Cerita Eksibisionis Naya : 1 Teman Lama

original stories (by anonymous)

Namaku Chandra, seorang mahasiswa semester 3 di salah satu PTS terkenal di kotaku. Awalnya aku adalah seorang mahasiswa biasa-biasa saja, sampai kehadiran seorang cewek yang telah merubah hidupku. Dan ini adalah ceritaku.

Aku adalah seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja. Kenapa aku bilang biasa-biasa saja karena tidak ada yang spesial dengan diriku. Aku adalah seorang online-gamer yang sering menghabiskan waktu di depan komputer. Namun meski aku sorang maniak game, prestasi akademikku juga tidak terlalu mengecewakan.

Aku memiliki tampang dan postur yang sebenarnya cukup mudah untuk memikat cewek (menurutku sih). Aku pernah beberapa kali berpacaran. Namun semua berjalan biasa-biasa saja. Selama aku berpacaran, aku tak pernah menyentuh yang namanya seks. Semuanya merupakan hubungan cinta monyet yang biasa-biasa saja. Aku terlahir dari keluarga yang baik-baik, dan setiap kenakalan yang aku perbuat merupakan kenakalan remaja biasa. Aku tidak pernah berbuat hal bodoh, karena aku ingin masa depan yang cerah dan tidak mengecewakan orang tuaku. Aku menikmati keindahan wanita hanya sebatas pada imajinasi saja, tentu imajinasi tersebut aku tuangkan pada aktifitas seksual yang lazim dilakukan, onani. Namun pada saat ini, aku sedang menjomblo. Bukan karena aku tak laku, tapi karena ini adalah pilihan hidupku sebelum nantinya aku mencari yang lebih serius untuk masa depan anak-anakku.

Semua berawal pada saat libur semester. Aku beserta 3 temanku baru saja mengontrak rumah untuk kami jadikan sebagai tempat tinggal sementara di tanah perantauan ini. Namun saat itu aku sedang sendirian di kontrakan baru ini. 3 temanku berasal dari luar pulau, jelas waktu liburan yang panjang ini mereka gunakan untuk pulang ke kampung mereka masing-masing. Sedangkan aku bisa saja pulang kampung seminggu sekali, karena rumahku yang tak terlalu jauh. Namun liburan ini aku putuskan untuk tetap di kontrakan. Selain menjaga kontrakan agar tidak kosong, aku juga memanfaatkan koneksi internet kontrakan yang bisa aku pakai sendiri tanpa berbagi dengan temanku yang lain.

Pada saat aku sedang menikmati kesendirian sambil bermain game online kesukaanku, hapeku berbunyi. Namun tak kuhiraukan hapeku tersebut, karena aku sedang dalam permainan game online yang jelas tidak dapat di-pause. Sampai 3 jam kemudian, setelah aku lelah bermain, aku baru ingat kalau hapeku sempat berbunyi.

"Chandra ya?"

Isi SMS yang kuterima waktu. Nama pengirimnya sudah tidak asing lagi, tapi nama tersebut adalah nama kontak yang tak pernah kuduga menghubungiku. NAYA. Sudah pasti itu adalah Naya teman SMA ku dulu. Meskipun kita satu SMA, sebenarnya aku tidak benar-benar akrab dengannya. Aku tidak pernah satu kelas dengannya sehingga tidak ada alasan untuk kami saling berkomunikasi. Namun ada sebuah kejadian yang membuat aku dan dia akhirnya melakukan komunikasi. SMS dari Naya itu pun adalah satu hal yang tak terduga. Jika tiba-tiba dia menghubungiku, maka ada satu hal penting yang ingin dia sampaikan.

"iya ini chandra, ini siapa ya?" balasan SMS yag kukirim ke dia. Aku sengaja pura-pura tidak tahu siapa pengirim SMS itu. Hal tersebut agar tidak terlihat kalau aku masih menyimpan nomornya selama ini, padahal kita tidak pernah berkomunikasi dengannya via telepon. Nomornya pun aku dapat dari buku tahunan kelulusan SMA kami. Aku sengaja menyimpan setiap nomor teman sekolahku, karena aku berpikir mungkin saja akan menghubungi mereka kelak ketika aku membutuhkannya.

Waktu sudah beranjak malam. Naya tak kunjung membalas balik SMSku. Hingga akhirnya jam sudah menunjukkan pukul 01.00 aku sudah mulai hendak tidur, tiba-tiba handphoneku berdering. Kulihat layar handphoneku bertuliskan nama Naya, namun kali ini bukan SMS, dia telepon!


Kuangkat panggilan tersebut...

"Hallo? Chan?" suaranya lembut sekali.

"Hallo? Iya ini chandra, ini siapa ya?" jawabku.

"Ini Naya chan... masih inget kan?"

"Naya? Oiya iya aku inget..."

"Kamu udah tidur chan? Sorry ya kalau aku ganggu malem-malem..."

"Belum kok nay, aku belum tidur.... Ada apa nay?"

"Hmmm... Kata Tia kamu kuliah di **** ya?"

"Iya nay. Kenapa?"

"Jadi gini, minggu depan rencana aku mau daftar kuliah lagi di ****. Jadi aku mau minta tolong sama kamu..."

"Lho emang kenapa kok mau daftar kuliah lagi nay?" tanyaku.

"Aku ngerasa salah jurusan chan, hehe... Gak betah juga kuliah disini..."

"Oooh... Hmmmm... Jadi apa yang bisa aku bantu nay?"

"Minggu depan kan aku kesitu, trus rencana mau nginep. Boleh minta tolong cariin homestay atau penginapan yang deket situ gak? Yang murah aja tapi... hehe"

"Oh, bisa-bisa... Buat berapa orang nay?" tanyaku.

"Satu aja sih..." katanya singkat.

"Lho? Kamu sendirian?" tanyaku tidak percaya.

"Iya chan..." jawabnya.

"hmmm... tapi kalau kamu mau, kamu bisa kok tidur ditempatku... gratis... hehe"

"Gak enak lah chan... masa cewek nginep di kosan cowok..."

"Aku gak ngekos kok nay. Aku sama temen-temenku ngontrak rumah, tapi lagi pada mudik... jadi di rumah cuma ada aku..."

"Hmmmm.... " Naya terlihat mempertimbangkan sesuatu.

"Terserah kamu sih nay... Kalu masih mau nginep di penginapan ya ntar aku cariin..." Kataku menyela kebimbangannya.

"Okedeh aku nginep tempatmu aja... tapi nggak ngrepotin kan chan?"

"Gak kok nay..."

"Satu lagi chan... Minggu depan kamu mau jemput aku di stasiun gak? hehe..." pintanya.

"Gampanglah itu... ntar kabarin aja kalau mau kesini..."

"Oke chan... makasih banget ya... sekali lagi sorry ya kalau aku ganggu malem-malem... Yaudah... met malem chandra...."

"Gak papa kok nay.... malem juga...."

Begitulah percakapanku dengannya malam itu. Aku tidak dapat membayangkan jika akan ada cewek secantik Naya bakal menginap ditempatku.

Pada saat SMA Naya terkenal sebagai dirigen paduan suara setiap kali upacara bendera. Tak hanya cantik, dia juga terkenal cukup pintar dikelasnya. Setidaknya itu yang kudengar dari temanku, karena aku tidak pernah satu kelas dengannya. Setiap orang di sekolahku pasti mengenalnya, bahkan beberapa cowok mulai mengaguminya. Aku juga salah satu yang mengaguminya sejak pertama kali melihatnya di sekolah. Namun aku hanya bisa mengaguminya dari jauh, karena mungkin Naya tidak benar-benar mengenalku waktu itu. Dia baru mengenalku setelah sebuah kejadian yang tak terduga.

Suatu hari saat kami kelas XI, Naya pernah mengalami kecelakaan. Setiap hari dia memang berangkat-pulang selalu mengendarai motornya sendiri. Saat itu, motornya tersenggol sebuah mobil hingga dia terjatuh. Kebetulan pada saat itu aku mengendari motor bersama temanku, berjalan di belakangnya. Melihat dia terjatuh, langsung saja aku menolongnya. Naya terluka cukup parah, setidaknya darah terlihat membasahi lengan dan kakinya. Aku yang lebih dulu berinisiatif menolongnya, membopongnya hingga ke tepi jalan. Sedangkan Naya hanya menangis merintih kesakitan. Dengan dibantu warga, ada yang bersedia menyediakan mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Dan akhirnya aku pun menemani dia ke rumah sakit, menunggunya, hingga orang tuanya datang menjemputnya.

Dari kejadian tersebutlah Naya menjadi mengenalku. Meskipun setelah itu kami tetap jarang bermain bersama, setidaknya dia selalu menyapaku lebih dulu setiap kali kami berpapasan.

*****
Seminggu kemudian....

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sudah hampir sejam aku duduk gelisah di ruang tunggu stasiun. Nampaknya kereta yang Naya tumpangi mengalami keterlambatan. Setiap kereta yang berhenti, aku selalu berharap Naya merupakan salah satu dari penumpang yang turun dari kereta tersebut. Sampai akhirnya kereta keempat yang berhenti waktu itu, banyak sekali penumpang yang turun. Namun mataku langsung tertuju pada sesosok wanita muda diantara penumpang lainnya. Meskipun dari jauh, aku dapat memastikan jika itu adalah Naya. Segera kulambaikan tangan padanya, dan dia pun merespon dengan lambaian juga.

Aku menghampirinya, dia juga berjalan kearahku. Semakin dekat aku dengannya, semakin jelas kecantikan yang ada padanya. Aku sadar dia kini bukan Naya yang sama dengan masa SMA dulu, kini dia bisa berdandan dan tahu bagaimana cara memikat hati lelaki. Namun poin penting yang membuatnya lebih cantik adalah karena dia kini mengenakan hijab. Dia terlihat begitu anggun sekali dengan hijab tersebut. Meski berhijab, dandanannya tetaplah modis. Dengan baju lengan panjang yang warnanya sepadan dengan hijabnya, serta celana jeans yang cukup ketat memperlihatkan bentuk kaki jenjang miliknya. Semakin aku mendekat padanya, semakin jelas pula kecantikan wajahnya. Terdapat raut muka kelelahan di wajahnya, namun tetap tidak dapat menyembunyikan kecantikan alami yang ada padanya, bahkan tanpa makeup sekalipun.

"Hai chan.." sapanya dengan senyumnya yang sangat manis.

"Hai nay..." balasku sambil menyodorkan tangan untuk berjabat tangan.

Namun tak kusangka, dia tidak hanya menjabat tanganku. Dia menyodorkan pipinya untuk melakukan cipika-cipiki. Aku agak kaget karena tidak menyangka dia akan melakukan hal tersebut. Saat melakukan cipika-cipiki, aku dapat merasakan halusnya kulit pipinya tersebut serta dapat mencium aroma wangi dari tubuhnya.

Cipika-cipiki tersebut membuat aku gugup dan sampai-sampai aku bingung mau ngomong apa ke dia. Aku hanya menatap matanya sampai Naya melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku, menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, sini tasnya aku bawain" kataku yang gugup setelah terbangun dari lamunan.

"Gausah chan, ini gak berat kok" katanya.

"Tapi kan kamu pasti capek..."

Naya hanya tersenyum dan memberikan tas ranselnya padaku, sedangkan dia masih menenteng plastik.

"Yuk ah, keburu kemaleman.. ntar kena begal lho... hehe" ajakku.

"Kan ada kamu... ngapain takut begal.. hehe" jawabnya.

"Hahahaha..." kita pun tertawa bersama. Ternyata Naya orangnya mudah untuk berkomunikasi. Baru sebentar ketemu, kami sudah akrab satu sama lain.

"Sorry ya nay, jemputannya cuma roda dua..."

"Gapapa lah chan... yang penting ada rodanya.... haha" jawabnya.

Singkat cerita, kami sudah sampai di kontrakanku. Segera aku menunjukkan isi rumah tersebut.

"Ini kamarku... nanti kamu tidur disini aja..." kataku sambil membuka pintu kamarku.

"Trus kamu? Tidur disini juga?" tanyanya.

"Ya nggak lah... kan masih ada 3 kamar kosong... ntar aku tidur di kamar temenku aja..." jawabku.

Naya pun segera masuk dan melihat-lihat kamarku.

"Yaudah ya nay.... monggo kalau mau istirahat dulu...." aku segera meninggalkannya.

"Makasih ya chan...."

Aku meninggalkan kamarku yang ditutupnya. Lantas aku menunggu di ruang tengah sambil menyalakan TV setelah sebelumnya aku sempatkan membuatkan teh hangat untuknya.

Setengah jam kemudian, Naya keluar dari kamarku. Namun penampilannya sungguh mengejutkanku. Naya tampak berbeda dengan Naya yang dulu ku kenal, bahkan berbeda dengan dengan Naya yang kujemput di stasiun beberapa saat lalu. Aku yang waktu itu hendak menyeruput tehku, sampai-sampai diam tak bergerak dan tatapanku terfokus menatap tubuhnya.

"Chan?" tegur Naya yang menaydarkanku dari lamunan. Aku langsung tersadar dan menyadari Naya sudah duduk di sofa yang sama denganku, hanya saja dia menjaga jarak.

"Kamu kenapa? Kok ngeliatnya sampe kayak gitu? Ada yang salah ya?" tanya Naya heran.

"Hmmmm... ga..gaaapapa kok nay. Aku kaget aja, kok ada yang beda... hehe" jawabku.

"Beda? Apanya yang beda chan?"

"Itumu nay. Tadi ketutup rapat, kok sekarang kebuka-buka gitu... hehe" kataku sambil menunjuk pakaian yang dia kenakan.

Perlu diketahui, Naya waktu itu hanya memakai tanktop dan hotpant. Bahkan tanktopnya memiliki belahan dada yang cukup rendah, sehingga aku dapat melihat sedikit dua buah gundukan yang menonjol di belahan tanktop tersebut. Sedangkan hotpantnya kelewat mini, malah lebih mirip sebuah celana dalam karena saking kecilnya ukuran celana tersebut. Melihat penampilan Naya tersebut, otomatis 'adek kecilku' ikut bereaksi.

"Oh.... kirain apa.... aku emang gini kalo dirumah chan... Emang kamu ga pernah liat cewek pake kayak gini ya?"

"Aku ga pernah serumah sama cewek sih, jadi ga pernah liat cewek pake pakaian rumahan... hehe" candaku.

"Masa sih kamu ga pernah liat cewek pake kayak gini?" tanyanya.

"Pernah sih... tapi tetep gak nyangka aja kamu yang pake..."

Selama aku mengobrol dengannya, keperhatikan tubuhnya. Mataku mengidentifikasi hanya ada 2 buah tali kecil dari tanktopnya yang melingkar di bahunya. Sedangkan aku tidak melihat adanya tali bra di bahunya tersebut. Apakah dia tidak memakai bra?

"Emang kenapa kalo aku yang make?" tanya Naya.

"Gapapa sih... gak pernah kebayang aja...  biasanya aku liat kamu pake baju yang sopan... hehe"

"Daripada gak pake apa-apa chan..." jawabnya sambil tertawa.

"Maksudnya?" tanyaku yang cukup terkejut dengan jawabannya.

Namun Naya tidak sempat menjawab pertanyaanku, karena handphone yang sedari tadi ada di genggamannya tiba-tiba berbunyi. Dia lantas menjawab panggilan tersebut. Dari percakapan Naya, sepertinya itu merupakan telepon dari orang tuanya yang mungkin menanyakan apakah dia sudah sampai atau belum.

Pada saat dia mengangkat handphone dan mendekatkannya ke telinga, aku yang duduk di sebelah kanannya dapat melihat ketiaknya yang juga putih mulus tanpa bulu. Dari celah tersebut aku juga dapat melihat sedikit kulit bukit kembarnya dari samping. Melihat pemandangan tersebut, aku langsung membayangkan jika aku dapat memeluknya dari belakang dan kedua tanganku menyusup masuk ke dalam tanktopnya melalui celah dibawah ketiaknya tersebut untuk meremas payudaranya. Sekali lagi, membayangkan hal tersebut membuat adek kecilku menjadi tegang maksimal.

Tatapanku juga menyusuri bagian depan bukit kembarnya tersebut. Yang kucari adalah sebuah tonjolan kecil di tanktopnya, apalagi kalau bukan puting Naya. Karena jika memang dia tidak memakai bra, maka seharusnya aku dapat melihat tonjolan kecil itu tercetak di tanktopnya. Namun mungkin karena tanktop yag dipakai Naya sedikit longgar, ada tidak dapat menemukan tonjolan tersebut.

Naya yang dari tadi kutatap tubuhnya sepertinya tersadar akan tatapan nafsu mataku. Sambil berbicara di handphonenya, dia sempat melirik ke arahku. Namun dia tetap melanjutkan percakapan di teleponnya tersebut, bahkan dia sambil mengangkat kaki kanannya ke sofa sehingga pahanya kini benar-benar terlihat. Tentu saja hal tersebut tak luput dari radar tatapanku. Mataku tertuju pada celana mungil di pangkal pahanya tersebut. Aku menerka-nerka apakah Naya memakai celana dalam atau tidak.

"Mamah nitip salam buat kamu chan.." katanya yang sekali lagi mengejutkanku dari tatapan nafsuku.

"Eh iya.. waalaikumsalam.."

Aku pun menawarkannya teh hangat yang tadi aku buat. Sambil mengobrol tentang diri kita masing-masing.

"Kamar mandinya dimana ya chan?" tanyanya di ujung obrolan kami.

"Di belakang situ nay, samping dapur.."

Naya beranjak dari duduknya. Pada saat dia berdiri, dia sedikit membetulkan ujung celananya yang semakin ketarik ke atas. Pada saat Naya membetulkan celananya tersebut, aku tidak melihat adanya garis celana dalam dibalik celana mungilnya tersebut. Dari sini dapat kuasumsikan kalau dia tidak memakai celana dalam atau tetap memakainya hanya saja celana dalam tersebut bermodel g-string.

Naya segera pergi menuju kamar mandi. Kesempatan ini kugunakan untuk membetulkan posisi adek kecilku yang dari tadi tegang sempurna agar tidak tersiksa di dalam celanaku.

"Chan... kamar mandinya gak ada lampunya ya?" tanyanya.

"Ada kok nay, cuma bohlamnya lagi mati... belum sempet kuganti..."

"Yah... gelap dong..." sungutnya.

"Kalo mau terang ya gausah ditutup pintu kamar mandinya.. biar dapet cahaya dari dapur..."

"Hmmmm.... yaudah deh chan.. kamu jangan ke dapur dulu ya... gak kututup pintunya.."

"Oke..." jawabku.

Otomatis imajinasiku langsung bekerja. Aku langsung membayangkan apa yang dilakukan Naya didalam kamar mandi. Apa lagi setelah kudengar suara kucuran air kencingnya yang terdengar deras sekali saat menghujam kloset jongkok yang ada di kamar mandiku. Aku membayangkan bagaimana bentuk vagina Naya yang sedang mengeluarkan air kencing tersebut. Sambil membayangkannya, sempat kukeluarkan penisku untuk sekedar memberi elusan kecil. Namun langsung kumasukkan lagi penisku setelah mendengar suara guyuran air dari kamar mandi pertanda aktifitas kencingnya sudah selesai.

Aku langsung bersikap biasa saja saat dia kembali ke ruang tengah dan kembali duduk disampingku.

"Jam berapa sih sekarang chan?" tanyanya.

"Setengah sebelas lewat" jawabku setelah melihat jam dinding yang berada di depanku, mungkin saja dia tidak menyadari keberadaan jam tersebut.

"Kamu belum ngantuk chan?"

"Belum sih... Kamu kalo mau istirahat, tidur aja.." jawabku.

"Iya nih.. capek... eh besok kalo aku kesiangan tolong dibangunin ya... soalnya jadwal tesnya jam 8..."

"Oke... ntar aku bangunin kok..."

"Yaudah ya... aku bobo' dulu.... makasih tehnya..." Naya bangkit dan masuk ke kamarku.

Setelah Naya masuk ke kamarku, aku masih saja terbayang oleh keindahan tubuh Naya. Bahkan dari tadi penisku masih saja dalam kondisi tegak sempurna. Setelah menunggu beberapa saat, dan memastikan kalau Naya sudah tidur, aku kembali mengeluarkan penisku. Langsung kukocok kebanggaanku tersebut yang dari tersiksa didalam celana. Tak butuh waktu lama untuk menyudahi aktifitas tersebut. Segera kukeluarkan cairan putih kental milikku dan kutampung di gelas teh bekas Naya.

Ternyata setelah setahun tidak melihatnya, Naya sudah banyak berubah. Kini dia tampil lebih cantik, dan entah kenapa membuat darahku berdesir setiap menatap bentuk tubuhnya. Melihatnya berpakaian lengkap saja membuat imajinasiku kemana-mana, apalagi ditambah sekarang dia berani berpakaian yang mengumbar auratnya. Sejak awal bertemu saja sudah membuat aku jatuh cinta, dan sekarang dia menginap di rumah kontrakanku beberapa hari kedepan, tentunya ada banyak kesempatan untuk menggali banyak hal tentang dirinya.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar