Credit to bramloser
Senangnya tiap hari bisa manja-manjaan dengan kakakku tersayang. Aku
sungguh beruntung. Kak Risa sungguh kakak yang sempurna. Udah cantik,
seksi, baik hati pula. Hampir tiap hari aku menguras peju karena ulah
kakak kandungku ini. Dia sering membuat pejuku muncrat-muncrat gak
karuan, tentunya sebagian besar ku tumpahkan ke wajah atau ke tubuhnya.
Aku ingin berduaan terus dengannya, ingin mesum-mesuman terus tiap hari
dengan kak Risa, tapi hari ini orangtua kami lagi-lagi datang
berkunjung. Sehingga aku jadi tidak bisa ngapa-ngapain, padahal kantong
zakarku sudah pengen dikeluarin lagi isinya, tapi gak ada kesempatan.
“Adek! Ayam di piringmu masih ada kok comot punyanya kakak sih?”
“Soalnya aku suka paha kak…”
“Tapi jangan seenaknya juga ambil ayamnya kakak dong!” ujarnya kesal
sambil mencomot balik ayam goreng di piringku. Hehe, kadang-kadang
memang menyenangkan bikin dia kesal gini. Walaupun marah tapi dia tetap
saja terlihat cantik imut menggairahkan. Siapa sih yang gak pengen punya
kakak kayak kak Risa?
“Sudah sudah… kalian ini dari dulu berantem terus sih? Tapi kalau lagi
akrab, lengket banget kayak lem” ujar mama geleng-geleng melihat tingkah
kami.
“Tau tuh Ma, adek tuh ngeselin banget! Udah sering dapat paha juga! Dia
bete kayaknya keinginannya gak kesampean,” ujar kak Risa tersirat di
hadapan Papa Mama. Tentunya cuma aku yang tahu kalau maksudnya itu
adalah pahanya kak Risa, dan benar kalau aku lagi kesal karena tidak
bisa menyentuh kakakku ini dari tadi pagi. Aku pengen banget nyelipin
penisku di paha putih mulusnya itu. Menggesek-gesekkan penisku di sana
sampai aku ngecrot yang banyak. Di dadanya juga boleh. Pasti enak banget
gesekin penisku di antara dua buah dadanya yang lembut itu. Papa Mama
ini kenapa pulang sih!?
Saat Papa Mama di rumah tentunya kak Risa berpakaian yg dapat dibilang
sopan meski tidak tertutup amat. Celananya setidaknya selalu di bawah
lutut. Dia juga kelihatannya memakai dalaman. Sungguh berbeda jika hanya
berdua denganku yang pakaiannya sungguh sembarangan amat, nyaris
telanjang, bahkan kadang beneran telanjang bulat keluyuran di dalam
rumah. Ugh, andai Papa Mama tahu kelakuan putri mereka ini. Terutama
Papa, papa itu orangnya sangat keras mengenai cara berpakaian. Bisa
jantungan mereka kalau melihat putri mereka ini mengumbar auratnya
sembarangan. Untung saja cuma aku yang mengetahui kelakuan nakal kak
Risa.
Akhirnya selesai juga makan malam yang dipenuhi kebisingan antara aku
dan kak Risa itu. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol bersama di ruang
tv, orangtua kami lalu masuk ke kamarnya untuk beristirahat, begitupun
kak Risa yang katanya ingin bikin tugas. Aku juga kembali ke kamarku.
Huh, terpaksa aku hanya beronani sendiri malam ini. Hanya nonton bokep
JAV yang baru selesai ku download.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Aku memutuskan untuk
tidur saja, namun aku ke dapur dulu untuk minum. Di luar kamar suasana
sudah gelap karena lampu-lampu sudah dimatikan. Dari cahaya
remang-remang itu aku lalu melihat seseorang di dapur. Kak Risa!
Aku bertemu kak Risa yang sepertinya juga ingin ambil minum di dapur.
Tapi yang bikin aku terkejut bukan itu, kakakku itu hanya memakai baju
kaos saja! Tanpa celana maupun celana dalam sama sekali! Baju kaos warna
merahnya itupun terlihat tidak bisa menutupi vaginanya. Nekat amat!
“Kak…!” panggilku berbisik keras.
“Hmm? Napa dek?”
“Kok cuma pake begituan sih? Ntar Papa lihat!”
“Kan mereka di kamar dek…” jawab kak Risa santai. Duh, kak Risa ini!
Bisa-bisanya dia tenang-tenang saja hanya memakai kaos begitu keluyuran
di dalam rumah, padahal lampu kamar Papa Mama masih nyala, yang berarti
mereka masih belum tidur. Kalau nanti tiba-tiba mereka keluar kamar
untuk minum atau ke kamar mandi gimana coba? Entah apa yang akan terjadi
kalau mereka melihat anak gadis mereka yang mereka kenal sopan ini
malah berpakaian sembrono begitu. Ugh, aku yang malah jadinya
berdebar-debar.
“Tapi kan kak…” aku mencoba mengatakan apa yang aku cemaskan, tapi belum
selesai aku bicara, kak Risa sudah menempelkan telunjuknya ke bibirnya
agar menyuruh aku diam, lalu mengedipkan mata dengan nakal.
Sambil tetap memegang gelas, Kak Risa kemudian berjalan ke arah ruang
tengah, lalu berhenti tepat di depan pintu kamar Papa Mama. Oh my God!
Aku gemetaran melihat tingkah kakak kandungku yang super nekat itu. Dia
seakan-akan menantang kecemasan hatiku barusan.
Aku mencoba memanggil kak Risa tanpa suara dan dengan isyarat tangan,
tapi kak Risa lagi-lagi menempelkan telunjuknya di depan bibirnya. Dia
lalu minum seteguk kemudian tersenyum manis padaku. Senyum yang berarti
dia masih akan menunjukkan sesuatu padaku.
Benar saja! Satu tangannya yang tidak memegang gelas kemudian mengangkat
ke atas, gayanya seperti akan mengetuk pintu kamar Papa Mama! Sumpah,
aku panas dingin dibuatnya. Tubuhku lemas. Entah apa jadinya kalau kak
Risa beneran mengetuk pintu kamar Papa Mama. Please kak… stop…
Untung saja kak Risa tidak benar-benar melakukannya. Dia hanya sekedar
menempelkan telapak tangannya saja di pintu itu, bukan mengetuk. Tapi
aksi nakalnya masih belum selesai. Dia lalu memutar tubuhnya kemudian
minum sambil berdiri bersandar di pintu kamar Papa Mama! Ugh… kak Risa….
Ampuuun. Kakakku ini betul-betul hobi bikin aku jantungan.
Puas melihat aku yang mati kecemasan di sini, kak Risapun kembali ke
dapur tempat aku berdiri. Kak Risa sungguh nakal! Aku sungguh gemes
punya kakak kayak dia. Ekspresinya yang diimut-imutkan itu bikin aku gak
tahan untuk memeluknya.
“Kak Risa…” aku langsung menerkamnya saat dia kembali ke dapur, ku peluk
kakak kandungku yang cantik ini erat-erat dari belakang.
“Adek! kamu ini main peluk-peluk aja sih!?” Ucapnya seakan tanpa dosa dengan apa yang sudah dia lakukan barusan.
“Kakak nakal banget sih… kalau ketahuan gimana coba!?”
“Ketahuan apa?”
“Ketahuan kalau kakak bajunya sembarangan begitu sama Papa Mama”
“Hihihi, iya yah… mereka kan taunya kakak selalu sopan dan tertutup yah dek… hihihi”
“Iya… makanya…”
“Iya deh… tapi pelan-pelan dong meluknya” pintanya. Ku renggangkan
pelukanku. Senangnya ternyata kak Risa memperbolehkanku untuk terus
memeluknya. Aku sangat menyukai saat-saat kakakku ini ada di dalam
pelukanku. Rasanya begitu nyaman, tapi juga membuat nafsuku naik,
apalagi karena ulahnya barusan itu. Penisku sampai kembali ngaceng
maksimal meskipun aku baru saja beronani.
“Dek…”
“Burungmu bangun lagi yah?”
“Iya kak... udah kangen sama kakaknya, dari pagi gak dapet apa-apa, hehe..”
“Hihihi… kasian”
Kak Risa lalu lanjut minum. Dia terlihat lama sekali menghabiskan air
yang ada di gelasnya, seakan membiarkan aku untuk berlama-lama
memeluknya. Mungkin dia memberiku sedikit kesempatan karena seharian ini
aku tidak bisa ngapa-ngapain terhadapnya. Rasanya senang banget.
Kakakku ini sungguh pengertian. Akupun terus memeluknya sambil sesekali
mengecup pundak dan leher kak Risa. Tapi tentu saja sekedar memeluk saja
masih kurang bagiku.
“Kak…”
“Hmm? Apa dek?”
“Aku pengen dong…” pintaku sambil tetap memeluknya dari belakang. Sambil
berkata demikian aku juga sedikit menghentakkan pinggulku ke depan
berharap dia mengerti maksudku.
“Pengen apaan dek? Minum juga? Nih…” ujar kak Risa sambil menyodorkan
gelas yang masih berisi sedikit air padaku. Huh, kak Risa ini. Dia
pura-pura gak tahu apa gimana sih? Akupun nurut-nurut saja menghabiskan
air putih dari gelas yang disodorkannya karena aku memang haus.
“Udah?” tanyanya sambil meletakkan gelas ke atas lemari es.
“Kurang kak…”
“Dasar… udahan ah, kakak mau bobok” ujarnya sambil mencoba menepis
tanganku di pinggangnya, tapi ku tahan. Aku betul-betul pengen
bermesraan dengan dia lagi malam ini.
“Kak…”
“Apa sih…?”
“Aku ikut tidur di kamar kakak dong…”
“Huuu… alasan aja pengen tidur bareng, bilang aja pengen bi-kin ko-tor
kakakmu lagi. Iya kan?” ucapnya menekankan kata ‘bikin kotor’.
“Hehehe, iya… tahu aja. Aku pengen pejuin kakak lagi, kangen nih…”
“Kangen apaan, belum juga sehari”
“Berarti boleh kan kak?”
“Gak ah…”
“Yah kak… boleh dong… ntar aku panggil Papa lho biar dia liat kalau
bajunya kakak pamer-pamer aurat kayak gini, hehe” ancamku sambil
menyibak-nyibakkan baju kaosnya yang memang tidak bisa menutupi bagian
bawah tubuhnya itu.
“Iihh.. jahat banget sih kamu dek pake ngancam kakak segala. Ntar kakak
kasih tau juga lho kalau kamu tiap hari pipisin kakaknya sendiri pake
peju, hihihi”
“Biarin…”
“Dasar kamu! Ya udah boleh deh tidur bareng, soalnya besok seharian kamu
pasti gak bisa apa-apain kakak lagi, hihihi… Tapi sebelum subuh kamu
harus balik ke kamarmu ya dek..”
“Oke kak…” Uhhhh… aku senang banget. Akhirnya bisa juga manja-manjaan
sama kak Risa meski ada orangtua kami di rumah. Gak sabaaaaaar.
“Tapi sebelum kita ke kamar…” ujarnya menggantung memotong kalimatnya.
“Ngapain kak sebelum ke kamar?”
“Hmm.. Kamu penasaran gak dek, kalau kita manja-manjaannya di sana dulu”
ucapnya sambil menunjuk sofa di ruang tengah, di depan kamar Papa Mama.
“Hah?? Di sana kak?” Apa sih yang dipikirkan kakakku ini. Masa
bermanja-manjaan di depan kamar Papa Mama sih? Kak Risa sungguh nakal,
suka banget nyerepet-nyerepet bahaya gitu.
“Iya.. pengen coba nggak kamunya?” tanyanya lagi dengan senyum nakal, bikin aku gregetan saja.
“Tapi kan kak… kalau kita ketahuan gimana? Di kamar kakak aja deh… jangan yang aneh-aneh…”
“Yakin? Padahal kalau kamu mau, kakak bakal kasih kamu hadiah lho…”
“Hah? A..apan kak?”
“Hihihi… dengar kakak bakal kasih hadiah langsung semangat kamunya.
Nanti dong… jawab dulu, kamu mau nggak nih?” tanyanya lagi. Ugh, apa
yang harus aku lakukan? Aku betul-betul penasaran bagaimana rasanya,
tapi resikonya terlalu besar kalau kami mesra-mesraan di sana. Melihat
ulah kak Risa tadi saja aku sampai panas dingin, ini malah mengajakku
bermesra-mesraan di sana.
“Coba dulu yuk…” ajaknya lagi. Aku bingung, tapi nafsu dan rasa
penasaranku jauh lebih besar, ketahuan-ketahuan dah. Akupun mengangguk
mengiyakan ajakannya.
“Iya deh kak…” jawabku yang disambut senyuman manis nan nakal darinya.
Kak Risa lalu menuntunku ke ruang tengah dengan menarik tanganku. Sambil
kami berjalan ke sana, dia terus memandangku dan tersenyum manis,
seolah berkata kalau tidak akan apa-apa. Kak Risa memang tidak terlihat
santai juga, aku tahu kalau dia sedang berdebar-debar cemas sekarang.
Dia juga takut kalau perbuatan kami akan ketahuan. Tapi demi sensasi
baru yang akan kami dapatkan, kamipun nekat berbuat begini.
Sesampainya di sana, kak Risa lalu mendudukan aku ke sofa. Dia kemudian
duduk di pangkuanku. Vaginanya yang tidak tertutupi itu tepat berada di
atas tonjolan penisku yang masih tertutup celana. Dengan tersenyum manis
padaku, kak Risa lalu mendekati wajahku untuk menciumku. Dadaku
berdebar-debar, kami akan berciuman di depan kamar Papa Mama!
“Cup” Aku dan kakak kandungku ini kemudian berciuman dengan panasnya,
ciuman penuh nafsu dan ketegangan karena kami melakukannya di dekat
kamar orangtua kami. Benar saja, sensasinya jauh lebih luar biasa dari
ciuman yang biasa kami lakukan. Akupun mempererat memeluk kakakku. Tubuh
kami menempel. Aku dapat merasakan kalau dadanya juga berdebar kencang
saat ini.
“Enak kan dek?” bisiknya pelan di telingaku.
“E..enak kak” jawabku lirih.
“Mau lanjut di kamar atau terus di sini hayo?”
“Di sini aja deh kak, hehe” jawabku. Dia tersenyum sambil menahan tawa,
mungkin merasa lucu karena aku tadi menolak ajakannya untuk
mesum-mesuman di sini, namun sekarang malah ketagihan. Kak Risa kemudian
memagut mesra bibirku lagi. Kamipun kembali berciuman.
Cukup lama kami berciuman. Aku dan kak Risa juga terus saling bertukar
air liur. Sebuah perbuatan yang sangat ganjil tentunya jika sampai
terlihat oleh orang tua kami. Tapi kami terus melakukannya lagi dan
lagi, bahkan semakin liar dengan saling meludahi mulut satu sama lain,
berciuman, meludah lagi, berciuman lagi, meludah lagi, begitu terus
berkali-kali.
Hawa semakin memanas. Tubuhku dan tubuh kakakku sudah mulai berkeringat.
Aku yang horni bahkan menjilati butiran keringat kak Risa yang ada di
wajah cantiknya sampai ke lehernya. Aku sungguh menyukai apapun dari
tubuh kakak kandungku ini, termasuk keringatnya. Bau tubuhnya yang
berkeringat juga membuat aku semakin bernafsu. Kak Risa tersenyum manis
sambil menahan geli karena aksi jilat-jilatanku itu. Akhirnya diapun
ikut-ikutan menjilati dan membasuh wajahku langsung dengan lidahnya.
Entah berapa lama kami melakukannya, saling menelan air liur dan
menjilat keringat begini, namun yang jelas ku lihat lampu kamar orangtua
kami sudah mati, mereka sudah pergi tidur. Tapi hal itu malah membuat
aku kecewa. Entah kenapa aku malah berharap perbuatan aku dan kak Risa
ketahuan oleh Papa Mama. Membayangkan kalau perbuatan kami benar-benar
akan ketahuan membuat aku semakin horni. Apakah kak Risa juga berharap
demikian? Karena ku lihat sekarang dia sudah mulai melenguh pelan seakan
ingin membangunkan Papa Mama. Suara decakan bibir kami yang beradu juga
semakin keras. Aku juga mengeluarkan suara menyebut-nyebut kak Risa.
Aku sungguh bernafsu pada kakak kandungku ini. Aku ingin sesuatu yang
lebih dari ini. Sesuatu yang lebih beresiko dan gila bila sampai
ketahuan orangtua kami. Sesuatu perbuatan yang lebih tidak pantas
dilakukan oleh saudara sekandung.
Seakan mengetahui isi kepalaku, kak Risa kemudian berbisik memanggilku.
“Dek…”
“Y..ya kak?”
“Mikirin apa sih?” tanyanya manja.
“Eh, itu… katanya kakak mau kasih aku hadiah, hehe”
“Oh… mikirin itu”
“I-iya kak… emang apa sih hadiahnya”
“Hmm… kakak pikir gak apa deh sekali-kali kasih kamu itu”
“Itu? Itu apa kak maksudnya?”
Kak Risa tidak menjawab, dia hanya senyum-senyum manis saja padaku.
“Tapi kamu jangan berisik yah… eh, tapi kalau berisik dikit juga gak apa
kok… hihihi” Ugh, kak Risa… Dia berharap aku berisik agar orangtua kami
memergoki??
“Apaan sih kak?” tanyaku lagi sungguh penasaran. Tapi dia lagi-lagi
hanya tersenyum manis, kali ini disertai kedipan mata kiri sambil
memiringkan kepala. Ugh.. imutnya.
Kak Risa lalu turun ke bawah, dia menurunkan celana pendekku beserta
celana dalamku. Penisku yang dari tadi tegang itupun langsung bebas
berdiri tegak di hadapannya. Jangan-jangan dia akan…
“Slruup” Kak Risa memasukkan penisku ke dalam mulutnya! Dia mengulum
penisku! Aah… rasanya sungguh tidak terkatakan. Akhirnya aku dapat
merasakan penisku di dalam rongga mulut kakak kandungku yang cantik ini.
Jadi inikah hadiah dari kak Risa itu? Tapi kenapa harus di saat
sekarang ini? Di waktu Papa Mama di rumah, bahkan di sebelah kamar Papa
Mama? Sepertinya yang kak Risa pikirkan sama denganku. Karena keberadaan
Papa Mama lah yang membuat kami nekat ingin mencoba sensasi yang lebih
gila.
“Kak Risa…” erangku. Aku tidak kuat untuk tidak bersuara memanggil
dirinya. Dia sendiri merespon panggilanku dengan menatap mataku
dalam-dalam, bahkan berusaha tersenyum meski mulutnya penuh oleh
penisku. Kak Risaku yang cantik terlihat semakin cantik dengan wajah
berkeringat sambil mengulum penisku itu. Aku semakin berharap-harap
cemas orangtua kami membuka pintu kamarnya dan memergoki aksi tidak
wajar kami sebagai saudara sekandung ini. Ma.. Pa… lihat… Kak Risa yang
kalian kenal sopan dan alim sedang menyepong kontol adek kandungnya
sendiri, batinku berteriak.
Aku hanya bisa menikmati perlakuan sayang kak Risa pada penisku. Dia
menjilati apapun di bawa sana, mulai dari batang penisku, buah zakar,
sampai mengulum rambut kemaluanku hingga basah oleh liurnya.
“Enak dek?” tanyanya kemudian sambil tetap mengocok pelan batang penisku.
“E..enak kak.. makasih yah…”
“Lakukan apapun yang adek mau ke mulut kakak yah… bebas kok…” ujarnya
sambil tersenyum lalu kembali melanjutkan mengulum penisku. Lakukan
apapun yang aku mau? Maksudnya?
Seakan menjawab pertanyaanku, kak Risa lalu menuntun tanganku untuk
diletakkan ke kepalanya, lalu sambil memegang tanganku dia menekan
kepalanya sendiri sehingga penisku makin masuk ke mulutnya. Jadi inikah
maksudnya memperbolehkan aku untuk memperlakukan mulutnya sesukaku?
Boleh menekan kepalanya dalam-dalam ke selangkanganku jika aku memang
mau? Tentu saja aku mau.
Akupun lanjut terus melakukannya. Ku tekan kepala kakak kandungku ini
lagi sampai mentok ke kerongkongannya. Beberapa saat kemudian ku tarik
kembali, lalu ku tekan kembali dalam-dalam, lalu ku tarik kembali,
begitu terus selanjutnya. Semakin lama kocokan penisku dengan mulutnya
semakin cepat. Suara peraduan penisku dan rongga mulutnya semakin
menjadi-jadi. Aku semakin berharap orangtua kami mendengar suara decakan
aneh ini sehingga mereka keluar kamar dan melihat aksiku ini. Dadaku
semakin berdebar-debar tidak karuan. Sensasinya sungguh luar biasa.
Saking bernafsunya, aku sampai menahan kepala kakakku itu sangat lama di
selangkanganku.
“Eh, ma..maaf kak” saat aku tersadar kak Risa sudah mangap-mangap di bawah sana. Segera ku lepaskan kepala kak Risa.
“ Ngghh…” Ku lihat ada air mata di pinggir matanya. Wajahnya memerah.
“Ma..maaf kak… terbawa suasana” ucapku lagi, tapi aku melihat dia masih
saja tersenyum padaku. Bahkan berusaha memasang wajah imut meski
nafasnya masih ngos-ngosan begitu.
“Sssttt! Gak papa, berisik ih adek, ntar kita ketahuan lho…” katanya berbisik pelan masih dengan nafas belum teratur.
“Lagi adekku sayang?”
“Iya kakakku…”
“Genjotin mulut kakak kandungmu ini sesuka hatimu” katanya sambil tersenyum manis. Argh, kak Risa benar-benar gemesin.
“Iya kak Risa… aku bakal genjot mulut kakak tanpa ampun” jawabku
mengikuti apa yang dikatakannya. Akupun kembali menggenjot mulut kak
Risa. Menghujam kerongkongan kakak kandungku yang cantik ini lebih kasar
dari tadi, semakin kasar dan semakin kasar. Kak Risa terlihat sangat
kewalahan, sampai ingin muntah. Sebenarnya aku tidak tega, tapi nafsuku
yang sangat tinggi membuat aku tidak ingin berhenti menggenjot
kerongkongannya, lagian dia sendiri sudah memperbolehkan aku untuk
berbuat apapun yang aku mau pada mulutnya.
Kak Risa benar-benar luar biasa, kalau begini terus aku bakalan muncrat.
Sensasi mengetahui yang sedang mengulum penisku ini adalah kakak
kandungku sendiri betul-betul membuat aku melayang. Pakaiannya yang
hanya memakai baju kaos juga membuat aku semakin bernafsu. Tapi aku
berharap aku juga dibolehkan ngentotin mulutnya yang di bawah. Kira-kira
dia bakalan mau nggak yah? Tapi untuk saat ini yang begini saja sudah
lebih dari cukup. Begini saja sudah sangat ganjil kami melakukannya
sebagai saudara sekandung, di depan kamar orangtua kami pula.
Akhirnya aku tidak menahan-nahan lagi laju pejuku. Aku ingin menggenjot
mulut mungil kakakku ini sampai aku muncrat-muncrat. Kak Risa sendiri
tampak rela bila aku memang ingin ngepejuin rongga mulutnya. Setelah
beberapa saat kemudian aku merasa tidak kuat lagi. Pa.. Ma.. aku
ngepejuin mulut kakak…
Croooootttt… croooooot….
Pejuku muncrat-muncrat di dalam mulut kak Risa. Semua isi kantong
zakarku kini berpindah ke dalam mulut kakak kandungku yang cantik ini.
Jika Papa kami melihatnya pasti aku sudah dihajar habis-habisan.
Entah berapa kali semprotan, tapi ku tahu itu sangat banyak. Aku dapat
melihat leleran peju mengalir di sela-sela bibirnya. Setelah selesai
membuang peju ke mulutnya, kak Risa lalu menunjukkanku spermaku yang ada
di dalam mulutnya. Dia memanjakan mataku dengan memainkan peju itu
dengan lidah, mengunyah-ngunyahnya, serta berkumur. Yang membuatku
takjub adalah ternyata akhirnya dia menelan itu semua! Calon
keponakannya dia telan semua masuk ke lambungnya!
“Udah kan dek? Puas?”
“Puas kak… makasih… hehe”
“Ini perbuatan kita udah semakin jauh lho dek… malah nekat di depan kamar Papa Mama pula”
“Gara-gara kakak tuh…”
“Tapi seru kan? Kamu suka kan dek?”
“Suka sih… hehe”
“Gak boleh minta lebih yah kamunya… cukup sampai segini aja yah…”
ujarnya kemudian. Aku sebenarnya ingin lebih dari ini, sangat
menginginkannya. Aku rasa kak Risa sebenarnya dalam hatinya pasti juga
penasaran bila perbuatan kami lebih dari ini, tapi sepertinya dia
menahan-nahannya karena kita memang saudara kandung.
“Udah yuk dek, kita bobok” ucap kak Risa sambil berdiri. Ku hanya
mengangguk sambil membiarkan lagi tanganku dituntun olehnya menuju ke
kamarnya.
Sebelum ke kamar, kak Risa mampir dulu ke kamar mandi, pengen pipis
katanya. Akupun menemaninya ke kamar mandi. Saat dia masuk, dia tidak
menutup pintu, langsung jongkok di lantai kamar mandi dan kencing di
sana. Pemandangan yang membuatku berhenti nafas! Aku melihat kakak
kandungku yang cantik ini kencing di depanku! Mataku seakan tak mau
lepas menyaksikan bagaimana lubang kelaminnya itu mengucurkan cairan
kuning dengan derasnya. Kepalaku semakin pusing saat melihatnya malah
tersenyum manis padaku.
“Kenapa dek? Kamu pengen pipis juga?”
“Eh… nggak kak…”
“Kalau gitu bantu cebokin kakak dong…”
“Hah?”
“Gak mau?”
Ugh, tawaran yang gila dari kakakku meminta adiknya sendiri untuk bantu
cebokin dia. Aku sampai susah berkata-kata dibuatnya. Tapi tentu saja
aku tak menolak tawaran itu. Akupun masuk ke kamar mandi, mengambil air
dengan gayung, lalu menyeboki kak Risa. Aku juga menyiram lantai kamar
mandi hingga bersih kembali. Sempat terbersit hal gila di benakku untuk
mencoba bagaimana rasa air seninya. Ah… aku semakin kacau.
Setelah selesai, diapun bangkit dan menarik tanganku lagi dan menuntunku
untuk kini menuju ke kamarnya. Untuk berjaga-jaga, pintu kamar kak Risa
sudah dikunci.
“Udah dek… bobok gih, masih aja gerepe-gerepe kakak. Emang belum puas
apa?” tanyanya heran karena aku masih saja maraba-raba buah dadanya dari
balik kaosnya.
“Belum kak, hehe…” Aku emang belum puas menikmati tubuh kakakku ini, dan gak akan pernah puas.
“Dasar… Kakak mau bobok tau! Ya udah… tapi cuma peluk-peluk dan gerepe
aja… Gak boleh gesek-gesek, eh, gesek-gesek dikit gak papa sih… hihihi”
“Hehe.. makasih kak Risa” Ugh, kak Risa betul-betul gemesin!
“Mimpi indah yah dek… kakak bobo dulu”
“Iya….”
Akupun malam itu tidur seranjang dengan kak Risa yang masih tetap hanya
mengenakan baju kaosnya tanpa bawahan sama sekali. Aku juga masih tidak
mengenakan celana. Jadinya penisku bersentuhan langsung dengan belahan
pantat dan permukaan vaginanya yang terbuka bebas itu.
Aku tidur dengan kak Risa menjadi gulingku. Guling cantik yang bisa aku
peluk dan aku gerepe sepuasnya. Aku lakukan hal mesum itu sampai akupun
ikut mengantuk dan tertidur sambil memeluknya. Aku amat senang karena
waktu tak sengaja terbangun tengah malam, justru aku yang sedang dipeluk
kakakku ini.
Aaahh... Aku ingin terus seperti ini.
Bersambung...
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Risa
Cerita Eksibisionis Risa : Jangan Sampai Papa dan Mama Tahu Yah Dek 2
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar