Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 7: The Shanghai Meeting – It All Make Sense

“Attention please… we’re now going to our R&D Lab. This way please” ucap Mr. Lu. Kali ini acara ke laboratorium R&D tidak dimulai dengan tepat waktu. Seharusnya setelah makan siang, kami segera beranjak ke laboratorium, tetapi ternyata Mr. Lu ada meeting sebentar selama satu jam, sehingga baru pukul 2 siang kami bisa pergi dari tempat makan siang. Cukup kebetulan, pikirku, setelah aku dan Cik Annie berhubungan intim di bilik telepon, kami masih memiliki kesempatan untuk makan siang, meskipun menunya hanya pizza. Untung saja pizza yang disajikan bergaya Amerika, rotinya tebal dan mengenyangkan, meskipun aku lebih suka pizza Italy yang lebih tipis.
“Ladies and gentlemen, before going through this gate, we have to wear Safet Helmet and Safety Glass. Please grab it from the desk on your left!” pinta Mr. Lu. Kami pun menurut, memakai helm yang menurutku mirip helm proyek berwarna kuning, lalu mengenakan kacamata transparan yang biasa dipakai orang tambang atau konstruksi.
“Oh, and don’t forget to wear the Lab Suit” tambah Mr. Lu, Pakaian yang dia maksud adalah jubah putih semacam baju jas praktikum. Aku merasa sangat kikuk saat memakainya.
Sesaat kemudian kami di bawa masuk ke sebuah ruangan yang sangat besar, di dalamnya terdapat peralatan-peralatan aneh. Di ujung kanan terdapat tiang besar yang di ujungnya terdapat bola-bola perak kecil yang berkumpul membentuk sebuah bola besar, mirip lampu diskotik, pikirku. Sedangkan di ujung kiri terdapat dua menara kecil yang mirip menara SUTET, kedua menara kecil itu tersambung dengan kabel. Dan di tengah-tengah kami terdapat empat kubikel yang membentuk bujur sangkar, sangat kontras ukurannya dibandingkan dengan ukuran ruangan ini.
“This is Dr. Karapish, he’s the Master of our product superiority” ucap Mr. Lu memperkenalkan seseorang dengan cara yang berlebih-lebihan. Orang yang disebut Dr.Karapish tadi hanya tertawa kecil. Menurutku, namanya sangat aneh, entah dari negara mana dia datang. Aku baru menyadari di ruangan sebesar itu hanya ada dia seorang diri.
“Hi, I’m Karapish, you don’t have to call me Doctor. I’m the R&D Lab Head, I lead every equipment testing in this room.” ucapnya sopan.
“Right now my team is doing a maintenance work in another plant, so unfortunately you could only meet me right now”, sambung Dr. Karapish.
Dr. Karapish ini adalah seorang laki-laki pendek berambut putih berkacamata bundar. Wajarlah dia bertampang seperti itu, seperti layaknya orang pintar, pikirku.
“At the right corner, we have a lightning simulator. This instrument could simulate a lighning striking our high voltage instrument.” Ucap Dr. Karapish sambil menjelaskan tiang besar dengan bola-bola perak yang mirip lampu diskotik tadi.
“At the left corner, we have a Durability test for our high voltage instrument. As you can see that we have two mini high voltage towers.” Jelas Dr. Karapish.
“Did you mention Durability test? So you’re testing our instrument like… 5 years mabye? As we know our cable must have long time durability, right?” tanya Sarah yang tiba-tiba ada di belakangku. Rupanya Sarah ini memang wanita cerdas. Aku langsung terbayang apa yang kami lakukan di pinggir kolam kemarin malam.
“Good question, lady…? “tanya Dr. karapish.
“I’m Sarah from Phillipine.” Jawab Sarah.
“Ah, Sarah from Phillipine. Look, we don’t have to wait for 5 years to test the durability. We have a test method to represent that 5 years durability. We name it Reliability and Durability Test, the RDT. We will apply much higher voltage than it should for a week to represent that 5 years durability.” Jelas Dr. karapish.
“Oh I see. So that will represent 5 years of usage, right?” tanya Sarah.
“Beautiful genius you are, Madame.” jawab Dr. Karapish sambil menggoda. Aku hanya mengangguk-angguk meskipun tak tahu kenapa bisa seperti itu.
Kami kemudian diajak berjalan-jalan mengelilingi pojok lain dari laboratorium itu, dan aku pun semakin tak mengerti apa yang dijelaskan. Hanya saja ada satu yang aku tahu, ternyata di China memakai rating tegangan 145kilovolt, sedangkan di Indonesia memakai 150 kilovolt, seperti yang aku sering lihat di gardu induk di Jakarta. Perbedaan rating tegangan itu menyebabkan instrumen-instrumen dari China tidak bisa serta merta langsung dipakai di Indonesia, dan harus dilakukan modifikasi.
“Alright guys. That’s all from me. Don’t hesitate to call me if you have any issue on equipment testing” pungkas Dr. Karapish. Aku merasa lega karena kunjungan kali ini terasa sangat lama sekali.
“Ah, one question. Where are you from? Your name doesn’t sound familiar” tanyaku tiba-tiba. Aku juga tak menyangka akan menanyakan pertanyaan ini.
“Hahaha… yes I know, you’re not the first person asking that question. I’m from Ukraine. A beautiful country” ucap Dr. Karapish. Aku langsung mengangguk-angguk. Yah, hanya satu pertanyaan itu saja yang dari tadi ada di benakku.
“Alright ladies and gentlemen. It’s already 5.30pm, time to go home. The bus is already waiting. Put back your clothes, safety helmet and glasses on the desk” pinta Mr. Lu.
“Mr. Lu, i need to have further discussion with Dr. Karapish, along with Riki and Sarah, so we won’t join you going home by bus. We’ll take taxi from here.” Ucap Cik Annie pelan ke Mr. Lu, namun aku bisa mendengarnya.
“Alright Annie, are you sure you know how to order taxi from here?” tanya Mr. Lu.
“Yes” ucap singkat Cik Annie yang dibalas dengan anggukan singkat Mr. Lu. Sejenak dia melihat ke arah Sarah yang ada di belakangku dengan pandangan yang misterius, kemudian beranjak pergi.
“Dr. Karapish, could we have a discussion with you? It’ll take 30 minutes only.” Pinta Cik Annie.
“Oh sure,please, come to my desk” ucap Dr. Karapish ke arah kubikel kecilnya di tengah-tengah lab. Cik Annie, aku, dan Sarah mengikuti di belakangnya. Aku masih terheran-heran, kenapa Sarah juga diharuskan ikut meeting oleh Cik Annie.
“It’s like this, Doctor. As you know that our voltage rating is 150kV, and we are currently selling many instruments which is originated by China Team but already modified by you, so it could be used in 150kv system.” Ucap Cik Annie.
“Ah, yes, I know Indonesia use 150kV. I modified many instruments for you about 3 years ago. So, what can I do for you?” tanya Dr. Karapish.
“Well, we see so many new products at R&D Office this morning, and we are about to sell it in Indonesia. The question is, how long will you take to modify it?” tanya Cik Annie.
“Aahh.. yes yes, that question. Well, actually, it depends. If we are in a tight schedule doing job for other country, then I can’t promise you anything. But normaly It will take 40 days. 2 weeks for modification job, a week for Reliability and Durability Test, and the rest is administration job. After that, you can request for a mass producton.” Ucap Dr. Karapish.
“Are you now doing job for other country?” tanya Cik Annie.
“Well, yes, for Vietnam project, but somehow they cancelled the job. So, I think if you already created the proposal and approved this wek, next week we could start the job.” Balas Dr. Karapish.
“Very Good Dr. Karapish. This request actually came from Vira, my partner.” Balas Cik Annie. Aku melihat gelagat yang aneh di wajah Sarah begitu mendengar nama Mbak Vira disebut. Dia merasa sedikit gelisah.
“Ah, that beautiful lady. Yes, I know her, about 3 years ago she came to me asking for the same question for the products that you are selling right now. Yes, Vira. Hahahahahaaaaa…..” tawa Dr. Karapish sangat keras. Aku merasa aneh mendengar tawa Dr. Karapish. Pikiranku langung menuju ke hal-hal yang buruk, jangan-jangan dulu Mbak Vira bersedia berhubungan intim dengan Dr. Karapish supaya produknya segera di tes.
“Alright, Doctor. And one more thing actually.” Cik Annie tiba-tiba mengeluarkan Blackberry Porsche Design nya, mengutak-atiknya sebentar, kemudian memberikannya kepada Dr. Karapish. Dr. Karapish menerimanya dan membaca sambil mengerutkan kening, kemudian beberapa saat dia tertawa lebih keras lagi.
“Hahahahahahahahaaa…… Oh My God you Vira… smart lady you are… hahahahahahahaa….. and you are Sarah, right? Sarah from Phillipine, right?” ucapnya sambil menunjuk Sarah yang ada di sampingku. Aku baru menyadari bahwa pagi tadi kami juga duduk berdampingan. Jas putih besarnya menutupi blazer yang dia kenakan, tetapi blouse putihnya yang rendah benar-benar mengalihkan perhatianku.
“Yes” ucap Sarah lirih. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
“Hahahahaha…. You’re smart, beautiful lady. But maybe this is not your time. Next year, maybe. I will wait for both of you coming to me here. Hahahahahahaha…. “tawa Dr. Karapish.
“Alright Annie, I need to finish some work with my tools. You can use any place here but not that tower, OK!” ucap Dr. Karapish sambil menunjuk ke tower yang menurutku mirip lampu diskotik tadi.
“Thanks, doctor” ucap Cik Annie sambil berjabat tangan dengan Dr. Karapish.
“Riki, Sarah, follow me!” ucap Cik Annie. Kami pun mengikutinya menuju ke salah satu pojok laboratorium tempat peralatan yang mirip dua tower mini tadi. Aku sedikit menoleh ke belakang, Dr. Karapish sedang menghidupkan peralatannya, dan beberapa saat kemudian terdengar dengungan listrik yang misterius.
(suara tamparan pipi) “Plakkkkk” Cik Annie tiba-tiba menampar pipi Sarah dengan keras. Helm proyek berwarna kuning dan kacamatanya hampir jatuh. Sarah mengerang pelan. Aku benar-benar terkejut.
“Riki, slap her!” perintah Cik Annie. Aku kebingungan.
“Don’t hurt me..” ucap Sarah lirih.
“Riki, slap her, will you?” perintah Cik Annie dengan keras.
(suara tamparan pipi) “Plakkk” tamparku pelan-pelan ke pipi Sarah. Aku benar-benar tidak tega.
“Harder Riki! This is order!” perintah Cik Annie. Aku benar-benar merasa kebingungan, akhirnya aku memberanikan diri untuk menampar dengan keras.
(suara tamparan pipi) “Plaaaakkkkk…”
Aku menampar Sarah dengan sangat keras. Sarah terjatuh ke lantai dan mulai menitikkan air mata, sambil tangannya memegangi pipinya yang kutampar. Aku benar-benar merasa bersalah, meskipun aku sedikit bisa melihat celana dalam Sarah pada saat dia terbaring.
“Now Sarah, you know what to do. Do it know!” perintah Cik Annie. Cik Annie mengeluarkan lagi blackberry nya dan mulai merekam kami berdua.
Sarah bangkit dan berjalan ke arahku. Kemudian dia melepaskan ikat pinggang warna hitamnya, memberikannya kepadaku, aku menerimanya dengan kebingungan. Lalu Sarah menyibakkan rok mini putihnya ke atas dan melepas celana dalamnya, melepas kaca mata laboratorium, dan mengikatkan celana dalamnya sendiri di kepala untuk menutupi matanya, lalu berbalik membelakangiku sambil menjulurkan tangganya kebelakang, seakan-akan meminta untuk diikat.
Aku melirik ke arah Cik Annie. Cik Annie yang dari tadi melihat ke arah blackberrynya yang digunakan untuk merekam, kemudian berpaling kepadaku, memberi tanda untuk mengikat Sarah. Aku kemudian mengikatkan ikat pinggang itu ke tangan Sarah yang sudah dijulurkan ke belakang.
“Don’t hurt me please..” ucap Sarah lirih. Dari belakang tubuh Sarah sama sekali tidak terlihat karena tertutupi jas laboratorium putih. Kusibakkan jas itu ke atas, dan mulai kuraih liang kemaluan Sarah dari belakang.
“Ahhhh “ lenguh Sarah pelan. Suaranya yang lirih itu semakin membuatku berani untuk mengeksplorasi liang kemaluannya. Dari belakang aku bisa melihat Sarah yang menikmati permainan tanganku, kepalanya yang ditutupi helm proyek menengadah ke atas.
“Rape her, Riki, Rape her!” tiba-tiba Cik Annie berteriak keras. Aku kemudian semakin bersemangat untuk menggetarkan jari-jemariku di liang kemaluan Sarah.
“Ahhh… slow down pleasee… aahh.. aaaahhhhhhhhhhh… Riki….. pleaseeeee… slooow dowwn…. Aahh..” racau Sarah menahan nikmat. Bunyi kecipak-kecipak terdengar dari tanganku yang kupermainkan di liang kemaluan Sarah yang mulai basah.
“Rikiii… aaaahhh… slow dowwwn pleaseee….. aahh… riki….. pleeeeeasee…….” Aku hanya bisa membayangkan wajah Sarah karena posisinya yang membelakangiku. Selama 10 menit kupermainkan jari-jariku di liang kemaluannya.
“Ooooooohhh…… aaahhh.. .aahhhh… ahhh…aaahhhh… rikiiiii…. Iiiii’mm cummiiiinngggg……… aaaaahhhhh aaahhh aaahhhh …” badan Sarah mengejang menahan orgasme, wajahnya mendongak ke atas, sementara kedua tangannya yang terikat menggenggam dengan erat.
“Hahahahaha….. take that, you bitch! Hahahahahaaa….” Tawa Cik Annie dengan keras begitu melihat orgasme Sarah.
Kemudian aku membalikkan badan Sarah, dan menurunkan blousenya ke bawah. Kedua payudara yang tidak dilindungi bra itu menyembul dengan gagah. Kubelai lembut puttingnya sebelah kiri, sambil kucium perlahan bibirnya. Helm proyek yang kami kenakan membuatku sedikit repot untuk berciuman, karena ujung dari helm kami saling beradu. Aku harus memiringkan wajahku supaya dapat meraih bibir Sarah.
Sarah membalas ciumanku dengan lemah, bibirnya bergetar setelah mengalami orgasme tadi. Sebenarnya aku ingin melihat matanya, tetapi mata yang tertutup oleh celana dalam itu semakin membuat libidoku semakin naik. Kemudian aku membaringkan Sarah ke lantai dalam keadaan telentang. Aku melepaskan celanaku, meskipun masih memakai jas lab. Aku jadi teringat video porno tentang dua dokter yang masih mengenakan jas kerja putih dan berhubungan intim di ruang praktek.
“Riki… slowly please…. “pinta Sarah lirih. Tangannya terikat ke belakang, blousenya tertarik kebawah tanpa mampu menyembunyikan kedua payudaranya, sementara rok mininya terangkat ke atas, menyingkap liang kemaluannya yang menantangku.
“Aaaaaahh…… Rikiiii…. Aaaahhhhhh….” Racau Sarah saat batang penisku masuk ke liang kemaluannya. Kumasukkan lebih dalam lagi dan Sarah mendongakkan kepalanya di lantai. Suara helm proyek nya yang terantuk di lantai terdengar di telingaku.
“Go Riki! Go!” ucap Cik Annie yang masih memegangi blackberrynya untuk merekam adegan kami. Dia berjongkok menghadapku untuk merekam lebih dekat. Celana kain bagian pangkal paha nya basah tanda Cik Annie pun ikut terangsang.
“Slep slep slep slep slep slep!” Aku sengaja dengan tiba-tiba mempercepat hujaman batang penisku ke liang kemaluan Sarah.
“Aaaaaahhhhhhh…. Rikiiiiii… slowlyyyyy aaahhhhhhh…. Pleaasee……… pleaasee…. Aahhhhh… ahh ahh ahh ahh ahhh” racau Sarah. Aku semakin liar memacu batang penisku ke dalam liang kemaluan Sarah, sementara bibirnya bergetar menahan nikmat.
“Rikiii…. Aaah aaahh aahh ahh ahhh…. I’m cumming again rikiiii….. aaaaahhhhhh” racau Sarah, liang kemaluannya semakin menjepit batang penisku.
“Aaaaaaahhhhh… rikiiiii……aaaaaaaaahh………..i’m cummiiinnnnn… aahhhhh” Sarah mengalami orgasmenya yang kedua. Badannya mengejang lagi. Nafasnya memburu tak beraturan.
“Hahahahaha… you slut! Doesn’t take long time to feel orgasm again? You damn slut!” umpat Cik Annie sambil tetap merekam kami.
Aku kemudian mengangkat badan Sarah, dan melepaskan ikatan tangannya, kemudian kugiring dia menuju ke salah satu dari tower mini tadi, dan membimbingnya supaya berposisi membungkuk, sementara kedua tangannya berpegangan ke tower mini. Kemudian dari belakang aku menyibakkan lagi jas lab putih itu, dan menghujamnya dari belakang dengan batang penisku.
“Hahahaha…. Nice Riki….. doggy style!” tawa Cik Annie dengan keras.
“Aahhhh… aaahhh… aahhh…. Ahhhhhhhh….” Lenguh Sarah menahan nikmat. Belum pernah aku menghujamkan batang penisku secepat ini di liang kemaluan wanita.
Selama beberapa saat aku terus menghujam Sarah tanpa henti, Sarah beberapa saat menoleh ke belakang, meskipun dia tak bisa melihat apa-apa karena matanya tertutup celana dalam. Badannya terdorong-dorong ke depan akibat hujamanku yang tak henti-henti.
“Slap her, riki! Slap her!” perintah Cik Annie. Aku yang diawal tadi merasa tak tega kepada Sarah kini berani menampar pantatnya yang putih.
(suara tamparan) “Plakkkk… Plakkkk… Plakkk..” aku menampar pantat Sarah, sementara Sarah bukannya mengerang kesakitan, tetapi tetap melenguh lenguh menahan nikmat.
“Aaaaaaaaaahhhhh rikiiii………..” lenguh Sarah dengan liar. Aku semakin mendekati puncak orgasmeku, sementara Sarah tetap melenguh lenguh liar.
“Slep slep slep slep slep slep slep slep slep” hujaman batang penisku semakin liar di liang kemaluan Sarah. Aku semakin tak tahan lagi dengan kejaran orgasme yang semakin ke puncak.
“Aaaaaaaaahhhhhhh riikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…..aaahhhhhh…………… ……” lenguh Sarah panjang, liang kemaluannya membanjiri batang penisku yang ikut memuntahkan sperma. Badan kami menegang beberapa saat, kemudian terengah-engah menahan nikmat.
Badan Sarah melemas, nafasnya berangsur-angsur memelan, sementara aku berusaha mengatur nafas sambil mencabut batang penisku yang berada di liang kemaluan Sarah.
“Riki, good job! Come with me, we’ll go home!” ucap Cik Annie. Dia memasukkan blackberry nya ke dalam tas, lalu beranjak pergi. Aku mencium kening Sarah yang terbaring lemas di lantai laboratorium, kemudian pergi meninggalkannya. Ya, meskipun dalam hati aku tak tega meninggalkannya dalam posisi seperti itu.
*Di kamar hotel*
Sambil berbaring kelelahan aku membuka handphone ku, dan mendapatkan satu email dari Mbak Vira:
From: Vira Taniasari
To: Riki Waworuntu
Date: July 3, 2013, 06:35:47 pm
Hai Riki… Gimana kabarmu di Shanghai? Baik-baik aja kan?
Riki… ada beberapa hal yang belum aku beritahukan kepadamu, sehinggga akhir-akhir ini kamu kebingungan.
Aku dan Sarah pertama kali bertemu di Vietnam, saat Indonesia dan Filipina bersaing untuk memperebutkan proyek power plant di sana. Sarah mengambil strategi yang menurutku konvensional, yaitu dengan menunjukkan Success Story perusahaannya di negara-negara lain kepada Project Leader, waktu itu Mr. Lu, mungkin kamu sudah bertemu, sehingga dia yakin akan berhasil di Vietnam. Sedangkan pendekatanku berbeda, aku lebih cenderung bekerja sama dengan kontraktor besar di Vietnam untuk menggunakan jasa Engineer Indonesia dalam membangun power plant di sana, sehingga engineer-engineer tersebut lebih memilih produk dari pabrikan Indonesia. Waktu itu aku menang telak, dan Sarah merasa sangat iri.
Beberapa bulan yang lalu aku mendengar bahwa Vietnam menghentikan kontrak dengan engineer-engineer dari Indonesia, sehingga proyekku berhenti. Aku dengar, Sarah melakukan pendekatan “khusus” ke Mr. Lu sehingga dia berhenti menggunakan jasa orang Indonesia. Aku merasa sangat marah waktu itu dan melabrak dia sewaktu kami mengadakan conference call antara Aku, Sarah, dan Mr. Lu. Akhirnya aku mengancam, proyek di Filipina yang seharusnya adalah daerah kekuasaan Sarah pun akan aku incar juga. Sarah pun membalasnya dengan taruhan, siapapun yang dapat memenangkan proyek besar di Filipina, boleh berkuasa selama 14 bulan tanpa diganggu, dan yang kalah akan dijadikan budak seks oleh yang menang.
So Riki… aku sebenarnya mengirim kamu ke Shanghai supaya Sarah menjadi budak seksmu selama di sana. Do you enjoy it, Riki? I hope you do
Regards
Vira Chang
Aku menghela nafas begitu membaca email Mbak Vira.
“It all make sense” ucapku lirih.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar