Credit to bramloser
Aku sedang enak-enaknya tidur, namun tiba-tiba ada yang menyentil
keningku. Akupun langsung terbangun sambil mengaduh kesakitan. Ya… siapa
lagi pelakunya kalau bukan kak Risa.
“Hahaha, bangun juga kamu”
“Kak… gak ada cara bangunin yah lebih enak apa?” ucapku kesal sambil
mengusap keningku. Bangunin pake ciuman di bibir kek gitu biar romantis
dikit. Huh!
“Hahaha, sorry deh… Habisnya buru-buru, udah subuh nih, cepetan balik ke
kamarmu gih!” suruhnya kemudian. Tentunya aku keberatan, aku masih
ingin berlama-lama bersamanya. Apalagi melihat dirinya yang masih hanya
mengenakan kaos saja di tubuhnya itu, sungguh menggemaskan.
Subuh-subuh bangun, dengan kakak cantik di atas ranjang, yang pakaiannya
sembrono begitu, adek mana sih yang gak bakal ngaceng?? Hehehe.
“Nanti deh kak, bentar lagi…” ujarku sambil berusaha memeluknya, tapi kak Risa menahan tubuhku.
“Adeeek udah! Bentar lagi papa mama bangun tuh… Emang kamu mau kita
ketahuan? Kan kamu udah janji bakal balik ke kamarmu sebelum subuh!”
Hmm… Benar sih yang diucapkannya. Aku tidak mau juga perbuatan kami yang
tidak pantas dilakukan adik kakak ini ketahuan oleh Papa Mama. Tapi
setidaknya aku harus mendapatkan sesuatu dulu sebelum balik ke kamarku.
“Yaaaah… kakaaaak…”
“Kalau gak ada papa mama kakak mau deh nemenin kamu,” ujarnya dengan senyum manis.
“Iya nih, Papa Mama gangguin aja” balasku. Kak Risa tertawa mendengarnya, sebelum akhirnya dia menyuruhku lagi untuk keluar.
“Kasih ciuman dulu dong kak…”
“Aduh kamu ini… ya udah”
“Aku di bawah, kakak cium aku dari atas” pintaku sambil kembali merebahkan badanku.
“Dasar ih”
Dia akhirnya mau-mau juga untuk memberi waktu sedikit untukku. Tentunya
aku gunakan waktu ini sebaik dan secabul mungkin. Sambil berciuman
dengannya aku juga meraba-raba tubuhnya, terutama pantat bulatnya yang
tak tertutup itu. Perut, punggung, pinggul, hingga paha mulusnya juga
tak luput dari gerepe-gerepean nakal tanganku.
Kak Risa tidak memprotes. Justru sepertinya membuat dirinya makin horni
karena ulahku, nafasnya semakin berat. Ciuman kami bahkan sudah berubah
menjadi saling berbagi liur. Lama-kelamaan malah hanya kak Risa yang
asik menumpahkan liurnya ke dalam mulutku. Tentunya aku terima dengan
senang hati. Tak cuma itu, penisku dan vaginanya juga bergesekan sambil
dia terus menyuapi aku dengan ludahnya yang membuat aku semakin
kesenangan. Kalau dipikir-pikir kelakuan kami semakin gila saja, tapi
aku menyukainya.
Entah sudah berapa kali dia meludah ke mulutku, tapi aku masih saja tidak pernah puas. Ingin lagi dan lagi.
“Hihihi… Kok jadi kakak nyuapin kamu gini sih? Enak? Udah kenyang belom
dek?” tanyanya menjawil hidungku sambil bangkit dan duduk di atas
pinggangku, tepat menghimpit penisku yang tegang.
“Belum kak…”
“Kok masih belum sih? Mulut kakak udah pegel tau ngumpulin ludah buat kamu… Hmm.. ya sudah… satu menit lagi aja yah…”
“Hehehe… oke deh kak…” yes!
“Dasar!”
Kak Risapun lanjut meludah-ludah lagi ke dalam mulutku. Meskipun dia
bilang satu menit, tapi intensitas meludahnya malah semakin cepat. Aku
yang jadi kewalahan menerima ludahnya yang bertubi-tubi masuk ke
mulutku. Kak Risa malah tertawa-tawa melihat aku yang kelagapan.
“Hihihi… rasain kamu dek… mesum sih… hihihi” Ugh… kak Risa. Aku rasa aku
tidak perlu serapan lagi nanti, air ludah kak Risa ini saja rasanya
sudah cukup. Tidak ada yang lebih nikmat dari cairan tubuh kakakku ini.
Aku benar-benar tergila-gila padanya.
“Udah sana keluar!”
“Iya iya…”
“Eh, ingat dek, kalau di depan papa mama jangan aneh-aneh kamunya”
serunya mengingatkanku. Aku hanya membalas membentuk tanda ‘ok’ dengan
tangan.
Aku lalu ke kamarku setelah itu. Bersiap menghabiskan hari ini seperti
kemarin. Yang mana kami berperilaku sebagai kakak adek yang normal di
hadapan orangtua kami. Kak Risa juga kembali berpakaian sopan dan
tertutup.
Setelah kami pulang sekolah. Aku ingin bermesraan lagi dengannya.
Anehnya justru karena kehadiran orangtua kami di rumah aku malah ingin
merasakan sesuatu yang lebih. Aku ingin melakukan hal yang lebih gila
lagi bersama kak Risa.
Ketika kami baru masuk rumah, aku langsung memberi kode pada kakakku
untuk mencuri-curi kesempatan untuk melakukan hal mesum lagi, tapi dia
belagak bego dan tidak mempedulikanku. Malah justru mengerjaiku.
“Ma… Pa.. tadi adek ngebut bawa motornya” teriaknya seenaknya ngomong.
“Gak Ma, kakak bohong tuh…” balasku membela diri.
“Ngebut gitu, hampir nabrak anak kucing” balasnya lagi.
“Mana ada!”
“Sudah sudah… kalian ini memang ribut terus kerjaannya. Kamu Andre,
jangan ngebut-ngebut bawa motor. Kan sudah berkali-kali papa bilang…”
“Tapi kan aku gak ngebut Pa… Ma…” Hiks… Sialan kak Risa. Dia asik
menahan tawa sambil menuju dapur. Aku telanjangi baru tahu rasa nanti!
“Masak apa Ma?” tanya kak Risa sambil membuka tudung saji. “Wah, rendaaaaaang” teriaknya girang lalu mencolek bumbunya.
“Risa! Kamu ini main colek aja, ganti dulu bajumu sana!” suruh mama pada
kak Risa. Hahaha, rasain tuh. Lagian kakakku ini gak pandai masak sih,
beruntung mama tiap pulang ke rumah selalu masak masakan yang enak.
“Habisnya kelihatan enak sih…” ujarnya memeletkan lidah bergaya imut.
Kak Risa lalu menuju ke kamarnya. Akupun kemudian juga menyusul kak
Risa, papa mama melihat aku masuk ke sana. Aku dari dulu memang sering
main ke dalam kamar kak Risa, jadi hal itu biasa saja bagi Papa Mama.
Tapi tentunya yang ingin aku lakukan adalah sesuatu yang tidak pernah
orangtua kami bayangkan. Bukan sesuatu yang biasa dilakukan kakak adik
sekandung.
“Adeeeek… ngapain kamu ikut ke kamar kakak? Ada papa mama lho di luar” bisiknya keras.
“Biarin aja kak.. Pengen nih…” jawabku. Aku sadar ini sangat beresiko
kalau aku melakukannya siang bolong begini saat Papa Mama ada di ruang
tengah. Tapi aku tak tahaaan.
“Kenapa dek? Gak tahan yah?”
“Iya kak… pengen itu..”
“Pengen apa?” tanyanya senyum-senyum manis.
“Pengen ngentotin mulut kakak lagi… boleh nggak kak? hehe” ujarku berani
berkata lancang. Sebuah permintaan yang sangat tidak pantas dipinta
oleh seorang adek laki-laki kepada kakak perempuannya.
“Yang keras dong ngomongnya… gak kedengaran nih…” Duh, kak Risa
mempermainkanku. Apa dia sengaja biar kedengaran Papa Mama? Nakal banget
sih kak Risa!?
Tapi akupun benar-benar mengulangi ucapanku.
“Pengen entotin mulut kakak!” kataku lagi sedikit lebih keras.
“OH… PENGEN ENTOTIN MULUT KAKAK??” Ya ampun kak Risa! Dia berkata begitu
dengan suara yang lantang dan lebih keras dari yang aku ucapkan tadi!
Dia ternyata benar-benar cari penyakit dengan berkata seperti itu
keras-keras! Kalau kedengaran Papa Mama gimana coba!? Jantungku serasa
mau copot, tapi sepertinya orangtua kami tidak mendengar. Mungkin karena
suara tv yang lumayan keras.
“Kak… apa-apaan sih? Jangan keras-keras dong suaranya…”
“Hihihi… biarin” jawabnya pura-pura santai, meskipun aku tahu kalau dia
juga beneran takut ketahuan. Aku yakin dia juga dag-dig-dug karena
ulahnya sendiri itu.
“Terus, jadi gak nih kamunya genjotin mulut kakak?” tanyanya lagi masih dengan suara keras.
“Duh… Kak… pelanin dong suaranya”
Ya ampuuuun. Dia sepertinya senang betul melihat aku panik begini, sampai tertawa cekikikan segala.
“Kalau berisik nanti mulutnya aku sumbat nih” lanjutku lagi.
“Hahaha, sumbat pake apa emangnya? Pake burungmu? Nih, coba aja kalau
berani…” godanya dengan nada bicara nakal lalu bersimpuh di lantai
kamar. Dia menantangku!
Aku langsung membuka celanaku dan menuju ke arah kakakku itu. Tanpa
menunggu lagi segera ku masukkan penisku ke dalam mulutnya. Dia seperti
berteriak kecil saat mulutnya tersumpal. Justru bikin aku tambah gemas
saja. Akupun menggenjotnya sambil kakakku ini masih berpakaian seragam
sekolahnya, bahkan dengan jilbab masih menempel di kepalanya.
Kamipun mengulangi perbuatan kami tadi malam, dan lagi-lagi hanya
selembar pintu yang membatasi kami dengan orangtua kami. Bedanya kali
ini aku dan kak Risalah yang ada di dalam kamar. Di dalam kamar yang
tidak terkunci yang bisa dimasuki kapanpun oleh Papa Mama. Memikirkan
hal itu lagi-lagi membuat aku semakin horni. Rasanya aku beneran pengen
lanjut menelanjanginya saat ini juga, tapi…
“Kaaaak… Adeeeek…. gak makan dulu?” teriak Mama tiba-tiba dari ruang
tengah. Aku dan kak Risa saling pandang karena kaget. Kak Risa malah
memandangku dengan penisku masih tersumpal di mulutnya. Tapi anehnya
rasa takut ketahuan ini makin membuat perasaanku gak karuan. Kak Risa
sepertinya juga merasakan demikian karena ternyata dia malah terus
mengulum dan mengocok pelan penisku dengan mulutnya, tidak menjawab
panggilan Mama.
“Kak.. mama tuh…” ujarku mulai panik karena kak Risa tidak menjawab.
Kalau Mama menyusul ke kamar gimana coba. Tapi dianya malah
menggelengkan kepala seakan berkata tidak akan melepaskan penisku.
“Kak… Adeeekkk.. Kalian lagi ngapain sih di dalam?” teriak mamaku lagi.
Duh! Aku betul-betul dibikin jantungan. Aku dapat merasakan nafas
kakakku yang terasa semakin berat pada penisku yang masih di dalam
mulutnya. Jelas kalau dia juga merasa deg-degkan karena situasi ini,
namun dia masih saja belum melepaskan penisku. Tapi… kalau terus nekat
kami beneran akan ketahuan!
“Kak!” seruku lagi. Barulah kak Risa mau melepaskan kulumannya.
“Iya Ma… bentar… adek nih gangguin aja” teriak kak Risa akhirnya menyahut mama.
“Andre, masak baru pulang kamu langsung gangguin kakakmu! Ayo makan
dulu” teriak mama memarahiku. Tentu saja mama tidak tahu apa yang
sebenarnya aku lakukan pada kakakku di dalam sini.
Aku tentunya tidak menginginkan aksi kami ini ketahuan. Apalagi oleh
orangtua kami sendiri. Sepertinya terpaksa perbuatan ini harus segera
kami sudahi. Ku pandangi wajah kak Risa di bawah. Aku dapat melihat dari
matanya kalau dia juga tidak ingin ini cepat berakhir. Seakan tidak
rela kalau aku tidak mendapatkan kepuasan.
“Dek…”
“Ya kak…”
“Kamu genjotin mulut kakak gih… Kamu genjotin sekuat dan secepat
mungkin” ucapnya yang membuatku terkejut tapi juga senang bukan main.
“Hah? Boleh kak? Gak apa?”
“Iya… buruan! Kalau kelamaan ntar mama datang”
“I-iya”
Tunggu apa lagi. Aku yang memang menahan horni kembali memasukkan
penisku ke mulut kakak kandungku ini. Mendeepthroat kak Risa sedalam
mungkin sampai mentok di kerongkongannya, lalu menggoyangkan pinggulku
sekencang-kencangnya dengan nafas memburu seakan ingin mengeruk isi
perut kakakku. Sebuah pemandangan yang tak lazim tentunya bila dilihat
oleh orang lain, terutama orangtua kami. Kak Risa yang sopan, berpakaian
rapi dan tertutup seperti saat ini, sedang digenjot mulutnya dengan
kasar oleh adek kandungnya sendiri! Ah… gila, yang kami lakukan sekarang
sungguh gila!
Tidak sampai satu menit kemudian akupun memuntahkan spermaku di
kerongkongan kakak kandungku ini. Tapi berbarengan dengan itu kak Risa
juga muntah. Sepertinya dia tidak tahan karena sodokanku yang kencang
dan dalam itu. Wajahnya memerah keringatan, nafasnya terputus-putus. Dia
tampak bersusah payah mengumpulkan nafasnya sebelum menatapku kembali
dan berusaha tersenyum dengan manis. Kakakku benar-benar kakak
tercantik, aku beruntung mempunyai kakak perempuan seperti dia.
Setelah kak Risa membersihkan muntahan itu dengan pakaian kotornya,
kamipun keluar kamar untuk makan. Tidak ada raut kecurigaan sama sekali
dari Papa Mama. Yang ada aku yang dimarahi karena dianggap mengganggu
kak Risa di dalam kamar.
“Dek, kalau setelah ini kamu pengen bikin kakak muntah-muntah lagi boleh
kok, hihihi” bisiknya pelan yang membuat jantungku berdebar lagi.
********
Entah kenapa semakin lama orangtua kami ada di rumah, malah jadi
pemancing aku dan kak Risa untuk semakin nekat mencoba hal yang lebih
gila dan liar. Itu karena sensasi sembunyi-sembunyinya, apalagi mereka
adalah orangtua kami sendiri. Tentunya mereka tidak akan menyangka
hubungan anak-anak mereka segila ini, terutama kak Risa yang bagi mereka
adalah anak yang paling penurut dan baik perangainya.
Aku sesering mungkin meminta ingin berbuat mesum pada kak Risa. Semuanya
dituruti kak Risa tanpa keberatan. Bahkan lebih banyak dia yang
menawarkan padaku. Kami curi-curi kesempatan untuk melakukan berbagai
aksi cabul. Mulai dari hanya cium-cium dan gerepe-gerepe, tukaran air
liur, sampai genjotin mulut kak Risa hingga dia muntah-muntah. Semuanya
kami lakukan diam-diam di belakang Papa Mama, tapi malah berharap
seandainya mereka melihat apa yang kami lakukan.
Seperti halnya sekarang ini, saat malam waktu Papa Mama sudah tidur aku
lagi-lagi menyusul kak Risa ke kamarnya. Senang banget ketika aku masuk
aku langsung disambut senyum manis kakakku yang cantik. Busananya juga
sangat menggoda. Dia mengenakan setelan favoritku, kemeja putih lengan
panjang dengan beberapa kancing atasnya terbuka, tanpa celana dan celana
dalam tentunya yang lagi-lagi membuat vaginanya terekspos bebas.
“Kak Risa memang kakak yang paling cantik” ucapku sambil memperhatikan kakakku dari atas hingga bawah.
“Huuu… sok muji-muji, paling di pikiranmu cuma ada pikiran cabul sekarang, iya kan dek? hihihi”
“Hehe, tapi kakak emang cantik banget kok… Aku beruntung banget punya
kakak kayak kak Risa” pujiku tak ada henti-hentinya padanya. Kakakku ini
memang pantas dipuja-puji.
“Iya deh makasih. Kan emang khusus buat kamu, adeknya kakak yang paling mesum”
Ugh… kak Risa memang sangat baik. Akupun langsung menyeretnya ke ranjang
dan menghimpit tubuhnya, sampai-sampai lupa menutup pintu kamarnya
terlebih dahulu. Dia sendiri tampaknya tidak mempermasalahkannya. Bahkan
mengatakan sesuatu yang membuat aku terkejut tapi juga sangat excited.
“Dek, pintunya gak usah ditutup aja yah malam ini, dibuka aja terus”
“Hah? Gak ditutup?”
“Iya… terus lampunya juga jangan dimatikan. Pokoknya tetap begini sampai subuh nanti. Okeh?”
“Eh, i..iya kak..”
“Berani gak kamu?”
“Be-berani kok…” Dadaku berdebar membayangkannya. Aku juga dapat
merasakan dadanya berdebar seperti halnya diriku. Itu karena sensasi
nekat yang kami lakukan. Mesum-mesuman dengan pintu yang akan terus
terbuka sepanjang malam! Yang mana kalau orangtua kami keluar kamar,
maka habislah sudah. Tapi kami tetap juga nekat melakukannya.
Akupun mencium kak Risa habis-habisan di atas tempat tidurnya. Wajahnya,
bibirnya, hingga leher jenjangnya. Namun sesekali aku masih tetap
melirik ke arah pintu karena aku masih juga merasa was-was.
“Adek…. Biar aja” ujar kak Risa menolehkan kepalaku lagi ke wajahnya.
Kak Risa berusaha tenang dan menyuruhku untuk tidak menghiraukan pintu
yang terbuka.
“Nghh…. Kak Risaaa” akupun mencium kak Risa lagi. Aku sungguh gemas
dengan kakakku ini. Dia betul-betul menunjukkan sisi nakalnya hanya
kepadaku, adek kandungnya. Sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh
oranglain, apalagi orangtua kami.
Aku berhenti sejenak untuk melepaskan seluruh pakaianku hingga telanjang
bulat. Kak Risa senyum-senyum melihat aku yang tampak bersemangat. Aku
lalu kembali menindih kak Risa dari atas. Menjamah tubuh seksi kakak
kandungku yang masih tetap mengenakan kemejanya. Menciumnya, merabanya,
serta menggesek-gesekkan penisku ke pahanya. Aku berusaha menuruti
omongannya untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka meskipun tidak
semudah itu. Namun memang dengan pintu yang terbuka begitulah aku
semakin nekat berbuat cabul. Kakakku memang pintar membangkitkan
nafsuku. Aku semakin ingin melakukan sesuatu yang lebih bersama kak
Risa. Aku ingin menyetubuhinya. Tapi apakah kak Risa sampai senekat itu
membolehkan aku bersetubuh dengannya?? Karena selama ini bila kami
mesum-mesuman dia selalu mengingatkanku agar jangan sampai terjadi ML.
Dia selalu menjaga jarak penisku dengan vaginanya.
Aku tahu kalau kami berdua sudah sama-sama terbawa nafsu sekarang. Dia
ikut menggerakkan pinggulnya maju-mundur seirama gesekan penisku di
pangkal pahanya. Tingkah kak Risa seperti mau meski tak mau. Kak Risa
juga mengerang-ngerang memanggil namaku. Bahkan menyebut Papa Mama,
entah apa maksudnya.
Aku mencoba tetap seperti biasa dengan hanya sekedar menggesek-gesekkan
penisku di sela-sela pahanya. Mencoba bertahan meskipun penisku sudah
gatal ingin masuk ke liang vagina kakakku itu.
“Kak… aku pengen ngentotin kakak dong…”
“Hmm??” gumamnya memandangku sayu.
“Aku pengen ngentot sama kak Risa” kataku lagi dengan dada berdebar.
“Gak boleh”
“Yah kak please…”
“Kamu ini… segitu pengennya yah kamu ngentotin kakak kandungmu sendiri?”
“Iya kak… pengen…” ujarku sambil mempercepat gesekan penisku di pangkal
pahanya. Aku ingin dia tahu kalau aku memang sudah sangat bernafsu
kepadanya.
“Gak boleh.. dosa adekku” ujarnya tapi malah mengimbangi gerakan pinggulku.
“Ngmmh… kak Risa… please…”
“Kamu ini, bandel banget sih dibilangin!”
“Gak tahan nih kak… Pengen banget rasain ngentotin kak Risa”
“Kalau Papa Mama ngelihat gimana coba?” tanya kak Risa sok takut ketahuan.
“Itu urusan nanti kak, yang penting kita ngentot dulu yuk” kataku lalu
menghentakkan pinggulku berharap penisku masuk, tapi meleset.
“Adeekkk… ih, kamu ini”
“Please kak…”
“Hmm… kamu selipin dikit aja yah… Cuma kepala burungmu aja” ujarnya
kemudian. Yah… kok cuma kepala penis aja sih? Aku kan pengen masukin
penisku ke vagina kak Risa semuanya. Tapi ya sudah lah dari pada gak
sama sekali. Mungkin aja nanti kak Risa berubah pikiran.
“Iya deh kak…” jawabku. Kak Risa membalas dengan senyuman manis sambil mencubit hidungku.
Aku lalu bangkit dan mengambil posisi di depan selangkangannya. Ku buka
kaki kak Risa lebar-lebar dan kutekuk. Dengan dada yang sangat
berdebar-debar ku arahkan kepala penisku menuju ke vaginanya. Ku lihat
wajah kak Risa, dia menatapku dengan wajah sayu berusaha tersenyum
padaku. Senyum yang juga sebagai isyarat kalau jangan sampai nyelip
masuk.
Perlahan-lahan kutekan kepala penisku hingga masuk ke liang vagina kak
Risa. Akhirnya aku dapat merasakan lagi hangatnya vaginanya meskipun
hanya kepala penisku saja yang masuk. Rasanya sungguh luar biasa. Dari
posisi ini aku bisa melihat semua keindahan ini dengan jelas. Mulai dari
wajahnya yang cantik jelita, lalu kemeja asal-asalan yang
memperlihatkan belahan dadanya yang indah serta putingnya yang nyemplak,
sampai vaginanya yang sedang dimasuki kepala penisku. Kakakku
betul-betul sempurna. Kakak tercantik dan terbaik yang pernah ada.
“Kenapa dek? Kok diam? Goyang-goyangin dong… entotin kakak, tapi cuma kepalanya aja yah… hihihi” ujar kak Risa menyadarkanku.
“Eh, i..iya kak…”
“Lamunin apa sih kamu? Udah nyelip masa’ dianggurin sih??”
“Hehehe, kakak cantik banget sih… nafsuin, aku sampai kelupaan”
“Hahaha, dasar” ujarnya tersenyum sambil lagi-lagi mencubitku hidungku.
Ugh, kak Risa sungguh bikin aku gemes. Sungguh kakak yang nafsuin.
Seperti yang dia suruh, akupun mulai menggoyangkan pinggulku. Mengocok
kepala penisku di dalam liang vaginanya. Rasa nikmat menjalar ke seluruh
tubuhku. Belum lagi rasa deg-degan karena pintu kamar kak Risa yang
terbuka dan keberadaan orangtua kami di rumah. Sensasinya sungguh luar
biasa.
Suasana menjadi panas dan tubuh kami sudah mulai berkeringat. Cukup lama
aku aku mengocok penisku di sana sambil menyebut-nyebut nama kak Risa.
Kak Risa sendiri juga sepertinya sudah terbawa suasana. Dia
merintih-rintih manja sambil menatap mataku, tentunya membuat aku
semakin bernafsu. Bikin aku gak tahan untuk betul-betul menghujam
penisku seluruhnya ke vaginanya dan muncrat di dalam sana.
“Nghh… kak Risa… kakak kandungku”
“Iya adekku… terus dek… entotin kakak kandungmu ini”
“Kak… pengen masukin semuanya…”
“Jangan dek” Ugh… kak Risa tega. Padahal aku berharap kak Risa akhirnya
membolehkan penisku masuk seluruhnya. Mana aku udah mau klimaks pula.
Tapi aku belum menyerah. Ku lepaskan penisku sebentar. Aku ingin
nyelip-nyelip penisku dari belakang.
“Ngapain sih dek? Mau ganti gaya? Tapi mau gaya apapun tetap gak boleh
masukin semuanya ya!” ujarnya lagi yang betul-betul tahu isi pikiranku.
Aku tidak menjawab dan hanya cengengesan, dia juga balas tersenyum. Aku
lalu ikut tiduran dan memeluknya dari belakang. Ku masukkan kepala
penisku lagi, kali ini dari belakang melewati pahanya. Sehingga dengan
demikian kepala penisku masuk ke dalam vagina kak Risa, sedangkan
batangku bisa merasakan mulusnya kulit paha kakakku ini. Belum lagi
tanganku yang bisa dengan bebasnya bergeriliya menggerayangi buah dada
kakakku dari balik kemejanya. Aku betul-betul tidak kuat!
Posisi kami sama-sama menghadap ke arah pintu. Perasaan deg-degan takut
ketahuan malah membuat aku semakin terbawa nafsu. Berkali-kali aku terus
berusaha agar penisku masuk lebih dalam ke liang vaginanya. Anehnya kak
Risa malah merespon positif goyangan pinggulku yang semakin berusaha
memasukkan penisku seutuhnya ke vaginanya, padahal tadi dia berkata agar
berhati-hati. Duh, kak Risa ini. Apa dia juga merasakan hal yang sama
denganku?
Entah kak Risa menyadari atau tidak, sedikit demi sedikit aku semakin
berusaha memasuk penisku lebih dalam ke vaginanya. Kalau tadi penisku
keluar masuk hanya sebatas kepala. Kini sudah keluar masuk sampai
sebatas leher penis. Aku semakin nekat. Sekarang bahkan sudah hampir
setengah batang penisku yang keluar masuk. Aku merasakan ada yang
mengganjal kepala penisku di ujung sana. Apakah itu selaput daranya?
Memikirkannya aku jadi tambah penasaran dan tambah horni. Goyanganku
makin cepat.
“Adeeeek! Kamu pengen ngentotin kakak!?” teriaknya pelan tiba-tiba. Tapi
aku sudah tidak peduli. Aku sudah betul-betul terbawa nafsu. Aku ingin
ngentotin kak Risa.
“Nghh…. Kak Risa… ngentot… ngghhh…” racauku.
“Adeekk! Kita itu saudara kandung. Kamu mau ngentotin kakak sendiri hah?
Kamu pengen hamilin kakak!?” protesnya lagi dengan suara semakin
kencang. Aku betul-betul tidak peduli dan makin mencoba masuk lebih
dalam.
“Pa… Ma… llihat nih adek nakal, masa’ kakaknya sendiri mau dientot… Pa..
Ma… lihat!” ujarnya lagi yang malah membuat perasaanku tak karuan. Dia
memprotes tapi malah dengan ucapan seakan mengundang Papa Mama melihat
aksi kami. Mana aku mau berhenti coba. Yang ada aku semakin hanyut
terbawa nafsu.
“Ugh… kak Risa… aku masukin yah semuanya”
“Kalau kamu emang mau kakak jitak ya masukin aja!” jawabnya sok jutek.
Dia hanya mengancamku dengan jitakan. Kalau gitu lebih baik ku entotin
saja dia. Dengan sepenuh tenaga akupun menghujam seluruh penisku dalam
vaginanya.
“Jlebb” penisku masuk… penisku masuk seluruhnya ke vagina kakak kandungku sendiri. Akhirnya!
“Adeeeekkkk! Sssshhh... sakiiiitt.. Kok beneran kamu masukin sih!”
ujarnya kesal sambil mencubit pinggangku. Suaranya cukup keras yang bisa
saja membangunkan Papa Mama. Ku lihat mata kak Risa berair. Sepertinya
dia merasakan perih. Aku baru saja mengambil keperawanan kakak kandungku
sendiri! Tampak ada darah yang mengalir keluar dari sana.
"Kak..." Aku kini jadi takut dia marah. Dia hanya diam selama beberapa saat.
"Awas kamu ntar..." ucapnya lirih sambil memasang wajah kesal, namun
kemudian berusaha tersenyum padaku. Seakan meyakinkanku kalau tidak
apa-apa dan mempersilahkanku untuk melanjutkan.
Aku senang bukan main. Aku yang memang sudah sangat bernafsu kembali
menggenjot kakak kandungku ini. Kali ini dengan penisku yang sudah
benar-benar masuk ke vaginanya. Aku lakukan dengan pelan, tapi semakin
lama menjadi semakin cepat. Aku betul-betul menggunakan kesempatan ini
untuk mereguh kenikmatan yang sudah lama aku dambakan. Tidak peduli
walau kemungkinan aksi kami akan dipergoki orangtua kami.
“Pa… lihat, kak Risa yang kalian kenal sopan sedang ngentot dengan
adeknya sendiri” kataku ngasal sambil terus menggenjot. Kak Risa yang
mendengar ucapanku itu malah tertawa pelan, bahkan dia juga ikut-ikutan.
Sepertinya rasa perih yang dia rasakan sudah mulai hilang.
“Lihat Ma… lihat, anak-anak mama sedang berzinah ria sekarang,” ucapnya.
“Pa… Ma… boleh kan aku hamilin kakak sendiri” kataku lagi.
“Adek.. kakak, kalian ngapain!? Masak ngentot-ngentotin gitu sih!” ujar
kak Risa meniru gaya bicara mama. Kakakku benar-benar nakal! Kak Risa
yang tadinya menolak-nolak mau kini sudah benar-benar tampak dengan
senang hati disetubuhi olehku. Kami sama-sama telah terbawa nafsu.
Sambil terus ngentot, kami terus meracau tak jelas. Tertawa cekikikan di
tengah suasana nikmat tiada tara. Keringat kami mulai bercucuran karena
panasnya hawa persetubuhan ini. Persetubuhan sedarah betul-betul
memberikan sensasi yang bikin aku melayang-layang. Apalagi wanita itu
secantik kak Risa. Dia tampak semakin cantik dengan posisi disetubuhi
dari belakang olehku. Wajahnya mengkilap oleh keringat. Kemeja yang dia
kenakan mulai basah oleh keringatnya sendiri. Membuatnya terlihat
semakin seksi. Membuatku semakin bernafsu padanya.
Aku ingin muncrat! Aku tidak tahan dengan rangsangan super hebat ini.
“Kak Risa… aku keluarin di dalam yah…” pintaku sambil menggoyankan
pinggulku makin cepat, begitupun kak Risa yang juga ikut mengimbanginya
seakan membantuku untuk menjemput orgasme kami.
“Bandel banget sih kamu dek… kamu nafsu sama kakak sendiri?”
“Iya kak…”
“Pengen kamu entotin terus?”
“Ngh… iya”
“Pengen hamilin kakak kandung sendiri? Ya udah.. hamilin gih..” ucapanya dengan centil. Membuat aku tidak tahan lagi!
Crooottttt crottttt….
Spermaku muncrat berkali-kali. Rahim Kak Risa ditembaki bertubi-tubi
oleh benih adeknya sendiri. Ku keluarkan semuanya sampai tubuhku
kelojotan. Ini merupakan orgasmeku yang paling luar biasa, orgasme di
dalam vagina kak Risaku yang cantik. Aku langsung terbaring lemas di
sampingnya. Nafas kami sama-sama berat dan terputus-putus.
“Adek…” panggilnya tidak lama kemudian.
“Ya kak?”
“Sini deh…” panggilnya sambil tersenyum manis. Akupun mendekat ke arahnya.
JITAAAAAK! Dugh, keningku kena jitak olehnya. Sakit! Ternyata ucapannya tadi memang benar kalau dia bakal menjitakku.
“Rasain! Itu karena udah berani ngentotin kakak!”
“Ugh.. sakit tau kak”
Dia mendekatiku sekali lagi, aku pikir dia akan menjitakku lagi, tapi…
“Cup” Dia mencium keningku.
“Dan itu karena kakak sayang kamu” ujarnya sambil tersenyum manis. Ugh…
kak Risa. Aku merasa melayang-layang karenanya. Rasa sakit yang tadi ada
kini tak terasa lagi. Langsung ku dekap dirinya jatuh ke atas badanku.
Ku peluk erat dirinya. Dia juga balas memelukku. Aku sungguh sayang
kakakku.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Ngaceng lagi?”
“Hehe… iya nih… boleh satu ronde lagi gak?”
“Hmm… iya deh… dasar” katanya sambil tersenyum.
Kamipun melakukannya sekali lagi sebelum tidur. Kali ini kak Risa
membuka kemejanya yang telah basah oleh keringat itu. Kami sama-sama
telanjang bulat sekarang. Ngentot-ngentotan sambil pintu kamar terbuka
dan lampu menyala. Bersetubuh sambil tukar-tukaran air liur dan saling
menjilati keringat yang membanjir. Aku kembali muncrat di dalam
vaginanya. Aku betul-betul ingin menghamili kakakku.
*****
Subuhnya aku dibangunkan kak Risa. Ini sebenarnya sudah agak telat, tapi
untung Papa Mama masih belum bangun. Rencananya aku ingin langsung
kembali ke kamarku, tapi melihat kak Risa yang bugil polos membuat
nafsuku bangkit. Kamipun bersetubuh lagi subuh itu. Aku bahkan meminta
hal yang cukup gila.
“Pipis di dalam vagina kakak? Gila kamu” tanyanya terkejut mendengar
permintaanku. Aku sendiri tak tahu dari mana bisa mendapatkan ide ini.
Terlintas begitu saja. Keinginan untuk melakukan hal yang lebih gila
dengan kakakku lah yang menjadi pendorongnya.
“Iya kak… kebelet nih..”
“Iya… tapi masa gitu sih?”
“Penasaran aja kak… mau yah kak, sekali ini saja”
“Duh… kamu ini ada-ada aja. Hmm… iya deh… kakak turutin fantasimu! Tapi
jangan di atas kasur yah… ntar repot bersihinnya, bisa ketahuan mama
ntar”
“Oke deh kak…”
Kamipun turun dari kasur dengan penisku tetap berada di vaginanya. Kami
mendekati lemarinya kak Risa, lalu ngentot berdiri sambil melihat
bayangan kami yang ada di cermin. Tampak kakakku yang cantik, dengan
tubuh indah dan kulit putih mulus sedang disetubuhi olehku.
“Aku pipis yah kak…” ujarku sambil menatapnya melalui cermin. Diapun
mengangguk tersenyum manis mengiyakan sambil juga balik menatapku. Ugh…
sungguh cantik.
Akupun mengerahkan seluruh tenagaku untuk kencing. Serrrrrrrrrrr….. air seniku mulai keluar di dalam vaginanya.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Kita pipis barengan aja deh…”
“Hah?”
Ku lihat kak Risa juga seperti mengejan. Kak Risa juga kencing sewaktu aku kencing di vaginanya.
Sambil aku terus kencing aku juga menggoyang-goyangkan pinggulku
menggenjot vaginanya hingga membuat air seni kami menghambur
kemana-mana. Sungguh bukan pemandangan yang lazim untuk dilakukan oleh
saudara kandung. Apa jadinya kalau Papa Mama terbangun sekarang dan
melihat ulah kami.
Sungguh hangat saat air seni kami bercampur di dalam vagina kak Risa.
Aku melihat senyum lega kak Risa seperti halnya diriku melalui cermin.
Setelah itu kami terus ngentot sampai akupun muncrat lagi di dalam
vaginanya. Rahimnya kini bercampur air seni kami dan juga pejuku.
Barulah kemudian aku kembali ke kamarku. Sebenarnya aku mau membantunya
mengelap ceceran air kencing kami di lantai, tapi kata kak Risa gak
usah. Kak Risa memang baik.
****
Tentunya tidak hanya hari itu saja kami bersetubuh dan melakukan
perzinahan sedarah ini. Namun terus-terusan tiap malam setelah Papa Mama
tidur, bahkan pernah kami curi-curi kesempatan melakukannya di siang
hari waktu mereka tidur siang atau nonton tv. Seandainya orangtua kami
melihatnya!
Kami juga melakukan hal yang semakin gila, seperti saling mengencingi
satu sama lain. Aku mengencingi tubuh kak Risa, dia juga mengencingi
tubuhku. Sensasinya benar-benar luar biasa. Kami melakukkannya di kamar
mandi. Tapi pernah juga sekali waktu itu aku mengencingi kakak kandungku
ini di kamarnya. Membuat wajahnya, tubuhnya, serta lantai kamarnya jadi
pesing oleh air kencingku. Mengencingi kakak sendiri? Gila bukan? :P
Dan kini, orangtua kami akan kembali ke kota XX untuk mengurus kerjaan. Meninggalkan kami berdua di rumah ini.
“Kalian akur-akur yah… jangan ribut terus” ujar Mama.
“Dek, jaga kakakmu, jangan kamu usilin terus, dengerin dia ngomong” nasehat Papa padaku.
“Sip Pa… aku pasti bakal jagain kakakku kok…” ujarku sambil tersenyum
pada kak Risa. Tentunya hanya kami berdua yang tahu maksud ucapanku
‘jagain kakakku’ itu.
“Ya sudah… jaga diri kalian baik-baik yah…”
“Iya…. Bye… Pa… Ma..” pamit aku dan kak Risa pada orangtua kami. Merekapun berangkat dengan mobil.
Aku dan kak Risa lalu saling pandang.
“Dek… sekarang kita cuma berdua nih di rumah, bebas… hihihi”
“Iya kak, hehehe…”
“Yuk dek masuk” ujarnya sambil menarik tanganku menuntunku masuk ke
dalam rumah. Pintu depanpun tertutup. Kalian tentu tahu bukan apa yang
akan terjadi selanjutnya?? Hanya ada aku dan kakakku yang cantik ini di
rumah. Kalian pasti tahu bagaimana kami akan menghabiskan hari-hari kami
selanjutnya bukan? Hehe… Ya… persetubuhan panas, liar, dan tiada henti,
antara aku dan kakakku yang cantik, kak Risa.
“Risa… Andre… buka pintunya, itu kacamata Papa ketinggalan!”
Waduh!
****
Tamat
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Risa
Cerita Eksibisionis Risa : Jangan Sampai Papa dan Mama Tahu Yah Dek 3
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar