Saat Kiki terbangun, dia berada sendirian di ruang tengah ini, sebuah
selimut hangat menutupi tubuhnya. Sebuah lampu temaram menyinari ruangan
ini. Dia nggak tahu jam berapa sekarang ini, kepalanya masih terasa
pusing karena minuman yang dikonsumsinya sebelumnya.
Dia bangkit, melilitkan selimut menutupi tubuh telanjangnya, dan
merasakan sperma Ahmad meleleh turun di pahanya. Setengah tersenyum pada
dirinya sendiri, mengingat persetubuhan yang dahsyat, dan kemudian
melangkah pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Membasuh wajahnya dengan air, Kiki bertanya pada dirinya, “Apa yang kamu
lakukan, Ki? Kamu sudah menikah.” Dia sadar jika apa yang sudah
diperbuatnya sebelumnya tadi sepenuhnya salah. Belum pernah dia
menghianati Hendra atau pada semua kekasihnya sebelumnya, dan sekarang
telah dia biarkan dua orang pria berejakulasi di dalam rahimnya… tanpa
perlindungan… belum lagi dia juga telah berikan sebuah oral seks pada
adik suaminya.
Tapi untuk sebuah alasan yang aneh, dia tidak merasa begitu bersalah
seperti yang dia kira seharusnya terasa. Hendra pergi sudah sebulan
lamanya meninggalkan dirinya saat ini, suaminya juga yang sudah
‘memaksanya’ untuk datang kemari. Dia menggelengkan kepalanya,
menatap matanya dalam pantulan cermin. Dia tahu bahwa untuk waktu
sekarang ini, di tempatnya berdiri, dia tidak menyesali apa yang telah
dilakukannya. Segalanya terasa menyenangkan. Ini adalah kesenangan
terbesar yang pernah dialaminya tanpa kehadiran Hendra dalam dua tahun
usia perkawinan mereka, dan tiga tahun masa pacaran mereka. Tidak
termasuk mantan kekasihnya yang pernah bersamanya. Dia tidak akan
melakukan hal ini lagi. Malam ini adalah malam yang unik, sangat
menyenangkan, malam yang penuh dengan petualangan dan eksplorasi. Malam
ini, dia bebaskan ‘gadis nakal’ dalam dirinya yang berperan. Besok,
kembali pada perannya ‘gadis manis’ yang sudah menikah kembali.
Dia berjalan menapaki tangga dan mengira semua orang sudah lelap dalam
tidur, sebuah rintihan panjang keluar dari kamar tidur utama menunjukkan
dugaannya salah.
Kiki melangkah menuju satu-satunya pintu di depan tangga. Sedikit
terbuka dan dia mengintip ke dalam. Dia kira nggak ada yang bisa
membuatnya tersipu malu lagi, tapi setiap kali dia menyaksikan sendiri
perilaku seksual yang baru, seakan api kembali ke wajahnya lagi. Dina
sedang disetubuhi Dany dari belakang sedangkan mulutnya masih mengulum
batang penis milik Johan. Mereka berada di atas ranjang ukuran King
size. Kamar itu sendiri mempunyai jendela kaca besar yang mengelilingi
hampir semua bagian, suara rintihan dan lenguhan pecinta yang mereguk
kenikmatan memenuhi kamar ini.
Johan menoleh dan melihat Kiki sedang berdiri di pintu masuk, sebuah
selimut membungkus tubuh rampingnya. Dia tersenyum padanya, berharap
Kiki tidak mempermasalahkan akan semua yang terjadi. Johan sebenarnya
sangat menginginkan Kiki, tapi rasa hormatnya terhadap kakaknya
membuatnya mengesampingkan kenikmatan itu. Tapi saat Kiki menjatuhkan
selimut yang membungkus tubuhnya, lalu berjalan memasuki kamar ini
dengan tubuh telanjang, dan mencium bibirnya dengan dalam, dia merasa
dinding pendiriannya mulai retak.
Kiki mendorongnya ke atas kasur dan menaiki kepalanya, menghadap
membelakangi jadi dia bisa menyaksikan tubuh-tubuh telanjang yang saling
‘terkait’. Vaginanya serasa terbakar api dan dia membutuhkan
sesuatu untuk meredakannya. Karena kedua penis yang tersedia sedang
terpakai, dia memutuskan untuk melihat sebagus apa adik parnya dalam
oral seks. Sebuah getaran yang sangat nakal menggetarkannya saat
memikirkan hal tersebut.
Dina melirik ke atas dan bertemu dengan mata Kiki. Dia tersenyum dengan
mulut masih penuh terisi batang penis Johan dan mengedipkan mata pada
Kiki. Dina sangat bahagia bertemu dengan Kiki, dan sangat gembira akan
perubahan suasana yang terjadi malam ini. Semua ini tak akan terjadi
jika isteri Hendra nggak berada di sini. Itu sudah pasti. Sesuatu
tentang rasa percaya diri seorang wanita dan ledakan seksualitas memicu
terjadinya pesta seks pada mereka semua
Dilepaskannya mulutnya dari batang indah penis Johan dan memberi tanda
pada Kiki dengan jarinya untuk bergabung dengannya. Kiki tersenyum pada
wanita ini dan mendekatkan mulutnya pada penis Johan, membuatnya dalam
posisi 69. Ini adalah posisi 69 bagi sejarah kehidupan seksual Kiki.
Sementara itu, Dina bergerak ke buah zakar Johan yang terekspos,
menjilatinya dengan lidahnya sebelum bergerak turun ke celah sensitif
diantara lubang anus dan kantung buah zakarnya.
Untuk kali yang kedua, Johan mendapatkan penisnya dilayani oleh dua
orang wanita menawan. Hanya saja kali ini, wajahnya dipenuhi oleh vagina
basahnya Kiki dan pantatnya yang indah.
Saat Kiki tidak sedang mengulum batang penis Johan, posisinya yang nggak
memungkinkannya untuk bergantian memanjakan buah zakar Johan, maka
hanya membuatnya melihat saja Dina ganti yang mengulum penisnya yang
penuh ke dalam mulutnya yang terlihat seksi. Kiki kira batang panjang
itu tak mungkin mampu tertampung menghilang seluruhnya ke dalam mulut
Dina yang berkilat basah, tapi ternyata itu dapat ditelan Dina
seluruhnya, selalu. Dan saat giliran itu tiba padanya, Kiki berusaha
untuk memasukkan batang penis ini kedalam mulutnya, tenggorokannya
seluruhnya, dan dia dapat merasakan, lebih dari hanya mendengarkan,
Johan mengerang di bawah tubuhnya.
Dina harus menghentikan pelayanannya terhadap penis yang berbulu di
hadapannya ketika Dany dengan lambat tapi mantap membawanya pada orgasme
kecil. Dina kembali konsentrasi pada batang penis yang menghujamnya
dari belakang, menyamakan irama ayunan pinggul Dany dan menghisapnya
semakin ke dalam.
Dany menyaksikan pesta di hadapannya sambil menyetubuhi Dina dari
belakang. Dia selalu menikmati jalan masuk dari vaginanya Dina yang
menyengkeram kejantanannya dengan erat ketika dia mengayunkan ke dalam
tubuhnya. Dia harus berhati-hati untuk tidak menyemburkan spermanya saat
menyaksikan kedua wanita ini bergantian melayani penis Johan bagaikan
sebuah permen yang lezat. Dia berharap andaikan itu adalah penis
miliknya.
Dina mengeluarkan suara basah yang berisik saat mengoral pria. Dany
menyukai suara itu dan kadang menjadi terangsang ketika mendengar orang
lain yang ‘berisik saat menyantap hidangannya’. Dina tahu kalau oral
seks yang basah adalah oral seks yang baik. Dany suka pada ekspresi
takjub Kiki saat melihat wanita lain sedang mengoral adik iparnya. Kiki
menjilat bibirnya sendiri dan Dany tahu kalau Kiki sedang menantikan
gilirannya untuk menikmati batang daging yang lembut itu ke dalam
mulutnya lagi.
Dany menyaksikan kepala Dina bergerak naik turun bagaikan seorang yang
profesional. Dina mengeluarkan mainannya dari mulutnya sepenuhnya, dan
menatap tepat pada mata indah Kiki. Kiki tertawa kecil lalu tersenyum
lebar, menggenggamkan tangannya pada batang keras yang berada tepat di
bawah wajah Dina. Sebelum dia memasukkan kembali batang itu ke dalam
mulutnya, wajah kedua wanita ini saling mendekat dan mencium satu sama
lain. Ini terjadi begitu natural, hampir seperti tak mereka rencanakan.
Para wanita memiringkan kepalanya masing-masing dan saling membuka mulut
untuk satu sama lainnya, menikmati rasa manis saat lidah mereka saling
melilit dan air liurnya bercampur. Saat itu semua terjadi, suara dalam
kepala Kiki berteriak pada dirinya The, “Apa yang kamu lakukan?! Apa
yang sedang kamu lakukan?!” Tapi itu sudah menjadi ‘suara bisu’ yang
tak lagi di dengarnya, bahkan saat semua ini berawal. Bahkan, dia hanya
mengikuti kemana alur ini menyeretnya masuk pada pesta ini, dan
sekarang ini, melakukan sebuah French Kiss dengan satu-satunya wanita
yang seksi selain dirinya di malam ini, di rumah ini, dan terjadi begitu
saja secara alami dan sangat menggairahkan.
Dany nggak mampu mempercayai apa yang dia lihat. Dina menaruh tangannya
di pipi Kiki, membelainya dengan lembut saat mereka berciuman, penuh
dengan gairah. Dany sering meminta agar Dina mempertimbangkan untuk
membawa wanita lain dalam permainan cinta mereka. Dina selalu
menggelengkan kepala tanda nggak setuju. Sekarang…
Kedia wanita ini menghentikan ciuman mereka dan mulut Kiki berganti
membungkus batang penis Johan. Dina menarik nafas dengan berat, benaknya
kacau. Dia nggak pernah punya keinginan untuk melakukan hal tadi pada
kegiatan seksual yang nyata. Bahkan sekarang, dia tidak merasa bahwa
dirinya tertarik untuk jadi biseksual. Dia menikmati ciuman tadi, ya.
Tapi itu tidak membuatnya mengkatagorikan dirinya sebagai seseorang yang
lain. Baginya ini adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan di saat
yang tepat.
Johan nggak mampu menahannya lebih lama lagi. Penisnya sudah dioral
lebih dari sepuluh menit, dan dia sudah berusaha sebisanya untuk menahan
orgasmenya, ini sudah melampaui dari yang bisa ditahan oleh pria
manapun. Dengan lidahnya yang masih terkubur dalam lembutnya bibir
vagina Kiki, dia berejakulasi dalam salah satu mulut wanita ini. Dia
nggak tahu pasti mulut siapa, tapi dia juga sudah nggak peduli lagi.
Sepuluh menit berlalu dan itu adalah pengalaman terbaik.
Kiki mulai merasakan orgasmenya mulai datang tak lama berselang setelah
Johan, dan dia menggesekkan selangkangannya pada wajah Johan dan daging
kenyalnya ke bibir dan hidung Johan. “Oh! Ohhh!” Kiki dapat mendengar
erangannya sendiri.
Johan keluar dengan hebatnya dalam mulut Dina. Dia menelan sebagian
sperma itu, tapi menyisakan cukup untuk teman barunya. Kembali lagi,
mulut kedua wanita ini saling merapat untuk sebuah ciuman penuh gairah,
kali ini saling bertukar cairan sperma yang putih dan kental. Hal ini
lebih dari cukup bagi Dany dan dia meledak, samar-samar sadar jika kedua
wanita ini juga mengalami hal yang sama.
Keempatnya rubuh saling bertindihan. Mereka merangkak dan menggerakkan
tubuh lelah mereka untuk merebahkan kepala pada bantal, telanjang dan
menatap langit-langit. Nafas berat, tersengal, hanya suara nafas yang
memenuhi senyapnya kamar ini. Para pria rebah di kedua sisi ranjang,
dengan para wanita diapit di tengahnya.
Setelah beberapa menit beristirahat, Dina setengah bangkit dan bergerak
menindih Kiki, tangannya membelai rambut Kiki sambil keduanya saling
bertatapan. Para pria hanya menyaksikan dengan seksama, menahan nafas.
“Belum pernah aku melakukan dengan…” Kiki memulai, tapi Dina dengan lembut memotongnya dengan “shhh…”
Dia semakin merapat dan membisikkan, “Aku juga.” Saling memejamkan mata,
kedua wanita ini berciuman lagi. Kali ini, ciuman yang perlahan, pada
awalnya hanya sentuhan bibir dengan penuh rasa kewanitaan dan saling
melumat lembut. Dan semakin bergerak cepat, mulut terbuka cukup untuk
lidah mereka saling menyentuh dan menari. Posisi kepala mereka berganti,
kedua bibir semakin masuk ke dalam untuk menyentuh bagian mulut mereka
yang paling pribadi. Dengan cepat mereka saling berciuman layaknya dua
orang kekasih, dan untuk pertama kalinya Dina mengeksplorasi wanita
cantik ini. Jika sebelumnya Kiki menilai Ahmad adalah serang yang hebat
ciumannya…
Kiki nggak tahu apa yang tengah terjadi, tapi dia tahu kalau dia
menyukai apapun ini. Ciuman antara wanitanya dengan Dina adalah ciuman
yang paling erotis yang pernah dilakukannya dengan seorang manusia.
Sekujur tubuhnya bergetar oleh kenikmatan dari erotisnya sebuah ciuman
yang tabu. Dia merasakan sebuah tangan wanita yang kecil, nikmat,
menelusuri badannya, bergerak naik ke arah payudaranya, ibu jari yang
memainkan putingnya dengan penuh rasa nikmat.
Kiki membawa tangan kirinya pada kepala Dina, menariknya lebih merapat
untuk sebuah ciuman yang lebih mendalam. Tangannya yang satunya lagi
mencengkeram payudara Dina, meresapi lembutnya kekenyalan daging wanita
lain untuk pertama kalinya. Payudara Dina lebih kencang dibandingkan
dengan miliknya, tapi kulitnya terasa luar biasa lembut.
Jemari Dina bermain di tubuh wanita lain, menari di atas rambut di atas
selangkangan wanita lain. Kiki melenguh dalam mulut Dina dan harus
menghentikan lumatan bibir mereka. Mendengar reaksi dari seorang wanita
lain karena rangsangannya mengirimkan sebuah kejangan kecil dalam
vaginanya sendiri.
Para pria menyaksikan saat kedua wanita ini saling bermain satu sama
lain, mengeksplorasi tubuh lembut mereka dengan tangan dan, tak lama
kemudian dengan mulut dan lidah mereka. Johan nggak bisa mempercayai
kalau dia menyaksikan istri kakaknya menghisap puting wanita lain,
mempermainkan dengan lidahnya yang panjang.
Saat ciuman dan hisapan Dina mulai bergerak turun menyusuri lekukan
tubuh Kiki menuju ke arah vaginanya yang terbakar, para pria hampir
tidak bisa menguasai diri, mata isteri Hendra terpejam rapat rintihannya
terdengar seperti. “Mmmmmm-uh! Ngh! Uh! Yyaaa…”
Merasakan sentuhan pipi dari seorang wanita lain pada sisi bagian dalam
dari pahanya adalah sebuah perasaan yang akan dialaminya, dan tidak
pernah menyangka jika dia menyukainya. Sekarang, dia merasa nggak cukup
hanya dengan semua ini. Dina pasti sudah berbohong saat mengatakan kalau
dia belum pernah melakukan hal ini sebelumnya, karena semua yang
dilakukannya membawa sebuah sensasi yang bahkan tidak dibayangkannya
jika ini bisa tercipta dari sepasang bibir, sebuah lidah, dan kedua
jari.
Dina sendiri, di sisi yang lain, sudah sangat basah di antara pahanya
saat dia memberi jilatan pada daging manis dan empuk milik teman
wanitanya ini. Dia kini tahu kenapa pria suka pada vagina yang tercukur
bersih. Dia dapat menarikan lidah bibirnya berulang-ulang di atas
lembutnya keseluruhan bagian dari daging vagina, menghisap daging di
sekitar kelentitnya untuk membawanya tinggi dan semakin tinggi. Dina
menyentuh dan menjilat Kiki sangat tepat pada bagian di mana dia tahu
kalu dia sendiri akan menyukainya, dan suara erotis yang keluar dari
bibir Kiki serasa sebuah penghargaan untuk apa yang dilakukan kepadanya.
“Oh Tuhan, Dina! Rasanya s-sangat en-naakk! Ya! Jilat vaginaku, sayang-
ohhhhhh… Ya, ya, ya! Oh, lagi, yes! Uh, uhhhh!” ingin rasanya tangan
Dina bergerak ke vaginanya sendiri, tapi ditahannya. Dia ingin
memberikan perhatiannya 100% pada kekasih wanitanya ini, memanjakan
kewanitaan Kiki dengan kedua tangannya saat lidahnya menari dan menyapu
kelentitnya yang sensitivf.
“Oh sayang, Dina, ohhhhh! Aku mau punyamu juga… aku ingin menjilat
vaginamu! B-balikkan tubuhmu, kekasihku! Berputarlah… ohhhh… dan biarkan
aku menjilatmu j-jugaa…”
Para pria perlahan mulai megocok batang penisnya yang kembali mengeras,
dengan mata yang terbuka lebar menyaksikan para wanita saat berputar
mengatur posisinya untuk sebuah 69 yang sangat merangsang. Ini nggak
nyata. Ini nggak mungkin terjadi! Tapi semuanya sedang terjadi.
Merasakan untuk pertama kalinya rasa dari seorang wanita sangat
menggoda. Dina terasa berbeda dibandingkan dirinya, tapi sama sekali
bukan sebuah rasa yang buruk. Dari vagina yang tak berambut Dina terasa
campuran rasa asin dari sperma milik Dany dengan sebuah rasa yang akrab
tapi masih terasa asing. Secara perlahan Kiki menemukan iramanya, dan
seperti halnya semua kejadian malam ini, dia melakukannya secara alami.
Setiap kali, kedua wanita ini menarik kepalanya dari vagina
masing-masing untuk melenguh, mengerang dan mengambil nafas. Saat itu
terjadi, para pria disuguhi pemandangan yang erotis di hadapan mereka,
dagu yang terlumuri oleh madu cinta masing-masing, sebelum kemudian
saling menyelam kembali. Mereka saling memberi orgasme yang
berkesinambungan sebelum akhirnya Dina bangkit dan berkata dalam suara
bisikan yang bergetar lirih, “Johan… kenapa kamu nggak… ke belakangku
dan-mmmm… masukkan… penismu yang indah itu ke dalam vaginaku… ohhhhh…”
Dia melakukan seperti apa yang diperintahkan padanya, dirasakannya lidah
Kiki menjilati sepanjang batang penisnya saat dia mengarahkan ke pintu
masuk vagina Dina. Dany nggak mau menunggu untuk diminta melakukan hal
yang sama pada wanita satunya yang sudah menikah, dan segera saja,
keempatnya saling memainkan sebuah babak lagi dari malam yang penuh
kenikmatan surgawi ini.
Kiki menengadah ke atas dan melihat saat buah zakar adik iparnya
menampari untaian kecil dari rambut di selangkangan Dina. Kiki menjilat
dan menghisapi semua yang ada di hadapannya sambil menyaksikan batang
penis Johan meluncur keluar masuk dalam vagina Dina, berkilat dank keras
dan seakan sedang mengamuk. Dia sendiri merasakan penis Dany membelah
bibir vaginanya untuk yang ketiga kalinya malam ini, dan dia merasa
kalau tak lama lagi orgasmenya segera meledak.
Bagaimana mungkin dia bisa kembali pada kehidupan perkawinannya?
Dengan cepat, keempatnya mulai merasa sangat kelelahan dan tak satupun
yang bisa melakukan sesuatu kecuali terlelap dalam tidur tidur yang
nyenyak, saling berpelukan dengan telanjang antara lembutnya tubuh
wanita dan kerasnya tubuh kekar pria.
*****
Kiki bangun pertama kali keesokan paginya dan menemukan dirinya
meringkuk manja dalam pelukan hangat Johan. Kamar ini, yang dikelilingi
sebagian besar oleh jendela dibanjiri oleh rasa hangat dari sinar
mentari pagi yang baru terbit.
Saat dia berbalik dalam pelukannya, mata Johan yang masih ngantuk mulai
terbuka dengan malas dan kemudian tersenyum padanya. Kiki teringat semua
kejadian semalam, dia tidak bercinta dengan pria ini, belum.
Kiki mencium bibirnya dengan mesra dan berbisik, “Johan, terima kasih
untuk yang semalam.” Dia berusaha hati-hati agar tidak membangunkan Dany
dan Dina di sisi lain ranjang ini. “Rasanya… sangat indah dan
manakjubkan.”
Mereka saling berciuman lagi, dan tiba-tiba perasaan sedikit bersalah
merasuki Kiki. Sekarang sudah pagi. Sekarang waktu untuk kembali ke
kehidupannya yang normal sebagai seorang isteri yang setia dan mengabdi.
Tapi hasratnya bercampur dengan kebimbangan dan itu terlalu berat untuk
dihadapinya. Dia berbisik, “Kita tidak boleh menceritakan hal ini pada
Hendra.”
Johan, menganggapnya tentang kejadian pada malam sebelumnya, dan dia
terkejut saat Kiki menggerakkan kakinya melewati tubuhnya dan kemudian
menindihnya. Seakan takdir sudah digariskan, dia sudah ereksi dan siap
untuk melaju, tubuhnya yang masih terasa pegal sudah jadi persoalan yang
lain lagi. Dan tentu saja, semua itu sirna dalam sekejap begitu
bidadari yang gemulai ini mulai merendahkan selangkangannya beserta
vaginanya yang lembut dan sudah basah turun ke arah kerasnya batang
kejantanannya.
Johan mengerang dan tubuh Kiki bersandar ke depan, wajah bidadari ini
hanya beberapa senti saja dari wajahnya, dan berbisik pelan, “Shhh…”
sebelum memberinya sebuah ciuman ringan.
Johan selalu menganggap kalau Hendra akan tetap sendiri selamanya.
Karena dia mempunyai prinsip bahwa hidup membujang terlalu berharga
untuk ditukar pada seorang wanita saja. Dan kemudian Kiki muncul dan
mencuri hatinya. Dan baru sekarang dia benar-benar mengerti betapa
sungguh wanita ini mampu menawan hatinya. Dia memiliki semangat hidup
yang tinggi dan percaya diri yang tinggi untuk menjalani hidup ini
dengan caranya dan itu tidak pernah menjadi memalukan karenanya… Dia
cantik, lucu, cerdas, dan bercinta layaknya wanita panggilan seharga 1
milyar. Semua yang kamu impikan dari seorang wanita. Seandainya dirinya
adalah Hendra, dia akan secepatnya berhenti dari pekerjaannya begitu
perusahaannya mengirimnya dinas ke luar kota meskipun untuk dua hari
saja.
Menyadari betapa salahnya karena bersetubuh dengan isteri kakaknya sama
sekali tidak mengurangi kenikmatan dalam melakukannya, malah nyatanya
yang dirasakan adalah sebaliknya… Disamping rasa sakit karena
ereksinya, dia merasa bersukur karena dia telah mengalami orgasme
berulang kali semalam tadi karena sekarang, dia bisa merasakan
kenikmatan tak terperi dari rasa vagina Kiki yang selembut beludru lebih
lama lagi.
Kedua insan ini berusaha bercinta dengan ‘tidak berisik’ sebisa
mungkin, tapi tak lama kemudian Dina dan Dany mulai terbangun dari tidur
lelapnya.
Dina hanya berbaring saja di atas ranjang, dalam dekapan Dany, dan
menyaksikan pemandangan indah dari dua pasang pecinta muda di depannya.
Mata Kiki perlahan terpejam, kepalanya mendongak ke belakang untuk
menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya. Tangannya bersandar pada dada
Johan, dan tangan Johan memegangi pinggang langsing Kiki. Dina merasa
mulai basah dan dia tersenyum saat merasakan bibir Dany menjalari
samping leher dan bahunya. Dany mulai memasukinya dari belakang, dan
keempat insan itu perlahan mulai saling bersetubuh. Pagi masih sangat
dini…
Kiki mendengar rintihan dari sisi lain ranjang ini. Dia menoleh dan
bertemu dengan tatapan mata Dina. Buyar sudah ayunan dan goyangan pelan
yang mereka lakukan dibalik selimut, dan Kiki tertawa pada dirinya
sendiri. Dina sungguh terlihat cantik. Sinar matahari pagi yang menyorot
dari jendela, menyinari rambut hitam legamnya yang panjang dan
membuatnya berkilau indah. Setelah apa yang mereka lakukan semalam tadi,
Kiki tahu bahwa Dina tak beda dengan dirinya.
Dia merasa malu sendiri, memikirkan tentang itu semua, rasa dari vagina
wanita lain sekilas melintas dalam benaknya. Dina, sepertinya dapat
menebak apa yang dipikirkan oleh wanita di sampinya ini, dia berikan
sebuah senyuman dan mengedipkan mata padanya, lalu pejamkan matanya dan
berkonsentrasi pada batang penis yang keras di belakangnya.
Irama percintaan pagi ini terasa berbeda jauh dengan persetubuhan liar
semalam. Kiki mengayun pinggulnya naik turun pelan dan panjang, ingin
benar benar diresapinya rasaka dari setiap mili batang penis adik
iparnya di bawah tubuhnya. Serasa setiap gerakan dipenuhi rasa dahaga
dan sayang. Di sisi lain dari ranjang ini tampak Dany yang mengayun Dina
dari belakang.
Kemesraan terasa memenuhi kamar ini, guyuran sinar matahari tampak
semakin membuat tubuh-tubuh basah oleh keriangat terlihat indah tiap
lekuknya menyilaukan. Irama keempat insan ini seiring, mendaki
kenikmatan terakhir, mereka sadar ini adalah sesi terakhir untuk hari
ini dan waktu tak lagi mau kompromi.
Suara erangan, desahan, rintihan dari puncak kenikmatan yang sekali lagi
direguk mereka kembali terdengar keluar lepas dari mulut mereka seiring
dengan orgasme pertama dan terakhir dipagi ini. Ingin rasanya surga ini
tak berujung tapi bagaimanapun juga waktu sudah menghadang. Setelah
beberapa waktu beristirahat meredakan nafas yang memburu, mereka
berjalan berangkulan menuju ke kamar mandi, suara kicau burung
mengiringi langkah kaki mereka untuk membersihkan tubuh dari peluh dosa
termanis, untuk kembali ke kehidupan masing-masing lagi…
*****
Di depan pintu keluar, keempatnya saling mengucapkan salam perpisahan.
Kiki mencium kedua pipi Dany dan berkata, “Terima kasih untuk yang
semalam. Aku… sangat bahagia karena kamu sangat bersedia tidur dengan
seorang wanita yang sudah menikah.” Dany tertawa lepas oleh kiasan jujur
tersebut, dan mengangguk membalas pernyataan terima kasih itu.
Kemudian, Kiki memeluk Johan dan berkata, “Ingat, jangan pernah menyinggung hal sekecil apapun tentang ini lagi.”
Johan pura-pura menutup resleting di bibirnya mengunci dan kemudian
membuang jauh kuncinya. Kiki tertawa lepas karenanya, pura-pura
‘menangkap kembali kunci yang dibuang tadi’, dan ‘membuka’ mulut
Dany. “Satu ciuman lagi untuk perpisahan?”
Ciuman perpisahan Kiki sama bergairahnya dengan ciuman pertamanya, di sofa, sehari yang yang lalu.
Ketika ciuman itu berakhir, mata mereka saling menatap untuk beberapa
waktu yang terasa tak nyaman, kemudian dia ‘mengunci’ mulutnya
kembali.
Dina dan Dany asik sendiri dengan ciuman perpisahn mereka, dan Kiki
harus memisahkan mereka. “Pulang bareng mobilku, kan?” tanyanya pada
Dina.
“Ya, kalau nggak merasa keberatan.”
“Tidak sama sekali,” Kiki tersenyum. “Dengan senang hati.”
Dina memberi Johan ciuman kecil di bibir dan bilang, “Ku telpon nanti.”
Kemudian dalam perjalanan pulang hanya saling berdiam diri tanpa kata.
Kedua wanita ini tahu apa yang akan diucapkan tapi saling menunggu.
Akhirnya, Dina memecahkan kesunyian. “Hey, aku rasa, mungkin nanti kita
bisa keluar bareng lagi… ke kafe atau hanya jalan-jalan ke mal.”
“Kelihatannya menyenangkan,” jawab Kiki, berharap itu akan terdengar tulus.
Dia terlihat kurang percaya. “Dengar, Kiki, aku sangat menyukaimu…”
Kiki merona karenanya, dan baru saja dia akan mengucapkan sesuatu ketika
Dina memotongnya: “Bukan, nggak seperti itu.” tawanya terdengar
natural. “Maksudku, ya itu memang menyenangkan, tapi…” tawanya mulai
terdengar sedikit nervous, dan dia menggelengkan kepala, “Tapi aku nggak
bermaksud begitu. Maksudku… kamu adalah wanita pertama yang sangat ku
inginkan jadi temanku. Dan… ku harap kejadian semalam tidak merusak hal
tersebut.”
Kiki menganggap sangat serius apa yang diucapkan oleh wanita ini.
Akhirnya dia mengangguk. Dia percaya padanya. Dia tidak manangkap ada
maksud tersembunyi dibalik ucapannya. Dan pada kenyataan sesungguhnya
Kiki juga menyukai Dina.
Sebenarnya Dina mulai merasakan air mata di matanya ketika wanita di
depannya ini mengangguk, dan tiba-tiba sebuah beban yang berat terangkat
dari bahunya. Dia merasa bebas dan dia mendapatkan seorang sahabat
baru. Mereka saling bertukar nomer telpon sebelum sampai di apartemen
Dina
“Apa yang akan kamu lakukan pada Hendra?” Tanya Dina ketika mereka berhenti di depan pintu apartemennya.
“Mungkin aku akan ceritakan padanya… suatu saat nanti. Tapi tidak saat ini. Dan kurasa, juga tidak untuk waktu dekat.”
Dina mengangguk dan kedua wanita ini saling berpelukan. Lalu mata mereka
saling bertemu dan gairah kembali menyala. Kiki menatap bibir Dina,
yang hanya beberapa senti dari bibirnya, basah dan sedikit terbuka.
Untuk beberapa saat yang Kiki inginkan sepenuhnya adalah merasakan bibir
lembut itu pada bibirnya. Ciuman yang akan terjadi secara natural.
Dan waktu berlalu lalu kedua wanita ini tertawa sendiri. “Ku telpon
nanti,” kata Dina, keluar dari mobil dan berlari kecil menuju pintu
depan apartemennya.
Hendra menelpon dari hp tak lama setelah Anggie tiba dari apartemen Dina.
“Apa aku membangunkanmu, sayang?” tanyanya. Sekarang baru jam 7 pagi.
“Nggak. Aku sudah bangun dari tadi. Nggak bisa tidur semalam.”
“Maafkan aku. Apa kamu sakit?”
“Nggak… hanya butuh istirahat saja.”
“Menyenangkan nggak sama adikku dan teman-temannya?”
“Yah,” jawabnya, wajahnya memerah oleh rasa bersalah. “Aku senang kamu sudah memaksaku untuk pergi.”
“Oh, aku nggak menyuruhmu melakukan apapun,” dia tertawa. Wajah Kiki
sedikit merona. “Tapi aku senang kamu bisa menikmatinya. Mungkin kamu
bisa keluar lebih sering lagi, sekarang kamu sudah menemukan kesenangan
lain di luar rumah.” Oh, ironis.
“Mungkin,” jawabnya dengan pikiran jauh berada entah dimana. “Tapi ku rasa perjalanannya sedikit terlalu jauh jaraknya.”
“Ya, aku tahu maksudmu.” Dalam jedanya sejenak, yang memenuhi pikirannya
hanyalah kenikmatan dari pesta seks yang telah dialaminya, dan
bagaimana dia tidak akan mengulanginya lagi, tak akan pernah. “Hey,
Kiki, coba tebak?”
“Apa?”
“Ini adalah perjalanan dinas ke luar kotaku yang terakhir kalinya!”
“Benarkah?” Oh ku mohon, ya!
“Benar. Aku katakan pada mereka kalau perjalanan-perjalanan dinas itu
benar benar membuatku kecapaian. Ku katakan pada mereka aku akan
berhenti dan keluar kalau mereka mengirimku ke luar kota lagi.”
“Dan?”
Dia tertawa. “Aku berhenti.”
Tamat
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar