Wanita
itu selalu datang dengan kaos kasual dan celana jins ketatnya. Ibu itu walau
sudah berusia sekitar 37 tahun masih nampak sehat dan kencang. Bodynya yang
tidak lagi langsing tetap tidak dapat menyembunyikan jejak kecantikannya di
masa remaja. Bahkan dengan body yang semakin berisi tersebut, justru semakin
menonjolkan lekuk tubuh yang montok dan menggemaskan. Pak Totok, lelaki berusia
60an tahun itu selalu menyembunyikan kekaguman seksualnya di hadapan ibu
setengah muda itu. Posisi dia sebagai seorang yang dipercaya sebagai ahli
terapi dituntut untuk menjaga keprofesionalannya di hadapan pasien-pasiennya.
Apalagi bu Susan ini adalah salah seorang pasien yang direkomendasikan oleh
ponakannya, sesama ahli terapi yang dulu belajar ilmu dari dirinya. Ibu yang
cantik itu adalah kawan istri dari ponakannya itu. Dengan hubungan-hubungan
itu, Pak Totok jelas tidak mungkin mempunyai kesempatan untuk melakukan
tindakan tercela terhadap pasiennya tersebut. Jejak rekam Pak Totok sebagai
seorang ahli terapi spiritual termasuk berjalan mulus. Tidak pernah sepanjang
kariernya, dia melakukan tindakan tidak terpuji. Walaupun sebenarnya, Pak Totok
pun tidak mengingkari bahwa beberapa kali dia tergoda oleh beberapa pasien
wanitanya. Pak Totok sendiri bukan pria yang berkelakuan baik di sepanjang
hidupnya. Di masa muda, dia pun terkenal jago dalam menaklukan perempuan. Namun
karena usianya yang tidak lagi muda, dan kehidupannya yang sempurna bersama
istri dan anak-anaknya, lelaki tua itu kini lebih cenderung menjadi family man.
Walau demikian, setelah dia mulai dikenal sebagai ahli terapi spiritual, dia
banyak memiliki pasien dari berbagai kalangan, termasuk ibu-ibu muda yang
mendapat masalah keluarga. Dengan pasien-pasien semacam itulah, Pak Totok kerap
tergoda untuk melakukan tindakan terpuji. Namun sejauh ini dia berhasil
menghindari godaan-godaan tersebut.
Apalagi istrinya adalah seorang yang setia dan sangat mempercayainya.
Hampir tidak pernah sang istri mencampuri kegiatannya dalam melakukan terapi.
Walau terapi yang dilakukannya menggunakan bentuk-bentuk pijatan dan totok
urat, tetapi bagi wanita setia itu hanyalah bagian dari resiko pekerjaan yang
harus dilakukan suaminya. Demikian pula Pak Totok pun tidak pernah kedapatan
melakukan penyimpangan dari proses terapinya. Tapi entah kenapa, di usia
profesinya sebagai ahli terapi setelah hampir sepuluh tahun, tiba-tiba Pak
Totok merasakan hal yang berbeda pada pasien yang bernama Bu Susan ini. Seperti
yang diceritakan di awal, body Bu Susan memang tidak seistimewa para artist
sinetron, tetapi untuk ibu seusia dia, tubuh Bu Susan termasuk istimewa. Tidak
lagi langsing tetapi justru bagi pria berpengalaman seperti Pak Totok, tubuh
itu ideal sebagai sebuah simbol sensualitas yang sebenarnya. Pak Totok bahkan
merasakan ada potensi sensual yang besar dari wanita terhormat itu. Walau Bu
Susan selalu berpakaian biasa, dengan kaos kasualnya, tetapi kaos yang tidak
begitu ketat itu tetap tidak dapat menyembunyikan bungkahan besar kedua
dadanya. Bungkahan yang walau tidak lagi kencang membusung dan mulai sedikit
menggantung, tetapi justru mengundang decak kagum para pria karena montoknya.
Payudara yang wajar untuk ibu ibu dengan dua anaknya yang sudah beranjak
remaja.
Satu
hal lain yang menonjol dari ibu itu adalah bungkahan pantatnya yang membulat
dan kencang. Semua pria yang berpengalaman pasti tahu akan potensi seksual dari
ibu seperti Bu Susan ini. Pantat itulah yang selalu membuat Pak Totok menelan
ludah. Bu Susan memang cenderung menggunakan pakaian yang tidak terlalu ketat
untuk menyembunyikan dadanya, tetapi untuk bagian bawah, Bu Susan menyukai
celana yang ketat yang menampilkan lekukan pantat dan pahanya yang menggiurkan.
Paha yang langsing itu sangat serasi dengan pantatnya yang menggumpal ketat.
Point lain yang menggoda Pak Totok adalah kulit mulus putih Bu Susan yang
terawat. Mungkin juga karena biasanya pasiennya adalah wanita-wanita di sekitar
kampungnya yang biasanya tidak semulus dan seputih Bu Susan, maka setiap kali
menyentuh kulit ibu itu, Pak Totok tidak dapat menahan gejolak birahinya.
Memang Bu Susan adalah istri seorang pegawai pemerintahan berpangkat lumayan.
Sehingga dia selalu dapat merawat tubuhnya dengan luluran dan makanan yang
sehat. Pak Totok masih ingat ketika pertama kali berjumpa dengan wanita itu.
Mulanya Bu Susan terlihat ragu untuk menjalani terapi. Dia pergi ke Pak Totok
atas rekomendasi suami temannya, yaitu keponakan Pak Totok tadi. Keluhan utama
dari ibu itu adalah masalah perutnya dan masalah kegelisahan hatinya terhadap
suaminya. Pak Totok tahu bahwa masalah sakit perut wanita itu bisa jadi akibat
dari stress pikirannya karena kecurigaannya selalu pada suaminya. Tetapi
sepanjang terapi, Bu Susan tidak bisa terus terang mengenai masalah dengan
suaminya, walau dia menyinggung tentang ketidaknyamanannya pada aktivitas
suaminya. Secara ringkas, Pak Totok tahu bahwa Bu Susan curiga pada kesetiaan
suaminya. Bagi Pak Totok, informasi itu sudah cukup untuk mengurai persoalan Bu
Susan. Metode yang dipakainya adalah relaksasi pada pasien baik secara mental maupun
secara fisik. Secara mental, Pak Totok akan membimbing pasien-pasiennya dengan
bacaan doa dan secara fisik, dia akan menerapinya dengan pijatan dan minuman
herbal ramuannya sendiri. Dengan sabar Pak Totok mencoba untuk membuat Bu Susan
nyaman dan mempercayainya, karena point penting dari terapi spiritualnya adalah
kepercayaan pasiennya pada dirinya. Pelan-pelan Bu Susan semakin mempercayai
pria tua itu dan menjadi pasien favorit Pak Totok. Pak Totok bahkan
terang-terangan memperlakukan Bu Susan sebagai pasien istimewanya, karena
khusus untuk wanita itu, Pak Totok selalu menyempatkan diri menyediakan
waktunya. Biasanya Pak Totok tidak terlalu ngoyo untuk menggarap pasiennya,
karena pekerjaannya sebagai ahli terapi hanyalah pekerjaan sambilan karena diberkati
bakat istimewa saja. Dia sendiri masih sering bekerja sebagai seorang makelar
barang antik yang sudah mulai jarang dilakukannya. Karena Pak Totok sudah cukup
berumur dan kelima anaknya pun sudah semuanya bekerja dan mandiri. Pak Totok
ingat, pertama kali Bu Susan datang ke rumahnya dengan berbaju biru lengan
panjang yang agak longgar. Baju itu berbahan halus dan lembut sehingga lekukan
kainnya menempel lembut pada badan wanita itu. Pak Totok ingat sekali, walau
pakaian itu adalah pakaian yang wajar dan sopan, namun tepat di bagian dada,
kain yang lembut itu membentuk lekukan yang indah. Kedua tonjolannya nampak
membusung dan di bagian tengahnya, kain itu meliuk ke bawah mengikuti belahan
dada montoknya. Pemandangan itulah yang selalu diingatnya. Apalagi sepertinya,
wanita itu menggunakan bh yang bagus sehingga dadanya yang besar terlihat
membusung menyedot perhatiannya. Kala itu Bu Susan diantar oleh ponakannya yang
pernah menerapinya sebentar, hanya pada pijatan-pijatan di leher dan lengan.
Ponakannya menyerahkan Bu Susan sebagai pasien Pak Totok karena melihat
permasalahannya cukup berat untuk dikerjakannya sendiri. Satu hal yang kurang
dari Bu Susan adalah sikap tubuhnya yang cenderung agak membungkuk. Pak Totok
tahu sikap itu adalah karena ketidak pedean Bu Susan pada dadanya yang besar.
Sikap itu wajar dan umum pada beberapa wanita dengan dada besar, mungkin karena
malu atau tidak percaya diri. Itulah yang justru akan diubah oleh Pak Totok.
Bu
Susan
Waktu
itu dengan pelan dan pandangan sedikit tidak percaya, Bu Susan menceritakan
masalah sakit perutnya yang sering kambuh dan emosinya yang tidak stabil,
terutama saat-saat sebelum dan semasa menstruasi. Bagi Pak Totok, masalah itu
adalah problem yang sering dihadapinya terutama pada ibu-ibu dengan hubungan
yang tidak terlalu baik dengan suaminya. Bu Susan masih tidak membuka diri pada
semua persoalannya, walau Pak Totok sendiri sudah dapat mendiagnosanya melalui
kemampuannya membaca perasaan orang.
“Iya
bu, saya mengerti. Terapinya nanti ada dua jenis bu. Pertama terapi fisik, yang
akan membantu ibu untuk rileks, dan yang kedua adalah terapi spiritual” papar
Pak Totok pada Bu Susan waktu itu.
Bu
Susan nampak masih bimbang terutama pada terapi spiritual. Jelas hal tersebut
karena latar belakang dan lingkungan wanita itu, karena berasal dari kalangan
terdidik yang cenderung lebih percaya pada bentuk-bentuk pengobatan medis.
“Yang
spiritual itu gimana, Om?” Bu Susan memanggilnya om karena mengikuti ponakannya
yang mengantarnya.
“Nanti
biar Yitno (ponakan Pak Totok) ikut menjelaskan. Intinya terapinya akan melalui
bentuk bentuk spiritual, seperti doa, minum air yang sudah saya kasih
jampi-jampi, dan yang penting ibu yakin dengan proses yang dijalani” jelas Pak
Totok.
Bu
Susan masih nampak gelisah.
“Yang
penting lainnya, adalah sikap pasrah bu. Pasrah itu akan membantu mengendalikan
emosi ibu”.
Penjelasan
itu nampak masuk akal bagi Bu Susan. Dalam nalar terdidiknya, sugesti dan sikap
percaya akan membantu menyelesaikan masalah psikologis. Apalagi dulu dia juga
pernah kuliah psikologi sebelum menikah dengan suaminya. Bu Susan lalu
memutuskan untuk mencoba dulu terapinya. Pak Totok menyembunyikan perasaan
girangnya, karena wanita cantik itu bersedia menjalani terapi. Untung dia tidak
memperlihatkannya dengan jelas, karena waktu itu Bu Susan masih diantar oleh
ponakannya dan dia tidak mau kelihatan begitu bernafsu pada wanita itu. Pada
saat terapi itulah awal dari godaan Pak Totok yang sesungguhnya. Seperti biasa,
dia menyilahkan pasiennya untuk berbaring di dipan ruang terapinya. Bu Susan
pun menurutinya. Bukan main pemandangan yang dilihat Pak Totok. Wanita itu
berbaring di depannya dengan lurus, dan tepat di dadanya, gundukan itu semakin
terlihat jelas. Gundukan yang menonjol jelas karena ukurannya, dan tidak mampu
tertutupi oleh kain bajunya yang lembut dan tipis. Tanpa sengaja Pak Totok
menelan air liurnya. Pada awalnya dia memijat lembut kedua tangan Bu Susan. Pak
Totok kembali tercekat, merasakan lembutnya kulit putih itu. Belum pernah dia
merasakan sensasi kulit yang sangat lembut dari sekian banyak pasiennya selama
ini.
“Oh
dasar aku ini ahli terapi kampung, biasanya punya pasien mbok mbok bakul
pasar”, pikirnya.
Bu
Susan hanya diam saja. Sesekali dia menjawab pertanyaan Pak Totok di seputar
keluhan kesehatannya.
“Hmm,
memang bu, biasanya masalah emosi akan berpengaruh ke masalah lambung”, jelas
Pak Totok.
Bu
Susan mengangguk mengiyakan. “Iya pak, setiap emosi saya naik, perut saya pasti
bermasalah”.
Pak
Totok yang duduk di samping dipan sambil mengurut tangan Bu Susan kembali
menjelaskan hal-hal masalah pengendalian emosi,
“yang
penting ibu rileks dulu, terapi fisik ini untuk membantu ibu rileks. Makanya
ibu kalau bisa jangan terlalu tegang. Santai saja bu, gak usah takut sama
saya”.
“Lho
siapa yang takut Om?”
“Ya
siapa tahu ibu gak percaya sama saya. Padahal untuk dapat menerima energi saya,
kita harus saling percaya bu” jelas Pak Totok.
“Saya
percaya kok Om. Yitno juga sudah cerita tentang Om. Cuma mungkin masih perlu
adaptasi dengan terapi ini”.
“Baguslah
bu, gimana pijatan saya, terlalu keras?”
“Gak
Om. Enak kok”, jawab Bu Susan nampak mulai lebih santai.
Pak Totok
Pak
Totok lalu berpindah ke tangan yang lain. Dia mengurut wanita itu dari telapak
tangan hingga ke lengannya. Semua inci dari kulit wanita itu begitu lembutnya.
Tak henti-henti Pak Totok memuji dalam hati kepandaian wanita itu dalam merawat
diri. Setelah beberapa saat, Pak Totok mulai mengurut bagian kaki. Sayangnya Bu
Susan mengenakan celana jins ketat sehingga Pak Totok tidak dapat mengurutnya
dengan keras.
“Bu,
maaf, besok lagi kalau ke sini bawa celana pendek atau celana agak lemas
kainnya. Kalau diurut dengan celana jins yang keras justru tidak baik untuk
kesehatan”, jelasnya.
“Iya
Om, tadi soalnya belum bersiap untuk terapi”.
Di
bagian ini, Pak Totok tidak lama melakukan pijatan. Tetapi dia sempat mengagumi
bagian lain yang indah dari wanita itu. Gundukan pantat montoknya sangat
mengundang hasrat lelaki itu. Kala itu Bu Susan terbaring telungkup, sehingga
Pak Totok leluasa mengagumi bungkahan pantat itu. Sensasi itu luar biasa bagi
Pak Totok, karena selama puluhan tahun dia sudah tidak merasakan perasaan
seperti ini. Selama ini dia paling hanya sedikit tergoda, dan pikirannya pun
tidak pernah semesum ini. Dalam hati dia menyalahkan pikiran nakalnya karena
dia adalah orang tua yang dihormati di kampung karena kemampuan spiritualnya.
Baru kali inilah dirinya seperti remaja kembali yang dengan malu-malu menyentuh
dan mengagumi cewek idamannya. Selanjutnya Pak Totok menyilahkan Bu Susan untuk
duduk bersila. Dia lalu ikut naik ke dipan dan duduk di belakang wanita itu.
“Sekarang
saya hendak menyalurkan energi ke punggung Ibu”, katanya. Bu Susan hanya
mengangguk.
“Tolong
ibu jangan membungkuk. Usahakan rileks dan konsentrasi pada getaran yang saya
transfer”.
Bu
Susan menurut. Dibusungkannya dadanya, sesuatu yang jarang dilakukannya. Di
belakangnya, lelaki tua itu menempelkan kedua telapak tangannya ke punggungnya.
Tangan itu terasa hangat. Perlahan tapi pasti, Bu Susan merasakan seuatu serupa
getaran melewati punggungnya. Hangat dan menenangkan. Tetapi Pak Totok
merasakan sesuatu yang lain. Di tengah konsentrasinya menyalurkan energi, Pak
Totok dapat melihat gundukan dada wanita itu semakin menonjol karena posisinya
yang membusung. Apalagi tepat di mukanya, leher bagian belakang wanita itu
nampak sangat halus dan harum. Mati-matian Pak Totok berusaha menepis perasaan
mesumnya mengingat posisinya sebagai ahli terapi.
“Gimana
Bu? Apakah terasa nyaman?”
“Hm,
iya Om. Kok bisa Om?” tanya Bu Susan heran.
“Ini
namanya terapi energi. Sekarang kosongkan pikiran, saya hendak menyalurkannya
sampai selesai”
Terapi
seperti itu menyita energi dalam Pak Totok. Beberapa saat kemudian, dia sudah
kelelahan dan menyudahi terapinya. Bu Susan nampak senang dan mengalami sedikit
kemajuan.
“Sudah
bu. Kalau mau, kita lanjutkan minggu depan, Bu”, kata Pak Totok setelah
merapalkan doanya.
“Makasih
sekali, Om”. Sore itu terapi berjalan lancar dan setelah ponakannya dan Bu
Susan pergi Pak Totok menghela nafas dan memikirkan kembali apa yang baru saja
terjadi. Baginya peristiwa siang itu membuatnya kembali seperti remaja. Wanita
itu membuatnya mabuk kepayang seperti remaja kembali. Bahkan malamnya, dia
tidak dapat berhenti memikirkan lembutnya kulit wanita itu. Wajah cantiknya,
dan tubuh montoknya.
####################
Pagi
esoknya, Pak Totok mendapati kembali apa yang sudah lama tidak dirasakannya,
yaitu ereksi pagi hari yang amat sangat. Ketika dia bangun, istrinya sudah
beranjak ke pasar, sementara dirinya terbaring dengan perasaan aneh. Sudah lama
dia tidak merasakan ketegangan yang sangat seperti pagi itu. Dibiarkannya
sebentar batangnya sambil duduk di kasur, menunggu sampai batang itu mereda,
namun sekian lama, tidak juga birahinya mereda. Dia lalu menuju kamar mandi. Di
kamar mandipun, setelah diguyur dengan air dingin, penisnya tetap tegang luar
biasa. Pak Totok merasa heran, darimana perasaan itu muncul kembali. Hanya
karena seorang pasien yang menarik hatinya, dia kembali seperti remaja yang
dilanda puber. Setelah beberapa saat penisnya tidak ada perubahan, Pak Totok
memutuskan membiarkan batang itu tegang. Dipakainya kembali kolornya walau
terasa aneh karena mengganjal di selangkangannya. Sengaja dia tidak mengenakan
cd, karena berharap ketegangannya dapat turun sendiri. Dia lalu menuju ke meja
makan. Di situ sudah tersedia kopi panas seperti biasa, dan beberapa cemilan
jajan pasar kesukaannya. Biasanya istrinya atau menantunya yang menyediakan
segala jamuan itu. Tiba-tiba dia ingat menantunya, seorang wanita muda berusia
26 tahun yang tinggal bersama dia dan istrinya. Menantunya itu seorang wanita
yang setia pada keluarga dan merelakan tinggal bersama mereka karena istri Pak
Totok tidak rela ditinggal oleh semua anaknya. Anak bungsunya sendiri, yaitu
suami menantu mereka itu, setiap hari pergi ke kantornya, sedang sang menantu
tinggal di rumah mengurusi urusan rumah tangga. Darmi, nama menantunya itu
ternyata sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Pak Totok tiba-tiba
berpikiran aneh. Di tengah posisi penisnya yang masih tegang, tiba-tiba dia
ingin melihat bagaimana menantunya sekarang. Seperti apa pakaiannya. Dalam
ingatannya selama ini, menantunya itu memiliki tubuh yang seksi walaupun sudah beranak satu. Selama ini, Pak
Totok tidak pernah berpikir mengenai sang menantu itu sebagai objek seksual.
Saat ini Darmi juga sedang mengandung anaknya yang kedua, setelah berjarak 5
tahun dengan anak yang pertama. Anak mereka yang pertama sudah sekolah di tk
tidak jauh dari rumah Pak Totok. Setelah menghirup kopi dan menyantap beberapa
jajanan, Pak Totok menyeret tubuhnya ke belakang. Benar saja, di sana, Darmi
sang menantu sedang menjemur pakaian. Seperti yang selama ini biasa dilihatnya,
Darmi mengenakan daster lengan pendek dengan bawahan hingga ke lututnya. Tidak
seperti biasanya, di tengah birahinya di pagi hari, Pak Totok tiba-tiba berubah
melihat perempuan muda yang sudah biasa dilihatnya itu. Pemandangan yang biasa
itu sekarang menjadi pemandangan yang menggoda di matanya. Di halaman belakang,
Darmi mengenakan daster lengan pendek, di mana payudaranya menonjol besar,
pantat menggelembung dan perut yang mulai membusung karena kehamilan di atas 7
bulan. Di teras belakang diam-diam Pak Totok mengagumi tubuh menantunya, walau
tidak sesingset body Susan. Jelas tubuh wanita itu semakin membengkak karena
kehamilannya, termasuk bagian pantat dan dadanya, namun sex appealnya tetap ada
dan hampir pasti tubuh Darmi akan kembali ke bentuk semula yang indah itu
setelah melahirkan nanti. Ia memang pandai merawat tubuh dan rutin berolah raga
sehingga dulu seusai melahirkan yang pertama pun bentuk tubuhnya pulih dengan
relatif cepat. Sial bagi Pak Totok, penisnya semakin menegang tanpa kompromi.
Ujung penisnya berdenyut-denyut. Tanpa sadar dia meraba kolornya dan mengurut
penisnya dari luar celananya. Darmi masih tidak sadar diawasi oleh tatapan
binal mertuanya, karena posisinya sedang membelakangi Pak Totok. Sial bagi Pak
Totok, karena terlalu sibuk memandangi menantunya, tanpa sadar kakinya menabrak
kaleng bekas biskuit yang sering dijadikan mainan anaknya. Klontang! Bunyi yang
keras itu mengagetkan kedua insan itu. Pak Totok gugup dan memegang selangkangannya
takut menantunya melihatnya.
Darmi
Darmi
menoleh kaget, dan bertanya kawatir, “ada apa, Pak?”
“Eh,
gak papa Mi”, katanya dan secara spontan dia membalikkan badan hendak masuk
kembali ke rumah. Sialnya dia tidak melihat batang kain pel yang disandarkan di
dekat pintu. Kakinya terantuk batang itu dan karena gugup dia terjembab ke
belakang. “Aduh!”
“Awas
Pak!”, teriak Darmi ambil lari mengejar mertuanya.
Darmi
sangat kawatir melihat mertuanya jatuh terkapar. Segera dihampirinya dan
dipegangnya punggung mertuanya itu.
Pak
Totok meringis kesakitan. “Gimana Pak? Sakit sekali?”, tanya Darmi panik.
“Gak
papa, Mi. Cuma kaget saja..” kata Pak Totok menenangkan. Hanya pantatnya yang
sedikit sakit. “Sini Pak, saya bantu berdiri, hati hatii…” kata Darmi sambil
menopang punggung lelaki itu.
Pak
Totok berdiri dengan dibantu Darmi. “Gak papa kok, Mi”, katanya.
“Sini,
saya bantuin masuk ke dalam, Pak”.
Waktu
berdiri itulah Pak Totok kembali didera malu yang sangat. Dari balik kolornya
tonjolan batang itu nampak sangat jelas dan tepat di depan menantunya yang
montok. Jelas Darmi melihat tonjolan itu.
Darmi pun jelas kaget. Mertuanya yang sangat dihormatinya itu entah
kenapa sedang didera birahi. Tapi Darmi pura-pura tidak memperhatikan tonjolan
itu. Dia dengan telaten menopang punggung Pak Totok dan membimbingnya masuk ke
rumah. Sambil berjalan tertatih Pak Totok menyembunyikan mukanya dari pandangan
Darmi. Jelas menantunya melihat ereksinya. Tapi berdekatan dengan perempuan
montok itu, Pak Totok kembali tidak dapat menahan birahinya. Pak Totok dapat
merasakan tekanan payudara Darmi di punggungnya. Payudara itu sepertinya tidak
mengenakan bh, mungkin karena faktor kehamilan dan bengkaknya kelenjar susunya.
Penisnya saat ini malah semakin tegang, walau pantatnya agak ngilu karena jatuh
tadi. Tanpa sengaja tangannya meraih pinggang Darmi sekalgus sebagai penopang
tubuhnya yang limbung. Darmi membiarkan tangan itu karena kondisi mertuanya
yang baru saja terjatuh. Perjalanan dari teras belakang ke sofa di ruang tengah
seperti perjalanan yang tiada akhir bagi Pak Totok. Sampai di sofa ruang tengah, Darmi membantu
mertuanya duduk.
“Pak,
kakinya diluruskan dulu. Yang sakit mana Pak?” tanyanya dengan berusaha tenang.
“Ya
pantatnya ini, Mi. Tapi gak begitu kok. Tolong ambilkan saja minyak urut di
kamar depan Mi”.
Darmi
berlari ke kamar mertuanya. Kesempatan itu digunakan oleh Pak Totok untuk
membetulkan letak penisnya. Batang yang tegang itu susah untuk disembunyikan
dibalik kolor tanpa cd nya. Di tengah sibuknya menyembunyikan ketegangannya,
Darmi kembali dengan membawa minyak urut. Pak Totok segera memindahkan
tangannya, walau sekilas Darmi sempat melihat aktivitas itu.
“Sini,
Pak. Mana yang sakit?” tanyanya sambil bersimpuh di depan Pak Totok.
“Udah
Mi, biar Pak sendiri”.
“Gak
usah, Pak, sini, biar Mimi”. kata Darmi memaksa.
Pak
Totok menurut dan dia menunjuk bagian belakang pantatnya. Darmi menarik pantat
itu sehingga Pak Totok sekarang duduk miring di sofa dengan bagian kanan
pantatnya ke atas. Dengan tenang Darmi melorotkan kolor mertuanya sedikit. Pak
Totok tercekat. Jelas dia kawatir penisnya terlihat dari belakang. Dengan
tenang Darmi membubuhkan minyak ke pantatnya bagian atas, dan
menggosok-gosoknya. Tangan wanita itu
seperti mengandung listrik bagi Pak Totok yang sedang dilanda birahi. Nafasnya
terengah, tapi dia membiarkan wanita itu mengurut pantatnya. Posisi itu tidak
membuat Darmi leluasa mengurut pantat mertuanya.
“Pak,
bisa tengkurap gak?”
“Hmm,
wah, gak usah Mi”, kata Pak Totok gelagepan. Darmi pun tahu masalahnya.
“Gini
aja Pak, nungging aja, biar saya urut dari belakang”
Pak
Totok menurut. Darmi menurunkan kembali kolornya hingga semua pantat mertuanya
terekspos keluar. Karena ditarik dengan keras, penis Pak Totok ikut terurai
keluar dari kolornya. Pak Totok sudah tidak dapat lagi menahan sensasi yang
dirasakannya. Dibiarkannya penis itu keluar dan menggantung kaku di
selangkangannya. Sementara menantunya mengurut pantatnya dari belakang. Darmi
mengurut mertuanya dari pinggang hingga pantat bagian bawah. Dalam posisinya
itu, dia dapat melihat testis mertuanya yang menggantung. Tetapi dia belum bisa
melihat penis lelaki itu. Entah kenapa, dia penasaran untuk melihat seperti apa
penis mertuanya itu. Dengan seolah-olah tidak sengaja, sambil memijit Darmi
melongokkan kepalanya sedikit ke samping melihat ke bagian depan selangkangan
mertuanya.
“Gimana,
Pak? Masih sakit?” tanyanya sambil mengurut.
“Udah
mendingan, Mi”, dalam pikiran Pak Totok justru tangan wanita itu yang menjadi
masalahnya. Tangan yang seperti menyetrumnya dan mengalirkan sensasi luar
biasa. Penisnya semakin menegang.
Darmi
bergetar hebat ketika sekilas dia dapat melihat batang penis mertuanya yang
menggantung di selangkangannya. Penis itu panjang dan berurat, beda dengan
milik suaminya yang agak pendek dan bulet mulus. Penis mertuanya nampak keras
dan berurat-urat mengerikan. Itulah pertama kali Darmi melihat penis lain
selain milik suaminya. Debaran jantung Darmi semakin mengeras. Penis itu begitu
besar dan panjang di matanya. Berbentuk kasar dan kuat. Seperti belalai yang
sedang kaku mengantung di depan selangkangan mertuanya. Tangan Darmi menjadi
gemetar. Tanpa sadar cairan kewanitaannya mengucur dari liang rahimnya. Pak
Totok sangat tahu, bahwa perempuan hamil pada usia-usia akhir cenderung untuk
selalu horny. Dia berpikir, mungkinkah Darmi menantunya itu juga horny melihat
penisnya? Penasaran dengan reaksinya
menantunya, Pak Totok nekat membalikkan tubuhnya. Pikir Darmi, mungkin
mertuanya capek dalam posisi nungging begitu, maka dia membiarkan Pak Totok
merubah posisinya.
Alangkah kagetnya Darmi, ketika mertuanya itu
dengan tenang duduk dengan tetap membiarkan kolornya terbuka. Sebatang penis
kaku dan panjang menjulur dari selangkangannya dan mencuat ke atas menyentuh
perut lelaki tua itu. Darmi membelalak diam, bingung untuk bersikap. Di
depannya mertuanya sendiri duduk dengan penis mencuat ke atas sambil
menatapnya.
“Ppppakk…”
katanya akhirnya.
“Kenapa,
Mi?” tanya Pak Totok.
“Mmm….”
Darmi semakin bingung.
Sementara
sedari tadi lubang kewanitaannya sudah membasah. Memang sejak kehamilannya
semakin menua, Darmi semakin sering horny. Hampir setiap malam dia menagih
suaminya untuk disenggamai, namun karena suaminya sibuk, dia hanya bisa memberi
setidaknya seminggu tiga kali. Kali ini di depannya sebatang penis tersedia,
sayangnya penis itu milik mertua yang dihormatinya.
“Bapak
kenapa itunya…?” tanya Darmi tanpa sadar.
“Gak
tahu kenapa ini, Mi. Sejak melihatmu dari tadi tiba-tiba kok jadi seperti ini”,
kata Pak Totok gemetar sambil membiarkan penisnya melonjak-lonjak dari
selangkangannya.
Selagi
Darmi merasa kikuk berhadapan dengan mertuanya, tiba-tiba terdengar suara motor
menderu di halaman rumah. Cepat cepat Pak Totok menaikkan celana kolornya,
sedang Darmi langsung berdiri dan bergegas ke belakang. Ibu mertuanya perlahan
mendekat masuk ke rumah, sedang Darmi sudah berada di dapur meneruskan
pekerjaannya. Dari belakang didengarnya kedua mertuanya bercakap tentang cedera
pinggang bapak mertuanya. Darmi belum mampu meredakan debar jantungnya, dan
masih grogi untuk bergabung dengan kedua orang tua itu. Sementara itu celana
dalam perempuan itu sudah sangat basah. Darmi bergegas ke kamar mandi untuk
melepas cdnya. Sebentar lagi dia harus menjemput anaknya dari sekolah.
Nampaknya kamar mandi menjadi ruang yang tepat untuk menghindari perjumpaan
dengan kedua mertuanya. Sialnya Darmi lupa membawa cd ganti. Berhubung
buru-buru untuk menjemput anaknya, maka Darmi meninggalkan kamar mandi tanpa
mengenakan cd dan segera keluar lewat pintu belakang menuju sekolah anaknya
yang tidak jauh dari rumah itu. Setelah menantunya pergi menjemput anaknya, Pak
Totok menggunakan kamar mandi. Semenjak kaget dengan kehadiran istrinya,
penisnya sudah bersikap normal dan berada dalam ukuran sewajarnya. Tetapi di
kamar mandi tiba-tiba Pak Totok melihat onggokan pakaian kotor bekas dipakai
menantunya dalam ember. Penisnya yang belum sempat terpuaskan langsung kembali
mencuat ke atas. Dengan gemetar, Pak Totok mengambil cd menantunya itu. Nampak
jelas di bekas bagian selangkangan cd itu basah kuyup bekas cairan kewanitaan
Darmi. Pak Totok menciumi cd itu dengan penuh birahi. Gairahnya harus
dituntaskan. Maka dengan cepat, dia membungkus penisnya dengan cd wanita itu.
Dikocoknya batang kerasnya dengan cd itu. Beberapa saat kemudian tumpahlah
cairan kenikmatannya memenuhi cd mungil itu. Pak Totok mengerang lalu meredakan
deru nafasnya menikmati orgasmenya bersama cd menantunya. Setelah nafasnya
reda, cepat cepat Pak Totok menaruh kembali cd itu ke dalam ember dan membasuh
badannya. Perasaan bersalah tiba-tiba mendera dirinya karena menjadikan birahi
pada menantunya sendiri.
####################
Siangnya,
di kamar mandi Darmi terpana mendapati cdnya penuh cairan kental. Jantungnya
berdebar keras membayangkan apa yang dilakukan oleh Bapak mertuanya. Jelas
lelaki itu menjadikan dirinya sebagai objek fantasi seksual, sesuatu yang tidak
pernah diduga sebelumnya. Bagi Darmi, selama ini mertuanya itu lelaki terhormat
yang sudah dianggap seperti bapak kandungnya sendiri. Sejauh yang dia ingat,
lelaki itu tidak pernah melihatnya dengan nakal. Baginya, lelaki itu sudah tua
dan tidak mungkin berpikir yang bukan bukan padanya. Itulah yang membuat selama
ini Darmi tidak terlalu memikirkan pakaian yang dikenakannya selama berada di
rumah. Dia terbiasa memakai pakaian asal nyaman, seperti daster tipis pendek,
atau bahkan celana ketat dari bahan kaos semacam legging pendek. Untuk bagian
atas, sudah agak beberapa lama Darmi melepas bh nya karena kehamilannya yang
membuat susunya membengkak dan tidak nyaman mengenakan bh. Semua bh nya menjadi
sempit dan dia hanya mempunyai satu buah bh menyusui yang besar. Sejak kejadian
itu Darmi berusaha menghindari bapak mertuanya itu. Demikian juga Pak Totok,
dia pun canggung untuk berduaan dengan Darmi. Perasaan bersalah karena
menjadikan menantunya sebagai objek seksual membuatnya salah tingkah berhadapan
dengan wanita itu. Mereka menjadi jarang bertatap muka, apalagi Darmi yang
selalu berusaha menghindari tatapan mata lelaki tua itu. Walau canggung dan
agak kesal dirinya dijadikan objek seksual oleh mertua yang dianggapnya seperti
ayah sendiri itu, Darmi pada akhirnya selalu bertanya-tanya ada apa dengan tubuhnya.
Kenapa tiba-tiba mertuanya bernafsu pada dirinya. Darmi menjadi sering menatap
tubuhnya dalam cermin. Di muka cermin, dia mendapati tubuhnya biasa saja.
Paling-paling hanya tambah berisi karena kehamilannya. Memang payudara semakin
membengkak, tapi itu khan hal yang biasa bagi ibu hamil. Peristiwa itu
membuatnya lama-lama mengagumi tubuhnya sendiri. Dia mendapati pantatnya yang
sekal dan montok menggelembung. Pinggangnya yang masih membentuk lekuk walau
perutnya mulai membusung. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa terjawab oleh
Darmi. Hanya saja, dia merasa lega, setelah kejadian itu, dia tidak pernah
mengalami lagi kejadian sejenis. Walau kadang-kadang dengan sengaja dia
meninggalkan cd nya sebelum bapak mertuanya itu mandi. Tapi selama seminggu itu,
dirinya tidak pernah mendapati kembali bercak sperma mertuanya di pakaian
dalamnya itu. Darmi lalu berpikir bahwa mungkin saat itu kebetulan saja
mertuanya sedang birahi dan kebetulan hanya ada cdnya yang dapat digunakan
untuk membantu menuntaskan hasratnya. Diam-diam Darmi merasa lega dengan
kesimpulannya sendiri itu. Pak Totok memang merasa menyesal atas tindakannya
pada menantunya sendiri. Dia merasa malu bukan main, justru setelah hasratnya
tertuntaskan lewat cd milik Darmi. Setelah itu pikiran Pak Totok cukup kacau.
Dia bingung dengan apa yang telah dilakukannya sendiri.
############################
Beberapa
hari kemudian, Yitno, keponakan sekaligus muridnya itu datang bersama istrinya.
Pak Totok memang sangat dekat dengan keponakannya itu, walau keduanya pernah
punya masalah. Pak Totok tidak terlalu suka dengan watak ponakannya itu.
Walaupun berbakat dalam meneruskan ilmu terapinya, namun Yitno cenderung tidak
bisa dipercaya terutama pada nafsunya terhadap perempuan. Pak Totok pernah
memarahi Yitno karena berselingkuh dengan salah satu pasiennya. Untung saja
istri Yitno tidak sampai tahu persitiwa itu, tetapi sejak itu Pak Totok selalu
berhati-hati mengontrol ponakannya itu. Untung dia tidak menggarap Bu Susan,
pikir Pak Totok, mungkin juga Yitno tidak enak karena Bu Susan itu teman dekat
istrinya sendiri. Seperti biasa mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Walau
kurang senang dengan wataknya, tetapi Pak Totok selalu membutuhkan ponakannya
itu, karena pengetahuan dan pengalamannya yang luas. Yitno memang seorang
pekerja yang rajin, pemborong bangunan yang mempunyai banyak relasi. Selalu
saja Yitno mempunyai bahan pembicaraan dan kemungkinan-kemungkinan pekerjaan
baru. Banyak pasien Pak Totok berasal dari relasi Yitno. Mereka lalu
membicarakan tentang Bu Susan, walau cuma sekilas. Istri Yitnolah yang
menanyakan perihal Bu Susan.
“Om,
gimana terapinya jeng Susan?”
Pak
Totok berusaha bersikap biasa, walau dirinya berdebar karena mempunyai pikiran
yang nakal terhadap Bu Susan.
“Ya
kondisinya masih harus pelan-pelan mengurainya. Aku tertarik untuk mengerjakan
masalah Bu Susan ini dengan serius. Hanya saja sepertinya dia harus dilatih
untuk yakin dengan terapi ini”.
“Gimana
maksudnya, Om?”, tanya istri Yitno lagi.
“Gini,
kemarin khan dia diantar oleh Yitno. Coba terapi besok usahakan dia datang
sendiri. Itu penting untuk meneguhkan niatnya dalam melakukan terapi ini.
Masalahnya menurutku cukup berat, Nin”, jawab Pak Totok pada istri Yitno. Nama
istri Yitno itu adalah Anin. Umurnya sedikit dibawah Bu Susi.
“Oh
gitu Om. Oke deh, nanti saya sampaikan sama dia”, jawab Anin.
###########################
Sore
itu Susan sedang bersantai dengan suaminya di ruang tengah, ketika Anin
mengirim sms ke hpnya.
‘jeng,
besok jadi terapi ke Om Pak Totok? beliau menganjurkan untuk jeng datang
sendiri karena niatnya penting’
Susan
baru menyadari janjinya dengan lelaki tua itu. Segera dijawabnya sms Anin: ‘ok
bu. makasih banget’.
Lalu
dia berkata pada suaminya, “Mas, besok aku terapi di tempat omnya Anin”.
Suaminya
hanya melihat sebentar lalu kembali menonton tivi, sambil bertanya, “terapi apa
Sus?”
“Lambungku.
Aku ke sana sendiri kok, siang”
“O
ya sudah,soalnya aku juga besok ada rapat sampai sore hari”
#######################
Hanya
dengan memikirkan kedatangan Susan nanti sore membuat hati Pak Totok
berbunga-bunga. Hari itu Darmi menantunya melihatnya begitu riang. Sejak pagi
lelaki tua itu sudah mandi dan bersiul-siul riang. Bahkan seharian Pak Totok
mertuanya itu bermain dengan cucunya dengan gembira. Darmi juga diam-diam
memperhatikan mertuanya itu berdandan agak berlebihan siang itu. Dia melihat
mertuanya itu bercermin cukup lama, sambil bersenandung. Sorenya, Pak Totok
bagai mendapat durian runtuh. Susan yang dirindukannya datang sendiri dengan
mengenakan kaos kasual biasa dan celana ketat untuk senam. Kedatangan wanita
itu merubah semua suasana hati Pak Totok. Dengan antusias lelaki itu menyilakan
Susan ke ruang terapinya, dan menggarapnya secara serius. Kali ini dia dapat
memijat kaki Susan lebih lama dan nyaman karena tidak mengenakan celana jins.
Bahkan Pak Totok sedikit agak terlalu lama mengerjakan bagian pantat. Percakapan
mereka mulai lebih cair. Dengan kesabaran dan pengalamannya, Pak Totok mampu
membuat Susan lebih terbuka dan rileks dengan percakapan mereka. Nampaknya Susan mulai lebih mempercayai
lelaki itu. Susan merasakan dampak yang positif dari terapi yang dijalaninya
seminggu lalu. Selama satu jam kemudian, terapi selesai dan Pak Totok
memberikan dua botol air yang sudah diberi doa pada Susan. Satu botol untuk
diminum, dan sebotol yang lain untuk dibuang ke halaman belakang rumah Susan.
Susan menerima air bermantra itu dengan yakin. Keyakinannya didasari oleh
reaksi tubuhnya yang semakin nyaman setelah menjalani dua kali terapi. Bahkan
mereka akhirnya bertukar nomer hp untuk komunikasi lebih lanjut.
#########################
Darmi
akhirnya tahu apa penyebab berubahnya sikap mertuanya. Setelah kunjungan pasien
wanita kota yang cantik itu, mertuanya kembali blingsatan dan matanya selalu
mengikuti ke mana tubuh Darmi melangkah. Darmi tiba tiba sadar, bahwa sang
mertua sepertinya birahi pada pasiennya itu dan membutuhkan pelampiasan pada
tubuhnya, tubuh menantunya sendiri. Keyakinannya itu semakin kuat setelah
didapatinya kembali cdnya berlumuran sperma di sore hari tepat setelah
kedatangan pasien istimewanya itu. Fakta itu membuatnya kesal, karena ternyata
dirinya hanyalah pelampiasan dari gairah lelaki itu pada perempuan lain.
Kekesalan yang dipendamnya karena hanya dirinyalah yang mengerti kejadian itu.
Darmi semakin kesal pada mertuanya, ketika akhirnya sang mertua merubah jadwal
pertemuan dengan ibu cantik itu. Susan diminta untuk datang lebih sering ke
rumah Pak Totok karena terapinya membutuhkan perlakuan khusus, yang menurut Pak
Totok sendiri karena masalahnya yang unik dan berat. Darmi kesal, karena dia
menyadari hasrat lain dari keputusan mertuanya itu. Sejak saat itu, Susan
diterapi oleh Pak Totok setiap minggu dua kali. Susan sendiri menerima
keputusan itu, karena dia juga merasa semakin percaya dengan kapasitas Pak
Totok. Darmi selalu mencoba mencuri-curi
pandangan ketika mertuanya sedang menggarap Susan. Sejauh ini dia melihat apa
yang dilakukan mertuanya masih wajar seperti biasanya dia melakukan terapi.
Hanya saja, Darmi merasa perhatian mertuanya itu pada Susan sangat berlebihan.
Darmi semakin sering melihat mertuanya berkirim sms ke seseorang, yang dia
curigai bu Susan itu. Suatu saat Darmi menemukan hp mertuanya tergeletak di
meja. Darmi cepat cepat melihat-lihat catatan SMS dari hp Pak Totok. Di situ
terlihat begitu banyak kiriman sms pada wanita kota itu. Bahkan beberapa
kalimat mencerminkan kemesraan lebih pada wanita itu walau tidak nampak
menonjol. Misalnya Pak Totok menyelipkan kata-kata “pinter”, “cantik",
bahkan “sayang” pada smsnya. Walaupun demikian, pembicaraan mereka masih
sebatas proses terapi seperti nasehat Pak Totok pada apa yang perlu dilakukan
dan apa yang tidak perlu dilakukan. Yang menarik perhatiannya adalah sms Pak
Totok yang menganjurkan Susan untuk ‘menegakkan punggung’nya, untuk menambah
percaya dirinya. Darmi tahu arah pembicaraan mertuanya itu. Dia tahu bahwa
Susan, wanita kota itu mempunyai dada yang montok dan sintal serta mengkal dan
kencang padat. Dengan menegakkan punggung, maka dadanya akan semakin mencuat ke
atas dan membentuk pemandangan yang membuat liur laki laki banjir.
####################
Tiba
tiba Darmi sering menjadi sasaran ‘salah sentuh’ mertuanya. Pada saat Pak Totok
meminta cucunya untuk digendong, dia akan dengan tanpa sengaja menggesek
payudara Darmi. Pada saat Darmi mencuci piring di wastafel, tiba-tiba Pak Totok
seolah mencari-cari benda di bufet atas sambil menyenggolkan selangkangannya di
pantat Darmi. Pada saat mereka bertemu di koridor rumah, Pak Totok akan ‘tanpa
sengaja’ menyenggol lengan dan bahkan dada Darmi. Mulanya Darmi membiarkan saja
tingkah mertuanya. Lama-lama karena kesal dia memutuskan untuk menggoda
mertuanya itu. Herannya meskipun kesal, Darmi justru merasakan birahi ketika
bersentuhan dengan mertuanya. Mungkin karena dampak dari kehamilannya dan mudah
basahnya lubang kewanitaannya. Pada akhirnya Darmi justru ingin memanfaatkan
birahi mertuanya pada Bu Susan untuk menuntaskan hasratnya sendiri pada penis
mertuanya itu yang panjang dan keras. Darmi semakin penasaran dengan tingkah
laku mertuanya itu. Dia bertanya-tanya seberapa berani laki laki tua itu
menggarap pasiennya. Beberapa kali dengan pura-pura sibuk di dapur, Darmi
diam-diam berbalik menunggu di balik jendela ruang terapi mertuanya. Beberapa
pertemuan hanya terapi-terapi biasa. Diam-diam Darmi justru berharap mertuanya
itu melakukan sesuatu yang nakal pada Bu Susan. Hingga pada suatu siang, Darmi
menemukan pemandangan ‘yang diharapkannya’. Di dipan terapi Susan nampak
berbaring telungkup biasa. Tapi di sampingnya, mertuanya mengurut kaki dengan
meletakkan betis Bu Susan di pahanya. Dengan cara itu kaki Bu Susan tepat
berada di selangkangan Pak Totok. Yang membuat mata Darmi terbelalak adalah
penis mertuanya itu dibiarkan mencuat keluar dari lobang kolornya dan menyentuh
tepat pada telapak kaki lembut pasiennya. Pemandangan itu membuat Darmi merasa
birahi dan membasahkan lobang vaginanya. Hingga pada suatu saat, Darmi sempat
mencuri lihat sms mertuanya pada Bu Susan.
“Pinter
sayang. Besok jangan lupa ya. Gak usah bawa apa apa. Pake minyak wangi yang
kemarin. Sama celana senam itu, kalau bisa kaosnya yang warna kuning itu”.
#######################
Besok
siangnya, Darmi semakin penasaran dan bernafsu melihat tingkah mertuanya. Saat
itu mertuanya ikut duduk di dipan terapi di samping kepala Bu Susan. Dengan
lagak wajar, Pak Totok mengurut lengan Bu Susan. Yang tidak wajar adalah, Pak
Totok membiarkan penisnya keluar dari kolor kumalnya dan tepat berada di depan
muka Bu Susan. Pemandangan itu bagi Darmi sangat seksi karena walau posisi muka
bu Susan tepat di depan penis mertuanya, tetapi ibu cantik itu diam saja dan
hanya menatap lekat-lekat pada batang yang mencuat tegang itu. Sampai akhir
terapi tidak terjadi kejadian yang lebih. Tetapi justru kejadian itu membuat
Darmi sangat terangsang. Tepat setelah Bu Susan berpamitan, Darmi mengambil
pose di depan wastafel sambil sedikit menungging. Pak Totok nampak tertegun
menatap posenya. Darmi membiarkan pantatnya membungkah terbuka sementara daster
pendeknya terangkat ke atas. Lebih gila lagi, Darmi membiarkan selangkangannya
tanpa celana dalam. Pak Totok melongo menatap celah memeknya yang sudah basah
kuyup. Dengan pandangan dingin Darmi menunjuk ke arah bokongnya, sambil
berkata,
“Pak,
cepat masukkan. Mumpung ibu sedang ke pasar”.
Dengan
gugup bercampur birahi memuncak, Pak Totok memposisikan dirinya di belakang
Darmi. Diplorotkannya celana kolornya, dihunusnya penisnya dan segera
disodokkannya ke dalam vagina menantunya itu. Darmi terpekik kaget karena
kasarnya sodokan pertama itu. Tapi karena kesal bercampur birahi, Darmi
membalas menyodokkan pantatnya ke belakang.
“Ayo
Pak, sodok memekku seperti kamu pengen nyodok memek Bu Susan!” goda Darmi
sambil menggoyang pantatnya. Pak Totok tertegun, menantunya itu tahu apa yang
dirasakannya.
“Ayo
Pak, kamu khan sangat ingin menyodok memek Bu Susan. Sini kubantuin, Pak. Punyaku
juga enak lhooo, gak kalah sama Bu Susssaannnnnn….”, goda Darmi lagi sambil
meremas penis itu dengan vaginanya.
Pak
Totok juga merasakan nikmat akibat penisnya dijepit vagina menantunya yang
masih terasa seret. Ia pun mulai menggerakkan pinggulnya perlahan naik-turun
dan terus dipercepat diimbangi gerakan pinggul Darmi. Keduanya terus berpacu
menggapai nikmat.Pak Totok mendengus, kesal campur birahi.
“Baiklah,
dasar memek gatel”, katanya kasar sambil menyodok kuat-kuat.
“Kontolmu
itu yang gatel pak tua mesum!” balas Darmi yang makin hilang kendali merasakan
nikmat yang baru kali ini dirasakan.
Pak
Totok mengerakkan pinggulnya semakin cepat dan keras. Sesekali disentakkan
kedepan sehingga batang penisnya mentok ke dalam vagina menantunya itu
“Oh...Bapak
!”jerit Darmi penuh nikmat setiap kali mertuanya itu menyodokkan penisnya,
terasa batang itu menghantam dasar lubang vaginanya yang terdalam.
Semakin
sering Pak Totok melakukannya, semakin bertambah nikmat yang dirasakan Darmi.
Darmi tertawa sambil menggoyang pantatnya tak kalah liar. Jadinya mereka
bersenggama dengan kasar seperti dua anjing kampung yang mengejar kenikmatan
hewani. Darmi merintih-rintih kenikmatan, sementara di belakangnya, lelaki tua
kurus itu mendengus-dengus memacu nafasnya. Kejadian buru-buru itu memberikan
sensasi yang luar biasa bagi dua insan berlainan jenis beda usia itu. Mereka
memacu gairahnya sambil berdiri, Darmi memegang bibir wastafel, sementara
mertuanya berkacak pinggang menyodok-nyodok dari belakang. Tak lama kemudian, pada
hentakan yang sekian kali, wanita hamil itu merasakan otot di seluruh tubuhnya
meregang, juga terasa ada yang berdenyut-denyut di dalam lubang vaginanya.
“Ahk..!
Ahduh akhh!” teriaknya tertahan merasakan orgasme yang untuk pertama kali dari
persetubuhan terlarangnya dengan sang mertua
Sangat
nikmat dirasakan Darmi, seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik berkekuatan
rendah yang membuatnya berdesir. Sementara Pak Totok yang belum keluar terus
menggerakkan pinggulnya semakin cepat. Menyebabkan birahi Darmi mulai naik lagi
dan namun ia menarik tubuhnya hingga penis mertuanya itu terlepas.
Darmi
kemudian duduk bersimpuh di depan mertuanya. Batang penis mertuanya itu
mengacung tepat di wajah manisnya. Ia langsung meraih batang yang masih tegang
dan basah itu
“Bapak
belum pernah ngerasain mulutku kan?” ia tersenyum nakal menantang mertuanya.
“Hehehehe...ternyata
kamu nakal banget ya kalau lagi ngentot, ayo...Bapak juga pengen ngerasain
disepong sama kamu” ia meraih kepala menantunya.
Tanpa
babibu lagi, Darmi pun memasukkan penis itu ke mulutnya dan mengulumnya dengan
nikmat. Sungguh pemandangan yang erotis, seorang wanita hamil melakukan oral
seks dengan mertuanya sendiri yang berusia terpaut jauh darinya. Pak Totok
merem-melek, gairahnya seakan semakin terbakar melihat dan merasakan bibir
menantunya yang cantik ini melahap dan mengulum batang penisnya yang sedang
ngaceng dan ia sangat menikmati sentuhan lidah dan bibir wanita itu, dibiarkan
sang menantu memanjakan penisnya dengan mulutnya sambil meremas-remas rambutnya.
Darmi dengan penuh nafsu mengulum dan menjilati batangan itu. Teknik oralnya
semakin terampil hingga nikmat yang dirasakan mertuanya pun semakin tinggi.
Bahkan istri yang telah puluhan tahun mendampinginya itu pun tidak mau mengulum
penisnya apalagi menelan air maninya. Tapi kini menantunya sendiri, seorang
istri yang sedang hamil itu dengan rakus melakukannya. Pak Totok pun merasa
beruntung memiliki menantu seperti Darmi. Tidak terpikirkan apa reaksi istri
dan putranya bila tahu perbuatan gila mereka. Pria setengah baya itu merasa
batang penisnya semakin sensitif dikulum dan dilumati mulut Darmi. Dan tanpa
dapat ditahan lagi muncratlah cairan kenikmatan hangat dari otot tegang itu,
yang segera dilahap dengan rakus oleh Darmi. Penis itu dikulum hingga hampir
sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya sehingga sperma yang tercurah langsung masuk
ke tenggorokannya dan tertelan. Darmi merasakan nikmat aroma dan rasa cairan
khas berwarna putih kental itu memenuhi mulutnya. Demikian pula Pak Totok,
tubuh tuanya meregang tersentak-sentak seiring curahan cairan kenikmatannya
yang dengan rakus ditelan menantunya. Darmi bahkan juga menjilati cairan yang
meleleh dibatang kontol hingga tuntas. Mereka melakukannya agak buru-buru
karena khawatir sang nyonya segera datang.
Tengah asyik-asyinya menikmati cleaning service dari menantunya, Pak
Tokok mendengar suara motor istrinya datang. Mereka pun segera memisahkan diri.
Pak Totok terengah-engah sambil membetulkan celananya, sementara dengan dingin
Darmi menurunkan dasternya dan kembali mencuci piring sambil mengatur kembali
nafasnya yang naik turun. Pak Totok terbirit-birit menuju kamar mandi sementara
istrinya masuk membawa belanjaan dengan tanpa kecurigaan apa pun.
“Wuiihh...puas
deh!” kata Pak Totok dalam hati sambil kencing.
Petualangan
gilanya dengan menantu cantiknya barulah awal, masih banyak kesempatan untuk
melakukannya lagi, belum lagi pasiennya yang seksi dan menggiurkan itu, akan
seperti apakah kelanjutan kisah ini?
To
be continued ??
By:
Maharani Dewi
0 komentar:
Posting Komentar