumit, tetapi begitu indah!
Aku benar-benar tidak dapat menahan diri melihat video itu, dan kuambil tissue dan gelas plastik di mejaku, dan terjadilah apa yang seharusnya terjadi.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar