original stories (by anonymous)
Suara ketukan pintu kala itu langsung membuat kami panik. Penisku yang
saat itu sedang keras-kerasnya mau tidak mau aku masukkan lagi ke dalam
celana. Tentu saja aku cukup tersiksa dengan celanaku yang cukup ketat.
Sedangkan Naya segera meraih dasternya dan berlari menuju kamar. Setelah
dirasa sudah cukup aman, aku pun membukakan pintu untuk tamu yang
mengganggu kesenangan ini.
Ketika kubuka, di depan pintu berdiri seorang cewek cantik seumuran anak
SMA. Wajahnya tidak kalah cantik dari Naya, hanya saja dia memiliki
wajah yang lebih imut. Dia memakai jilbab warna hitam yang sepadan
dengan warna rok panjangnya. Sedangkan untuk atasannya dia memakai kaos
lengan panjang warna abu-abu misty. Bekas tetesan air hujan sangat
terlihat sekali pada kaosnya yang terlihat dari warna kaosnya yang
terlihat lebih gelap pada beberapa bagian.
Karena pada dasarnya otakku yang mesum, mataku selanjutnya menyusuri
bagian dadanya. Sebuah garis berbentuk bra tercetak dengan jelas di
kaosnya. Mungkin karena kaosnya basah sehingga bentuk tersebut sangat
terlihat. Dari luar kaosnya, dadanya berukuran rata-rata untuk
seumurannya, dan cenderung lebih kecil dari punya Naya. Meskipun kecil,
namun tetap saja pemandangan tersebut membuat penisku hampir saja
mengeluarkan isinya, karena penisku waktu itu masih benar-benar dalam
keaadan yang sangat 'tanggung' untuk keluar.
"Maaf kak.... ini benar rumahnya kak chandra?" tanya cewek tersebut. Suaranya begitu lembut.
"Benar... aku chandra... Kamu siapa ya?" jawabku.
"Hmmm... kak Nayanya ada? aku adeknya..." katanya. Adek? Sejak kapan Naya punya adek cewek?
"Dinda?" tiba-tiba Naya mengejutkanku dari belakang. Dia sudah memakai
kembali dasternya. Mereka lalu berpelukan layaknya sebuah keluarga yang
lama tidak bertemu.
"Nay... ini adek kamu?" tanyaku menyela. Mereka pun melepaskan pelukan.
"Eh iya... kenalin nih.. ini adek sepupu aku, Dinda...." jawab Naya.
"Oh... sepupu..." aku pun menyodorkan tanganku untuk berkenalan dengannya.
"Chandra". "Dinda". Kami saling bertukar nama.
"Oh, ini kak chandra pacarnya kan Naya ya?" tanya Dinda yang pastinya
mengejutkanku. Aku mencoba untuk merespon dengan mengklarifikasinya,
namun Naya terlebih dulu menjawab pertanyaan itu.
"Iya... ayok masuk din..." jawab Naya sambil memberi isyarat kepadaku.
Apa maksud Naya menjawab 'iya'? Apakah selama ini Naya bercerita kepada
Dinda jika aku ini pacarnya? Apakah Naya benar-benar menganggap aku ini
pacarnya? Perasaanku sangat aneh kala itu. Di satu sisi, aku senang jika
Naya menganggap aku sebagai pacarnya. Di sisi lain, aku heran, bingung,
dan penasaran dengan apa yang dilakukan Naya. Jika tadinya dia mengaku
sebagai sepupuku pada temanku, sekarang dia malah mengaku sebagi
pacarku.
"Katanya kamu gak mau kesini din..." kata Naya sambil mengajak Dinda masuk rumahku.
"Iya kak... tadi aku dari rumah temenku... tapi gara-gara hujan,
daripada aku pulang mending aku kesini kak... lagian lebih deketan
kesini daripada ke rumah... apalagi jalannya gelap gara-gara mati
lampu.." jawab Dinda.
"Tapi kamu udah ngomong ke om atau tante kan?"
"Udah kok kak... malahan kau ngomong kalo mau nginep sekalian..." kata Dinda.
"Eh tapi kamu gak ngomong kalo kita nginep di rumah cowok kan?" tanya Naya.
"Tenang kak.. papah taunya temen kakak itu cewek kok hehe..."
Begitulah percakapan yang kudengar dari mereka. Sebenarnya saat ini aku
benar-benar sedang kesal. Bagaimana tidak, kehadiran Dinda membuat
ejakulasiku tertunda. Sedangkan Naya membuatku kesal karena dia tidak
pernah menceritakan tentang keberadaan sepupunya di ****. Kalau memang
Naya punya kelaurga disini kenapa dari awal dia minta bantuanku? Kenapa
kemarin-kemarin dia tidak menginap di tempat sepupunya tersebut? Naya
benar-benar hutang penjelasan kepadaku.
"Eh, ganti baju gih... bajumu basah tuh... nanti masuk angin lho..." kata Naya pada Dinda.
"Yah.. aku gak bawa baju ganti kak... pinjem punya kakak ya..." jawab Dinda.
Mereka berdua pun masuk kedalam kamarku. Sedangkan aku hanya bisa
meratapi nasib 'nanggung' yang kualami di ruang tengah dengan kondisi
penisku yang perlahan mulai melemas kembali. Dengan penasaran, aku
menunggu baju apa yang diberikan Naya kepada Dinda. Dengan kebiasaan
Naya yang memakai baju 'seadanya', aku membayangkan jika Dinda berbaju
serupa dengan apa yang dikenakan Naya.
Ketika mereka berdua keluar kamar, ternyata tidak sesuai ekspektasiku.
Dinda memakai setelan baju piyama lengan panjang dan celana panjang
juga, bahkan dia masih mengenakan jilbabnya. Sepertinya Dinda
benar-benar menjaga auratnya terhadap lawan jenis sepertiku, berbeda
dengan Naya yang tertutup di luar, tapi sering buka-bukan di depanku.
Bahkan Naya seperti tidak malu dengan Dinda dengan kondisi bajunya
sekarang ini.
Sisa malam itu kami habiskan dengan mengobrol. Tentu kesempatan ini kumanfaatkan untuk mengulik lebih jauh tentang Dinda.
Dinda pada dasarnya cewek pendiam. Dia hanya berbicara jika ditanya.
Tetapi aku tidak dapat memastikannya, karena bisa saja dia hanya
canggung untuk mengobrol dengan orang yang baru dikenalnya. Sekarang ini
dia duduk di kelas XI di sekolah bonafid di kotaku. Rumahnya sebenarnya
lumayan jauh dari rumah kontrakanku, bahkan jarak sekolah ke rumahnya
masih lebih jauh jika dibandingkan jarak sekolah ke rumahku. Usianya
baru 16 tahun, tapi badannya bongsor seperti cewek seusia Naya.
Tapi aku tidak dapat mengobrol lebih lama karena Naya mengajak Dinda
untuk tidur. Sedangkan aku ditinggal sendirian di ruang tengah. Mereka
tidur sekamar di kamarku. Entah bagaimana mereka tidur, karena bed yang
ada di kamarku adalah ukuran single. Namun tetap muat untuk berdua jika
mereka saling berpelukan. Ah sial, aku malah membayangkan Naya dan Dinda
sebagai pasangan lesbi yang sedang bercinta. Membayangkan hal tersebut
membuat penisku kembali berdiri. Segera kulanjutkan onaniku yang sempat
tertunda oleh kedatangan Dinda.
Selesai onani, kuputuskan untuk tidur, karena aku bingung harus ngapain lagi dengan kondisi mati lampu seperti ini.
****
Aku tidur di kamar teman sekontrakanku. Di tengah tidurku, aku terbangun
karena disilaukan oleh cahaya yang datang dari celah pintu yang tidak
tertutup rapat. Cahaya tersebut langsung mengarah ku mukaku, sedangkan
kamar dalam kondisi gelap gulita.
Sepertinya listrik telah kembali menyala. Namun yang aneh, sebelum tidur
aku telah mematikan semua lampu di rumah ini, namun sekarang kudapati
lampu yang sepertinya berasal dari arah dapur menyala.
Karena penasaran, segera kucek keadaan di luar. Dengan memanfaatkan
celah pintu, aku mengintip untuk melihat siapa yang menyalakan lampu
tersebut. Dan benar dugaanku, Naya sedang berada di dapur. Namun
semuanya tidak seperti apa yang aku duga, karena kulihat Naya tidak
memakai baju!
Tidak ada sehelai benang pun yang menempel di badan Naya. Dengan kondisi
tersebut, dengan beraninya dia keluar kamar seakan-akan tidak ada orang
lain di rumah ini. Naya memang pernah mengaku jika dia suka tidur
bertelanjang. Namun masalahnya, kali ini dia tidak tidur sendirian, tapi
tidur dengan Dinda. Apa benar Naya tidur bertelanjang dengan Dinda
berada di sampingnya? Atau jangan-jangan Dinda juga ikut telanjang?
Jangan-jangan apa yang aku bayangkan tadi adalah benar? Ah, imajinasiku
sudah kemana-mana.
Sementara aku membayangkan hal tersebut, Naya dengan santainya berjalan
menuju kulkas. Dengan posisi membelakangiku, dibukanya pintu kulkas
tersebut. Dan saat-saat yang kutunggu akhirnya datang juga. Dia
membukukan badan sehingga membuat posisi 'nungging'. Bongkahan pantatnya
begitu indah tersorot oleh cahaya lampu dapur. Pantulan cahaya lampu
kulkas membuat lubang kemaluannya menjadi lebih jelas dari arahku. Ah,
andai saja aku bisa menyodokkan penisku ke lubang tersebut. Tanpa sadar,
aku mulai mengocok penisku.
Setelah mengambil botol berisi air dingin dari dalam kulkas, kini dia
berbalik ke arahku. Dituangkannya air tersebut ke sebuah gelas yang
telah disiapkannya. Ketika dia mulai meminum air dari gelas tersebut,
airnya meluber di mulutnya sehingga air tersebut jatuh mengalir di
dagunya hingga menetes ke payudaranya. Sungguh momen yang membuat
jantung berdegup kencang ketika melihat air tersebut mulai membasahi
payudaranya. Namun tidak sampi disitu saja, karena apa yang dilakukannya
berikutnya benar-benar diluar dugaanku. Bukannya menggunakan tangan
untuk menyeka air di payudaranya, Naya malah menggunakan tangannya untuk
memegang payudaranya agar terangkat mendekati mulutnya. Naya berusaha
menjilat payudaranya sendiri!
Meski hanya ujung lidahnya saja yang dapat menyentuh kulit payudaranya.
Namun adegan tersebut sungguh-sungguh memperlihatkan sisi binal dari
Naya. Hampir saja aku ejakulasi setelah melihat adegan tersebut. Namun
ejakulasiku dapat kutahan karena aku masih ingin menikmati apa yang akan
dilakukan Naya berikutnya.
Naya menuju kamar mandi yang kebetulan pintunya menghadap ke arahku. Dan
benar saja, Naya tidak menutup pintu kamar mandi karena agar mendapat
cahaya dari dapur. Dan saat-saat yang ditunggu pun akhirnya terjadi
juga.
Kamar mandi tersebut memiliki WC jongkok, sehingga membuat Naya mau
tidak mau harus berjongkok sehingga membuat posisinya sedikit
mengangkang. Posisi inilah yang akhirnya membuatku dapat melihat secara
langsung daerah selangkangannya. Vaginanya terlihat begitu indah dengan
rambut kemaluan yang menutupinya. Entah apakah faktor cahaya yang kurang
menyorot daerah tersebut, tapi rambut kemaluan Naya terlihat lebat
sekali. Berbeda dengan yang selama ini aku bayangkan. Lebatnya rambut
tersebut sangat kontras sekali dengan kulitnya yang putih.
Dari sela-sela rambut kemaluannya, air kencing Naya mulai mengucur
dengan derasnya. Derasnya semburan air kencing dari kemaluannya
menimbulkan suara yang khas ketika air kencingnya bertemu dengan
permukaan closet. Benar-benar pemandangan yang sangat indah. Tak butuh
waktu lama, semburan kencang tersebut mulai berubah menjadi tetes-tetes
terakhir yang keluar dari lubang kencingnya.
Naya bangkit, dan dengan sedikit mengangkangkan kakinya, dia mulai
mengguyur daerah selangkangannya. Tak lupa tangan kirinya juga mulai
mengusap-usap permukaan vaginanya tersebut. Setelah itu, dia mengambil
handuk yang ada di kamar mandi yang notabene adalah handukku. Dia
gunakan handukku tersebut untuk mengeringkan daerah selangkangannya.
Yah, meskipun aku tidak pernah menyentuh kemaluannya tersebut,
setidaknya handukku sudah pernah.
Naya mulai beranjak keluar dan terlihat berjalan ke arahku. Sial, apakah
Naya mengetahui keberadaanku? Aku pun langsung bersembunyi di balik
dinding kamar. Sepertinya Naya berjalan ke arahku karena letak saklar
lampu dapur yang berada di depan kamar yang kugunakan ini.
Dengan cemas, aku menunggu Naya mematikan lampu dan beranjak ke kamarnya
lagi. Sebenarnya bisa saja aku langsung melompat ke kasur dan
berpura-pura tidur lagi, namun sepertinya sudah terlambat. Jika aku
melakukan itu, pasti akan menimbulkan suara yang akan menarik perhatian
Naya yang sekarang pasti sudah berada di depan kamar yang kugunakan.
Dari pantulan cahaya dari luar, sepertinya Naya tak kunjung mematikan
lampu. Apakah Naya langsung menuju kamarnya dan tidak mematikan lampu
dapur. Karena kurasa sudah terlalu lama, aku pun berniat untuk
mengeceknya. Aku pun sedikit mengintip dari celah pintu.
"Aaaaaaawww!" teriak kami hampir berbarengan ketika tiba-tiba Naya muncul di depan pintu.
"Chan! Kamu ngagetin aku tau..." ketus Naya.
"Yang ngagetin itu kamu. Ngapain tiba-tiba nongol di depan pintu segala?" jawabku.
"Aku cuma mau matiin lampu. Aku gak tau kalo kamu ada di kamar ini... kirain kamu tidur di kamar sebelah..." kata Naya.
"Ya terserah aku dong mau tidur dimana... lagian kamu ngapain malam-malam gini?" tanyaku.
"Aku cuma pipis..." jawabnya.
"Terus kenapa kamu gak pake baju?" tanyaku.
Mendengar ucapanku tersebut, sontak Naya langsung mencoba menutupi
ketelanjangannya. Sepertinya Naya tidak sadar jika dia sedang tidak
memakai apa-apa. Meskipun dia tahu aku pernah melihat tubuh bugilnya,
sepertinya reflek untuk menutupi ketelanjangannya masih ada. Tangan
kanannya ia gunakan untuk menutupi kemaluannya, sedangkan tangan kirinya
mencoba untuk menutpi dadanya meskipun payudaranya masih terekspos
dengan jelas.
"Ee... anu... anu chan.... kamu tau kan kalo aku punya kebiasaan tidur gak pake baju....?" jawabnya.
"Ya kalo tidur sih boleh-boleh aja... tapi kalo keluar mbok ya pake baju
dulu... kamu kan gak sendiri disini..." kataku mencoba menasehatinya.
"Eee.. iya chan.... tadi aku udah kebelet... makanya buru-buru... aku lupa kalo lagi gak pake baju..." jawabnya.
"Eh, kamu kan tidur bareng Dinda? kamu gak risih tidur bareng dia sambil bugil gitu?" tanyaku penasaran.
"Ee... anu chan... tadinya aku pake baju kok... cuma pas Dinda udah
tidur, baru aku buka... soalnya gerah banget... abis ini aku pake lagi
kok bajunya..." jawabnya. Entah jawaban yang jujur atau tidak.
"Oh... gitu... yaudah... maaf deh kalo aku sempat ngeliat 'itu'mu tadi..." kataku.
"Iya gapapa chan... akunya aja yang ceroboh... hmm... kamu mau ngapain malem-malem kebangun?" katanya.
"Eh.. aku mau minum..." jawabku spontan.
"Eh, kamu udah bangun dari tadi ya?" tanya Naya tiba-tiba.
"Ha? Gak kok nay... aku baru aja bangun.. baru mau keluar, eh ada kamu
disini..." jawabku. Jika Naya tau aku telah terbangun dari tadi, dia
pasti akan curiga jika dari tadi aku mengintipnya.
"Oh, yaudah... aku ke kamar ya...." kata Naya sambil beranjak menuju
kamarnya. Dia memang masih mencoba menutupi ketelanjangan tubuhnya, tapi
dia tidak menutupi pantatnya. Kunikmati dengan seksama momen ketika
kedua bongkahan pantat tersebut bergoyang naik-turun ketika Naya
berjalan membelakangiku.
Tiba-tiba Naya berbalik.
"Chan. Maaf ya buat yang tadi..." katanya tiba-tiba.
"Eh... maaf kenapa?" tanyaku.
"Kamu belum sempet nyelesaiin hadiah yang aku kasih, tapi keburu berhenti..." katanya.
"Oh... gakpapa nay... hadiah yang kamu kasih udah cukup kok... malah berlebihan menurutku..." kataku berusaha bijak.
"Tapi kan kamu belum selesai 'gituan'nya..." katanya.
"Gakpapa nay.... ngeliat kamu bugil barusan aja udah cukup kok... hehe" jawabku.
"Ih kamu.... aku kan gak sengaja.... hmmmm... apa mau dituntasin sekarang aja?" tawarnya.
"Ha? maksud kamu?"
"Lanjutin yang tadi...." katanya.
"Hmmm.. gausah gapapa deh nay..." jawabku. Padahal aku berharap bisa beronani di depannya lagi.
"Serius gak mau? Kesempatan gak datang dua kali lho chan..." katanya.
"Hmmm.. yaudah deh kalo kamu maksa..." jawabku.
"Hahaha... aku kan gak maksa... jujur aja kalo kamu sebenarnya pengen...." katanya.
"Mau dimana nay?"
"Disini aja chan..."
"Sekarang?" tanyaku.
"Ya terserah kamu chan..."
"Trus nanti kalo Dinda bangun gimana?" tantaku ragu.
"Udah, tenang aja... dia kalo udah tidur pasti susah dibangunin kok..." jawab Naya.
"Okelah kalo begitu" kataku.
Aku mulai menurunkan celanaku sehingga batang penis yang sudah tegang
dari tadi mencuat keluar. Naya hanya tersenyun setelah melihat penisku
sudah dalam posisi on-fire. Aku mengambil kursi yang ada di dapur dan
mendudukinya. Sedangkan Naya berdiri mematung di depanku dengan jarak
sekitar 2 meter. Kali ini kedua tangannya menutupi kemaluannya dan
membiarkan payudaranya terlihat olehku.
Aku mula mengocok penisku di hadapannya sambil menikmati suguhan
pemandangan tubuh telanjang Naya. Namun setelah beberapa saat, aku
merasa mulai bosan karena Naya hanya berdiri mematung dan bahkan masih
menutupi kemaluannya. Sambil tetap mengocok, aku pun mulai mengajak
bicara Naya.
"Nay..."
"Iya chan....?"
"Tubuh kamu bagus banget...." kataku.
"Hihi, makasih...." jawabnya.
"Muter dong nay... aku pengen liat pantat kamu..." kataku.
Naya terlihat ragu merespon ucapanku tersebut. Namun akhirnya dia
membalikkan tubuhnya untuk sekedar memperlihatkan pantanya padaku. Tak
begitu lama, dia membalikkan tubuhnya kembali.
"Nay... kok yang di bawah ditutupin terus sih? Dibuka dong... aku pengen
liat..." kataku sambil mengisyaratkan Naya untuk membuat kemaluannya
yang ditutupi oleh tangan.
Naya hanya merespon dengan gelengan pelan.
"Kenapa? Buka aja dong... aku penasaran...." kataku memohon.
Naya masih tetap bersikokoh untuk tidak membukanya dengan
menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Aku pun menyerah untuk tidak
memaksanya lagi.
"Nay... coba kamu goyang-goyang... masa berdiri aja dari tadi..." kataku lagi.
Kali ini Naya tidak merespon apa-apa.
"Hmmm.... kalo gak lompat-lompat aja deh... aku suka kalo liat tetek kamu goyang-goyang..."
Naya masih tetap tidak merespon.
"Yaudah... dada kamu aja deh yang digoyang-goyangin..." kataku lagi.
Kali ini Naya merespon. Tapi bukan respon yang seperti aku harapkan.
Bukannya menggoyang-goyangkan dada seperti pintaku, dia malah berjalan
menuju ke arahku. Aku penasaran dengan apa yang akan dilakukannya dengan
mendekatiku. Aku pun mulai menaikkan intensitas kocokanku seiring
dengan makin dekatnya Naya dengan posisiku.
PLAKK!!
Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiriku. Aku terkejut
setengah mati dengan apa yang kualami barusan. Tanpa diduga, Naya malah
menamparku dengan keras.
"Chan, meski aku mau bugil di depan kamu, bukan berarti aku ini penari
striptis. Tolong jangan perlakukan aku seolah-olah aku ini lontemu."
kata Naya. Sebuah kalimat pedas yang bahkan lebih pedas dari tamparan
yang kuterima barusan.
Dengan masih memegangi pipi kiriku, aku pun bingung harus bicara apa.
Ketika kutatap wajahnya, terlihat raut muka kecewa dari Naya. Senyum
yang tadi terpancar dari mukanya telah hilang.
"Masih mau dilanjutin atau nggak? Kalo nggak, aku mau tidur... aku udah ngantuk..." kata Naya.
Aku masih tetap harus menjawab apa. Aku terjebak dalam posisi yang serba salah.
"Nay... sorry..... maaafin aku..... aku udah kelewatan tadi....." kataku memohon kepadanya.
Bukannya merespon permintaan maafku, naya malah kembali mempertegas pertanyaannya kembali.
"Masih mau dilanjutin atau nggak?!" tanyanya yang kali ini dengan nada yang lebih tegas.
"Kayaknya udahan aja nay.... pliss... maafin aku....." jawabku.
"Yaudah, malam..." katanya sambil berlalu meninggalkanku menuju kamar.
"Nay.... pliss nay... aku tadi cuma kebawa suasana..." kataku sambil mengiringi kepergiannya.
Namun Naya tidak menjawab permintaan maafku. Dia hanya berlalu begitu saja. Sepertinya dia begitu marah kepadaku..
Aku benar-benar menyesal dengan apa yang kuucapkan tadi kepada Naya. Aku
tak sadar jika ucapanku tadi ternyata menyakiti perasaan Naya. Sialnya
lagi, lagi-lagi onaniku harus terhenti. Bahkan penisku sudah kembali
melemas setalah Naya menamparku tadi.
****
Keesokan harinya...
Aku mencoba mencari kesempatan untuk berbicara kepada Naya soal semalam.
Namun aku kesulitan untuk mendapatkan kesempatan tersebut karena Dinda
selalu berada di dekatnya. Sedangkan aku tak mau Dinda tau tentang
masalah ini.
Ketika kami bertiga mengobrol bersama ketika sarapan, Naya malah
terkesan mengabaikanku. Dia seperti menganggap aku tidak ada. Dia hanya
berucap jika pada hari itu dia mau ikut Dinda ke rumahnya. Sampai
segitunya kah dia marah kepadaku? Sampai-sampai dia ingin pergi dari
rumahku?
Tentu saja aku tidak dapat melarang Naya pergi. Bahkan aku
mengisyaratkan jika aku juga ingin ikut ke rumah Dinda, namun Dinda
menolak dengan alasan dia tidak ingin orang tuanya curiga. Aku menerima
alasan tersebut. Sehingga mau tidak mau aku harus merelakan kepergian
Naya. Namun sebelum mereka pergi, aku hanya ingin sebuah kesempatan
untuk berbicara 4 mata pada Naya. Hingga akhirnya kesempatan itu
datang...
Ketika mereka sudah bersiap berangkat, disaat itu lah kesempatan itu
datang. Dinda sudah lebih dulu keluar rumah untuk menyiapkan motornya,
sedangkan Naya menyusul di belakangnya. Namun sebelum Naya keluar dari
rumah, segera kutarik tangannya untuk kembali masuk kedalam agar Dinda
tidak mendengar apa yang kami bicarakan.
"Nay. Plis dengerin aku ngomong dulu.... yang semalem itu aku emang
sudah kelewatan... aku minta maaf... tolong jangan marah sama aku..."
kataku mencoba menjelaskan apa yang terjadi semalam. Namun perkataanku
terpotong oleh sebuah....
Ciuman.
Naya tiba-tiba mengecup bibirku yang langsung meotong perkataanku. Aku
sungguh kaget dengan apa yang dilakukan Naya. Kenapa dia menciumku? Aku
pun meladeni ciuman Naya yang agak lama tersebut. Hingga setelah dia
melepaskan kecupan bibirnya, sebuah kalimat keluar dari mulutnya.
"Chan... aku tidak marah... tapi aku kecewa..." kata Naya sambil
langsung berlalu meninggalkanku yang sedang dilanda perasaan yang
tercampur aduk. Semalam dia mengaku sebagai pacarku, dan sekarang dia
tiba-tiba menciumku. Apa maksud semua ini?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar