Cerita Eksibisionis Naya : 8 Kejutan 2

original stories (by anonymous)

Suara ketukan pintu kala itu langsung membuat kami panik. Penisku yang saat itu sedang keras-kerasnya mau tidak mau aku masukkan lagi ke dalam celana. Tentu saja aku cukup tersiksa dengan celanaku yang cukup ketat. Sedangkan Naya segera meraih dasternya dan berlari menuju kamar. Setelah dirasa sudah cukup aman, aku pun membukakan pintu untuk tamu yang mengganggu kesenangan ini.

Ketika kubuka, di depan pintu berdiri seorang cewek cantik seumuran anak SMA. Wajahnya tidak kalah cantik dari Naya, hanya saja dia memiliki wajah yang lebih imut. Dia memakai jilbab warna hitam yang sepadan dengan warna rok panjangnya. Sedangkan untuk atasannya dia memakai kaos lengan panjang warna abu-abu misty. Bekas tetesan air hujan sangat terlihat sekali pada kaosnya yang terlihat dari warna kaosnya yang terlihat lebih gelap pada beberapa bagian.

Karena pada dasarnya otakku yang mesum, mataku selanjutnya menyusuri bagian dadanya. Sebuah garis berbentuk bra tercetak dengan jelas di kaosnya. Mungkin karena kaosnya basah sehingga bentuk tersebut sangat terlihat. Dari luar kaosnya, dadanya berukuran rata-rata untuk seumurannya, dan cenderung lebih kecil dari punya Naya. Meskipun kecil, namun tetap saja pemandangan tersebut membuat penisku hampir saja mengeluarkan isinya, karena penisku waktu itu masih benar-benar dalam keaadan yang sangat 'tanggung' untuk keluar.

"Maaf kak.... ini benar rumahnya kak chandra?" tanya cewek tersebut. Suaranya begitu lembut.

"Benar... aku chandra... Kamu siapa ya?" jawabku.

"Hmmm... kak Nayanya ada? aku adeknya..." katanya. Adek? Sejak kapan Naya punya adek cewek?

"Dinda?" tiba-tiba Naya mengejutkanku dari belakang. Dia sudah memakai kembali dasternya. Mereka lalu berpelukan layaknya sebuah keluarga yang lama tidak bertemu.

"Nay... ini adek kamu?" tanyaku menyela. Mereka pun melepaskan pelukan.

"Eh iya... kenalin nih.. ini adek sepupu aku, Dinda...." jawab Naya.

"Oh... sepupu..." aku pun menyodorkan tanganku untuk berkenalan dengannya.

"Chandra". "Dinda". Kami saling bertukar nama.

"Oh, ini kak chandra pacarnya kan Naya ya?" tanya Dinda yang pastinya mengejutkanku. Aku mencoba untuk merespon dengan mengklarifikasinya, namun Naya terlebih dulu menjawab pertanyaan itu.

"Iya... ayok masuk din..." jawab Naya sambil memberi isyarat kepadaku.

Apa maksud Naya menjawab 'iya'? Apakah selama ini Naya bercerita kepada Dinda jika aku ini pacarnya? Apakah Naya benar-benar menganggap aku ini pacarnya? Perasaanku sangat aneh kala itu. Di satu sisi, aku senang jika Naya menganggap aku sebagai pacarnya. Di sisi lain, aku heran, bingung, dan penasaran dengan apa yang dilakukan Naya. Jika tadinya dia mengaku sebagai sepupuku pada temanku, sekarang dia malah mengaku sebagi pacarku.

"Katanya kamu gak mau kesini din..." kata Naya sambil mengajak Dinda masuk rumahku.

"Iya kak... tadi aku dari rumah temenku... tapi gara-gara hujan, daripada aku pulang mending aku kesini kak... lagian lebih deketan kesini daripada ke rumah... apalagi jalannya gelap gara-gara mati lampu.." jawab Dinda.

"Tapi kamu udah ngomong ke om atau tante kan?"

"Udah kok kak... malahan kau ngomong kalo mau nginep sekalian..." kata Dinda.

"Eh tapi kamu gak ngomong kalo kita nginep di rumah cowok kan?" tanya Naya.

"Tenang kak.. papah taunya temen kakak itu cewek kok hehe..."

Begitulah percakapan yang kudengar dari mereka. Sebenarnya saat ini aku benar-benar sedang kesal. Bagaimana tidak, kehadiran Dinda membuat ejakulasiku tertunda. Sedangkan Naya membuatku kesal karena dia tidak pernah menceritakan tentang keberadaan sepupunya di ****. Kalau memang Naya punya kelaurga disini kenapa dari awal dia minta bantuanku? Kenapa kemarin-kemarin dia tidak menginap di tempat sepupunya tersebut? Naya benar-benar hutang penjelasan kepadaku.

"Eh, ganti baju gih... bajumu basah tuh... nanti masuk angin lho..." kata Naya pada Dinda.

"Yah.. aku gak bawa baju ganti kak... pinjem punya kakak ya..." jawab Dinda.

Mereka berdua pun masuk kedalam kamarku. Sedangkan aku hanya bisa meratapi nasib 'nanggung' yang kualami di ruang tengah dengan kondisi penisku yang perlahan mulai melemas kembali. Dengan penasaran, aku menunggu baju apa yang diberikan Naya kepada Dinda. Dengan kebiasaan Naya yang memakai baju 'seadanya', aku membayangkan jika Dinda berbaju serupa dengan apa yang dikenakan Naya.

Ketika mereka berdua keluar kamar, ternyata tidak sesuai ekspektasiku. Dinda memakai setelan baju piyama lengan panjang dan celana panjang juga, bahkan dia masih mengenakan jilbabnya. Sepertinya Dinda benar-benar menjaga auratnya terhadap lawan jenis sepertiku, berbeda dengan Naya yang tertutup di luar, tapi sering buka-bukan di depanku. Bahkan Naya seperti tidak malu dengan Dinda dengan kondisi bajunya sekarang ini.


Sisa malam itu kami habiskan dengan mengobrol. Tentu kesempatan ini kumanfaatkan untuk mengulik lebih jauh tentang Dinda.

Dinda pada dasarnya cewek pendiam. Dia hanya berbicara jika ditanya. Tetapi aku tidak dapat memastikannya, karena bisa saja dia hanya canggung untuk mengobrol dengan orang yang baru dikenalnya. Sekarang ini dia duduk di kelas XI di sekolah bonafid di kotaku. Rumahnya sebenarnya lumayan jauh dari rumah kontrakanku, bahkan jarak sekolah ke rumahnya masih lebih jauh jika dibandingkan jarak sekolah ke rumahku. Usianya baru 16 tahun, tapi badannya bongsor seperti cewek seusia Naya.

Tapi aku tidak dapat mengobrol lebih lama karena Naya mengajak Dinda untuk tidur. Sedangkan aku ditinggal sendirian di ruang tengah. Mereka tidur sekamar di kamarku. Entah bagaimana mereka tidur, karena bed yang ada di kamarku adalah ukuran single. Namun tetap muat untuk berdua jika mereka saling berpelukan. Ah sial, aku malah membayangkan Naya dan Dinda sebagai pasangan lesbi yang sedang bercinta. Membayangkan hal tersebut membuat penisku kembali berdiri. Segera kulanjutkan onaniku yang sempat tertunda oleh kedatangan Dinda.

Selesai onani, kuputuskan untuk tidur, karena aku bingung harus ngapain lagi dengan kondisi mati lampu seperti ini.

****

Aku tidur di kamar teman sekontrakanku. Di tengah tidurku, aku terbangun karena disilaukan oleh cahaya yang datang dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Cahaya tersebut langsung mengarah ku mukaku, sedangkan kamar dalam kondisi gelap gulita.

Sepertinya listrik telah kembali menyala. Namun yang aneh, sebelum tidur aku telah mematikan semua lampu di rumah ini, namun sekarang kudapati lampu yang sepertinya berasal dari arah dapur menyala.

Karena penasaran, segera kucek keadaan di luar. Dengan memanfaatkan celah pintu, aku mengintip untuk melihat siapa yang menyalakan lampu tersebut. Dan benar dugaanku, Naya sedang berada di dapur. Namun semuanya tidak seperti apa yang aku duga, karena kulihat Naya tidak memakai baju!

Tidak ada sehelai benang pun yang menempel di badan Naya. Dengan kondisi tersebut, dengan beraninya dia keluar kamar seakan-akan tidak ada orang lain di rumah ini. Naya memang pernah mengaku jika dia suka tidur bertelanjang. Namun masalahnya, kali ini dia tidak tidur sendirian, tapi tidur dengan Dinda. Apa benar Naya tidur bertelanjang dengan Dinda berada di sampingnya? Atau jangan-jangan Dinda juga ikut telanjang? Jangan-jangan apa yang aku bayangkan tadi adalah benar? Ah, imajinasiku sudah kemana-mana.

Sementara aku membayangkan hal tersebut, Naya dengan santainya berjalan menuju kulkas. Dengan posisi membelakangiku, dibukanya pintu kulkas tersebut. Dan saat-saat yang kutunggu akhirnya datang juga. Dia membukukan badan sehingga membuat posisi 'nungging'. Bongkahan pantatnya begitu indah tersorot oleh cahaya lampu dapur. Pantulan cahaya lampu kulkas membuat lubang kemaluannya menjadi lebih jelas dari arahku. Ah, andai saja aku bisa menyodokkan penisku ke lubang tersebut. Tanpa sadar, aku mulai mengocok penisku.

Setelah mengambil botol berisi air dingin dari dalam kulkas, kini dia berbalik ke arahku. Dituangkannya air tersebut ke sebuah gelas yang telah disiapkannya. Ketika dia mulai meminum air dari gelas tersebut, airnya meluber di mulutnya sehingga air tersebut jatuh mengalir di dagunya hingga menetes ke payudaranya. Sungguh momen yang membuat jantung berdegup kencang ketika melihat air tersebut mulai membasahi payudaranya. Namun tidak sampi disitu saja, karena apa yang dilakukannya berikutnya benar-benar diluar dugaanku. Bukannya menggunakan tangan untuk menyeka air di payudaranya, Naya malah menggunakan tangannya untuk memegang payudaranya agar terangkat mendekati mulutnya. Naya berusaha menjilat payudaranya sendiri!

Meski hanya ujung lidahnya saja yang dapat menyentuh kulit payudaranya. Namun adegan tersebut sungguh-sungguh memperlihatkan sisi binal dari Naya. Hampir saja aku ejakulasi setelah melihat adegan tersebut. Namun ejakulasiku dapat kutahan karena aku masih ingin menikmati apa yang akan dilakukan Naya berikutnya.

Naya menuju kamar mandi yang kebetulan pintunya menghadap ke arahku. Dan benar saja, Naya tidak menutup pintu kamar mandi karena agar mendapat cahaya dari dapur. Dan saat-saat yang ditunggu pun akhirnya terjadi juga.

Kamar mandi tersebut memiliki WC jongkok, sehingga membuat Naya mau tidak mau harus berjongkok sehingga membuat posisinya sedikit mengangkang. Posisi inilah yang akhirnya membuatku dapat melihat secara langsung daerah selangkangannya. Vaginanya terlihat begitu indah dengan rambut kemaluan yang menutupinya. Entah apakah faktor cahaya yang kurang menyorot daerah tersebut, tapi rambut kemaluan Naya terlihat lebat sekali. Berbeda dengan yang selama ini aku bayangkan. Lebatnya rambut tersebut sangat kontras sekali dengan kulitnya yang putih.

Dari sela-sela rambut kemaluannya, air kencing Naya mulai mengucur dengan derasnya. Derasnya semburan air kencing dari kemaluannya menimbulkan suara yang khas ketika air kencingnya bertemu dengan permukaan closet. Benar-benar pemandangan yang sangat indah. Tak butuh waktu lama, semburan kencang tersebut mulai berubah menjadi tetes-tetes terakhir yang keluar dari lubang kencingnya.

Naya bangkit, dan dengan sedikit mengangkangkan kakinya, dia mulai mengguyur daerah selangkangannya. Tak lupa tangan kirinya juga mulai mengusap-usap permukaan vaginanya tersebut. Setelah itu, dia mengambil handuk yang ada di kamar mandi yang notabene adalah handukku. Dia gunakan handukku tersebut untuk mengeringkan daerah selangkangannya. Yah, meskipun aku tidak pernah menyentuh kemaluannya tersebut, setidaknya handukku sudah pernah.

Naya mulai beranjak keluar dan terlihat berjalan ke arahku. Sial, apakah Naya mengetahui keberadaanku? Aku pun langsung bersembunyi di balik dinding kamar. Sepertinya Naya berjalan ke arahku karena letak saklar lampu dapur yang berada di depan kamar yang kugunakan ini.

Dengan cemas, aku menunggu Naya mematikan lampu dan beranjak ke kamarnya lagi. Sebenarnya bisa saja aku langsung melompat ke kasur dan berpura-pura tidur lagi, namun sepertinya sudah terlambat. Jika aku melakukan itu, pasti akan menimbulkan suara yang akan menarik perhatian Naya yang sekarang pasti sudah berada di depan kamar yang kugunakan.

Dari pantulan cahaya dari luar, sepertinya Naya tak kunjung mematikan lampu. Apakah Naya langsung menuju kamarnya dan tidak mematikan lampu dapur. Karena kurasa sudah terlalu lama, aku pun berniat untuk mengeceknya. Aku pun sedikit mengintip dari celah pintu.

"Aaaaaaawww!" teriak kami hampir berbarengan ketika tiba-tiba Naya muncul di depan pintu.

"Chan! Kamu ngagetin aku tau..." ketus Naya.

"Yang ngagetin itu kamu. Ngapain tiba-tiba nongol di depan pintu segala?" jawabku.

"Aku cuma mau matiin lampu. Aku gak tau kalo kamu ada di kamar ini... kirain kamu tidur di kamar sebelah..." kata Naya.

"Ya terserah aku dong mau tidur dimana... lagian kamu ngapain malam-malam gini?" tanyaku.

"Aku cuma pipis..." jawabnya.

"Terus kenapa kamu gak pake baju?" tanyaku.

Mendengar ucapanku tersebut, sontak Naya langsung mencoba menutupi ketelanjangannya. Sepertinya Naya tidak sadar jika dia sedang tidak memakai apa-apa. Meskipun dia tahu aku pernah melihat tubuh bugilnya, sepertinya reflek untuk menutupi ketelanjangannya masih ada. Tangan kanannya ia gunakan untuk menutupi kemaluannya, sedangkan tangan kirinya mencoba untuk menutpi dadanya meskipun payudaranya masih terekspos dengan jelas.

"Ee... anu... anu chan.... kamu tau kan kalo aku punya kebiasaan tidur gak pake baju....?" jawabnya.

"Ya kalo tidur sih boleh-boleh aja... tapi kalo keluar mbok ya pake baju dulu... kamu kan gak sendiri disini..." kataku mencoba menasehatinya.

"Eee.. iya chan.... tadi aku udah kebelet... makanya buru-buru... aku lupa kalo lagi gak pake baju..." jawabnya.

"Eh, kamu kan tidur bareng Dinda? kamu gak risih tidur bareng dia sambil bugil gitu?" tanyaku penasaran.

"Ee... anu chan... tadinya aku pake baju kok... cuma pas Dinda udah tidur, baru aku buka... soalnya gerah banget... abis ini aku pake lagi kok bajunya..." jawabnya. Entah jawaban yang jujur atau tidak.

"Oh... gitu... yaudah... maaf deh kalo aku sempat ngeliat 'itu'mu tadi..." kataku.

"Iya gapapa chan... akunya aja yang ceroboh... hmm... kamu mau ngapain malem-malem kebangun?" katanya.

"Eh.. aku mau minum..." jawabku spontan.

"Eh, kamu udah bangun dari tadi ya?" tanya Naya tiba-tiba.

"Ha? Gak kok nay... aku baru aja bangun.. baru mau keluar, eh ada kamu disini..." jawabku. Jika Naya tau aku telah terbangun dari tadi, dia pasti akan curiga jika dari tadi aku mengintipnya.

"Oh, yaudah... aku ke kamar ya...." kata Naya sambil beranjak menuju kamarnya. Dia memang masih mencoba menutupi ketelanjangan tubuhnya, tapi dia tidak menutupi pantatnya. Kunikmati dengan seksama momen ketika kedua bongkahan pantat tersebut bergoyang naik-turun ketika Naya berjalan membelakangiku.

Tiba-tiba Naya berbalik.

"Chan. Maaf ya buat yang tadi..." katanya tiba-tiba.

"Eh... maaf kenapa?" tanyaku.

"Kamu belum sempet nyelesaiin hadiah yang aku kasih, tapi keburu berhenti..." katanya.

"Oh... gakpapa nay... hadiah yang kamu kasih udah cukup kok... malah berlebihan menurutku..." kataku berusaha bijak.

"Tapi kan kamu belum selesai 'gituan'nya..." katanya.

"Gakpapa nay.... ngeliat kamu bugil barusan aja udah cukup kok... hehe" jawabku.

"Ih kamu.... aku kan gak sengaja.... hmmmm... apa mau dituntasin sekarang aja?" tawarnya.

"Ha? maksud kamu?"

"Lanjutin yang tadi...." katanya.

"Hmmm.. gausah gapapa deh nay..." jawabku. Padahal aku berharap bisa beronani di depannya lagi.

"Serius gak mau? Kesempatan gak datang dua kali lho chan..." katanya.

"Hmmm.. yaudah deh kalo kamu maksa..." jawabku.

"Hahaha... aku kan gak maksa... jujur aja kalo kamu sebenarnya pengen...." katanya.

"Mau dimana nay?"

"Disini aja chan..."

"Sekarang?" tanyaku.

"Ya terserah kamu chan..."

"Trus nanti kalo Dinda bangun gimana?" tantaku ragu.

"Udah, tenang aja... dia kalo udah tidur pasti susah dibangunin kok..." jawab Naya.

"Okelah kalo begitu" kataku.

Aku mulai menurunkan celanaku sehingga batang penis yang sudah tegang dari tadi mencuat keluar. Naya hanya tersenyun setelah melihat penisku sudah dalam posisi on-fire. Aku mengambil kursi yang ada di dapur dan mendudukinya. Sedangkan Naya berdiri mematung di depanku dengan jarak sekitar 2 meter. Kali ini kedua tangannya menutupi kemaluannya dan membiarkan payudaranya terlihat olehku.

Aku mula mengocok penisku di hadapannya sambil menikmati suguhan pemandangan tubuh telanjang Naya. Namun setelah beberapa saat, aku merasa mulai bosan karena Naya hanya berdiri mematung dan bahkan masih menutupi kemaluannya. Sambil tetap mengocok, aku pun mulai mengajak bicara Naya.

"Nay..."

"Iya chan....?"

"Tubuh kamu bagus banget...." kataku.

"Hihi, makasih...." jawabnya.

"Muter dong nay... aku pengen liat pantat kamu..." kataku.

Naya terlihat ragu merespon ucapanku tersebut. Namun akhirnya dia membalikkan tubuhnya untuk sekedar memperlihatkan pantanya padaku. Tak begitu lama, dia membalikkan tubuhnya kembali.

"Nay... kok yang di bawah ditutupin terus sih? Dibuka dong... aku pengen liat..." kataku sambil mengisyaratkan Naya untuk membuat kemaluannya yang ditutupi oleh tangan.

Naya hanya merespon dengan gelengan pelan.

"Kenapa? Buka aja dong... aku penasaran...." kataku memohon.

Naya masih tetap bersikokoh untuk tidak membukanya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Aku pun menyerah untuk tidak memaksanya lagi.

"Nay... coba kamu goyang-goyang... masa berdiri aja dari tadi..." kataku lagi.

Kali ini Naya tidak merespon apa-apa.

"Hmmm.... kalo gak lompat-lompat aja deh... aku suka kalo liat tetek kamu goyang-goyang..."

Naya masih tetap tidak merespon.

"Yaudah... dada kamu aja deh yang digoyang-goyangin..." kataku lagi.

Kali ini Naya merespon. Tapi bukan respon yang seperti aku harapkan. Bukannya menggoyang-goyangkan dada seperti pintaku, dia malah berjalan menuju ke arahku. Aku penasaran dengan apa yang akan dilakukannya dengan mendekatiku. Aku pun mulai menaikkan intensitas kocokanku seiring dengan makin dekatnya Naya dengan posisiku.

PLAKK!!

Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiriku. Aku terkejut setengah mati dengan apa yang kualami barusan. Tanpa diduga, Naya malah menamparku dengan keras.

"Chan, meski aku mau bugil di depan kamu, bukan berarti aku ini penari striptis. Tolong jangan perlakukan aku seolah-olah aku ini lontemu." kata Naya. Sebuah kalimat pedas yang bahkan lebih pedas dari tamparan yang kuterima barusan.

Dengan masih memegangi pipi kiriku, aku pun bingung harus bicara apa. Ketika kutatap wajahnya, terlihat raut muka kecewa dari Naya. Senyum yang tadi terpancar dari mukanya telah hilang.

"Masih mau dilanjutin atau nggak? Kalo nggak, aku mau tidur... aku udah ngantuk..." kata Naya.

Aku masih tetap harus menjawab apa. Aku terjebak dalam posisi yang serba salah.

"Nay... sorry..... maaafin aku..... aku udah kelewatan tadi....." kataku memohon kepadanya.

Bukannya merespon permintaan maafku, naya malah kembali mempertegas pertanyaannya kembali.

"Masih mau dilanjutin atau nggak?!" tanyanya yang kali ini dengan nada yang lebih tegas.

"Kayaknya udahan aja nay.... pliss... maafin aku....." jawabku.

"Yaudah, malam..." katanya sambil berlalu meninggalkanku menuju kamar.

"Nay.... pliss nay... aku tadi cuma kebawa suasana..." kataku sambil mengiringi kepergiannya.

Namun Naya tidak menjawab permintaan maafku. Dia hanya berlalu begitu saja. Sepertinya dia begitu marah kepadaku..

Aku benar-benar menyesal dengan apa yang kuucapkan tadi kepada Naya. Aku tak sadar jika ucapanku tadi ternyata menyakiti perasaan Naya. Sialnya lagi, lagi-lagi onaniku harus terhenti. Bahkan penisku sudah kembali melemas setalah Naya menamparku tadi.


****

Keesokan harinya...

Aku mencoba mencari kesempatan untuk berbicara kepada Naya soal semalam. Namun aku kesulitan untuk mendapatkan kesempatan tersebut karena Dinda selalu berada di dekatnya. Sedangkan aku tak mau Dinda tau tentang masalah ini.

Ketika kami bertiga mengobrol bersama ketika sarapan, Naya malah terkesan mengabaikanku. Dia seperti menganggap aku tidak ada. Dia hanya berucap jika pada hari itu dia mau ikut Dinda ke rumahnya. Sampai segitunya kah dia marah kepadaku? Sampai-sampai dia ingin pergi dari rumahku?

Tentu saja aku tidak dapat melarang Naya pergi. Bahkan aku mengisyaratkan jika aku juga ingin ikut ke rumah Dinda, namun Dinda menolak dengan alasan dia tidak ingin orang tuanya curiga. Aku menerima alasan tersebut. Sehingga mau tidak mau aku harus merelakan kepergian Naya. Namun sebelum mereka pergi, aku hanya ingin sebuah kesempatan untuk berbicara 4 mata pada Naya. Hingga akhirnya kesempatan itu datang...

Ketika mereka sudah bersiap berangkat, disaat itu lah kesempatan itu datang. Dinda sudah lebih dulu keluar rumah untuk menyiapkan motornya, sedangkan Naya menyusul di belakangnya. Namun sebelum Naya keluar dari rumah, segera kutarik tangannya untuk kembali masuk kedalam agar Dinda tidak mendengar apa yang kami bicarakan.

"Nay. Plis dengerin aku ngomong dulu.... yang semalem itu aku emang sudah kelewatan... aku minta maaf... tolong jangan marah sama aku..." kataku mencoba menjelaskan apa yang terjadi semalam. Namun perkataanku terpotong oleh sebuah....

Ciuman.

Naya tiba-tiba mengecup bibirku yang langsung meotong perkataanku. Aku sungguh kaget dengan apa yang dilakukan Naya. Kenapa dia menciumku? Aku pun meladeni ciuman Naya yang agak lama tersebut. Hingga setelah dia melepaskan kecupan bibirnya, sebuah kalimat keluar dari mulutnya.

"Chan... aku tidak marah... tapi aku kecewa..." kata Naya sambil langsung berlalu meninggalkanku yang sedang dilanda perasaan yang tercampur aduk. Semalam dia mengaku sebagai pacarku, dan sekarang dia tiba-tiba menciumku. Apa maksud semua ini?
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar