Perkenalkan, namaku Riri, umurku bulan ini 18 tahun. Aku masih
semester 1 di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, jadi masih banyak
waktu main-main dan happy-happy bareng teman-teman . Kalau dari fisik
sih aku tergolong cakep (pede XD) dengan wajah cantik, imut, rambut
panjang sebahu, ukuran buah dada yang cukup gede juga menggemaskan,
dibarengi kulit putih mulus tanpa cacat dan tubuh gak kurus-kurus amat
ataupun gemuk-gemuk amat alias montok, pokoknya nafsuin deh kalau
dipandang lelaki, bayangin aja sendiri..
Kalau dari segi sifat sih
aku orangnya baik, ramah dan gak nakal-nakal amat cuma sedikit
exibisionis aja. Aku juga masih perawan. Sejauh ini kalau riri pacaran
cuma pegang-pegangan aja, kadang cium-ciuman dan grepe-grepean sambil
berbugil ria kalau si dianya udah gak tahan amat , tapi tetap gak ada
acara masuk-masukan karena menjaga perawan untuk suami tetap prinsip
bagiku (ceileeehh…) sekian intronya, masuk ke cerita.
Liburan
semester ini aku pengen habiskan beberapa hari di Puncak, mumpung papa
ada Villa yang cukup besar, mewah dan ada kolam renangnya( siapa juga
yang mau berenang ditempat dingin begini @,@). Aku mengendarai sendiri
mobil Honda Jazz pink ku, karena ku anak gadis satu-satunya papa jadi
aku sangat dimanjakan, senangnya.. Villa itu selalu terjaga
kebersihannya karena ada Pak Mamat dan Mbok Narti yang selalu menjaga
dan merawatnya, jadi aku gak perlu repot-repot lagi membersihkannya
dulu. Seperti biasa kalau ada anggota keluarga ku ke sini Pak Mamat dan
Mbok Narti balik ke rumahnya jadi aku bisa bebas mau ngapa-ngapain, mau
telanjang ria juga bebas .
Malam harinya aku lagi pengen olahraga
biar tetap hangat dan biar nanti tidurnya enak, setidaknya lompat tali
dan lari di treadmill. Aku Cuma memakai kaos putih lengan pendek yang
cukup ketat tanpa bra , celana hitam pendek yang juga cukup ketat.
Tubuhku sudah kelihatan mengkilap karena keringat yang mengucur.
“kriuuukk” ada yang bunyi.
Duh
perut aku yang lapar, baru sadar kalau aku belum makan malam dan waktu
sudah menunjukkan jam 9 malam, walau masih ada stock bahan-bahan makanan
di dapur tapi aku lagi malas bikin. Untungnya ada tukang nasi goreng
lewat, horeee..
“Bang, bang, nasi gorengnya satu ya bang..” pintaku
pada bapak-bapak itu. Orangnya pendek dan agak gemuk dengan perut
buncit, bermahkota rambut keriting yang sudah mulai beruban dan
berlapiskan kulit hitam yang kusam. Ku taksir umurnya sekitar 50
tahunan.
“Pedas atau gak neng?” Tanyanya.
“Pedas dong, telurnya didadar ya bang” jawabku.
Tukang
nasi goreng itu pun mulai membuat pesananku, tapi dasar lelaki, dianya
melakukan tugasnya sambil melirik-lirik tubuhku yang mengkilap oleh
keringat ini, apalagi dengan pakaian seksi gini. Karena bajuku yang
ketat dan tanpa bra, membuat buah dada ku jadi tercetak dan pastinya
jadi mangsa tatapan mesum tukang nasi goreng itu.
Hmm.. biarin deh dia liatin, sekali-sekali kasih ginian hihihi, batinku dalam hati.
“Habis olahraga ya neng?” tanyanya sela-sela masak nasi goreng
“Iya bang, biar segar” jawabku sambil tersenyum. “Habis ini juga mau berenang bentar” sambungku lagi.
“Malam-malam gini berenang neng? Gak dingin tuh?” tanyanya lagi
“Kan pendinginan bang, lagian aku gak pandai-pandai amat berenangnya jadi cuma rendamin badan sama mainin air aja” jawabku.
“Mau abang ajarin berenang neng?” tanyanya.
“Hmm,
boleh tuh. Tapi Riri makan dulu yah” jawabku. Dianya Cuma senyum-senyum
sendiri. Pasti dipikirannya saat ini penuh pikiran mesum terhadapku,
dasar lelaki batinku.
“Oh ya, Nama neng siapa neng? Perkenalkan nama abang Slamet” katanya sambil mengulurkan tangan.
“Riri”
jawabku ku menggapai salam dari tangan kasarnya sambil tersenyum manis.
Makin nikmat matanya menikmati tubuhku dari dekat. Pak Slamet
melanjutkan masaknya kembali. Tidak lama kemudian nasi goreng
pesanankupun siap.
“Nih neng nasi gorengnya, tujuh ribu aja untuk neng yang cantik ini”
“Haha,
bisa aja si abang deh, nih bang uangnya” sambil mendekat padanya ku
berikan uang itu padanya. Tentu saja matanya gak sia-siakan kesempatan
melihat buah dadaku lebih dekat. Aku menangkap matanya melihat dadaku.
“Ayo.. liat apaan? Ish ish bang Slamet matanya nakal yah.. “
“Eh-eh gak neng anu.. anu” katanya gelagapan.
“Anu-
anu apa? dasar” kataku. “Gak jadi ah ajarin berenangnya, yang ada nanti
malah matanya liatin tubuh Riri mulu” sambil memasang muka cemberut
pura-pura bete.
“Gak kok neng, maaf neng”
“hmm, yaudah deh kali ni Riri maafin,” sambil masih memasang wajah cemberut padanya.
Aku
pun melanjutkan untuk makan nasi goreng, tapi aku makannya di teras
depan, ku lihat pak slamet merapikan gerobak dorong dagangannya. Tidak
lama aku telah menghabiskan makan malamku karena ku benar-benar lapar.
“Nih bang piringnya” kataku sambil menyodorkan piringnya.
“Jadi
nih bang mau ajarin riri berenang?” tanyaku padanya. Ya iyalah dia
pasti gak bakal jawab nolak, kesempatan langka bagi tukang nasi goreng
ini puas-puasin matanya ke tubuh gadis kota yang putih mulus dengan
wajah cantik ini.
“Kalau gitu masukin aja gerobaknya bang terus tutup
pagarnya” walau sekitar Villa ini cukup sepi, tapi untuk jaga-jaga biar
gak nimbulkan masalah nanti mending gerobak itu aku suruh masuk.
“Iya neng” patuhnya.
Kami
pun langsung ke halaman belakang. Disana terdapat kolam renang yang
cukup gede plus gazebo. Aku berjalan didepan pak Slamet yang
mengikutiku, tentu saja matanya gak lepas dari bongkahan pantatku yang
bulat nafsuin.
“Riri pakai baju ini aja yah bang, gak bawa baju renang soalnya” kataku saat kami sampai di pinggir kolam.
“Eh, iya neng” katanya. Aku pun masuk ke kolam itu, cukup dingin ternyata.
“Bang Slamet…. Ayo masuk, katanya mau ajarin Riri berenang, cepetan” kataku padanya.
Dia masih bingung, sepertinya dia takut pakaiannya basah, aku pun ngerti.
“Buka
aja bang baju sama celananya, bang Slamet pake kolor kan? Gak papa
bang, pake kolor aja” Ujarku padanya dari dalam kolam. Dia pun mulai
melepaskan baju dan celana panjangnya, dan tampaklah kolor kumalnya yang
membungkus anunya yang tampak telah menonjol keras, tapi aku pura-pura
gak tahu. Diapun mengikutiku masuk kedalam kolam. Tentu saja pikiran
tukang nasi goreng itu makin mesum saja. Bayangkan saja, seorang gadis
cantik montok putih mulus basah-basahan dengan pria tua tukang nasi
goreng yang cuma pake kolor aja, kolornya hijau lagi -,-.
Dimulailah
pengajaran renang oleh pria tua tersebut. Aku mempraktekkan apa yang
dikatakannya, kadang dia memegang tanganku sambil aku mencoba mengayuh
kakiku. Dengan posisi tersebut tentu saja wajahku mengadap ke perutnya,
tampak sekilas olehku tonjolan dari kolor kumalnya dari jarak dekat
begini.
Hihi, pasti dia ngaceng berat nih, batinku. Lama-lama di
kolam malam-malam gini bikin gak tahan dinginnya. Aku pun meminta stop
dulu belajar renang yang penuh dengan hawa kemesuman ini karena gak
tahan dengan dinginnya. Aku pun keluar dari kolam diikuti oleh pak
Slamet. Tentu saja pakaianku yang basah makin mencetak tubuhku, bahkan
putting payudaraku tampak mencuat menjadi santapan matanya.
“Ish baaang, matanya nakal lagi ya.. awas ya” kataku pura-pura bete lagi.
“anu-anu, duh Sorry neng..” katanya gelagapan.
“Anu-anu mulu, tuh anunya tegang gitu, nafsu amat yah bang liat badanku tercetak pakaian basah gini?”
“Hehe,
sorry deh neng, ya gimana lagi neng, pasti ngaceng dong kalau ngeliat
neng kaya gini” katanya malu-malu menghadap tanah sambil garuk-garuk
kepala.
Kami pun mengelap badan basah kami dengan handuk, karena yang
aku bawa ke halaman belakang cuma satu, jadi kami pakai bergantian.
“Dasar
mesum” Sungutku sambil melemparkan handuk padanya namun karena pak
Slamet kurang sigap, handuk itu malah jatuh ke kolam dan basah. Jadinya
pak Slamet gak jadi mengeringkan badannya.
“Ya udah masuk yuk bang, bilas dulu pake air hangat” Kami pun masuk ke dalam
Rumah.
“ Bang, kayanya kalau manggil abang kemudaan yah, Riri panggil bapak
aja gimana?” tanpa mempedulikan jawabannya aku terus berjalan masuk ke
dalam.
“Nah, bapak pakai kamar mandi di bawah, Riri yang diatas
yah..” kataku sambil memberikan handuk padanya, mungkin dia berharap
kami mandi bersama, enak saja, haha. Aku pun naik ke lantai atas dimana
kamarku berada yang memang ada kamar mandinya.
“Neeeng” teriak pak Slamet, tapi aku tidak mempedulikannya karena sedang melepaskan pakaian yang menempel ditubuhku.
“Neeeng”
teriaknya lagi. “Apaan sih” , aku pun keluar kamar dengan hanya
mengenakan handuk putih yang hanya menutupi dari dada hingga paha
atasku.
“Apaan sih pak”
“Ini neng airnya gak mau nyala” katanya
yang telah menggunakan handuk, tidak memakai apa-apa lagi di balik
handuk itu karena tampak kolor kumalnya telah tergeletak di lantai.
Dengan
cuma memakai handuk tanpa memakai apa-apa lagi di dalamnya, di
sampingku ada pria tua yang juga hanya memakai handuk dengan penis yang
mengacung, bayangkan saja betapa mesumnya keadaan ini. Aku pun mencek
keran air tersebut, ternyata memang tidak mau nyala, kamar mandi ini
memang jarang digunakan, tapi gak nyangka ternyata bisa rusak begini.
“Yaudah pak, pake kamar mandi atas aja, tapi Riri dulu yang pake, baru
habis itu Bapak yang pake, gak bareng loh mandinya” Ujarku sambil
ketawa. “Oke deh neng”
“Yuk pak, ke atas, tunggu didalam kamar Riri
aja” kataku tersenyum sambil menarik tangan kasarnya berjalan ke arah
kamarku, tentu saja dia ngikut aja bagai sapi yang dicolok hidungnya,
hihi. Kami pun sampai di dalam kamarku.
“Riri mandi dulu ya pak, tunggu sini aja, tapi jangan ngintip hehe” kataku sambil tersenyum manis padanya dan tertawa kecil.
“I-
iya neng” jawabnya. Aku pun melanjutkan untuk mandi, air hangat ini
terasa menyenangkan , tanpa ku ketahui handuk ku ternyata jatuh ke
lantai dan basah. Hal ini baru ku ketahui saat selesai mandi. “Duh, sial
amat, pake jatuh pula ini handuk. Paak.. Pak.. ambilkan handuk dong..
itu ada di lemari”
“I-Iya neng” katanya sambil menuju lemari dan
mencari-cari handuk, taapi ternyata tidak menemukannya. “Gak ada neng
handuknya, dimananya yah?” teriaknya.
“Ihhh.. di lemari pak, masa sih
gak ad” teriakku dari dalam kamar mandi. Aku sadar ternyata handuk yang
ku maksud itu yang ku pakai tadi waktu mengeringkan badan di kolam tadi
dan handuk itu tergeletak basah di dalam kolam. Jadi satu-satunya
handuk yang masih layak yang sedang dipakai bapak tukang nasi goreng
ini.”Duhh.. ah ya sudah kalau gitu” kata ku dalam hati.
“Pakk” kataku dari dalam kamar mandi.
“Iya neng, ada apa?”
“Pinjam
handuknya bapak sebentar yah, sebentar aja” Pintaku padanya. Yang tentu
saja kalau iya, maka bapak itu tidak memakai apa-apa lagi alias bugil,
di dalam kamar gadis cantik.
“eh, itu.. tapi bapak jadi gak pakai apa-apa dong neng” katanya.
“Iya, bentar aja kok pak, nanti kalau bapak masuk angin Riri yang tanggung jawab deh” ujarku.
“Ya
udah neng, bentar” sambil pria tua itu membuka handuknya, tampak lah
penis yang mengacung tegak yang dari tadi menahan nafsu.” Ini neng, buka
pintunya neng”. Aku pun sedikit membuka pintu dan hanya menjulurkan
tanganku keluar.
“Mana pak? Sini handuknya” kataku dengan hanya
tangan yang mencoba menggapai-gapai handuk. Pak Slamet mendekat ke arah
kamar mandi. Kami dalam keadaan sama-sama telanjang bulat saat itu.
Penis pak Slamet semakin menjadi-jadi tegangnya, mendekati tanganku,
hanya beberapa senti saja jarak tanganku dengan penisnya yang mengacung
tegak. Kalau mau dia bisa saja menempelkan penisnya ke tanganku, hihi.
Tapi pak Slamet masih bisa menahan dan memberi handuk itu ke tanganku.
Akupun menerimanya dan menutup pintu kembali.
“Pak.. pak..” teriakku lagi dari dalam kamar mandi.
“Iya neng, apa lagi neng?” tentunya pak Slamet menantikan kesempatan-kesempatan mesum berikutnya terhadapku.
“Ini
pak, tolong ambilkan baju untuk Riri dong pak, itu di dalam lemari”
kataku yang masih mengeringkan badan. Tentu saja si tua bangka itu mati
kesenangan karena ada kesempatan mewujudkan fantasinya.
“Pilih aja
yang bapak suka, apa aja boleh kok, terserah bapak deh maunya Riri pake
baju kaya apa” kataku lagi. Sambil masih telanjang bulat, bapak itu
membuka lemari kemudian mengacak-acaknya dan memilih-milih pakaian untuk
ku kenakan. Tentu saja dia menemukan beberapa pakaian santai yang
seksi, yang ketat maupun longgar serta dalaman-dalaman yang menggiurkan
XD.
“ Celana dalamnya jangan lupa yah pak, tapi kalau bh kalau bapak
maunya Riri gak pakai juga gak papa” kataku, “hehe rasain, bapak mesum
sih”, kataku dalam hati. Akhirnya dia selesai memilih pakaian untuk ku.
“Ini
neng pakaiannya, hehe” dengan tawa mesumnya. Akupun mengeluarkan
tanganku untuk mengambil yang dia berikan. Sebuah kaos biru muda longgar
yang belahan lehernya sampai ke dada, yang tentunya akan menampakkan
belahan dadaku bila ku kenakan tapi panjangnya sampai sedikit dibawah
bongkahan pantatku, dan sebuah celana dalam putih. Jadi di balik kaos
longgar itu cuma ada celana dalam putih itu saja. Betul-betul mesum. Aku
pun mengenakan pakaian yang dia berikan tersebut.
Sebelum keluar
kamar, aku menyerahkan kembali handuknya yang tadi aku pinjam. “Pak, ini
handuknya” kataku mengeluarkan tanganku menyerahkan handuk itu.
“Iya neng”
“Makasih yah pak”
Tidak
lama aku pun keluar kamar, kulihat bapak itu telah mengenakan handuknya
kembali, tentu saja dengan penis masih mengacung tegak di baliknya.
Melihat aku yang memakai pakaian seseksi itu tentu saja membuat acungan
penisnya makin menjadi-jadi. Pakaian ini memang betul-betul seksi,
memperlihatkan paha mulus putihku, dan bila berjinjit tentu saja seluruh
bongkahan pantat bulatku akan nampak semua.
“ Ih, bapak sih, ngasih
Riri baju kaya gini. Gimana pak, Riri pake baju yang bapak pilihkan ini?
Seksi ya? Tuh kayanya anunya bapak ngaceng berat tuh liat Riri gini,
hihi”
“Eh, eh, a.. aa.. iya neng, neng Riri seksi amat, duh, sorry ya neng, si otongnya gak bisa nahan” katanya gelagapan.
“Hehe, iya pak ya udah, gak papa kok, namanya juga laki-laki pak” kataku.
“Mandi
deh pak, tunggu apa lagi? belum puas liatin Ririnya?” sambungku.
Matanya masih menelusuri tubuhku, dengan pandangan nafsu yang
menggebu-gebu.
“eh, i-iya neng” Pak Slamet melangkah masuk ke kamar
mandi sambil masih menatap lekat-lekat tubuhku. Sebelum masuk ke kamar,
dia berhenti lagi dan menatapku.
“Apa lagi sih pak? Masuk sana.. ih
bapak gak puas-puas liatin dari tadi, nanti handuknya Riri tarik lho..”
kataku menggoda sambil tersenyum nakal padanya.
“Mau dong neng, hehe” katanya diiringi tawa mesumnya.
“Ih dasar.. mesuuum. Hihihi, udah gak tahan banget ya pak? ya udah sana lepasin nafsunya, onani gih sana”kataku lagi.
“Hehe, iya deh neng, tapi onaninya sambil ngebayangin neng riri boleh ya?” tanyanya mesum.
“Iya-iya,
sini masuk, lama amat” kataku ketawa kecil sambil menariknya masuk ke
dalam kamar mandi. Akupun kini kini telah berada di dalam kamar mandi
dengan pak Slamet.
“Hehe, kok ikutan masuk sih neng?” tanyanya.
“Bapak sih lama amat, ya udah deh bapak gak usah sambil ngebayangin riri aja onaninya, tapi liat langsung aja” kataku
“Ja-jadi neng nemenin bapak onani? Hehe, ok deh neng” tawa penuh kemesumannya.
“Iyaaaa,
bapak puas-puasin deh liatin Riri sambil onani, keluarin tuh pejunya
banyak-banyak, huh.. dasar. ” kata ku senyum-senyum padanya.
“Sini
pak, biar Riri yang bukain handuknya, lama amat.” Kataku mendekatinya.
Handuk itu pun terbuka, penis tegak itu pun akhirnya mengacung-ngacung
menunjuk ke arahku.
“Tuh pak, ngaceng gitu.. hihi pasti nafsu banget yah pak, udah tegang poll, hihi” tawaku
“Hehe, iya neng. Bapak mulai ngocok ya neng”katanya
“Hihi, iya pak kocok aj, Riri disini aja kok nemanin bapak ngocok sampai pejunya keluar, hihihi” balasku.
“Oh..
uhh..”erangnya sambil mulai mengocokkan tangannya di penisnya. Aku
hanya memandanginya saja, kadang sambil tersenyum-senyum manis padanya
biar dia tambah nafsu.
“Napa pak? Enak yah.. erangannya gitu amat hihi” tanyaku sambil ketawa-ketawa kecil.
“I- iya neng, ohh.. uhhhhh hoooooohh… enak neng” lenguhnya
“hihi,
kalau bapak mau ngomong kotor ke Riri, ngomong aj pak, mumpung Riri
disini, kan biar Onaninya lebih enak” ujarku tersenyum padanya.
“iya
neng… oohh.. Riri.. bapak mau remas-remas susumu, ohhh.. uuhhhh…. Bapak
mau genjotin Riri, ngentotin Riri abis-abisan, semprotin badan neng Riri
pake peju bapak… oohhhhhhhhhh hoh hohhhh” lenguhnya semakin
menjadi-jadi, kocokan tangannya di penisnya juga semakin cepat. Aku
hanya senyum-senyum saja padanya mendengar ocehan kotornya, kadang
memutar dan meliukkan badanku untuk menambah nafsunya padaku.
“ohhhh…
neng Riri, genjotin neng Riri, oughhhhh, neng Riri nafsuin, binaaal…
pemuas nafsu lelaki… oh, remas susu neng Riri.. oughhh”
“Hihi, ayo pak.. ayo.. semangat pak”Kataku ketawa juga mendengar celotehnya.
“Neng,
bapak keluar neng.. ohh uhhhh” Akhirnya keluar juga pejunya, menyemprot
sekencang-kencangnya kearahku. Wajah jeleknya makin menjadi jelek saat
dia melenguh orgasme begitu. Untung jarakku darinya gak dekat-dekat amat
sehingga gak ada peju yang mengenaiku. Sangat banyak peju yang dia
keluarin, berlumuran di lantai kamar mandiku. Dengan nafas ngos-ngosan
bapak itu terduduk di pinggir Bathtub.
“Enak pak? Puas yah? Hihi”
“Enak banget neng, hosh hosh..” nafasnya masih memburu.
“Ya udah, bapak mandi deh, jangan lupa nanti lantainya disiram yah, ntar lengket-lengket, Riri keluar dulu ya.” Kataku
“Oke neng, hehe” senyumnya penuh kepuasan.
“Oh, ya, bapak mau Riri bikinin kopi gak?”tanyaku.
“Boleh
neng, gak pakai gula ya neng” jawabnya. Aku pun keluar kamar
menginggalkan dia sendiri yang masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang
baru dia alami.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar