Pagi itu aku terbangun agak telat. Ketika aku keluar kamar, aku melihat Naya sudah bangun dan terlihat membawa nampan berisi 2 gelas teh.
"Eh... kebetulan chan... baru aja mau aku bangunin, malah udah bangun sendiri... nih aku buatin teh..." katanya.
"Duh... baik banget sih kamu nay...."
"Haha.... gantian aja kok... kemaren kan kamu yang buatin buat aku..."
Kami pun menikmati teh tersebut sama seperti pada saat Naya kubuatkan teh kemarin.
"Kamu gak dingin apa, pake baju kayak gitu pagi-pagi gini nay?" tanyaku setelah meliahtnya memakai baju terusan yang kemarin.
"Gak kok... udah biasa... lagian gak dingin-dingin amat..." jawabnya.
"Oh..."
"Kamu kok kayaknya selalu ngliatin badanku terus deh chan? kenapa sih?" tanyanya.
"Ah gak... aku kan gak biasa aja ngeliat cewek di rumah ini... biasanya mah ngeliat badan cowok mulu... telanjang dada pula... padahal badannya gak ada bagus-bagusnya hehe" candaku sambil bermaksud menyindir kebiasaan teman sekontrakanku yang suka bertelanjang dada jika di dalam rumah.
"Hahaha... giliran ada aku kamu jadi bisa liat cewek yang telanjang dada ya?" jawabnya. Tentu aku terkejut, padahal aku tidak bermaksud mengingat kejadian itu lagi.
"Duh nay... aku bener-bener minta maaf soal kejadian itu... aku gak sengaja... sumpah"
"Iya iya... udah kumaafin kok... lupain aja.. haha" jawabnya.
"Ngomong-ngomong nay, kok kamu tidurnya gak pake baju gitu sih?" tanyaku. Aku berusaha mengulik tentang kebiasaannya tersebut.
"Hmmm.... lagi pengen aja... udah sih plis jangan dibahas lagi..." jawabnya.
"Yaudah deh sorry... sekali lagi aku minta maaf..."
"Jangan critain ke siapa-siapa lho ya..." katanya.
"Tenang... gak bakalan kok..."
"Janji?" tanyanya meyakinkan.
"Janji!" jawabku.
"Eh katanya kamu mau ngajakin aku jalan-jalan hari ini... jadi gak?" tanyanya.
"Jadi dong.... hmmmm.... kalau ke pantai kamu suka gak?" tanyaku.
"Suka banget...." jawabnya.
"Tapi agak jauh pantainya..."
"Gapapa...."
"Yaudah yuk siap-siap..."
Singkat cerita, aku sudah siap berangkat. Tak lupa, aku juga membawa baju ganti untuk berjaga-jaga jika nanti ingin bermain air. Namun cukup lama juga aku menunggu Naya keluar kamar. Hingga akhirnya pintu kamarnya mulai terbuka, dan semerbak wangi parfum seketika keluar dari kamar. Naya berpakaian sangat anggun sekali. Dia mengenakan baju model kaos lengan panjang warna coklat muda polos, dipadu dengan hijab berwarna coklat tua. Sedangkan bawahnya dia memakai celana jeans berwarna hitam ketat. Jika tersorot cahaya dari belakang, bajunya terlihat sedikit menerawang, bahkan samar-samar aku dapat melihat bentuk bra dibalik baju tersebut. Namun itu hanya terlihat jika dengan diperhatikan baik-baik saja.
"Cakep bener dandanannya... kayak mau kondangan aja... kita ini mau ke pantai lho..." sindirku.
"Emangnya aku harus pake apa? Pake bikini? Lagian bajuku tinggal ini... masa iya mau pake tanktop doang?" jawabnya.
"Hehe... gapapa kok... eh tapi kamu bawa baju ganti kan?" tanyaku.
"Lho emang kita mau berenang?" Naya tanya balik.
"Ya terserah sih... paling gak, main air lah...."
"Hmmm... yaudah bentar yah..."
Naya kembali masuk ke kamar untuk mengambil baju gantinya.
"Masukin kesini aja bajunya... sekalian bawa ya tasnya..." aku menyodorkan tas ranselku padanya.
"Oke..."
Letak pantai yang kami tuju lumayan jauh. Mungkin butuh sekitar 2 jam untuk mencapainya. Di tengah perjalanan, kami sempatkan mampir ke rumah makan untuk mengisi perut terlebih dahulu.
****
Akhirnya kami sampai juga di pantai tujuan kami. Waktu itu suasana pantai cukup ramai sekali. Memang deretan pantai berpasir putih di area ini memang sudah populer di kalangan wisatawan. Tak ayal kalau beberapa pantai disini selalu dipenuhi orang baik pada musim liburan maupun tidak. Namun sebenarnya ada beberapa pantai yang masih jarang dikunjungi, itu karena untuk kesana tidaklah mudah.
"Yaah... rame banget chan..." kata Naya.
"Ya mau gimana lagi? Ada sih tempat yang sepi.. tapi....." kataku.
"Tapi kenapa?"
"Harus jalan kaki dulu kesana sekitar sejam..." kataku sambil menunjuk sebuah tebing bebatuan.
"Itu kan tebing chan?"
"Iya.. kita harus manjat itu dulu, ntar dibalik bukit itu ada pantai lagi... itu sepi banget.... lebih cantik juga pantainya" jawabku.
"Kamu udah pernah kesana?"
"Udah dulu sama anak-anak mapala..."
"Hmmm... yaudah deh gapapa... penasaran...." katanya.
Selanjutnya kami membeli beberapa cemilan dan minuman untuk bekal kami kesana. Lalu setelah itu melanjutkan perjalanan.
"Kamu tu anak mapala ya chan?" tanya Naya membuka obrolan.
"Ah gak.... temenku aja yang anak mapala... tapi dia suka ngajak aku exploring-exploring gini..." jawabku.
"Naik gunung juga?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk.
"Wah.. boleh dong sekali-kali aku diajak naik gunung..." katanya.
"Kamu belum pernah?"
"Belum...."
"Yaudah deh... kapan-kapan aku ajak kamu..."
"Hehe... makasih ya chan...."
Sejam lebih kemudian, kami telah sampai ke pantai tersembunyi tersebut.
"Waaaaahhh....! Keren chan...." ekspresi Naya ketika melihat pantai ini untuk pertama kalinya.
"Nah... sepi kan?"
"Ini sih gak sepi lagi chan.... malah gak ada siapa-siapa disini.... serasa cuma milik kita aja yah... haha" Naya langsung menghempaskan pantatnya ke pasir yang ternaungi rimbunnya pohon yang ada di pesisir pantai. Sedangkan aku menyusulnya untuk duduk disebelahnya.
Sejenak, Naya terdiam memandangi lautan.
"Cantik yah...." kalimat yang terucap dari bibir manisnya, mengekspresikan keindahan lautan yang ada di depannya.
"Eh chan, kalo mau ganti baju dimana ya?" tanya Naya.
"Oiya lupa aku nay... disini gak ada kamar ganti.... aduh.. gimana ya?" jawabku. Aku benar-benar lupa akan hal ini.
Naya mengarahkan pandangannya keseluruh area pantai, seperti mencari sesuatu.
"Hmmm... kayaknya disitu bisa deh.." kata Naya sambil menunjuk ke sebuah arah.
"Mana?" tanyaku.
"Itu lho... semak-semak itu..." sambil tetap menunjuk semak-semak tersebut, Naya mempertegas ucapannya.
"Kamu serius mau ganti baju disitu?"
"Iya gapapa.... lagian gak ada orang kok... kan sayang udah jauh-jauh kesini kalo gak main air..."
"Yaudah deh, kamu duluan aja... aku nunggu sini.." kataku.
Naya pun berjalan menuju semak-semak yang jaraknya sekitar 10 meter dari tempatku duduk. Mataku terus mengikuti kemana Naya pergi. Hingga akhirnya tubuh Naya menghilang dibalik semak-semak.
Sebenarnya semak-semak tersebut tidak dapat menutupi tubuh Naya dengan sempurna. Terdapat beberapa celah-celah kecil yang dihasilkan dari daun-daun semak-semak tersebut. Namun dari jarak pandangku, celah tersebut cukup sulit untuk melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Naya dibaliknya. Tetapi karena banyaknya celah tersebut, aku sedikit tahu apa yang sedang dilakukan Naya.
Seperti pada saat samar-samar aku melihat Naya melepaskan hijabnya, yang diteruskan melepaskan baju bagian atasnya. Itu terlihat dari gerakan Naya yang mengangkat kedua tangannya, meski aku tidak bisa melihat jelas tubuh Naya setelah melepaskan baju atasnya tersebut. Kemudian Naya terlihat membungkukkan badannya, dapat kuasumsinkan kalau dia sedang melorotkan celananya. Meski aku tidak dapat melihat tubuhnya, namun imajinasiku tetap berjalan, dan itu membuat penisku mulai mengeras.
"Chan... jangan ngintip ya...!" teriak Naya tiba-tiba.
Aku yang kaget, langsung memalingkan mukaku. Sial. Apakah Naya tahu kalau aku dari tadi menatapnya?
"Siapa juga yang ngintip.. aku dari tadi masih disini!" teriakku mencoba memberi alibi untuk membela diriku.
"Bagus deh! Sekalian jagain kalo misal ada orang ya! Soalnya aku lagi gak pake apa-apa nih!" balasnya.
Haruskah Naya menegaskan kalimat "lagi gak pake apa-apa" tersebut? Sebuah kalimat yang membuat siapapun yang mendengarnya pasti pikiran bawah sadarnya langsung membayangkannya. Seperti halnya diriku.
"Udah sana gantian" kata Naya yang tiba-tiba muncul dibelakangku.
Naya kini telah berganti baju. Dia mengenakan kaos warna kuning polos yang lumayan ketat, dan sebuah celana hotpant warna hitam. Aku cukup kecewa, karena aku mengharapkan Naya tidak memakai pakaian dalamnya. Namun ternyata, aku bisa melihat dengan jelas bentuk cup bra yang tercetak di kaos yang dikenakannya. Tetapi tetap saja aku tidak menyangka Naya akan berpakaian seperti itu di tempat terbuka seperti ini. Berbeda sekali dengan pakaiannya yang serba tertutup pada saat berangkat kesini.
Dibalik semak-semak yang sama dengan yang dipakai Naya tadi, aku mulai melepaskan bajuku. Aku mendapati penisku tegang dengan sempurna. Sehingga ketika aku memakai celana boxerku, terlihat sekali tonjolan penisku. Kuputuskan untuk melakukan onani sebentar.
Lewat celah dari samak-semak yang menutupi tubuhku ini, aku mengintip untuk mengawasi Naya agar memastikan dia tidak melihat kearahku. Namun selain mengawasinya, aku juga menikmati pemandangan tubuh Naya yang kini sedang mengoleskan lotion ke pahanya putihnya. Berkat pemandangan tersebut, tak butuh waktu lama untukku mendapatkan ejakulasi.
Setelah selesai berganti baju, aku menghampiri Naya. Naya masih belum selesai dengan kegiatan mengoles lotionnya. Bahkan ketika aku mulai duduk disebelahnya, Naya sedang mengoles lotion ke paha bagian dalam yang membuatnya memposisikan diri sedikit mengangkang. Tentu mataku tak lepas dari pemandangan tersebut. Aku bisa melihat betapa mulusnya kulit paha Naya. Dan tentu saja mataku juga tertuju pada gundukan kecil diantara kedua paha yang masih tertutup hotpant tersebut.
"Nih. Biar gak item." kata Naya menyodorkan lotion kepadaku.
Aku menerima lotion tersebut. Sedangkan Naya langsung bangkit dan menuju laut. Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk bermain air.
Sambil mengolesi lotion pada tubuhku, aku menonton Naya yang sedang bermain air laut. Terlihat kini seluruh tubuhnya sudah basah oleh air. Sehingga kini kaosnya benar-benar mencetak bra yang dikenakannya. Terlihat jelas bra warna putih dengan indahnya menutup bagian tubuhnya yang juga sama indahnya. Sedangkan kaosnya sesekali terangkat, memperlihatkan kulit perut ratanya tersebut. Ingin sekali aku menyentuh kulit tubuhnya yang terlihat tanpa cacat tersebut.
Tiba-tiba ombak yang cukup besar datang padanya. Sehingga Naya jatuh tersungkur karenanya. Kontan saja, aku langsung mentertawainya. Hingga dia terbangun dan terlihat seperti kesakitan sambil memegang punggungnya. Aku yang tadi tertawa, kini langsung simpati padanya. Aku pun langsung bangkit menghampirinya.
"Kamu gak apa-apa? Punggungmu sakit?" tanyaku padanya.
"Gak apa-apa kok chan.... cuma...."
"Cuma apa?"
"Cuma behaku kaitnya lepas nih... hehe" jawabnya.
"Oalah... kirain kamu kenapa-napa nay..."
"Hmmmm.... boleh minta tolong gak chan? Susah nih" kata Naya yang memang terlihat kesulitan meraih kait bra yang berada dibalik kaosnya.
Naya lantas berdiri memebelakangiku.
"Aku harus gimana nay?" sebenarnya aku sudah tahu harus berbuat apa, tapi aku ragu saja untuk melakukannya.
"Kaitin behaku. Masukin aja tanganmu ke kaosku." kata Naya.
"Serius nih kamu minta tolong aku?" tanyaku kurang percaya.
"Iya chan... emangnya aku harus minta tolong sama siapa lagi?"
"Yaudah deh.... maaf ya..." aku minta ijin padanya untuk memasukkan tanganku ke dalam kaosnya.
Ketika jariku menyentuh kulit punggungnya, sontak saja penisku langsung bereaksi. Karena hal inilah yang memang kuidam-idamkan sejak pertama kali melihat kemulusan kulitnya. Meski aku mengharapkan bisa membelai kulit pahanya atau payudaranya, membelai punggungnya saja sudah membuatku terangsang.
Setalah meraih kedua ujung bra Naya, aku mencoba mengaitkan kedua-duanya. Namun aku cukup kesulitan karena aku tidak konsen padanya.
Tiba-tiba ada sebuah ombak yang mendorongku dari belakang. Hal ini membuat pinggulku terdorong ke depan, membuat tonjolan yang ada di celanaku menyentuh pantatnya.
"Eh... sorry nay... kayaknya kita harus minggir dulu deh.." kataku pada Naya. Sepertinya Naya tidak sadar kalo baru saja 'disodok' olehku.
Penisku kembali tegang sempurna dibuatnya. Sehingga membuatku semakin tidak konsen untuk mengaitkan bra Naya.
"Bisa gak chan?" tanya Naya.
"Susah nih. Gak kliatan kaitnya. Aku gak pernah make beha sih... jadi ya maklum gak hafal letak kaitnya..." jawabku.
Tiba-tiba Naya menarik keatas ujung kaosnya!
"Eh eh... kamu ngapain nay?" tanyaku terkejut dengan apa yang dilakukannya.
"Ya biar kliatan kaitnya chan" jawabnya polos.
"Ya tapi gausah pake buka baju segala nay..." kataku.
"Gapapa... gak ada orang kok.." jawabnya.
Gak ada orang? Memangnya aku tidak dianggap sebagai 'orang'? Aku benar-benar terkejut melihat kelakuannya ini. Dia berani membuka kaosnya di tempat terbuka seperti ini di hadapanku! Meski dia cuma mengangkat kaosnya dan tidak sampai terlepas, tentu saja masih membuat punggungnya terlihat jelas olehku. Tidak hanya melihatnya, tapi aku juga bisa membelai punggungnya. Jika saja aku bisa melihat tubuhnya dari depan, pasti akan terlihat perut rata Naya dan tentu saja sebuah pembungkus gunung kembar miliknya.
Otak mesumku mulai berimajinasi. Aku membayangkan dengan posisi kami pada saat ini, aku tidak jadi mengaitkan bra Naya. Melainkan menariknya bersama kaosnya keatas hingga terlepas, dilanjutkan aku langsung memeluknya dan meremas kedua payudaranya dari belakang. Kuplorotkan juga hotpantnya dan celanaku, dan langsung manancapkan penisku ke sela-sela paha Naya. Aku membayangkan sedang men-doggy Naya saat itu juga!
Namun otak warasku kembali mengambil alih. Aku selesaikan tugasku, sehingga bra Naya kembali terkait.
"Udah nay" kataku. Naya pun kembali membetulkan kaosnya.
"Makasih ya chan..."
Ah sial, celanaku kembali menggembung gara-gara kejadian barusan. Aku segera beranjak dari bibir laut dan kembali duduk di bawah pohon. Ketekuk kakiku ketika duduk, sehingga Naya tidak bisa melihat tonjolan celanaku. Setidaknya aku akan duduk disini sampai penisku melemas.
Bukannya melemas, penisku malah makin tegang. Apalagi sekarang Naya malah duduk bersila di depanku. Kulihat betapa putihnya kulit paha bagian dalam Naya. Dan tentu saja gundukan yang ada di selangkangannya, membuatku membayangkan seperti apa isi dari celana hotpant tersebut.
"Heh Chan! Kok bengong sih? Lagi mikirin apa?" tegur Naya mengagetkanku.
"Anu... putih... eh.." aku yang kaget, membuatku keceplosan.
"Putih? Apanya yang putih?" tanyanya.
"Hmmm... pasirnya Nay.." jawabku asal.
"Iya chan... cantik pasir pantainya.... gak kayak pantai di ****" jawabnya.
Kuteruskan mengobrol dengan Naya, sehingga tanpa terasa penisku kembali melemas. Kami habiskan hari itu dengan mengobrol, bermain pasir, sekedar menikmati pemandangan, dan tentu saja foto-foto. Hingga tidak terasa hari sudah sore.
****
"Eh chan, ini kita kalau mau bilas dimana? Disini kan gak ada kamar mandi." tanyanya.
"Oiya lupa. Kalau kamar mandi mah jauh. Di tempat pertama kita nyampe itu. Tapi di dekat sini ada sumur warga sih, kalau kamu mau... tapi..." kataku menjelaskan.
"Tapi apa?"
"Tapi gak ada kamar mandinya Nay, cuma sumur..." jawabku.
"Jadi tempatnya terbuka gitu?"
"Iya nay..."
"Kira-kira sering ada orang lewat gak deket situ?" tanyanya.
"Setauku sih jarang, soalnya agak jauh dari pemukiman juga..."
"Coba deh nanti liat dulu... Soalnya aku buru-buru pengen mandi deh, udah lengket semua gini." katanya.
Kami pun mulai mengemasi barang-barang kami dan mulai berjalan menuju sumur tersebut yang kebetulan searah dengan jalan pulang.
0 komentar:
Posting Komentar