Cerita Eksibisionis Disha : The Begining, Binalnya Istriku | Udara yang Membara Part 1

Kumandang adzan subuh menggema membangunkan semua manusia yang terlelap dalam tidurnya, begitu juga tak lama setelah itu semburat merah tergantung di ujung horizon, cahaya fajar dengan malu-malu menyapa bumi yang sebelumnya melalui malam. dingin udara sangat terasa didaerah itu, kota Batu. Meski demikian, beberapa orang yang menggantungkan hidupnya dari hasil perdagangan mulai melakukan aktifitasnya. Banyak dari mereka yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang membawa mereka menuju jalan besar kearah pasar, ada juga beberapa sepeda dan motor yang sesekali berseliweran kearah yang sama.

Pagi yang indah bagi yang merindukan suasana tenang dan damai. Seolah semua bersinergi dengan alam menyongsong datangnya mentari. Namun, tidak semuanya demikian. Ada juga yang masih asyik terlelap dibalik selimut yang hangat dan nyaman. Menunggu hingga matahari benar-benar telah naik ketika mereka bangun.
Suara cicit burung-burung mulai bersahutan, saat matahari telah naik sedikit lebih tinggi. Dan roda kehidupan sudah mulai ramai kembali. Pukul 07.30 semua peserta family gathering sudah mulai berkumpul, mereka asyik membicarakan rencana mereka hari ini. Banyak dari mereka yang belum pernah melakukan tandem paralayang, sehingga beberapa diantara mereka ada perasaan takut dan was-was.

“pa, aku lihat saja ya nanti” ucap Martha pada suaminya

“wah, ya jangan lah ma, kapan lagi mama punya pengalaman tandem nantinya” sergah Riyan

“eh yan, kamu dicari Doni didekat resepsionis” teriak boy dari pintu lobby mengagetkan pasangan suami istri yang tengah berdiskusi itu

Lobby cottage yang luas itupun mulai penuh oleh peserta family gathering dan juga orang-orang dari ‘bukit ijen indah adventure’ yang menyiapkan semua kebutuhan peserta family gathering. Karena mulai dari logistik, hingga safety sudah ditanggung oleh pihak bukit ijen indah adventure.

“BAIKLAH BAPAK-BAPAK DAN IBU-IBU YANG GANTENG DAN CANTIK-CANTIK. PERKENALKAN SAYA DANU, PERWAKILAN DARI BUKIT IJEN INDAH ADVENTURE YANG AKAN MENJADI PEMANDU SELAMA ACARA BERLANGSUNG. DISINI KAMI AKAN MULAI MENGECEK NAMA PESERTA YANG KAMI TERIMA AGAR NANTINYA TIDAK ADA MIS KOMUNIKASI ANTARA JUMLAH PESERTA YANG KAMI TERIMA KEMARIN DENGAN JUMLAH RIIL DILAPANGAN” ucap Danu yang merupakan pemandu bukit ijen indah adventure melalui toa yang dia bawa.

“SEKALI LAGI SAYA MOHON KERJASAMANYA AGAR BAPAK DAN IBU DAPAT BERBARIS DENGAN RAPI SUPAYA REKAN-REKAN SAYA DAPAT MENDATA BAPAK DAN IBU SEKALIAN” ucap Danu sekali lagi. Para peserta family gathering dengan patuh mengikuti arahan dari Danu, mereka mulai berbaris rapi memebentuk beberapa barisan berpasang-pasangan termasuk yang masih singgle.

“deg-deg an nih, kamu gimana ren?” tanya Disha pada Reni yang berbaris didepannya disamping boy

“sama Disha, aku juga deg-deg an” balas Reni yang menoleh kebelakang sambil tertawa

“wah, kalian jangan nakut-nakutin aku dong” sahut Nina dari belakang

“duh kalian para wanita kok ribut-ribut sih, kan ada pemandunya nanti yang ikut tandem” balas Doni menimpali

“ya tetep saja taakut mas,” cubit Nina pada suaminya

“aduh, kok dicubit sih ma” sahut Doni sambil memengangi pinggangnya

“salah sendiri” sungut Nina

“sudah-sudah, kalian kok ya meributkan hal sepele sih” lerai reni

“ma, papa kok mual-mual ya” bisik Fais pada istrinya

“masuk angin?” tanya Disha

“bisa jadi ma” balas Fais singkat

“terus gimana pa? Masak mau ndak ikut?” tanya Disha

“ya tetap ikut lah ma, Cuma papa nanti ndak ikut tandemnya” jelas Fais

“yah, ndak asyik kan pa. Terus nanti aku sama siapa?” tanya Disha kembali

Tandem paralayang memang bukan hal baru bagi Fais, sudah sering kali Fais bertandem saat masih mahasiswa dulu karena Fais sejak kuliah tinggal di Malang, apalagi Fais termasuk anggota pecinta alam sehingga dari seringnya dia bertandem sudah ahli bermanuver dan membaca pergerakan arah angin saat diudara.

“ya nanti biar ditemani pihak pemandu dari bukit ijen indah adventure ma” tambah Fais

“mmm, begitu ya pa?” Disha sedikit berpikir

“TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA BAPAK DAN IBU, MARI SEKARANG IKUTI SAYA MENUJU LOKASI. NANTI SILAHKAN NAIK KENDARAAN YANG SUDAH KAMI PERSIAPKAN” ucap Danu mengakhiri sesi pendataan tadi.

Perlahan para peserta family gathtering berjalan keluar dari lobby mengikuti danu yang memandu mereka ke halaman menuju mobil yang sudah disediakan.

“cari siapa ma?” tanya Fais saat melihat istrinya tengah celingukan memperhatikan sekitar

“eh, papa. Itu mama dari tadi kok tidak melihat pak Siswoyo ya?” sahut Disha beralasan karena sebenarnya bukan orang itu yang dia cari

“oh, pak bos sudah dilokasi ma. Tadi papa lihat pak bos sudah berangkat dulu sama Desi” sahut Fais
“mmm, iya pah” balas Disha


POV : Disha

Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai dilokasi bukit untuk paralayang, nampak beberapa crew dari bukit ijen indah adventure menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Kota batu terlihat indah dari atas bukit ini, rumah-rumah nampak kecil dibawah sana. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat siapapun akan kerasan berlama-lama berada disana. Apalagi vegetasi pinus yang menjulang tinggi dan rapat membuat udara menjadi sejuk dan tidak terlalu panas.

“SILAHKAN BAPAK DAN IBU YANG BELUM PERNAH TANDEM PARALAYANG KEARAH SANA, DAN YANG SUDAH BISA ATAU SUDAH ADA PENDAMPINGNYA TETAP TINGGAL DITEMPAT” ucap Danu sambil menunjuk kearah pohon pinus di utara.

Disha yang termasuk dalam golongan “belum pernah tandem” berjalan bersama beberapa rekan-rekan suaminya kearah yang ditunjuk Danu tadi, sementara Fais turun dari mobil dan menuju batu yang ada dipojok tanah yang sengaja dilapangkan oleh crew bukit ijen indah adventure.

“pa, mama kesana dulu ya” pamit Disha pada suaminya

“iya, mama pasti bisa kok nanti” balas Fais

“kamu ndak ikutan Fais?” tanya Doni yang berjalan kearahnya

“eh kamu Don, ndak ini aku masuk angin kayaknya” jawab Fais

“trus Disha gimana nanti? Masak kamu tega?” tanya Doni

“lah, kan ada crew yang mendampingi nanti Don” balas Fais yang melihat Doni tengah memasang perlengkapan safetynya

“istrimu mana?” tanya Fais kembali

“itu, lagi ngobrol sama Reny” sahut Doni yang masih konsentrasi memasang tali pengaman ditubuhnya

Sama halnya dengan Fais, Doni juga merupakan orang yang cukup piawai dalam bertandem, karena mereka merupakan sahabat lama waktu menjadi anggota pecinta alam dikampusnya. Sehingga Doni tidak asing dengan peralatan yang tengah dipakainya sekarang.

‘DENGAN INDRA DISINI, SAYA AKAN MEMBAGI BAPAK DAN IBU DENGAN CREW KAMI YANG ADA DIBELAKANG SAYA INI SEHINGGA BAPAK DAN IBU TETAP DAPAT MENIKMATI PETUALANGAN TANDEM DENGAN PERASAAN AMAN DAN NYAMAN” teriak seorang pria cukup keras dari arah peserta yang belum bisa tandem, dan dibelakangnya terdapat 6 orang pria yang merupakan crew pendamping

“IBU DINA DENGAN AHMAD”

PAK JOKO DENGAN JUPRI”

.

.

.
DAN TERAKHIR IBU DISHA DENGAN TORO

Disha kaget saat namanya disebutkan tadi, karena dia mengira akan bertandem didampingi oleh Dicky seperti yang dikatakan Dicky semalam. Namun tak lama kemudian, dari belakang terdengar suara yang mengagetkan mereka.

“biar cepat, aku akan ikut bantu” sahut seorang pria bertopi cowboy dari arah belakang

“eh, pak Dicky, silahkan pak” sahut Indra mempersilahkan atasannya untuk membantu

“ya sudah, karena ibu itu tadi di urutan terakhir, saya nanti yang mendampingi. Kasihan karena dalam rombongan tinggal ibu ini saja nanti” ucap Dicky sambil melihat Disha.

“KARENA SEMUA SUDAH MENDAPATKAN PENDAMPING UNTUK BERTANDEM, MAKA YANG NAMANYA DISEBUTKAN TADI, TOLONG MENGIKUTI ARAHAN DARI REKAN REKAN PENDAMPINGNYA, SELAMAT MENIKMATI KEINDAHAN KOTA BATU DARI” ujar Indra mengakhiri sesi pembagian pendamping bagi yang belum pernah bertandem

“bu Disha, mari ikuti saya” sahut Dicky dengan berlagak cuek

“ii iya mas” jawabku tergagap karena masih tidak mengira jika mas Dicky datang disaat terakhir

“kamu tadi kok telat mas?” tanyaku setelah kami menjauh dari lokasi tadi

“maaf ya Dish, aku tadi bangun kesiangan” jawab Dicky sekenanya

“duh kamu ini mas, kok ya gak pernah berubah dari dulu” kataku keheranan dengan Dicky yang masih saja sering bangun kesiangan

“karena ndak kamu bangunin Disha” jawab Dicky dengan tersenyum

“ehh, kok jadi baper si mas ini” aku sedikit kaget dengan perkataannya

“haha...ya sudah sini aku pasangin alat safetynya” Dicky dengan tertawa mulai memasangkan peralatan safety pada tubuhku. Dan kurasakan tangan Dicky dengan sengaja menggesek pada payudaraku yang membusung karena bagian bawahnya sudah terpalang tali.

“mas, sengaja ya?” tanyaku kepadanya

Namun bukannya jawaban yang kudapatkan, tapi sebuah senyuman manis yang biasa dia berikan padaku dulu. Hatiku terasa meleleh oleh senyum manisnya itu, oh
mas Dicky kamu begitu menggodaku saat ini.

“nah, sudah siap nih sekarang” sahut mas Dicky setelah selesei mengikatkan simpul terakhir

“kok jadi sesak gini ya mas?” tanyaku karena aku merasa tidak leluasa bergerak,

“tenang saja, memang begini Disha” balas Dicky dari belakangku

Kini posisiku berdiri membelakangi mas Dicky, dan tubuh kami terikat oleh peralatan tandem yang dipasangnya barusan. Kami berjalan perlahan agar tidak jatuh menuju landasan. Jarak beberapa meter dari landasan mas Dicky memintaku berhenti.

“nah, stop disini Disha. Kita tunggu anginnya dulu, kalau aku bilang lari nanti kamu berusaha lari ya, aku yang akan mengimbangi kamu” kata Dicky memberikan arahan

“iya mas” sahutku singkat, kulihat beberapa dari kami sudah mulai melayang diudara mengikuti arah angin. Saat aku asik memandangi mereka, mas Dicky mengejutkanku

“sekarang Disha, ayo jangan melamun” Dicky memintaku untuk mengambil ancang-ancang untuk lari.

Aku dengan memberanikan diri mengambil langkah untuk berlari, meskipun takut toh aku bersama dengan mas Dicky. Dan saat pijakan terakhir, aku melompat ketepi landasan, tubuh kami seperti jatuh kebawah

“aaaaaaaa” teriak ku ketakutan. Dan tiba-tiba sebuah tekanan udara mendorong parasut kami keatas. Kulihat landasan yang tadi kupijak menjadi menjauh perlahan lahan seiring semakin tingginya angin membawa kami.

“tadi ngapain kok teriak segala sih?” tanya mas Dicky dari belakang

“ya takut lah mas, kok malah tanya ngapain sih” balasku kepadanya

“sekarang sudah tidak apa-apa kan?”tanya mas Dicky memperhatikanku

“gak apa-apa mas, aku malah senang. Pemandangannya disini indah sekali” sahutku. Kutengok kebelakang, dan kulihat jika jarak kami terbang sudah cukup jauh. Dan kulihat mas Fais masih disana memperhatikan kearahku.

“Disha, terima kasih ya. Kamu mau menerima ajakanku” kata mas Dicky tiba-tiba

“aku yang harusnya berterima kasih karena mas sudi menemaniku sekarang” jawabku dengan memandang wajahnya

“jujur aku kangen sekali dengan kamu Disha” kata mas Dicky dengan mimik wajah serius

Hatiku berdebar-debar bukan karena takut ketinggian namun karena tiba-tiba mas Dicky mengatakan perasaannya kepadaku. Aku benar-benar merasa seperti anak sekolah yang akan ditembak oleh seorang cowok.

“aku juga sama mas, tidak kusangka kita akan bertemu disini. aku senang bisa bertemu denganmu lagi, meskipun aku jujur masih sakit hati setelah apa yang kita lakukan dan kamu yang pergi tidak memperjuangkan cinta kita dulu” jawabku dengan mata berkaca-kaca menatap pemandangan hutan pinus, tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipi hingga lama tidak kudengar adanya jawaban darinya

“Disha” panggil mas Dicky kepadaku

Dan tiba-tiba sebuah kecupan tipis, mencoba melumat bibirku saat aku menoleh kepadanya...
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar