Kumandang adzan subuh menggema membangunkan semua manusia yang terlelap
dalam tidurnya, begitu juga tak lama setelah itu semburat merah
tergantung di ujung horizon, cahaya fajar dengan malu-malu menyapa bumi
yang sebelumnya melalui malam. dingin udara sangat terasa didaerah itu,
kota Batu. Meski demikian, beberapa orang yang menggantungkan hidupnya
dari hasil perdagangan mulai melakukan aktifitasnya. Banyak dari mereka
yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang membawa mereka menuju
jalan besar kearah pasar, ada juga beberapa sepeda dan motor yang
sesekali berseliweran kearah yang sama.
Pagi yang indah bagi yang merindukan suasana tenang dan damai. Seolah
semua bersinergi dengan alam menyongsong datangnya mentari. Namun, tidak
semuanya demikian. Ada juga yang masih asyik terlelap dibalik selimut
yang hangat dan nyaman. Menunggu hingga matahari benar-benar telah naik
ketika mereka bangun.
Suara cicit burung-burung mulai bersahutan, saat matahari telah naik
sedikit lebih tinggi. Dan roda kehidupan sudah mulai ramai kembali.
Pukul 07.30 semua peserta family gathering sudah mulai berkumpul, mereka
asyik membicarakan rencana mereka hari ini. Banyak dari mereka yang
belum pernah melakukan tandem paralayang, sehingga beberapa diantara
mereka ada perasaan takut dan was-was.
“pa, aku lihat saja ya nanti” ucap Martha pada suaminya
“wah, ya jangan lah ma, kapan lagi mama punya pengalaman tandem nantinya” sergah Riyan
“eh yan, kamu dicari Doni didekat resepsionis” teriak boy dari pintu
lobby mengagetkan pasangan suami istri yang tengah berdiskusi itu
Lobby cottage yang luas itupun mulai penuh oleh peserta family gathering
dan juga orang-orang dari ‘bukit ijen indah adventure’ yang menyiapkan
semua kebutuhan peserta family gathering. Karena mulai dari logistik,
hingga safety sudah ditanggung oleh pihak bukit ijen indah adventure.
“BAIKLAH BAPAK-BAPAK DAN IBU-IBU YANG GANTENG DAN CANTIK-CANTIK.
PERKENALKAN SAYA DANU, PERWAKILAN DARI BUKIT IJEN INDAH ADVENTURE YANG
AKAN MENJADI PEMANDU SELAMA ACARA BERLANGSUNG. DISINI KAMI AKAN MULAI
MENGECEK NAMA PESERTA YANG KAMI TERIMA AGAR NANTINYA TIDAK ADA MIS
KOMUNIKASI ANTARA JUMLAH PESERTA YANG KAMI TERIMA KEMARIN DENGAN JUMLAH
RIIL DILAPANGAN” ucap Danu yang merupakan pemandu bukit ijen indah
adventure melalui toa yang dia bawa.
“SEKALI LAGI SAYA MOHON KERJASAMANYA AGAR BAPAK DAN IBU DAPAT BERBARIS
DENGAN RAPI SUPAYA REKAN-REKAN SAYA DAPAT MENDATA BAPAK DAN IBU
SEKALIAN” ucap Danu sekali lagi. Para peserta family gathering dengan
patuh mengikuti arahan dari Danu, mereka mulai berbaris rapi memebentuk
beberapa barisan berpasang-pasangan termasuk yang masih singgle.
“deg-deg an nih, kamu gimana ren?” tanya Disha pada Reni yang berbaris didepannya disamping boy
“sama Disha, aku juga deg-deg an” balas Reni yang menoleh kebelakang sambil tertawa
“wah, kalian jangan nakut-nakutin aku dong” sahut Nina dari belakang
“duh kalian para wanita kok ribut-ribut sih, kan ada pemandunya nanti yang ikut tandem” balas Doni menimpali
“ya tetep saja taakut mas,” cubit Nina pada suaminya
“aduh, kok dicubit sih ma” sahut Doni sambil memengangi pinggangnya
“salah sendiri” sungut Nina
“sudah-sudah, kalian kok ya meributkan hal sepele sih” lerai reni
“ma, papa kok mual-mual ya” bisik Fais pada istrinya
“masuk angin?” tanya Disha
“bisa jadi ma” balas Fais singkat
“terus gimana pa? Masak mau ndak ikut?” tanya Disha
“ya tetap ikut lah ma, Cuma papa nanti ndak ikut tandemnya” jelas Fais
“yah, ndak asyik kan pa. Terus nanti aku sama siapa?” tanya Disha kembali
Tandem paralayang memang bukan hal baru bagi Fais, sudah sering kali
Fais bertandem saat masih mahasiswa dulu karena Fais sejak kuliah
tinggal di Malang, apalagi Fais termasuk anggota pecinta alam sehingga
dari seringnya dia bertandem sudah ahli bermanuver dan membaca
pergerakan arah angin saat diudara.
“ya nanti biar ditemani pihak pemandu dari bukit ijen indah adventure ma” tambah Fais
“mmm, begitu ya pa?” Disha sedikit berpikir
“TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA BAPAK DAN IBU, MARI SEKARANG IKUTI SAYA
MENUJU LOKASI. NANTI SILAHKAN NAIK KENDARAAN YANG SUDAH KAMI PERSIAPKAN”
ucap Danu mengakhiri sesi pendataan tadi.
Perlahan para peserta family gathtering berjalan keluar dari lobby
mengikuti danu yang memandu mereka ke halaman menuju mobil yang sudah
disediakan.
“cari siapa ma?” tanya Fais saat melihat istrinya tengah celingukan memperhatikan sekitar
“eh, papa. Itu mama dari tadi kok tidak melihat pak Siswoyo ya?” sahut
Disha beralasan karena sebenarnya bukan orang itu yang dia cari
“oh, pak bos sudah dilokasi ma. Tadi papa lihat pak bos sudah berangkat dulu sama Desi” sahut Fais
“mmm, iya pah” balas Disha
POV : Disha
Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai dilokasi bukit untuk
paralayang, nampak beberapa crew dari bukit ijen indah adventure
menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Kota batu terlihat indah dari
atas bukit ini, rumah-rumah nampak kecil dibawah sana. Angin yang
berhembus sepoi-sepoi membuat siapapun akan kerasan berlama-lama berada
disana. Apalagi vegetasi pinus yang menjulang tinggi dan rapat membuat
udara menjadi sejuk dan tidak terlalu panas.
“SILAHKAN BAPAK DAN IBU YANG BELUM PERNAH TANDEM PARALAYANG KEARAH SANA,
DAN YANG SUDAH BISA ATAU SUDAH ADA PENDAMPINGNYA TETAP TINGGAL
DITEMPAT” ucap Danu sambil menunjuk kearah pohon pinus di utara.
Disha yang termasuk dalam golongan “belum pernah tandem” berjalan
bersama beberapa rekan-rekan suaminya kearah yang ditunjuk Danu tadi,
sementara Fais turun dari mobil dan menuju batu yang ada dipojok tanah
yang sengaja dilapangkan oleh crew bukit ijen indah adventure.
“pa, mama kesana dulu ya” pamit Disha pada suaminya
“iya, mama pasti bisa kok nanti” balas Fais
“kamu ndak ikutan Fais?” tanya Doni yang berjalan kearahnya
“eh kamu Don, ndak ini aku masuk angin kayaknya” jawab Fais
“trus Disha gimana nanti? Masak kamu tega?” tanya Doni
“lah, kan ada crew yang mendampingi nanti Don” balas Fais yang melihat Doni tengah memasang perlengkapan safetynya
“istrimu mana?” tanya Fais kembali
“itu, lagi ngobrol sama Reny” sahut Doni yang masih konsentrasi memasang tali pengaman ditubuhnya
Sama halnya dengan Fais, Doni juga merupakan orang yang cukup piawai
dalam bertandem, karena mereka merupakan sahabat lama waktu menjadi
anggota pecinta alam dikampusnya. Sehingga Doni tidak asing dengan
peralatan yang tengah dipakainya sekarang.
‘DENGAN INDRA DISINI, SAYA AKAN MEMBAGI BAPAK DAN IBU DENGAN CREW KAMI
YANG ADA DIBELAKANG SAYA INI SEHINGGA BAPAK DAN IBU TETAP DAPAT
MENIKMATI PETUALANGAN TANDEM DENGAN PERASAAN AMAN DAN NYAMAN” teriak
seorang pria cukup keras dari arah peserta yang belum bisa tandem, dan
dibelakangnya terdapat 6 orang pria yang merupakan crew pendamping
“IBU DINA DENGAN AHMAD”
PAK JOKO DENGAN JUPRI”
.
.
.
DAN TERAKHIR IBU DISHA DENGAN TORO
Disha kaget saat namanya disebutkan tadi, karena dia mengira akan
bertandem didampingi oleh Dicky seperti yang dikatakan Dicky semalam.
Namun tak lama kemudian, dari belakang terdengar suara yang mengagetkan
mereka.
“biar cepat, aku akan ikut bantu” sahut seorang pria bertopi cowboy dari arah belakang
“eh, pak Dicky, silahkan pak” sahut Indra mempersilahkan atasannya untuk membantu
“ya sudah, karena ibu itu tadi di urutan terakhir, saya nanti yang
mendampingi. Kasihan karena dalam rombongan tinggal ibu ini saja nanti”
ucap Dicky sambil melihat Disha.
“KARENA SEMUA SUDAH MENDAPATKAN PENDAMPING UNTUK BERTANDEM, MAKA YANG
NAMANYA DISEBUTKAN TADI, TOLONG MENGIKUTI ARAHAN DARI REKAN REKAN
PENDAMPINGNYA, SELAMAT MENIKMATI KEINDAHAN KOTA BATU DARI” ujar Indra
mengakhiri sesi pembagian pendamping bagi yang belum pernah bertandem
“bu Disha, mari ikuti saya” sahut Dicky dengan berlagak cuek
“ii iya mas” jawabku tergagap karena masih tidak mengira jika mas Dicky datang disaat terakhir
“kamu tadi kok telat mas?” tanyaku setelah kami menjauh dari lokasi tadi
“maaf ya Dish, aku tadi bangun kesiangan” jawab Dicky sekenanya
“duh kamu ini mas, kok ya gak pernah berubah dari dulu” kataku keheranan dengan Dicky yang masih saja sering bangun kesiangan
“karena ndak kamu bangunin Disha” jawab Dicky dengan tersenyum
“ehh, kok jadi baper si mas ini” aku sedikit kaget dengan perkataannya
“haha...ya sudah sini aku pasangin alat safetynya” Dicky dengan tertawa
mulai memasangkan peralatan safety pada tubuhku. Dan kurasakan tangan
Dicky dengan sengaja menggesek pada payudaraku yang membusung karena
bagian bawahnya sudah terpalang tali.
“mas, sengaja ya?” tanyaku kepadanya
Namun bukannya jawaban yang kudapatkan, tapi sebuah senyuman manis yang
biasa dia berikan padaku dulu. Hatiku terasa meleleh oleh senyum
manisnya itu, oh
mas Dicky kamu begitu menggodaku saat ini.
“nah, sudah siap nih sekarang” sahut mas Dicky setelah selesei mengikatkan simpul terakhir
“kok jadi sesak gini ya mas?” tanyaku karena aku merasa tidak leluasa bergerak,
“tenang saja, memang begini Disha” balas Dicky dari belakangku
Kini posisiku berdiri membelakangi mas Dicky, dan tubuh kami terikat
oleh peralatan tandem yang dipasangnya barusan. Kami berjalan perlahan
agar tidak jatuh menuju landasan. Jarak beberapa meter dari landasan mas
Dicky memintaku berhenti.
“nah, stop disini Disha. Kita tunggu anginnya dulu, kalau aku bilang
lari nanti kamu berusaha lari ya, aku yang akan mengimbangi kamu” kata
Dicky memberikan arahan
“iya mas” sahutku singkat, kulihat beberapa dari kami sudah mulai
melayang diudara mengikuti arah angin. Saat aku asik memandangi mereka,
mas Dicky mengejutkanku
“sekarang Disha, ayo jangan melamun” Dicky memintaku untuk mengambil ancang-ancang untuk lari.
Aku dengan memberanikan diri mengambil langkah untuk berlari, meskipun
takut toh aku bersama dengan mas Dicky. Dan saat pijakan terakhir, aku
melompat ketepi landasan, tubuh kami seperti jatuh kebawah
“aaaaaaaa” teriak ku ketakutan. Dan tiba-tiba sebuah tekanan udara
mendorong parasut kami keatas. Kulihat landasan yang tadi kupijak
menjadi menjauh perlahan lahan seiring semakin tingginya angin membawa
kami.
“tadi ngapain kok teriak segala sih?” tanya mas Dicky dari belakang
“ya takut lah mas, kok malah tanya ngapain sih” balasku kepadanya
“sekarang sudah tidak apa-apa kan?”tanya mas Dicky memperhatikanku
“gak apa-apa mas, aku malah senang. Pemandangannya disini indah sekali”
sahutku. Kutengok kebelakang, dan kulihat jika jarak kami terbang sudah
cukup jauh. Dan kulihat mas Fais masih disana memperhatikan kearahku.
“Disha, terima kasih ya. Kamu mau menerima ajakanku” kata mas Dicky tiba-tiba
“aku yang harusnya berterima kasih karena mas sudi menemaniku sekarang” jawabku dengan memandang wajahnya
“jujur aku kangen sekali dengan kamu Disha” kata mas Dicky dengan mimik wajah serius
Hatiku berdebar-debar bukan karena takut ketinggian namun karena
tiba-tiba mas Dicky mengatakan perasaannya kepadaku. Aku benar-benar
merasa seperti anak sekolah yang akan ditembak oleh seorang cowok.
“aku juga sama mas, tidak kusangka kita akan bertemu disini. aku senang
bisa bertemu denganmu lagi, meskipun aku jujur masih sakit hati setelah
apa yang kita lakukan dan kamu yang pergi tidak memperjuangkan cinta
kita dulu” jawabku dengan mata berkaca-kaca menatap pemandangan hutan
pinus, tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipi hingga lama
tidak kudengar adanya jawaban darinya
“Disha” panggil mas Dicky kepadaku
Dan tiba-tiba sebuah kecupan tipis, mencoba melumat bibirku saat aku menoleh kepadanya...
Home
Cerita Eksibisionis
Disha
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Disha : The Begining, Binalnya Istriku | Udara yang Membara Part 1
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar