Satu koper kecil muatan terakhir akhirnya dengan susah payah masuk juga
ke mobil minibus itu. Namun persoalan lain muncul, hanya 3 kursi yang
tersisa dari 4 orang yang akan mengikuti perjalanan hari itu. Erna,
putranya Johan, dan 2 rekan kuliahnya bersiap mengawali perjalanan
panjang menuju kost-kostan di kota tempat mereka akan mengawali kuliah.
Yah...seperti layaknya seorang ibu yang perfeksionis, beragam barang
kebutuhan kelengkapan rumah tangga yang sebenarnya bisa dibeli di kota
tujuan dibawa serta, dispenser,rice cooker,kipas angin, sampai TV 32
inchi pun dibawa...Johan sebenarnya cukup dongkol dengan tingkah ibunya,
namun memilih menuruti pasrah karena dia tahu persis tak ada gunanya
menyanggah wanita bawel yang biasa dipanggilnya mama itu, sedangkan 2
teman kuliahnya sudah lebih dulu berada di kota tersebut, jadi tak
terlalu banyak barang bawaan selain untuk kebutuhan pribadi...mereka
hanya cengar cengir melihat wajah Johan yang menahan jengkel...mana
ibunya mau ikut lagi,biasa...baru kali ini ia melepas anaknya pergi jauh
meninggalkan keluarga, lagipula godaan surga belanja di kota tersebut
terlalu kuat untuk membuatnya ikut dalam perjalanan tersebut.
“Jadi gimana neh ma...dah gak muat , mama tinggal aja deh...atau
terpaksa harus ada barang yang ditinggal neh”, ujar Johan...”enak
aja,”...ujar Erna,disertai 1000 kata-kata lain menyembur bak peluru
senapan mesin. Dua rekan Johan hanya bisa saling menatap menahan senyum,
mereka sih tak punya beban karena bertugas sebagai supir...“Ya udah,
kamu berdua sama mama, kamu pangku mama!” lanjut Erna...”what? ma....ini
7 jam perjalanan lho,kalo ditambah macet bisa 10 jam...pegel dong
Johan”...jawab Johan yang biasa dipanggil Jo oleh ibunya. Tapi Erna
bukan wanita yang mudah menyerah...dengan wajah kecut, mau tak mau Johan
pun menuruti kemauan ibu kandungnya tersebut, anggap saja bayar budi
baik terhadap ibu yang telah membesarkannya dengan kasih sayang dan
selalu menuruti keinginannya sebagai anak satu-satunya. Dia sangat dekat
dengan ibunya di saat ayahnya yang pengusaha itu jarang ada di rumah.
Lagipula tubuh ibunya cukup kecil dibanding dirinya, lebih pendek
beberapa senti dan masih ramping pula, dia pikir dia akan kuat memangku
mamanya itu. “Duh...jadi ikan sarden dalam kaleng deh kita”, ujar Johan
ketika dengan susah payah harus menerima beban
dipangkuannya...”ah..cerewet kamu...ayo jalan Ndi”, jawab Erna..Andi,
teman Johan satu SMA itu pun melepas pedal rem dan kendaraan meluncur
mulus.
“Mama gak terlalu berat kan?”...tanya Erna kepada Johan, yang menjawab
dengan malas...”ngga kok ma”,sambil mencoba memasang earphone di
telinganya. Pada usia 41, tubuh Erna memang masih ideal dan
proporsional, ia cukup rajin merawat tubuh dan aerobik, dan sering
mengundang decak kagum rekan-rekan sejawat suaminya yang 1-2 ada juga
yang mencoba mengusik kesetiannya.
Beberapa menit perjalanan ini berlalu, Erna mulai menyadari beberapa
kesalahan...pertama, Johan bukanlah anak kecil lagi yang selalu ia
manjakan, tapi telah menjelma menjadi lelaki yang siap memasuki gerbang
kedewasaan, so...memilih dipangku anaknya yang tengah usia pubertas itu
adalah tindakan bodoh, kedua...Ia hanya memakai daster rumahan yang
relatif tipis dan selembar jilbab gaul sebatas leher, Erna memang
menyukai kepraktisan dalam berpakaian, tapi hanya selembar kain daster
dan celana dalam tipis yang membatasinya bersentuhan langsung dengan
tubuh anaknya yang hanya memakai celana basket bermerk Adidas itu. Dan
ketika mereka berguncang-guncang melewati jalanan berlubang, perlahan
Erna merasakan sesuatu mendesak menekan belahan pantatnya, penis Johan
perlahan tapi pasti mulai ereksi dan mengeras. Erna sadar ia tak munkin
memarahi Johan akan hal itu, apalagi di depan ada dua orang sahabat
karibnya. Ia mencoba menahan guncangan dengan berpegangan pada kursi
depan,namun tak mampu mencegah hempasan kembali pantatnya ke pangkuan Jo
yang kini bagaikan tenda dengan tiang ditengah tegak sempurna.
“auh...pelan-pelan Ndi”, ujar Erna mengeluh,”iya tante...ini dah
pelan kok, harusnya kita gak lewat sini neh,,parah rusaknya,mana padat
lagi”,jawab Andi dengan mata berkonsentrasi ke depan. Padahal Erna hanya
mengalihkan keadaan sebenarnya, ketika hempasan pantatnya tadi tepat
mempertemukan mulut vaginanya dengan tonjolan kepala kemaluan anaknya
yang pura-pura cuek mendengarkan musik dan menatap layar gadgetnya.15
menit berlalu waktu berjalan sedemikian lambatnya bagi Erna, bukan
karena jalan yang rusak, tapi menyadari suatu hal yang tabu bagaimana
batang zakar anak kandungnya, Jo sedemikian besar dan keras,yang
untungnya masih dibatasi kain pakaian...mendesak dan menggesek-gesek
vaginanya yang dia rasakan...mulai basah.
Akhirnya, 10 menit kemudian jalanan mulai mulus dan mereka bersiap
memasuki gerbang tol. Erna bisa duduk dengan stabil, kini penis jo tak
lagi mendesak ke atas namun melintang sempurna tepat di sepanjang
belahan vagina ibunya,,,,dengan ukuran dan kekerasan yang tak
berubah,namun cukup membuat Erna sedikit rileks. Ia tak habis pikir
kenapa insiden tadi membuatnya sedikit bereaksi, munkin karena jarang
disentuh suaminya yang lebih sering berada di berbagai proyek ketimbang
di rumah. Ada kehampaan di tengah ekonomi yang lumayan berkecukupan.
Untuk mencairkan suasana, Erna mulai bercakap-cakap dengan Andi dan Rico
yang duduk di depan, ngobrol ngalor ngidul segala hal dengan dibumbui
gurauan ringan, Andi yang memang supel menanggapi antusias kicauan Erna,
sementara Rico yang sedikit pendiam seperti Andi mulai mendengkur halus
ketiduran.
“Kamu gak capek jo?”...tanya Erna sambil menoleh ke belakang, wajahnya
begitu dekat dengan wajah putera tunggal kesayangannya itu, ‘ngga kok
ma,mama santai aja deh”, jawab Jo dengan wajah setengah tertunduk sibuk
memainkan smartphone nya. Erna terdiam, namun wajahnya memerah ketika
merasakan batang kemaluan Jo 3 kali digerak2kan keatas...anak kurang
ajar, pikirnya, tapi ia sadar bahwa ini tak lepas dari kesalahan dia
juga. “Ndi...mampir di rest area ya...tante mau pipis”, pinta Erna, “Iya
tante...4 kilo lagi kita masuk rest area...”,jawab Andi. Erna bergegas
membuka pintu mobil ketika tiba di rest area dan setengah meloncat
keluar,”awas kepala ma...”,ujar Jo mengingatkan ibunya, dua hal yang
dilihat Erna ketika menoleh ke belakang...kepala penis Jo keluar
melewati pinggang celananya dan bercak basah di celananya yang tak dapat
diragukan lagi, berasal dari dirinya. Erna berjalan terburu-buru ke
toilet, mengangkat daster dan menurunkan celana dalam sampai batas
lututnya dan berjongkok, usai menunaikan hajatnya, ia basuh permukaan
kemaluannya yang dirasakannya sangat basah dan berlendir,lalu berdiri
dan melepas celana dalamnya yang kemudian ia perhatikan dekat-dekat,
wajahnya memerah mendapati betapa basahnya pakaian dalamnya itu,
demikian juga bagian belakang dasternya..Ia bersandar ke dinding toilet
dan bergumam dalam hati...”ini tidak benar...bagaimana munkin...oh, gak
munkin aku harus dipangku Jo lagi”. Lalu dia renggut beberapa helai tisu
untuk mengurangi basahnya celana dalam pink itu, dipakainya lagi, tapi
mendapati kalau celana dalam itu masih basah dan dirasakannya tidak
nyaman maka ia lepas lagi, sialnya ia tidak merencanakan mengambil
celana dalam pengganti tadi, “biarlah...di rest area berikutnya saja
akan kuambil celana dalam cadangan dari tas nanti” pikir Erna sambil
memasukan celana dalam basah itu ke tas tangannya.
Setelah membeli beberapa makanan ringan, Erna kembali ke mobil yang
terparkir dekat mini market dan toilet, Jo sudah berada di tempat
duduknya semula dan Andi pun sudah bersiap di belakang kemudi.”Apa
sebaiknya kita duduk bersebelahan aja jo”, ujar Erna, “Gak munkin
Ma...terlalu sempit,kecuali Tv, Dispenser dan 3 koper gede itu kita
tinggal di sini”, ujar Jo penuh kemenangan...”ah nakal kamu, ya udah,
resiko ya klo kakimu pegal-pegal”,kali ini Erna tak bisa menghindar dan
harus kembali duduk dipangkuan Jo...kali ini selapis kain menghilang
sebagai pembatas.Erna sendiri memilih duduk di pertengahan paha anaknya,
ia sedikit trauma jika merapat langsung hingga tepat di atas
selangkangan anak kandungnya itu. Setengah jam berlalu, namun Jo mulai
mengeluh...”Ma...pegel neh,kita harus ubah posisi..ampun dah”, ujar Jo
dengan wajah meringis, “kan mama bilang juga a....”, belum habis ucapan
Erna,tangan Jo tanpa menangkap pinggang ibunya dan mendudukannya tepat
di atas senjata biologisnya yang sedari tadi tegak
mengacung..”ih...kamu...aaww”,ujar Erna setengah protes dan tersentak
kaget dengan desakan benda keras ke belahan liang tempat anaknya lahir
19 tahun lalu. Jo, yang bagai menerima trophy kemenangan memeluk erat
pinggul ibunya agar tetap merapat. Erna hanya bisa terdiam dan kian lama
mulai gelisah karena getaran kendaraan yang melaju kencang itu membuat
gesekan dua alat kelamin itu kian terasa, apalagi Jo dengan kurang ajar
menggerak-gerakan batang penisnya...Erna menoleh ke wajah Jo dan
setengah berbisik berkata “jangan kurang ajar kamu, aku ini mama mu”,
khawatir ucapannya di dengar Andi di tengah suara alunan musik tape
mobil dan gemuruh mesin,”iya ma...abis mama sih”, jawab Jo. Erna kembali
menatap ke depan, ia mulai merasakan sesuatu berdenyut di antara
pangkal pahanya, mengirimkan sinyal-sinyal perasaan nikmat di otaknya,
beberapa kali ia menundukkan kepala bersender ke kursi depan sambil
menggigit bibir mencegah rintihan keluar dari mulutnya...”oh...apa yang
kulakukan”, hatinya berbicara. Beberapa kali guncangan ringan semakin
menekan permukaan vaginanya kepada benda keras menonjol di balik celana
anaknya, membuatnya memekik ringan dan merasakan kian basah.
Tiba-tiba hp di dalam tas tanganya berbunyi, dengan segera ia buka tas
itu dan ia ambil, sebuah pesan dari whatsapp dan ....dari Jo yang
isinya...”Mama...kok basah sekali”, Erna menoleh ke belakang dan
mendelik dengan wajah marah, lalu mencubit paha anaknya, Jo meringis
menahan sakit namun terselip senyum dibibirnya. Namun kembali beralih ke
depan menyenderkan kepala ke kursi supir,menyembunyikan kenyataan kalau
ia pun merasakan kenikmatan dari situasi yang dialaminya saat itu.
Tangan Jo mulai merayap ke pahanya, namun dipukul dan ditepis, sambil
menoleh dan lagi-lagi berkata “jangan nakal kamu”, tapi kekeraskepalaan
Jo yang warisan dari karakter ibunya itu membuatnya mencoba berkali-kali
sampai akhirnya Erna memilih mendiamkan tangan Jo mengusap2 permukaan
pahanya , terus ke arah lutut menggapai tepi daster mamanya dan
menariknya sampai pertengahan paha Erna lalu kembali mengelus-elus
sambil memijit-mijit ringan, ‘’nah...gitu dong Jo, mama dah pegel neh,
enak kamu pijitin”, ujar Erna dengan suara sedikit aneh. Beberapa menit
kemudian Jo berkata,”ma...keknya harus ganti posisi lagi deh, pegel neh
ma, diri dikit dong,sebentar aja”, Erna dengan bertelekan Kursi depan
dan hand grip di atas pintu mencoba bangkit setengah duduk, Johan
beringsut sebentar dan seperti tengah membereskan sesuatu yang tidak
bisa di lihat Erna dalam posisi seperti setengah duduk itu,”udah belum?”
tanya Erna..”bentar lagi ma...bentar aja”, jawab Johan kembali
bergeser-geser ringan, “entar ma ya”, ujarnya lagi sambil menahan pantat
padat ibunya dengan satu telapak tangannya,sementara tangan lain
menarik tepian belakang daster Erna sampai ke pangkal pahanya, Erna tak
sempat protes,”yak...turun ma”, perintah Johan, Erna terbelalak kaget
dan menutup mulut menahan teriakan ketika merasakan benda tumpul keras
mendesak masuk ke liang senggamanya dengan paksa, ia terloncat namun
tangan-tangan kuat memeluk perutnya dan mendudukannya paksa sehingga
benda keras itu kian melesak dalam mengisi ruang sempit yang hangat dan
basah walau agak tersendat. “Jo...kamu ngapain..oouhh?” ujar Erna panik
dan berbisik menoleh kebelakang..”I love you mam”...jawab Johan singkat
dengan suara lirih. Erna mulai terisak menangis,tapi ia sembunyikan
dengan kembali menyandarkan kepalanya ke kursi depan tempat Andi yang
seolah tak terganggu dengan peristiwa tabu di belakang, terus
berkonsentrasi memacu kendaraan sambil menggumam mengikuti senandung
lagu. Erna menggigit jari jemari dengan tubuh bergetar menahan amarah
dan ,,,,kenikmatan....Johan mulai aktif mengayun-ayunkan pinggulnya ke
depan mengasah senjata biologisnya ke dinding lubang berlendir tempat ia
dulu dilahirkan...ditambah getaran dan guncangan ringan mobil menambah
sensasi kenikmatan, terlebih aktivitas terlarang itu dilakukan kepada
ibunya sendiri ditengah situasi darurat dan didepan rekan-rekannya
sendiri..what a heaven.
Erna mencoba mengatur nafas dan menerima kenyataan...kenyataan kalau
anak kesayangannya telah beranjak dewasa, kenyataan kalau dirinya lah
yang disadari atau tidak telah menggugah kedewasaan anaknya, kenyataan
kalau dia sangat merindukan sentuhan pria setelah sekian lama hanya
merasa sebagai pelengkap status lelaki yang menikahinya, kenyataan kalau
dia sangat basah pertanda alam kalau dia pun terangsang hebat..
Johan terus memompa batang kontolnya, sambil tangannya bergerilya
menyusup ke balik daster ibunya, mengusap-usap perutnya terus ke atas
lalu menyusup ke balik bra mamanya, menangkap dua gundukan daging halus
yang begitu besar dan berat ia rasakan sambil memuntir-muntir pucuknya,
Erna tak melakukan perlawanan apapun selain makin aktif menggerakan
pinggulnya ke kanan ke kiri dan setengah berbisik mendesah-desah. Johan
memang merasakan hanya ibunya lah wanita satu-satunya yang iya kenal,
sebagian besar waktunya habis bersama ibunda terkasih sejak masih
kanak-kanak di saat kehadiran ayah yang ia dambakan terasa amat kurang,
ia bisa berkeluh kesah apapun di depan ibunya termasuk ketika ia
mengalami mimpi basah yang pertama, Erna menjelaskan secara detail dan
menenangkannya di saat ia begitu ketakutan. Dan perlahan-lahan ia pun
mulai memperhatikan ibunya, mengingat-ingat masa kecil ketika masih
sering mandi bersama-sama , mengingat-ingat detil lekak lekuk tubuh
telanjang mama dan mulai mencuri-curi pandang, terlebih sang ibu sering
tak begitu memperhatikan pakaian yang dipakai, kancing yang terbuka di
bagian dada, keluar kamar mandi hanya berhanduk walau di sisi lain kalau
keluar rumah selalu memakai pakaian yang religius...saat itulah timbul
hasrat yang sebenarnya hampir semua anak lelaki merasakannya, namun rasa
hormat dan seganlah yang mencegahnya berbuat lebih jauh,,,,sampai
peristiwa tak diduga-duga ini terjadi.
“10 kilo lagi kita ketemu rest area lagi nih,kita berhenti gak
tante?”,tanya Andi memecah pertarungan tersembunyi di belakang...”iya
deh, kita mampir aja, tante rasanya mau pipis lagi”, jawab Erna
setengah merintih. Andi tidak menyadari kalau jari jemari Johan tengah
meremas-remas dan memilin-milin payudara Erna di belakang, sementara di
bagian bawah pusar kepala jamur penis Johan mengobrak abrik liang vagina
ibunya . Dering Hp Erna kembali berbunyi...pesan whatsapp lagi
“Ma....aku mau keluar nih, keluarin di dalam ya”,Erna panik dan menoleh
ke belakang nyaris berteriak, namun sadar ada orang lain di depan, dia
membalas whatsapp...”jangan Johan,kamu jangan nakal ah,” Johan
menjawab...”tapi aku gak punya pilihan lain Ma...bentar lagi masuk rest
area”..Erna bingung, tapi itu satu-satunya cara, tidak munkin membiarkan
Johan ejakulasi di luar dalam kondisi seperti ini..Erna memilih pasrah
dan membiarkan sesuatu yang juga mulai menggelora di setiap senti
dinding vaginanya, sesuatu yang akan meletus...tinggal 5 kilo lagi
selintas ia melirik ke rambu lalu lintas. Satu tangan Johan turun ke
bawah melewati pusar Erna terus mengusap rambut-rambut hitam dibawahnya
dan ...mulai menggelitik klitorisnya..dalam waktu belasan detik tubuhnya
mengejang diikuti dengan gelombang kontraksi dahsyat di dalam rongga
vaginanya...wajahnya memerah dan matanya terbalik ke atas sambil
meringis menggigit jari menahan erangan ekpresi kenikmatan
orgasmenya...Johan yang merasakan lubang memek ibunya makin menyempit
juga tak mampu bertahan lagi...segera ia peluk pinggul ibunya
erat-erat,satu hentakan terakhir mengantar tsunami kecil semburan demi
semburan sperma yang memenuhi paksa setiap sudut gua sempit itu dan
mengetuk lembut mulut rahim di mana ia dulu pernah tinggal di dalamnya.
Wajahnya dirapatkan ke punggung ibunya untuk menyembunyikan erangannya.
“nah...sampe juga”, ujar Andi ketika mobil itu masuk gerbang rest area,
menyadarkan ibu dan anak yang tengah melayang terbuai puncak kenikmatan
masing-masing. “hey...Ric,bangun lo,tidur aja lo ah, yuk kita ngopi”,
ujar Andi lagi seraya membangunkan Rico. “Gak turun tante?” tanya Andi
kepada Erna.”kalian turun aja dulu, tante masih kesemutan neh”, jawab
Erna. “Oke tante”,Andi menyahut sambil berjalan keluar bersama Rico.
Menunggu setelah mereka cukup jauh, Erna segera menyambar tumpukan tisu,
mengangkat dasternya sampai melewati pusarnya dan bangkit, suara “plop”
berbunyi ketika penis Johan terlepas dari liang vagina Erna yang segera
diikuti dengan lelehan sperma dan sempat jatuh di atas kepala penis
anaknya yang masih keras berdiri itu, “liat kelakuan mu tuh”,ujar Erna
seraya melap permukaan memeknya, sepertinya separuh box tisu habis
dipakai untuk membersihkan lahar putih itu, tak terkecuali batang penis
Johan pun tak luput dari sapuan tisu membuatnya menggelinjang karena
ngilu. ”Dah...ayo kita bersih-bersih”, ujar Erna lagi sambil
membetulkan bh nya, mengembalikan sepasang payudara montok itu ke
mangkuknya . Dengan susah payah mereka keluar dari mobil dan segera
menuju toilet.
Erna merasakan cairan sperma Johan keluar mulut vaginanya dan mengalir
pelan melewati pahanya yang putih itu di sepanjang jalan menuju kamar
mandi umum. Usai membersihkan diri mereka berdua lalu bergabung dengan
Rico dan Andi, memesan minuman dan makanan siap saji untuk sekedar
mengisi perut. Beberapa saat kemudian, Erna yang menyadari tidak
mengenakan seutas benang pun di balik dasternya meninggalkan sekumpulan
anak muda tersebut menuju mobil. Agak sedikit ribet ia mencari koper
pakaiannya di antara tumpukan barang, namun perang bathin berkecamuk di
benaknya...ia tertegun beberapa saat memikirkan hubungan terlarang ibu
dan anak yang terjadi barusan, mengingat kembali detil-detil peristiwa
yang seharusnya tak boleh terjadi, memikirkan orgasme dahsyat yang
selama belasan tahun menikah hanya beberapa kali ia alami,tapi tak
senikmat hari ini. Ia menarik nafas sambil menatap celana dalam terlipat
dalam genggamannya....lalu perlahan ia kembalikan ke dalam kopor.
“cape bro abis mangku nyokap lo?” tanya Andi kepada Johan.”Ya lumayan
sih...tapi mau bagaimana lagi”, jawab Johan terkesan lesu. “Apa perlu
gue gantiin”? ujar Andi dengan tertawa kecil, ”ah...gak usah bro,biar
gue yang berkorban deh ngerasain pegelnya”, jawab Johan. “Ah...klo
mangku hot mom kek nyokap lo seh gue kuat aja bray”, kata Andi lagi
sambil terkekeh diikuti senyuman lebar Rico. Johan memukul lengan Andi
ringan, tertegun sejenak bertanya-tanya dalam hati...apakah Andi
mengetahui aktivitas mereka di kursi belakang?ah...biarlah, sudah
terlanjur ini. Tak lama kemudian Erna kembali bergabung, bersenda gurau
sebentar dan akhirnya kembali bersiap melanjutkan perjalanan disaat hari
sudah menjelang senja.
“Jo...ganti posisi lagi ya, mama duduk menyamping aja”, pinta Erna.
“Tapi kaki mama gak bisa bebas lo...harus nekuk gak apa-apa emangnya?”
tanya Johan.”Udah,kita coba dulu “, ketus Erna. Dengan susah payah Erna
berhasil duduk dengan punggung bersandar di pintu setelah dialasi
bantal, pantatnya berada antara kedua paha Johan sementara telapaknya
bersandar di antara barang-barang di sebelah anaknya duduk.”Nah..gini
agak enakan dikit”, ujar Erna yang satu tangannya merangkul leher
Johan,sementara satu tangan Johan merangkul pinggang ibunya,menahannya
agar tak jatuh ke depan. Erna tersenyum menatap wajah tampan putera
semata wayangnya itu, ia ingin merasakan lebih dekat dengan anak yang
akan meninggalkannya sekian lama. Mereka bercakap-cakap sepanjang
perjalanan dimana hari mulai gelap dan di antara alunan musik yang
diputar Andi, satu tangan Johan mulai mengelus-elus betis ibunya, terus
menyelinap ke balik daster dan mengelus-elus paha mulus ibunya, Erna tak
melakukan protes apapun, “Johan?” bisiknya seolah-olah protes ketika
jari jemari Johan mulai menyisiri bulu-bulu tebal di antara selangkangan
ibunya dan menelusuri sepanjang garis belahan vaginanya, agak surprise
ia dapati celah kenikmatan tersebut telah basah....sangat basah.”ohhs
Jo”, desis Erna ketika jemari Johan mulai memainkan klitorisnya..matanya
setengah tertutup dan mulai menggigit bibir,Johan yang merasa sudah
memegang kendali terus memilin-milin dan mengorek-ngorek ringan benda
kecil di belahan atas liang senggama Erna, ibu kandungnya yang kini
mendesah-desah dan pantatnya bergeser kesana kemari. Dan Erna mendekap
erat leher Johan dan menyembunyikan wajahnya di situ manakala 1 jari
Johan mulai menyeruak paksa rongga vagina yang telah becek itu,
mengorek-ngorek dan mengocoknya pelan, “ohs...Jo...kamu nakal..shhh”,
desis Erna di telingan Johan. Jo yang tengah dirasuki nafsu lalu kembali
menyertakan 1 jarinya menyelusup lubang memek berlendir itu, dua jari
kini memasturbasi Erna dengan gerakan yang kian liar dan cepat yang
untungnya deru suara ban beradu dengan jalan dan alunan musik meredam
suara kecipak kocokan jemari Johan. Sampai akhirnya Erna memeluk
erat-erat leher Johan dan sekujur badannya mengejang, Jo sudah paham
kalau ibunya yang sexy itu telah mencapai klimaksnya.
Sekian detik berlalu sampai tubuh Erna kembali relax...”ouh...Jo..enak
sekali Jo..sssh”, bisik Erna lirih sambil mengusap-usap dada anaknya.
“enak sih enak...gimana dgn Johan neh ma?”, jawab Johan. Erna tertawa
kecil, sedari tadi dia merasakan batang kemaluan Johan yang mengeras
mendesak sisi pahanya. “biar mama atur nafas dulu ya,entar aja”... ujar
Erna. “Oke...pegang badan mama Jo, mama mau atur posisi lagi”, Johan
menarik pinggul mamanya sehingga Erna bisa berjongkok di atas
pangkuannya, namun yang mengejutkan Johan, ibu kandungnya memutar tubuh
menghadap Johan membelakangi kursi supir, tangannya masih merangkul
leher Johan...”turunkan celanamu Jo..”, perintah Erna setengah
berbisik..dengan beringsut Johan menurunkan celananya perlahan sampai
mata kaki, Erna yang berjongkok menghadap Johan kembali
berbisik...”angkat daster mama Jo”, Johan menggapai tepian bawah daster
ibunya itu,menariknya hingga separuh pantat...cukup untuk membebaskan
vaginanya...lalu tanpa disuruh,ia arahkan senjata biologis yang telah
tegak mengeras sempurna itu ke mulut vagina Erna, dan Erna pun perlahan
tapi pasti menurunkan pantatnya...membiarkan alat kejantanan Johan
menerobos masuk akibat tekanan berat tubuh Erna yang wajahnya meringis
menahan sensasi senti demi senti kepala penis besar itu menginvasi organ
kewanitaannya.”oohs Jo...ahhss,” desisnya ketika seluruh batang kontol
Johan habis tertelan dalam liang senggamanya...lalu perlahan tapi pasti
mulai menaik turunkan tubuhnya. Pasangan ibu anak itu saling merintih
dan mengerang menikmati hubungan melampaui batas yang tersembunyi dalam
gelapnya suasana mobil yang terus melaju kencang. Tangan Johan mulai
kreatif menyelusup ke balik daster Erna, hinggap di atas sepasang buah
dada montok itu dan mengeluarkan dari penutupnya, meremas-remas keras
dan memelintir putingnya membuat ibunya kian berdesis dan merintih.
Belum puas hanya sekedar meremas, tangan Jo keluar, membuka kancing
daster Erna setelah menyibakkan jilbab yang menutupinya, mengeluarkan
payudara berukuran 36 B tersebut dan menghisap putingnya..”,ohhs
Jo...terus nak, isap susu mama...nghhh,isap terus kayak waktu kamu
kecil...ahhhs” ceracau Erna.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar