Cerita Eksibisionis & Incest : Rasti, Ibu Binal 5

“Kalian ini bisa aja mujinya… Tante gitu lho… hihihi, kan sayurnya udah bercampur cairan tante… ups..!”

“Hah….????”

Mereka yang terkejut dengan apa yang dikatakan Rasti tetap saja melanjutkan makan mereka. Justru tambah semangat bersantap siang, meski mereka sendiri tidak tahu benar apa tidak yang dikatakan Rasti, kalau sayur-sayuran itu sudah bercampur cairan vaginanya. Rasti juga hanya senyum-senyum sendiri membiarkan mereka berandai-andai.

Tidak ada kejadian mesum lainnya setelah makan siang itu. Mereka terus ada di sana sampai Tedi pulang. Setelah beberapa saat ngobrol dan bermain. Barulah ketiga remaja itu pamit. Tentunya dengan niat akan segera kembali lagi. Mereka tidak akan pernah bosan untuk sering-sering main ke sana.

……….

Benar saja, hanya dua hari kemudian, Riko, Romi dan Jaka kembali datang main ke rumah Rasti. Katanya sih mau bikin PR bareng Tedi, tapi Rasti yakin kalau tujuan utama mereka datang ke sini untuk ngacengin dia saja. Bikin PR sih nomor dua.

Tentu saja, siapa sih yang tidak mau menghabiskan waktu berlama-lama di rumahnya Rasti? Udah mama temannya itu sangat ramah, baik, cantik dan seksi pula. Tiap main ke sana perut mereka pasti selalu kekenyangan disuguhi makanan oleh Rasti. Mata mereka juga selalu dimanjakan oleh penampilan Rasti yang selalu berpakaian minim, bahkan kadang bertelanjang bulat.

“Udah selesai belum bikin Pe-Er nya? Udah malam lho… masak dari sore sampai malam gini belum selesai-selesai juga sih?” tanya Rasti sambil menyusui si bungsu.

“Eh, i..iya… bentar lagi selesai kok tante… iya kan Ted?”
“Iya Ma… ini bentar lagi selesai” jawab Tedi.

“Oohh… ya sudah. Bikin yang bener… jangan asik bergurau terus”

“I..iya tante…” jawab mereka serempak. Mereka memang sengaja berlama-lama, rugi kalau cepat-cepat selesai dan pulang dari sini.

“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan. Awalnya Rasti mengira kalau itu Norman, tapi setelah pintu dibuka ternyata tidak. Ada pak RT dan empat orang lainnya di depan pintu. Salah satunya dia kenali sebagai pak Rahmat, anggota dewan suami dari ibu-ibu tetangga yang dibikin kesal oleh Rasti beberapa hari yang lalu.

Rasti tidak tahu kalau aksi bugi di jalannya berbuntut panjang. Ibu tetangga itu tidak terima dan memprovokasi suaminya untuk bertindak. Tentu dengan ancaman akan membeberkan ulah suaminya ke media supaya suaminya itu menurut.

“Malam non Rasti…” sapa pak RT.

“Malam pak, ada apa ya?” balas Rasti. Dia menemui mereka dengan pakaian yang minim seperti biasa. Membuat mereka mupeng dan tidak jadi to the point menyampaikan maksud kedatangan mereka ke mari.

“Eh… anu.. itu…” gagap pak RT tidak tahu bagaimana mengatakannya. Si anggota dewan malah langsung nyosor menciumi Rasti. Yang lain jadi saling berpandang-pandangan. Mencoba mengingatkan pak Rahmat sambil mencolek-colek.

“Pak… Gimana dengan tujuan kita?” bisik mereka.
“Haduh… habis ini saja, kita garap dulu ni lonte… mubazir amat, daging segar di depan mata,” bisik pak Rahmat.

“Tapi pak…”
“Daaaah… nurut aja lo semua, muna banget lo? Ga ngaceng apa? kalau kita to the point bisa jadi gak ada kesempatan lagi make ni lonte!” Akhirnya mereka nurut saja. Memang di antara mereka pak Rahmat lah yang paling berkuasa. Sehingga mereka segan bila tidak mematuhi keinginannya.

“Ada apa sih Pak bisik-bisik? Ada yang salah ya?” tanya Rasti heran.

“Hehe, gak ada kok sayang… boleh kita masuk?” pinta pak Rahmat.

“Boleh… silahkan bapak-bapak…” ujar Rasti. Baru saja mereka masuk, mereka langsung nyosor beramai-ramai menciumi Rasti di depan teman-teman Tedi dan anak-anaknya. Mereka lalu bergegas menyeret Rasti ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.

Rasti tidak dapat berbuat banyak karena langsung dikeroyok para pejabat bejat ini. Dientotin tiba-tiba seenaknya tanpa ngomong terlebih dahulu, padahal tadi si kecil Bobi belum selesai menyusu, terpaksa anaknya itu ditinggalkan begitu saja di atas sofa. Meskipun begitu, Rasti tetap melayani mereka sepenuh hati. Rasti digilir oleh mereka berlima. Namun tidak sampai satu jam kelima pejabat itu sudah K.O. semua. Satu orang paling lama hanya bertahan 10 menit. Pak Rahmat malah cuma 3 menit, udah badannya paling gede, paling bernafsu, tapi burungnya paling kecil dan yang paling cepat ngecrot pula, gumam Rasti dalam hati ingin tertawa.

Merekapun kembali ke ruang tamu setelah selesai mengosongkan isi kantong zakar mereka. Saat disuguhi air putih dingin oleh Rasti, barulah dengan kurang ajarnya mereka mengutarakan maksud, bahwa para ibu-ibu komplek tidak nyaman dengan adanya Rasti. Mereka meminta Rasti pindah dari situ.

“Lho? Kok gitu sh pak…!??” Rasti jelas tidak terima, dia membela diri. Dia yakin tidak melanggar hukum. Itu rumah miliknya secara sah. Rasti juga warga sah di daerah itu.

“Bukannya pak RT yang membuatkan saya semua surat-surat penduduk yang diperlukan, serta menjamin keberadaan saya aman di sini?” kata Rasti mengingatkan pak RT.

Pak RT diam saja tidak berani memandang wajah Rasti, begitupun yang lainnya. Semua kena damprat Rasti karena semua yang ada di sana pernah Rasti layani dengan cuma-cuma.

“Benar kan pak? Jadi salahnya dimana?”

“Ya.. ya… itu non… Ibu-ibu banyak yang protes,” ungkap pak RT.

“Memangnya ibu-ibu mana sih pak yang melapor?” tanya Rasti lagi. Rasti yakin ibu-ibu yang dimaksud tidak mewakili semua. Karena komplek ini memang komplek yang cukup mewah yang hampir semua penduduknya hedonis dan tidak peduli satu sama lain. Tedi dan teman-temannya yang dari tadi diam-diam menguping ikut merasa tegang dengan suasana pelik ini.

Rasti bersikukuh bahwa dia tidak melanggar apapun. Dia tidak mau tahu. Semua orang itu akhirnya tidak bisa membantah Rasti dan bingung harus berbuat apa. Karena mereka dulu berjanji akan melindungi Rasti setelah dibayar dengan tubuhnya. Akhirnya merekapun hanya bisa mengalah dan pasrah, mereka berjanji akan tetap menjamin keberadaan Rasti untuk seterusnya di sini.

“Ya sudah non… maaf mengganggu. Kami yang salah…” ujar mereka hanya bisa meminta maaf pada akhirnya. Mereka lalu berpamitan.

“Bentar pak… biaya servisnya??” tahan Rasti menagih biaya servisnya saat mereka hendak pulang. Rasti memang beberapa kali menggratiskan servisnya untuk mereka, tapi tidak untuk selamanya. Rasti juga punya gengsi, apalagi setelah kejadian barusan. Makin malulah mereka yang ternyata kebingungan karena tidak menyiapkan uang. Mereka saling menyalahkan karena memang tidak berencana memakai Rasti. Itupun setelahnya mereka beranggapan bakal dapat gratisan lagi karena mengira Rasti butuh pertolongan mereka untuk tetap bisa tinggal di komplek itu. Namun asumsi mereka keliru, dan betapa malunya ketika uang yang mereka bawa tidak cukup.

“A..anu… bo..boleh ngutang kan Rasti, hehe…” mohon pak Rahmat dan yang lainnya.

“Huh, ya sudah, boleh deh… Pejabat kok ngutang sih? Giliran setor peju tunai…” ujar Rasti dengan nada mengejek, yang membuat mereka semakin malu dan garuk-garuk kepala. Akhirnya merekapun pulang dengan malu.

Rasti memang merasa lega karena merasa menang, tapi tetap saja itu mengganggu pikirannya. Setelah Rasti menutup pintu dan terduduk di sofa, Tedi sebagai anak laki-laki tertua menghampiri Rasti. Tedi mencoba mendiskusikan apa yang baru saja terjadi dan beberapa kemungkinan buruk lainnya. Teman-teman Tedi ikutan nimbrung, tapi cuma jadi pendengar setia.

“Gak apa kok sayang… udah… kamu gak usah khawatir…” ujar Rasti menenangkan Tedi. Meyakinkan putra sulungnya itu bahwa semua akan baik-baik saja.

“Mama malam ini jangan terima tamu dulu deh…” Saran Tedi. Rasti mengangguk.

“Iya… ini mama cancel 2 tamu yang rencananya mau datang malam ini… Udah gih sana lanjutin bikin PR kalian”

***

Hari semakin malam, anak-anak Rasti selain Tedi sudah mulai tidur. Norman sendiri tampaknya tidak akan pulang malam ini.

Gara-gara kejadian tadi, teman-teman Tedi mulai menanyakan beberapa hal lagi pada Rasti. Terutama mereka penasaran bagaimana awalnya Rasti bisa tinggal di komplek ini dan memperoleh surat-surat penduduk yang sah.

“Aduh… kalian ini minta didongengin lagi ya? Udah selesai belom PR-nya?” tanya Rasti.
“Udah kok tante…”

“Terus apa gak mau pulang? Ntar kemalaman lho… atau mau nginap lagi di sini?” tanya Rasti lagi.

“Gak boleh ya tante?”
“Tante sih gak papa, tapi gimana orangtua kalian?”

“Gak apa kok tante, udah biasa kalau aku” jawab Jaka.
“Kalau aku tadi udah bilang mau nginap di rumah teman tante” kata Riko.
“Aku juga…” ikut Romi.

“Hahaha… iya deh iya… Dasar, kalian emang udah niat pengen nginap di sini lagi ternyata” kata Rasti sambil tertawa renyah. “Sana, ganti dulu bajunya, masa dari tadi pake seragam sekolah terus, ntar kotor... Besok kalian sekolah kan? Ted, pinjamin mereka baju kamu ya sayang” suruh Rasti pada anak sulungnya.

“Iya ma…”

“Terus habis itu kalian tidur ya… kalau kemalaman ntar malah ngantuk besok pagi,” suruh Rasti kemudian.

“Yaahhh… ceritain dulu dong tante yang tadi…” pinta Romi.
“Cerita apaan sih?”

“Itu… gimana awalnya tante bisa tinggal di sini, ngurusin surat-surat, awal ngelonte di sini, hehehe” terang Romi mengingatkan.

“Ampun deh kalian ini, kalian ini mau tahu aja? atau mau tahu banget sih?”
“Ya penasaran aja tante… Pokoknya kami gak mau tidur sebelum tante cerita,” pinta mereka ngotot.

“Hah? Dasar… kok ngotot gitu sih? Ya sudah tante cerita, tapi habis itu kalian harus segera tidur ya? Besok kalian sekolah” kata Rasti akhirnya setuju.

“Ceritanya di kamar kami aja tante… sambil pengantar tidur” pinta Jaka.

“Nah lho… kok di kamar sih? Hayo mau ngapain? Pasti pengen cari-cari kesempatan, ya kan?” tebak Rasti sambil senyum-senyum manis menggoda para remaja itu.

“Ng..nggak ngapa-ngapain kok tante, cuma pengen dengar cerita tante aja kok…” jawab mereka tergagap. Mereka jadi salah tingkah. Memang benar tebakan Rasti, selain penasaran dengan cerita ibu teman mereka ini, mereka juga ingin coba-coba cari kesempatan, siapa tahu dapat.

“Iya deh iya… Yuk deh, tapi ganti baju dulu sana, baru tante bakal kasih dongeng sebelum tidur buat kalian,” ucap Rasti sambil tersenyum. Senyum yang amat sangat manis. Senyum yang juga membuat penis mereka tegang bukan main di balik celana.

Mereka yang tidak sabaran langsung masuk ke kamar Tedi, berganti baju lalu menunggu Rasti. Namun Tedi sendiri tidak tidur di sana, dia memilih tidur di kamar lain bersama adek-adeknya. Tidak nyaman juga rasanya mendengar ibunya bercerita.

Saat Rasti masuk, mama temannya ini langsung merangkak ke tengah tempat tidur, lalu duduk bersandar. Dia senyum-senyum manis lagi pada mereka bertiga, tentu saja membuat mereka jadi tambah mupeng. Ooh… inikah sensasi saat ada wanita cantik menunggu di ranjang? gumam mereka dalam hati.

“Sini… katanya mau bobok…??” panggil Rasti sambil menepuk-nepuk ranjang sebagai isyarat agar mereka bertiga segera ikutan naik. Tentu saja mereka langsung nurut. Ibu muda cantik itu kini dikelilingi oleh ketiga teman anaknya. Rasti sendiri cuma memakai sehelai piyama tanpa ada apa-apa lagi di baliknya.

Teman-teman Tedi begitu senang, jantung mereka berdetak cepat, penis mereka ngaceng pol. Kapan lagi kan bisa tiduran seranjang dengan Rasti, ibu teman mereka yang super cantik dan hot ini. Tapi tentunya mereka tidak berpikir untuk berbuat macam-macam dulu saat ini, bisa-bisa mereka malah kena usir.

“Jadi gimana ceritanya tante?” tanya Jaka mulai mengambil posisi tidur, begitupun dua temannya. Rasti lalu mulai bercerita layaknya cerita pengantar tidur.

Waktu itu dia membeli rumah di situ karena memang berharap penduduk sekitar yang hedonis dan cuek tidak akan mempermasalahkan keberadaannya. Saat dia mulai menempati rumah itu, ia tidak langsung mengurus surat-surat, tapi sudah mulai melonte.

“Sama siapa tante pertama? Pak RT?” tanya Jaka menyela.
“Bukaaan… tante gak ingat siapa orangnya, tante cuma ingat kalau waktu itu dia muncratnya di dalam, hehe…” jawab Rasti nakal sambil memeletkan lidah. Duh, baru mendengar itu saja mereka sudah mupeng.
“Tante baru ngurus KTP sama pak RT setelah 3 minggu di sini…” sambungnya lagi.

“Ooh… dia langsung ngentotin tante di depan anak-anak tante nggak?” kata Jaka lagi-lagi menyela.

“Ya nggak langsung gitu juga kali…. Ih, kamu ini. Kan tante yang datang ke tempatnya pak RT, bukan dia yang datang ke rumah tante”
“Ohhh… gitu”

Rastipun melanjutkan ceritanya lagi. Waktu itu dia ditanyai pak RT tentang keluarganya, pekerjaan, jumlah anak, dan yang lainnya.

…..

“Mmm maaf… non Rasti pekerjaannya apa ya…?” Tanya pak RT ketika itu ragu-ragu.
“Wiraswasta pak…”

“Ooh… mmm wiraswastanya apa ya…?”
“Kenapa memangnya pak?”

“Ng… nggak… soalnya bapak lihat… mm… Oh ya, suami non yang mana ya?”
“Yang mana?” Rasti mulai kegelian dengan tingkah pak RT yang malu-malu. Dia bisa menebak arah pertanyaan pak RT.

“Ya, yang mana? Soalnya saya lihat banyak laki-laki yang…”
“Mmm, iya, semua bukan suami saya pak, saya ga punya suami”

“Oooh… mm.. jadi…”
“Saya lonte pak…” jawab Rasti santai. Pak RT langsung memerah mukanya mendengar jawaban Rasti yang terus terang. Rasti tertawa kecil melihatnya. Pak RT makin memerah, dia menengok kanan kiri memastikan ruangannya benar-benar sepi.

“Ja..jadi… untuk pekerjaannyaa…?” tanya pak RT setelah menengok kanan kiri memastikan ruangan benar-benar sepi.

“Ya, tulis saja di situ ‘lonte’ kalau memang bisa…?” Jawab Rasti geli menekankan kata lonte. Yang dimaksud adalah kolom pekerjaan di KTP.

“Aduuh… jangan bu, eh, non… mm saya tulis wiraswasta aja yah…?”

“Lha iya kan dari tadi saya sudah bilang itu pak...” Jawab rasti cekikikan geli. Pak RT hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia benar-benar terlihat bingung dan salah tingkah bagaimana harus bereaksi. Akhirnya dia memilih untuk menganggapnya biasa saja. Setelah semua urusan selesai, Rastipun berpamitan ingin pulang.

“A..anu non… tadi serius?” tanyanya malu-malu.

“Apanya pak?”
“I..itu… soal lonte…”
“Ya serius dong pak, masa saya bercanda soal begituan…”
“Oh… ya..ya sudah… mmm…. Baik”

“Mari pak…”
“Ma..mari… eeh, anu non… sebentar”

“Ada apa lagi pak?”
“Mmm… a..anu.. be..berapa yah non?” tanya pak RT. Rasti tertawa lepas yang membuat pak RT makin merah padam mukanya.

“Kalau bapak mau silahkan datang aja malam ini… Bisa? Soal tarif nanti saja lah, masa diobrolin di sini, hihihi… Jangan khawatir pak… saya lagi promo kok… nanti diskon super spesial deh buat bapak…” jawab Rasti.

…..

“Nah… akhirnya malamnya tante dientotin pak RT deh,” ujar Rasti pada teman-teman Tedi.

“Di depan anak-anak tante?” tanya Jaka lagi.

“Iya… seperti yang kamu bilang, tante dientotin di depan anak-anak tante, hihihi.. puas? Kok kayaknya kamu suka banget sih kalau dengar tante dientotin di depan anak-anak tante? Ngebayangin ya? Dasar!” tanya Rasti geli ke Jaka.

“Eh, ng..nggak kok tante… terus tante?”

“Ya… malam itu tante melayani pak RT dengan gratis, tentu dengan deal-deal tertentu. Terutama soal jaminan keamanan dan keberadaan tante di sini. Tapi karena tante masih butuh ngurus surat-surat lainnya, jadi tidak hanya dengan pak RT saja”

“Orang-orang yang tadi ya tante?” tanya Romi.

“Benar… Orang kelurahan, anggota dewan, dan orang-orang terkait lainnya. Semuanya harus tante layani sampai posisi tante di komplek ini benar-benar terjamin. Iya Jaka…. Mereka juga ngentotin tante di depan anak-anak tante kok… rame-rame pula, tuh silahkan kamu bayangin…” ujar Rasti cekikikan berkata lebih dulu sebelum Jaka bertanya. Membuat Jaka jadi cengengesan garuk-garuk kepala dibuatnya.

“Makanya tadi tante tidak terima waktu mereka tiba-tiba datang nyuruh tante pergi dari sini. Kalian setuju kan sama tante?” lanjut Rasti bertanya pada teman-teman Tedi.

“Iya tante… udah dikasih gratis padahal” ucap Riko mengiyakan.
“Duh… tapi enak banget yah bisa ngentotin tante gratis, hehe…” kata Jaka.

“Hayo… horni ya?” tanya Rasti menggoda. Selama bercerita tadi tangan mereka memang sudah masuk ke dalam balik celana. Mungkin bukan hanya karena cerita Rasti saja, tapi juga karena keberadaan Rasti yang bersama-sama dengan mereka di atas tempat tidur. Sebelumnya mana pernah mereka dekat-dekat dengan wanita cantik, di atas tempat tidur pula. Suara Rasti, ekspresi dan gaya berceritanya, serta aroma tubuhnya yang wangi, semuanya itu membuat mereka sangat konak. Peju mereka sudah terkumpul dan butuh segera untuk dikeluarkan.

“I..iya tante… horni, hehe…”

“Horni horni…. Kalian kan yang nagih cerita porno? Mulai mesum lagi tuh kan kaliannya? Tante ini mama teman kalian juga tau, masak horni sih? gak sopan namanya…” ujar Rasti cekikikan, mereka juga cengengesan.

“Tante, kenapa sih tante jadi lonte?” tanya Romi dengan lugu, membuat Rasti tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.

“Kamu ini… ya karna tante suka banget dientot dong…” jawab Rasti binal. “Udah ah… tidur sana… Tante banyak pikiran nih…”

“Yaah tante, jam 11 malam kok baru…”

“Jam 11 malam kok baru, kalian besok sekolah tau! Awas lho kalo kalian jadi pengaruh buruk buat Tedi anak tante… Ga bakal tante bolehin main ke sini lagi!” ancam Rasti serius tapi tetap dengan senyum manisnya.

“Hooaammm…” Rasti menguap. “Tuh, kan… malah tante yang ngantuk… kalian sih…” kata Rasti yang sudah kewalahan menyuruh mereka tidur.

"Hehehe, tante tidur sini aja sama kita-kita... kita kelonin deh..." ajak Riko untung-untungan.

"Huuh… dasar kalian nakal banget sih? Enak aja... ayo tidur ah sana, udahan ya..."
"Yaah janjinya kan cerita sampai kita tidur tante..." kata Jaka menahan.
"Iyaa, tapi kaliannya ngelunjak gak tidur-tidur..." cubit Rasti gemas pada Jaka.
“Kalau gitu cerita lagi dong tante, hehe”

“Cerita apa lagi sih?”

“Itu… Kenapa tante jadi lonte…?”

“Udah ya sayang… tante udah ngantuk… bersambung besok aja ceritanya…. Dasar kalian bandel, jelek!” sungut Rasti mulai kesal yang akhirnya membuat mereka diam. Namun Rasti tidak langsung beranjak dari situ. Dia memutuskan untuk tidur-tiduran sebentar. Sifat binalnyapun kembali datang. Dia menginginkan aksi nakal. Dia penasaran juga bagaimana rasanya tidur dikelilingi para remaja tanggung ini. Apa dirinya akan dicabuli beramai-ramai yah? pikirnya nakal.

Akhirnya Rasti pura-pura ketiduran di situ. Dia coba memejamkan matanya yang memang juga sudah ngantuk. Walau demikian, dia tidak ingin benar-benar tidur.

Mengira Rasti sudah ketiduran, mereka bertiga jadi berbisik-bisik.
“Wah bro, tante Rasti ketiduran, gimana nih?” tanya Jaka.
“Ya gimana emang? Emang lo berani macam-macam?” jawab Romi.
“Bener tuh… ntar kalau dia kebangun, marah, terus kita diusir dan gak boleh main ke sini lagi gimana coba? Gue gak mau,” sambung Riko.

Mereka betul-betul galau. Penasaran dengan tubuh wanita didekatnya tapi juga tidak berani untuk berbuat macam-macam meskipun sedari tadi batang mereka sudah sangat tersiksa butuh pelampiasan. Sedangkan Rasti yang masih terjaga berusaha menahan tawa mendengar bisik-bisik mereka. Dia menanti dengan deg-degan dengan apa yang akan dilakukan teman-teman Tedi padanya.

“Ahh… gak tahan gue..!” kata Jaka sambil menurunkan celana berserta celana kolornya.
“Gila lu! Mau ngapain lu?” seru kedua temannya kaget.

“Cuma pengen ngocok doang…”
“Gila, tetap aja kan? Lu mau kena usir? Tapi gue juga udah gak taha sih…”

Begitulah, mereka terus saling berdebat apa yang mesti dilakukan. Mereka takut, tapi siksaan birahi pada penis mereka sangat kuat. Hingga akhirnya setan mesumlah yang menang. Mereka semua akhirnya nekat menurunkan celana berserta kolornya, lalu ngocok bareng-bareng di sana, di dekat ibu teman mereka yang mereka pikir tengah tidur.

Meskipun perbuatan mereka sangat kurang ajar, Rasti sendiri tidak marah. Dia paham kenapa mereka sampai berbuat begitu. Lagian salahnya juga sampai mereka berbuat cabul seperti itu padanya. “Duh… kalian ini, horninya sampai segitunya amat,” gumam Rasti dalam hati. “Apa ku bantu ngocokin mereka saja ya?” Pikirnya semakin nakal. Tapi dia putuskan untuk terus menunggu apa yang akan mereka perbuat selanjutnya.

“Aaahh… tante…” Mereka semakin bernafsu mengocok penis mereka masing-masing sambil sesekali menyebut-nyebut tante Rasti. Mata mereka menatapi tubuh Rasti yang terbaring di depan mereka. Wajahnya, tonjolan payudaranya, pinggulnya, juga kaki Rasti mereka telanjangi dengan mata-mata nakal mereka. Setiap inci bagian tubuh Rasti sungguh membuat mereka bernafsu walaupun masih mengenakan piyama.

Sampai saat ini mereka masih tidak berbuat lebih jauh dari itu, namun malah itulah yang membuat Rasti sedikit kecewa. Dia ingin mereka sedikit menaikkan level perbuatan cabul mereka terhadapnya, tapi tak kunjung jua dia dapatkan. Tampaknya mereka masih terlalu sopan untuk tidak menggerepe-gerepe badan ibu teman mereka sendiri secara diam-diam, bahkan berkata-kata kotorpun tidak. “Apa aku harus pura-pura bangun saja? Lalu membantu mereka onani?” pikir Rasti. Sekarang malah Rastilah yang galau karena menginginkan aksi mesum.

Rasti lalu menggeliat sambil menguap pura-pura terbangun. Terang saja teman-teman Tedi kaget bukan main. Mereka tertangkap basah, mereka tidak sempat menaikkan celana mereka. Yang sempat menaikkan celanapun sudah keduluan kelihatan oleh Rasti apa yang dia tadi lakukan.

“Kalian ngapain??” tanya Rasti pura-pura terkejut.

“A…anu tante, ki..kita…” mereka tergagap tidak tahu harus berkata apa. Penis mereka jadi layu. Mereka takut Rasti memarahi dan mengusir mereka. Tapi tentu saja Rasti tidak akan melakukannya, dia malah menahan tawa karena melihat wajah pucat dan ekspresi mereka yang salah tingkah.

“Kalian coli ya? Ya ampun… segitunya banget sih? Makanya… siapa suruh dengar dongeng sebelum tidur, hihihi” kata Rasti kemudian mencairkan suasana.

“Ta..tante nggak marah?”
“Yaah… kesal juga sih, masa kalian tega cabuli ibu teman sendiri, kalau ketahuan sama Tedi gimana coba?” jawab Rasti, padahal dia memang berharap sebuah aksi cabul dari mereka.

“Ma..maaf tante…”
“Iya tante… kita minta maaf”

“Ya udah… gak apa, tante paham kok… Kalian pasti sudah menahan horni dari tadi, jadi kali ini tante bolehin deh kalau kalian emang masih pengen lanjut”

Bagai disambar geledek, mereka tidak menyangka tante Rasti akan berkata demikian. Mereka mengira tadinya akan dimarahi habis-habisan oleh tante Rasti. Namun apa yang mereka dengar barusan sungguh membuat penis mereka ngaceng kembali dengan maksimal.

“Kok bengong? Udah gak nafsu lagi? Ya udah tante balik ke kamar tante…” kata Rasti pura-pura akan pergi.

“Jangan…!” larang mereka serempak.

“Hihihi… Ya udah buruan, tante beneran udah ngantuk tau”

“I..iya tante…”

Ahhh… mimpi apa mereka semalam, akhirnya dibolehin beronani-ria di depan mama teman mereka yang super cantik dan seksi ini. Segera mereka bertiga ngelanjutin lagi acara mengocok yang sempat terhenti, tentunya dengan lebih bernafsu. Sensasinya sungguh berbeda dari yang tadi sewaktu tante Rasti tertidur. Kali ini Rasti sadar dan menatap mereka langsung! Pandangan mata tante Rasti menemani setiap ayunan tangan mereka pada penis mereka sendiri. Sungguh nikmat luar biasa!

Rasti sendiri juga merasakan sensasi yang luar biasa. Menyediakan dirinya sebagai objek onani teman-teman anaknya sendiri, melihat bagaimana para remaja ini berusaha meraih kenikmatan dengan mengocok penis mereka sambil menatap lekat-lekat dirinya.

“Ntar kalau udah mau keluar, buruan lari ke kamar mandi ya…” suruh Rasti ditengah-tengah keasikan mereka.

“I..iya tante… Gak boleh muncrat di sini ya? Ntar belepotan ya?” tanya mereka balik.

“Iya, masa muncrat di sini sih? Belepotan dong kasur Tedi kena sperma-sperma kalian. Tante ntar yang susah ngebersihinnya…”

“Kalau gitu muncrat ke badan tante aja…” kata Jaka kurang ajar, namun Rasti bukannya marah, malah tertawa geli menanggapinya.

“Hihihi, apaan sih porno banget… Kebanyakan nonton bokep nih kamunya… dasar! Udah cepetan…” suruh Rasti lagi. Mereka bertiga tertawa, memang mereka berharap bisa melakukan persis yang ada di film-film bokep pada ibu temannya ini.

“Hehe… Anu, tante… kalau boleh itu…”
“Itu apa sih?”

“I…tu… boleh pegang-pegang gak tante?”
“Tuh kan, kalian malah ngelunjak… nggak boleh ya…” tolak Rasti halus. Rasti sebenarnya tidak keberatan dengan permintaan mereka, tapi dia rasa cukup seperti ini dulu untuk saat ini. Biarlah mereka tetap penasaran, mungkin nanti ada waktu yang lebih pas untuk mewujudkan permintaan mereka itu.

“Ka..kalau gitu, boleh nggak kita lihat tante telanjang lagi?” pinta Romi.
“Hah? Lihat tante telanjang? Mau ngapain? jangan aneh-aneh deh… tante udah ngantuk”

“Nah, karena itu tante… kalau tante telanjang kan kita makin nafsu, jadi bisa lebih cepat keluarnya… habis itu tidur deh,” jawab Romi.

“Kamu ini, pandai banget cari-cari alasan. Tapi ya udah deh… kali ini aja tante turutin…” setuju Rasti akhirnya yang membuat mereka girang bukan main.

Rasti mulai melepaskan kancing piyamanya satu persatu. Semua itu bagaikan slow motion bagi mereka. Sungguh membuat mereka tergoda dan semakin horni. Apalagi Rasti melakukannya sambil sesekali berhenti lalu senyum-senyum manis menatap mereka. “Buka lagi?” tanyanya setiap akan membuka satu kancing. Siapa yang gak greget coba? Enak banget Tedi punya mama seperti ini, bisa dijadikan objek onani tiap coli, pikir mereka.

Kini seluruh kancing sudah terlepas, namun baju piyama itu masih menggantung di bahunya, hanya mengekspos kedua buah dada Rasti yang putih mulus, urat-urat hijau sampai terlihat karena saking beningnya buah dada itu. Rasti sengaja tidak langsung melepaskan bajunya untuk menggoda mereka.

“Lepasin yang benar dong tante…” pinta mereka akhirnya.

“Iya iya… dasar kalian ini banyak maunya” kata Rasti akhirnya melepaskan baju itu dari bahunya. Akhirnya dia kini sudah benar-benar topless di hadapan mereka.

“Udah kan? Puas? Tapi cuma bajunya saja ya… cukup kan untuk bahan coli kalian?” ujarnya geli. Seluruh bagian atas tubuh Rasti kini terpampang dengan bebas. Semata-mata hanya untuk memanjakan mata-mata nakal para remaja ini. Aaah… pemandangan yang sangat indah, batin teman-teman Tedi.

“Buruan…” seru Rasti menyadarkan mereka yang terbengong, “padahal udah berkali-kali ngelihat juga” lanjutnya.

“Eh, i..iya tante…” walaupun sudah berkali-kali, tapi tetap saja ini pemandangan yang tidak akan pernah bikin bosan.

Merekapun lanjut mengocok lagi. Kali ini dengan nafsu yang semakin menggebu-gebu. Jaka yang merasa kurang nyaman dengan posisinya sebelumnya, kini berdiri tepat di depan Rasti yang sedang bersimpuh. Hanya berjarak sekitar tiga puluh senti dari dirinya. Posisinya seperti akan melakukan bukkake saja, sungguh mesum. Gilanya, Riko dan Romi malah mengikuti Jaka. Namun Rasti tidak mempermasalahkannya. Jadilah dia kini bersimpuh dikelilingi para remaja tanggung yang sedang mengocok bareng-bareng.

“Ingat ya… kalau mau keluar, cepetan ke kamar mandi. Tante gak mau kalian muncrat sembarangan” kata Rasti mengingatkan. Mereka hanya mengangguk. Tidak ingin berkata-kata banyak karena nafsu mereka yang sudah diubun-ubun.

Hingga akhirnya Riko turun dari ranjang dan berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ah… aku juga gak kuat” kata Romi ikutan beranjak. Sekarang hanya tinggal Jaka, si nafsunya paling gede dan yang paling ngotot.

“Kamu belum Jaka?” tanya Rasti pada Jaka.
“Be..bentar lagi kok tante…” jawab Jaka sambil terus mengocok. Rasti hanya balas tersenyum. Jaka memang menunjukkan tanda-tanda akan ejakulasi, namun dia tidak kunjung juga ke kamar mandi, malah tubuhnya semakin dia dekatkan ke arah Rasti, penisnya kini hanya berjarak sekitar lima belas senti dari wajah Rasti. Ini anak mau ngapain sih? batin Rasti makin deg-degan. Namun dia berusaha tetap tersenyum pada Jaka.

“Ahhh… tante…” erang Jaka makin mempercepat kocokannya. Dada Rasti makin berdebar kencang, dia yakin kalau Jaka berniat menumpahkan spermanya ke tubuhnya, tepatnya ke wajahnya.

“Jaka, ingat, kalau mau keluar, keluarin di…”

“Crooooottt….” terlambat, belum selesai Rasti bicara, penis Jaka sudah menembakkan spermanya. Isi buah zakarnya muncrat bertubi-tubi menyemprot wajah cantik ibu temannya ini.

“Jaka… kamu… ngghhh… jangan di muka…” erang Rasti berusaha mundur, tapi kini malah badannya yang terkena muncratan sperma Jaka, tepatnya buah dadanya, di tempat anak-anak Rasti biasa minum. Rasti tidak bisa berbuat banyak, dia pasrah saja tubuhnya akhirnya yang jadi sasaran tembak peju. Baru kali ini dia merasakan kulitnya diceceri peju muda selain milik Norman anaknya. Tedi saja belum pernah berbuat seperti ini padanya. Kalau Tedi tahu mungkin dia bakalan ngambek.

“Duh.. Jaka, kamu ini… udah tante bilang kan kalau mau keluar cepat ke kamar mandi” kata Rasti kemudian saat seluruh sperma Jaka yang tadi ada di kantong zakarnya, kini berpindah tanpa sisa ke tubuh ibu temannya. Wajah cantik Rasti, buah dadanya yang sekal, dan beberapa bagian tubuh lainnya berceceran sperma Jaka. bahkan ada yang mengalir turun menuju vaginanya.

“Maaf tante, khilaf…” ujar Jaka lemas. Jaka juga baru kali ini berejakulasi senikmat ini.

“Udah sana… buruan ke kamar mandi. Nanti teman-temanmu malah cemburu kalau mereka tahu kamu ngepejuin tante. Ntar kalau mereka juga minta ngecrot di wajah tante kan repot juga, hihihi” suruh Rasti sambil mengelap wajah dan tubuhnya dengan tisu, lalu membasuh sebisanya dengan air yang ada di gelas di atas meja.

“I..iya tante…” Jakapun akhirnya turun dan menyusul teman-temannya ke kamar mandi, tapi dia ke sana hanya untuk mencuci barangnya saja. Untung saja teman-temannya tidak tahu karena ketika Jaka ke kamar mandi Riko dan Romi sudah selesai.

…….

“Makasih tante… tante udah cantik, seksi, baik banget lagi… hehehe” goda mereka saat kembali ngumpul di dalam kamar. Rasti sudah mengenakan piyamanya kembali.

“Gombal! Iya… anggap aja itu tanda terima kasih tante karena udah banyak bantu-bantu di sini” jawab Rasti dengan senyum manisnya.

“Wah, kalau gitu kita mau dong bantu-bantu terus di sini, iya nggak bro?” ujar Jaka. Rasti melolot pada bocah itu. Padahal dia baru saja mendapat lebih dibandingkan teman-temannya, dasar.

“Huuu… maunya! Udah sana tidur. Tante juga mau tidur” kata Rasti.

“Tidur di sini aja deh tante…” pinta Jaka. Rasti menatap mereka, apa lagi sih yang mereka mau? belum puas apa? Baru coli juga. Tapi Rasti pikir tidak ada salahnya kalau cuma tidur bareng, setidaknya menemani mereka sampai tertidur saja. Kan nanti tengah malam dia bisa bangun dan pindah ke kamarnya sendiri, pikir Rasti.

“Hmm… iya deh iya… yuk tidur” ajak Rasti dengan senyum manis meluluhkan.
“Yeeee….” Sorak mereka kesenangan.
“Hush…! Jangan berisik, ntar anak-anak tante kebangun!”
“I..iya, maaf tante…” jawab teman-teman Tedi senyum-senyum penuh harap.

“Aaaahhh… ini baru akan dimulai” batin mereka bertiga.

“Dasar abg, gak ada puasnya…” batin Rasti.

Riko, Romi dan Jaka niatnya ingin mengulangi lagi berbuat mesum pada Rasti, tapi ternyata mereka sudah terlalu ngantuk karena kelelahan akibat onani barusan. Akhirnya merekapun tertidur.

“Huh, pas tidur aja tampang mereka polos-polos semua. Kalau sudah bangun mulai lagi pornonya, hihihi” gumam Rasti tersenyum melihat mereka. Dia lalu bangkit dari sana untuk pindah tidur di kamarnya.

“Selamat tidur…”
“Klik…” suara kontak lampu dimatikan.

….

“Jadi kenapa tante jadi lonte?” tanya teman-teman Tedi di suatu hari kemudian ketika main lagi ke rumah Rasti. Lagi-lagi saat mereka berkunjung, Tedi sedang tidak ada di rumah. Saat itu cuma ada anak-anaknya Rasti yang masih kecil-kecil.

“Hihihi, kalian ini… masih ngingat-ngingat aja ya pertanyaannya. Kan sudah tante jawab, karena tante suka ngentot…” jawab Rasti.

“Masa gitu aja tante?”
“Hehehe, iya dong… duh kalian belum ngerasain sih ya enaknya ngentot. Duuuhh dijamin bakal ketagihan deh, seperti anak tante tuh si Norman…”

“Tante sih gak mau kasih…” kata Jaka.
“Yeee… maunya”

“Ta..tapi kan kalau suka aja kenapa harus jual diri?” tanya Romi penasaran.
“Maksud lo? Jadi tante harus ngasih gratisan ke semua laki-laki getoh??” ujar Rasti balik nanya dengan gaya anak abg.

“Ya nggak sih tante, maksudnya kan bisa pacaran aja gitu…”

“Hmm… Kalian gak pernah nonton film Batman ya? Tuh ada kata-katanya si Joker: ‘if you’re good at something, never do it for free.’ Jadi gak bisa kasih gratisan dong… tante kan ahli begituan, hihihi”

“Hah? Masak gituan aja pake keahlian?” tanya mereka polos, bingung dengan ucapan Rasti.

“Hahaha… kelihatan banget tuh kalian lugunya… awam sih kalian tentang seks. Hati-hati lho kalau kalau lugu begini bisa-bisa istri kalian besok kabur sama laki-laki lain lho… hihihi…” tawa Rasti menakuti mereka. “Ya jelas lah seks itu butuh keahlian, butuh teknik, skill, dan tante pinter banget di situ. Tante gak pinter yang lain-lainnya sepinter tante ngentot. Dulu di sekolah nilai tante jeblok terus. Hampir nggak ada pelajaran yang tante kuasai, yang tante pikirin cuma gituan aja sama pacar tante dulu…” terang Rasti kemudian.

“Waah, jadi tante dulu sempat sekolah dan pacaran juga?”

“Ya iya lah… cantik cantik gini tante juga sekolah dong…”

“Bukannya tante dulu waktu SMP udah drop out gara-gara hamil?”

“Iya sih…”

“Terus?” Mereka sungguh penasaran.

“Hmm… Kalian pengen tante berdongeng lagi nih ceritanya?” tanya Rasti.

“Iya tante… sambil bobok siang aja tante, hehe” pinta mereka mesum berharap dapat mengulangi kejadian waktu itu, bahkan berharap mendapatkan lebih.

“Huh! Maunya, nggak ah, enak aja.. Di sini saja deh… Duduk manis kaliannya kalau pengen dengar,” kata Rasti.

Mereka yang memang penasaran dengan cerita-cerita ibu teman mereka ini akhirnya duduk berjejer rapi. Siap mendengarkan kisah hidup tante Rasti.

“Hmmm… mulai dari mana ya ceritanya… Oke, dari awal saja” Rasti mulai bercerita. Bagaimana semuanya bermula. Bagaimana hidupnya bisa menjadi seperti sekarang ini. Rasti mengambil nafas panjang.
“Jadi gini…..”


******
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar