Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 6: The Shanghai Meeting – The Punishment

(Suara ring tone) “I … need an easy friend… I do with… an ear to lend…”
Aku terbangun oleh lagu Nirvana yang menjadi ringtone ku. Pukul 06.00 pagi. Aku masih merasa malas untuk bangun, di pikiranku masih terbayang wajah Sarah dan apa yang kami lakukan tadi malam. Tapi akhirnya aku bangun juga, karena Cik Annie memintaku untuk bersiap pukul 07.00 pagi di lobby. Aku segera mandi kemudian menyetrika kemeja Escuche ku warna hitam serta celana panjang The Executive yang berwarna hitam juga. Lagi-lagi aku berdandan seperti mau ke pemakaman. Serba hitam.
Pukul 06.45 aku sudah berada di lobby hotel. Aku segera memanggil taksi untuk bersiap berangkat pukul 07.00. Taksi di Shanghai ini memang aneh, entah kenapa kursi sopir dilindungi oleh dinding akrilik transparan tebal, mungkin di kota ini sering terjadi perampokan supir taksi, pikirku.
“Morning Riki! How’s your dinner with Sarah?” tiba-tiba Cik Annie muncul di belakangku saat aku menunggu di lobby. Blazer hitam, Blouse abu-abu, entah apa merknya. Dan celana panjang kain hitam. Aku menganga melihat pemandangan itu, tak pernah kukira seorang wanita yang mengenakan celana panjang kain warna hitam bisa seseksi itu. Pantatnya benar-benar terbentuk di celana itu. Pikiranku langsung terbang ke penyanyi Madonna yang sering tampil dengan mengenakan setelan jas ala pria, tetapi makin seksi saja.
“Emmhh,… It was fine” jawabku singkat dan asal, karena membayangkan hal yang tidak-tidak saat melihat cara Cik Annie berpakaian hari ini.
“Fine? You don’t like it?” tanya Cik Annie.
“Well… great, actually” jawabku sambil tersenyum kecut.
Cik Annie hanya memicingkan mata kepadaku, kemudian segera berjalan ke arah taksi yang baru saja datang. Aku hanya diam dan mengikutinya. Cik Annie berbicara dalam bahasa china kepada sopir itu, kemudian kami segera membelah jalanan kota Shanghai.
Cik Annie lama mengutak atik handphone nya. Dia duduk di sebelah kiriku di tempat duduk bagian belakang. Sepertinya dia membeli kartu lokal, sehingga bisa tetap tersambung dengan internet, meskipun sedang di jalanan. Aku memilih untuk menoleh ke luar melihat pemandangan kota.
Tiba-tiba Cik Annie memegangi pangkal pahaku.
“Riki… kamu memakai celana dalam?” tanya Cik Annie. Astaga! Aku lupa untuk tidak memakai celana dalam seperti yang diperintahkan Cik Annie tadi malam!
“Oh iya Cik, maaf, aku lupa. Maaf!” aku benar-benar lupa karena kelelahan tadi malam.
“Lepas celana panjangmu, dan lepas celana dalammu. Sekarang!” pinta Cik Annie.
“Eh, sekarang Cik? Kalau nanti setelah sampai saja bolehkah? Aku akan segera ke toilet” pintaku.
“Now!” ketus Cik Annie. Matilah aku. Melepas celana panjang dan celana dalamku di dalam mobil di tengah keramaian kota? Tetapi aku tak berani untuk melawan, terpaksa aku melepas celana panjangku. Saat celana panjangku kulepas, Cik Annie berbicara dengan bahasa China ke sopir, kemudian sopir itu tertawa keras sambil menolehku, entah apa yang mereka bicarakan.
“Your underwear, please!” perintah Cik Annie.
Aku kemudian melepas celana dalamku. Entah kenapa batang penisku mengeras, mungkin karena aku sambil melihat wajah Cik Annie, padahal sudah aku tahan sekuat mungkin untuk tidak membayangkannya, tetapi bayangan diriku yang membelai-belai pangkal paha Cik Annie yang masih dibalut celana panjang kain itu tak bisa lepas.
“Kamu menegang, bayangin siapa?” tanya Cik Annie. Saat aku hendak menjawab, tiba-tiba handphone Cik Annie berbunyi, ringtone handphone itu menyuarakan lagu China yang tidak aku mengerti.
“Stop right there!” perintah Cik Annie. Aku menunda untuk mengenakan celana panjang kainku. Aku malu dan menutupi batang penisku yang mengeras, kawatir ada orang di luar taksi yang melihatku.
“Riki, ini atasanmu, Vira. Dia mau bicara” ucap Cik Annie. Aku agak terkejut, kemudian mengambil handphone itu. Terpaksa batang penisku tidak bisa kututupi dengan kedua tangan.
“Ya mbak, ini Riki. Ada apa mbak?” tanyaku.
“Hi Riki…. Gimana kabarmu? Baik-baik saja di Shanghai kan? Aku mau merepotkanmu sedikit saja bolehkah? Ada data yang mau aku minta dari kamu, data Buyer Complain History 2012, aku ingat kamu menyimpannya di drive D lalu di folder Buyer. Aku boleh minta password komputermu?” tanya Mbak Vira.
“Oh boleh mbak, passwordnya…aaahhhh…..” aku kaget. Tiba-tiba Cik Annie menggenggam batang penisku dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya merangkul pundakku. Dia melepaskan satu tanganku yang masih kugunakan untuk menutupi batang penisku, lalu perlahan-lahan mengocoknya dengan lembut.
“Kenapa riki?” tanya mbak Vira.
“Oh, gapapa Mbak… Hmm…. Passwordnya, tapi Mbak Vira jangan marah ya?” ucapku sambil menahan nikmat.
“Kenapa riki? Buruan dong, aku butuh datanya segera” pinta Mbak Vira.
“Passwordnya, viralovely.” jawabku sambil merasa malu.
“Hahahahaha….. kamu ah, ada- ada saja… oke Riki, thanks ya, salam buat Annie, bye!” putus mbak Vira di telepon.
“You player!” jawab Cik Annie pendek. Aku tak menghiraukan, tetapi nafasku mulai tersengal-sengal. Aku tak tahan untuk menjamah pangkal paha Cik Annie, meskipun masih terbalut celana kain panjang. Kuusap-usap pangkal paha itu, dan, ternyata dapat kurasakan langsung lekukan liang kelamin Cik Annie. Ternyata dia tak memakai celana dalam!
Cik Annie mebuka lebar kedua kakinya dan menikmati belaianku, sementara tangannya mengocok batang penisku dengan makin cepat.
“Aaaahh.. riki…. Right there… yessss…aaaahh” racau Cik Annie. Aku mulai menyadarai bahwa celana itu sedikit basah di bagian yang aku belai.
“Aahhh… rikiii…. Pleaase stopp, please stop, we’ve reached the hotel… “ pinta Cik Annie sambil menahan nikmat. Cik Annie sebenarnya mampu saja mengusir tanganku di pangkal pahanya dengan tangannya, tapi tidak dia lakukan, dia hanya memintaku lewat ucapannya. Di luar terlihat gerbang Shanghai Manhattan Business Hotel, Cik Annie segera merapikan rambutnya, sedangkan aku mengenakan celana panjangku dan merapikan pakaianku. Tiba-tiba Cik Annie meraih celana dalamku yang kubuang di lantai mobil, kemudian dia membuka kaca mobil, dan melemparnya keluar. Aku hanya bisa termangu melihatnya.
“Come on, we can’t afford to be late!” perintah Cik Annie untuk segera bergegas. Aku keluar dari taksi dan segera menuju ke ruangan meeting.
“Ladies and Gentlemen, today we will go to our research and development center. It’ll take 45 minutes to get there by bus. Please go to the lobby, the bus is already waiting” ucap Mr. Lu. Kami akan pergi ke bagian R&D. Hari ini pasti akan sangat membosankan, pikirku, karena aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang produk asesoris tegangan tinggi.
“Hi Riki!” ucap Sarah singkat, yang kemudian duduk disebelahku. Aku benar-benar terkejut, tiba-tiba saja Sarah muncul lagi, setelah semalam kami berhubungan intim di pinggir kolam.
“Oh, hai!” jawabku singkat. Sarah tetap mengenakan blazer hitam, tetapi kali ini blouse nya berwarna putih, dipadu dengan rok mini putih. Hanya saja kali ini dia mengenakan ikat pinggang besar warna hitam.
Sarah kemudian mengeluarkan earphone nya dan mendengarkan musik, tanpa memperhatikanku. Sialan, pikirku, 45 menit kedepan kuhabiskan dengan melamun saja, tanpa ada yang bisa diajak bicara.
“Here we go, ladies and gentlemen, first of all, we’ll go to our R&D Design Center, then we’ll go to R&D Lab. Follow me please.” ucap Mr. Lu yang bergaya bak pemandu wisata.
R&D Design Center yang kami kunjungi sebenarnya tak ubahnya kantor seperti biasa, hanya saja layar komputernya jauh lebih besar, karena mereka menggunakan semacam aplikasi 3D untuk menggambar komponen-komponen yang aku tak begitu mengerti gunanya. Meja-meja diatur memanjang, dan tak dipisahkan oleh kubikel.
Kami diperkenalkan dengan Mr. Radu, R&D Leader, seorang laki-laki keturunan India. Orang ini berbicara bahasa Inggris dengan sangat cepat, sehingga aku sama sekali tak tahu artinya. Kami diperkenalkan dengan Mr. Radu supaya setiap ada permintaan perubahan desain dapat ditanggapi dengan cepat.
Setelah diperkenalkan dengan Mr. Radu, kami diajak untuk berjalan-jalan lagi menyusuri ruangan berikutnya, yaitu Ruangan Customer Quality Control, yang dipimpin oleh Mr. Wang. Aku benar-benar memanfaatkan kesempatan ini, karena memang pekerjaan ku sangat berkaitan dengan divisi ini. Setiap keluhan dari pelanggan disimpan di data center yang mereka miliki, kemudian dipelajari dan dijadikan learning point untuk manufaktur di setiap subsidiary.
“Oke guys, time to have lunch. Today we’ll have pizza for lunch” ucap Mr. Lu. Mendengar menu makan siang itu aku langsung tak berselera.
“Riki, come on” ucap Cik Annie tiba-tiba sambil menarik tanganku. Aku sedikit terhuyung, kemudian berjalan mengikuti Cik Annie yang menarik tanganku. Dia mengajakku ke lorong yang kemudian berujung di Telephone Room yang terdiri dari beberapa bilik. Kami masuk ke salah satu bilik itu. Rupanya ini adalah ruangan khusus untuk menelepon ke luar negeri, tampak dari poster di dinding bilik yang menunjukkan cara untuk menelepon ke luar negeri. Di dalam bilik itu ada satu kursi dan meja, serta satu pesawat telepon.
“Sebentar lagi Andrew akan mengadakan conference call, kamu ikut mendengarkan saja ya!” perintah Cik Annie. Aku diam saja, sementara Cik Annie menekan tombol di pesawat telepon sesuai petunjuk di poster. Cik Annie menekan tombol speaker, sehingga conference call dapat dilakukan tanpa perlu memegang gagang telepon, karena suaranya akan diperkeras lewat speaker. Sesaat kemudian terdengar nada panggil.
“Hi, It’s Andrew here. Who has joined us?” tiba-tiba dari pesawat telepon terdengar suara Mr. Andrew.
“It’s Annie speaking from Shanghai” jawab Cik Annie yang tiba-tiba membungkuk, kedua tangannya bersandar ke meja serta wajahnya didekatkan dengan pesawat telepon supaya suaranya terdengar jelas, sementara aku tetap berdiri di belakangnya. Posisi kami seperti membentuk posisi doggy style.
“Oh Annie, how’s Shanghai? Still fucking hot right there?” tanya Mr. Andrew.
“Well, I’m still hotter than the weather” jawab Cik Annie sekenanya. Sesaat kemudian beberapa orang terdengar bergabung di conference call siang itu. Cik Annie tak sadar bahwa tepat dibelakangnya aku sedang berdiri sambil memperhatikan pantatnya yang seksi dibalik balutan celana panjang berbahan kain itu.
“OK guys, Let’s get it started. I want the report from every division, like usual.” Ucap Mr. Andrew di telepon. Orang dari tim produksi memulai berbicara di telepon. Sedangkan aku sudah tak tahan lagi melihat pemandangan itu. Cik Annie membungkuk, pantatnya sedikit digoyangkan ke kanan dan ke kiri, sementara kedua tangannya bersandar di meja. Aku kemudian memberanikan diri menyentuh pantat itu. Kubelai lembut kedua pantat yang seksi itu, yang mulus tanpa garis celana dalam. Cik Annie sedikit menoleh kebelakang, kemudian kembali menoleh kedepan untuk berkonsentrasi di conference call yang sedang berlangsung.
Perlahan-lahan kini mulai kubelai pangkal pahanya. Masih terasa seperti pagi tadi, aku benar-benar menikmati belaian itu, sementara Cik Annie mulai melebarkan kedua kakinya.
“Annie, could you please help me? I need you to meet Radu, we’re gonna have a design change to fulfill our customer’s requirement.” Tiba-tiba Andrew berbicara dengan Cik Annie.
“Just provide me the detail, I’ll meet him this afternoon” jawab Cik Annie singkat. Aku semakin liar membelai-belai pangkal paha itu. Kemudian Cik Annie menekan tombol Mute di pesawat telepon, tetapi tetap berkonsentrasi tanpa menoleh kebelakang. Aku semakin memberanikan diri untuk membelai pangkal paha itu.
“Aaaaaahhh rikiii….. mmh… yes, right there riki….. “ Cik Annie mulai sedikit mengerang menikmati belaianku. Aku kemudian membuka ritsluiting celanaku, tanpa membuka ikat pinggang, sehingga batang penisku segera mencuat keluar. Aku masukkan batang penisku di pangkal paha Cik Annie yang masih terlindungi celana panjang itu. Cik Annie kemudian sedikit menutup kedua kakinya, sehingga batang penisku sedikit terjepit.
“Hahahaha… you naughty young boy…. Come on, shoot your load on me, naughty boy!” ucap Cik Annie mulai liar. Batang penisku bergesekan dengan celana kain Cik Annie yang terasa sangat lembut. Aku menggerakkan batang penisku maju mundur. Sensasinya bagaikan dibelai oleh kain sutra yang terlembut. Gerakanku semakin cepat.
“Aaaaahhh…. Hmm… hmm… that’s right riki…. Aaaahhh aaaah aaah aaah…..” racau Cik Annie. Aku terus menggerakkan pinggulku maju mundur, dan batang penisku bergesekan dengan kain yang lembut itu, tetapi sama sekali tak terasa sakit. Nafasku terengah-engah menahan nikmat.
“Belum sampai puncak kan ki?” ucapnya sambil tersenyum nakal.
“Belum cik” jawabku asal.
“Hahahaha, that’s my boy. Sekarang, lepas celanaku ya, lalu masukin dong penismu!” perintah Cik Annie. Aku kemudian membuka ritsluiting Cik Annie dan melepas kaitnya, lalu celana panjang itu otomatis terjatuh ke bawah. Terlihat liang kemaluan Cik Annie dari belakang, merah muda ditumbuhi rambut tipis-tipis.
“This time you can touch my boobs, honey.” Goda Cik Annie. Aku belum memasukkan batang penisku, karena benar-benar penasaran dengan payudara cik Annie yang kemarin tak bisa kusentuh sama sekali. Dari posisiku di belakang Cik Annie, tanganku kujulurkan ke depan, masuk ke blousenya dari bawah, lalu tersentuhlah payudara yang sangat lembut yang tidak dilindungi oleh bra. Rasanya sungguh luar biasa, menyentuh payudara tanpa pernah melihatnya sama sekali. Kedua tanganku memilin-milin putting Cik Annie.
“Aaahh… hmmm… yes, ki….. hmmmmhhh….” Racau Cik Annie saat kupermainkan puting payudaranya. Tangan kanannya kemudian ke belakang sambil meraih batang penisku, untuk dimasukkan ke liang kemaluannya.
“Go on riki… now pleaseeee…” pinta Cik Annie. Batang penisku yang sudah dibimbingnya kemudian kudorong, perlahan-lahan.
“Aaaaah…..aaah aaah aaah aaahhh….hmhhhhh….. yes, riki, right there pleaseee… aaaaaahhh…” Cik Annie mulai liar berbicara.
“Annie, please report. Any progress from Vietnam project?” dari conference call yang kami acuhkan dari tadi tiba-tiba terdengar Mr. Andrew berbicara memanggil Cik Annie. Cik Annie segera mematikan fitur Mute, lalu mendekatkan wajahnya ke pesawat telepon.
“Sorry ndrew, dua hari ini saya belum diskusi dengan tim Vietnam, I’ll get you updated soon” ucap Cik Annie singkat. Entah kenapa aku tiba-tiba ingin mendengar Cik Annie melenguh menahan nikmat dan terdengar di pesawat telepon. Kemudian kupercepat gerakan maju mundur batang penisku ke dalam liang kelamin Cik Annie.
“Aaaah.. Damn you Riki!” teriak Cik Annie, sambil menoleh ke belakang. Kemudian dia menutup mulutnya dengan tangan supaya lenguhannya tidak terdengar, sementara batang penisku tetap maju mundur dengan cepat.
“What’s up Annie? What did you say?” tanya Mr. Andrew yang saat itu sedang berbicara dengan divisi maintenance.
“Ahh.. no no.. nothing… I’m just reading a report and there’s something wrong with it. Sorry.” Balas Cik Annie cepat lalu menekan lagi tombol Mute supaya tak terdengar di conference call.
“Damn you Riki…. Can’t you aaaaaaaaahh… aaahhhh… ahhhh…” Cik Annie tak kuasa menahan nikmat karena ritme ku semakin cepat.
“OK Annie, now could you please tell me how is it going with your visitation?” ucap Mr. Andrew berbicara lagi ke Cik Annie, sementara tombol mute masih menyala.
“Aaahhh. Riki…. Ampuuunnn… aaahhh… aaahhh.. ahhh…. Please stop for a while, I need to report to Andrew…. Aaaaahhh aahhhhh…” entah kenapa aku merasa menjadi pihak yang berkuasa kali ini, dan Cik Annie memohon-mohon kepadaku untuk berhenti sebentar, akan tetapi aku merasa sangat senang.
“Annie, are you still with me?” teriak Mr. Andrew.
“Riki…. Pleeeeeaseeeee……. Just for a while pleaaseee… aaahhh aahhhhhhh…” pinta Cik Annie. Akhirnya kupelankan ritmeku tanpa menghentikan gerakan maju mundur. Cik Annie kemudian mematikan tombol Mute.
“OK Andrew…mmmhh.. hmm… the visitation is going well… Me and Riki are now in The R&D Office. We had a lot of information to be applied on our production system… aah.. hmm… One thing I notticed is… we could use china design for our product in Indonesia, even though we have different voltage rating.. hmmhh..” jawab Cik Annie sambil sedikit menahan nikmat, karena batang penisku tetap menghujamnya meskipun ritmenya pelan.
“OK Annie, you seem to be very exhausted. Get some rest, you still have 3 days left in Shanghai. Grab as much opportunities as you can, OK?” jawab Mr. Andrew.
“Well noted” jawab Cik Annie, yang kemudian segera menyalakan fitur Mute lagi. Aku segera menaikkan ritme gerakan batang penisku lagi.
“Aaaaaaaahhh… rikiii…. Aaah…. This time you’re the bosss…. Aaah aahhhh… fuck meee … fuck meee… aaahhhh…” racau Cik Annie dengan liar. Batang penisku semakin cepat menghujam liang kemaluan Cik Annie tanpa ampun, sementara orgasme keduaku semakin mengejar.
“Aaaaaaahhhh… riki….. I’m cumming riki…… fasterrrr pleaaseee… fuck meeee….. aaaahhhh… rikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii….” batang penisku menghujam semakin cepat, sementara orgasme telah mengejarku.
“Rikiiiiiiiiii……… fuuuckkkkkkkkkkkkmeeeeeeee aaahhhhhhhhh…” Cik Annie mencapai orgasme nya, cairan di liang kemaluannya membasahi batang penisku yang ikut memuncratkan sperma. Badan Cik Annie mengejang selama beberapa detik, kemudian bergetar seiring nafasnya yang memburu. Jari-jemarinya erat menggenggam sambil menahan nikmat. Beberapa saat kemudian nafas kami yang memburu berangsur-angsur normal.
“Riki. Thanks for the punishment.” ucap Cik Annie sambil tersenyum kepadaku.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar