Cerita Eksibisionis Jeanny : 1 MRT

"Damn!" umpatku dalam hati ketika baru saja melangkahkan kakiku memasuki gerbong MRT. Sepasang paha langsat mulus terhidang di depanku. Pemiliknya, Singaporean etnis chinese duduk tenang, matanya terpejam memamerkan bulu matanya yang sedikit lentik dengan kuping disumpal earphone 'walkman'. Ia sama sekali tak peduli ketika banyak pasang mata menikmati kemulusan pahanya. Tak hanya paha sebenarnya. Kalau kita lebih "teliti" dan sedikit nakal dengan berdiri di samping wanita itu, kita akan disuguhi "belahan" yang menjanjikan di dadanya. Banyak pasang mata? Kukira tidak juga. Umumnya orang memang terperangkap oleh pemandangan indah ini beberapa saat, tapi kemudian asyik dengan aktivitasnya sendiri. Membaca, menyumpal earphone, terkantuk-kantuk, atau hanya diam bengong. Pasangan muda tampak berbisik-bisik dekat diselingi kecupan romatis, atau si cowok memeluk cewe-nya dari belakang. Kelihatannya hanya Aku saja yang berlama-lama mengamati paha dan belahan indah ini.

Begitulah pemandangan sehari-hari yang kujumpai di gerbong MRT (Mass Rapid Transport) di Singapore, "angkot" massal yang murah, cepat, tapi nyaman (ber-AC) dan bersih. Sebenarnya, soal paha mulus sudah menjadi pemandangan yang umum dan biasa di sini. Para wanita Singapore, terutama wanita kantoran, memang gemar rok pendek. Dan umumnya memang memiliki kaki yang mulus. Tapi wanita yang satu ini memang beda. Kakinya panjang, atau rok mininya terlalu pendek (atau dua-duanya), dan tak berusaha menarik roknya agar sedikit "sopan", seperti yang biasa dilakukan pemakai rok mini lainnya. Blouse di balik blazernya, model V atau U selalu rendah, membiarkan mata siapapun menikmatinya. Dan setiap hari kujumpai. Dia selalu ada di gerbong paling belakang.

***

Kenapa aku harus mengumpat, harap pembaca maklum. Sudah tiga bulan Aku berjuang sendirian di negeri jiran ini, telah lama tak bertemu isteri. Keinginan menyalurkan "kebutuhan dasar" ini terus tertahan. Nah, suguhan setiap pagi ini makin membuat aktif syaraf-syaraf di otak dan seputaran bawah perutku, yang akhirnya cuma menambah kegelisahanku saja. Kegelisahan tanpa penyaluran yang tepat.

Penyaluran memang tersedia sih, kalau mau. Di "LP" building lantai 5 di kawasan Orchard Road menyediakan pelayanan pijat dan juga pelayanan seks. Tapi, sialan, Singaporean memang efisien dengan waktu, termasuk taxi-girl-nya. Apa nikmatnya bersetubuh 'single shot' dan diburu-buru? Mahal lagi. Kalau dirupiahkan dan di Jakarta, kita bisa dapat 'artis figuran' semalam suntuk. Istilahku 'artis figuran' adalah untuk high class call-girl Jakarta yang pernah muncul di majalah atau "numpang lewat" di sinetron atau film. Cara penyaluran lain apabila rangsanganku sudah tak tertahankan lagi, apa boleh buat, metode "tradisional", masturbasi. Cara yang murah, "sehat" dan "bebas". Sehat dalam arti bebas dari penyakit dan bebas mengkhayalkan bersetubuh dengan siapapun serta dengan kualitas "vagina" macam apapun. Mau longgar, sempit, basah, kering, atau bahkan "legit". Tapi, tentu saja, tetap tidak membuatku puas, dibanding hubungan seks yang sesungguhnya.

Aku benar-benar membutuhkan seorang wanita yang bersedia menampung hasratku kapan saja di negeri asing ini!
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar