"Aah... Mama Rasti, mulutnya jodoh banget nih ama kontol gue!"
"Lonte pintar... sepongannya ajiibb... anjirrr!"
Disekolahin di mana sih mulutnya kok pinter banget.. Emang lontee top... aahhh...!"
Sejenak Rasti berhenti dan menoleh pada Robi. "Kamu kok diam di situ?
Ayo sinii..." senyum Rasti membuat Robi blingsatan. Sayang sekali
penisnya masih saja lunglai.
"Dia udah ngecrot duluan tadi, lo fokus aja ke kontol-kontol kita. Ha ha ha...!"
Tapi Rasti tidak mempedulikan kata-kata itu, dia beranjak dan menarik
tangan Robi. "Sini serahin sama mama Rasti." Ucapnya sambil mengedipkan
mata. Tanpa sempat Robi berkata-kata karna salah tingkah, Rasti sudah
mulai mentreatment penis Robi sedemikian rupa. Bibir, lidah dan gigi
serinya semua bekerja.Bahkan tangannya yang tampak bergerak random,
sebenarnya dengan lihai memberi sentuhan-sentuhan pada titik-titik
tertentu yang sensitif pada tubuh Robi. "Duh ni kontol tadi bener-bener
dikuras ya? Kering begini. Hi hi hi..."Goda Rasti. Kini Rasti
benar-benar unjuk keahliannya sebagai lonte. Dia terus beraksi, dan..
Robi mulai mendesah dan mengerang keenakan, pelan tapi pasti, penisnya
mulai menegang kembali. "Aaahhh mama Rasti lonteee.. enak banget..!"
Desah Robi takjub.
"Woew.. tegang lagi! Kerja bagus, ga malu-maluin sebagai lonte! Ha ha ha!"
"Sialan, tau gini tadi gue crot-in juga ni lonte, nyesel gue..." ucap Dimas iri melihat Robi yang cengar-cengir aja.
Rasti sendiri tersenyum puas dengan hasil kerjanya. Dia mengerling genit
kepada Obet, Bari, dan Dimas. Dengan jari telunjuknya ia memberi kode
pada mereka untuk kembali merapat. Tak perlu disuruh dua kali mereka
semua langsung berebut berdiri di depan Rasti. Sambil tertawa menggoda,
Rasti menangkap 2 penis dengan tangannya dan dikocok pelan. "Hi hi hi...
Ga usah berebut dong, semua dapat jatah kok." Ucapnya. Rasti lalu
kembali beraksi. Seakan rakus iamencaplok satu demi satu penis-penis
yang disodorkan padanya. Pelayanan Rasti sungguh luar biasa, all out.
Rasti sendiri memang merasa ada kerinduan tersendiri dimana dia kembali
dikelilingi para hidung belang yang menjadikannya sebagai obyek seksual.
Peran yang selama beberapa minggu terakhir ini hilang dalam
kehidupannya kini kembali harus dia mainkan. Saking excitednya Rasti,
membuat keempat teman Norman itu kelojotan minta ampun. Hanya dengan
oral seks saja rasanya sudah begitu 'tersiksa'.
"Aahhh ngilu kontol gue... anjiirr... udah... aahh gue mau keluaaarr...
jangan...!" Obet yang saat ini sedang dihisap, mendesah-desah tak
karuan. Rasanya seperti dilolosi tulangnya, dia berontak demi merasakan
orgasmenya sudah sampai ujung. Tapi Rasti tak mau melepaskannya. Obet
kelojotan pasrah, dia tak mau ngecrot duluan, tapi benar-benar tak
berdaya. Namun sungguh di luar perkiraannya, berkali-kali dia merasa
pejunya sudah di ujung siap menyembur, tapi dengan kehebatan jurus
Rasti, orgasme itu tak kunjung tiba. Seakan mau meledak penisnya dia
rasakan. Ngilu luar biasa sekaligus nikmat yang tak pernah dia rasakan
sebelumnya.
"Gila ni lonte... Ganas abis! Pokoknya gue harus ngentotin memek lo! Anjirr hampir keluar gue tadi..."
"Hi hi hi, tapi ga keluar kan? Iya dong, mama Rasti kan juga maunya
dientotin... awas lho kalo keluar duluan?" Goda Rasti binal. Di
permainan berikutnya, Rasti bahkan menyuruh keempat anak itu meludahi
mulutnya. Sungguh binal! Dengan antusias mereka pun menyumbangkan
ludahnya satu-satu di mulut Rasti sambil tertawa-tawa."Entotin mulut
mama dulu ya sebelum ke memek, yuuk..." pinta Rasti kemudian.
"Buset, ni lonte benar-benar pecun abis... Haus kontol! Makan nih!"
Lagi-lagi Obet yang paling cepet menanggapi Rasti. Bukan dia yang paling
nafsu, karena semuanya juga sama nafsunya, tapi Obetlah yang paling
berani dan tidak ragu sama sekali untuk memperlakukan Rasti sebagai
obyek pemuasnya. Sementara yang lain lebih banyak terpana dan
terheran-heran dengan keliaran Rasti, seakan tak percaya hal ini
benar-benar mereka alami, beda halnya dengan si Obet yang sebelum
dipenjara memang sudah biasa main pelacur. Bedanya, Rasti benar-benar
jauh di atas levelnya selama ini.
Lagi-lagi Dimas, Robi dan Bari dibuat tercengang dengan pemandangan yang
mereka saksikan selanjutnya. Rasti dientot mulutnya dengan kasar oleh
Obet. Adegan yang biasanya hanya mereka saksikan di film bokep kini
tersaji live di depan mata mereka! Dan sikap Rasti sungguh luar biasa.
Selama ini mereka mengira aksi mouthfuck ini tidak mengenakkan bagi
pihak wanita. Apa yang mereka lihat di film bokep hanya akting belaka.
Tapi kali ini mereka menyaksikan sendiri yang nyata. Rasti bahkan
terlihat lebih buas dan rakus ketimbang bintang film bokep yang pernah
mereka lihat. Memang tampaknya Rasti kepayahan di awal. Obet terlihat
mendominasi. Kepala Rasti dipegangi sementara Obet memajumundurkan
pinggulnya dengan cepat menyodok-nyodokkan penisnya di mulut Rasti.
Sampai penuh dari ujung hingga pangkal penisnya menyeruak masuk memenuhi
rongga mulut Rasti sampai kerongkongannya tanpa ampun.
"Aaaahhh mulut loo enaakhhh!" Erang Obet keras. Hunjaman penisnya keluar
masuk di mulut Rasti menimbulkan suara kecipak keras yang kostan. Air
liur Rasti keluar membanjir. Tidak perlu waktu lama bagi Rasti untuk
mengimbangi gerakan Obet. Mulutnya dengan cepat menyesuaikan diri
sehingga mengambil alih kekuasaan atas penis Obet. Lagi-lagi Obet
merasakan ngilu luar biasa. Tulang rahang Rasti kuat luar biasa, lidah
dan pipinya mengempot dan menyedot-nyedot penis Obet, giginya mengatup
seakan hendak menggigitnya. "Anjirr, empotan lu supeerrr... arrghh... ga
nahann..." Obet makin mengerang dan menggeliat-geliat tak karuan. Dia
memundurkan badannya, mencoba melepaskan diri. Plop.. begitu bunyi
penisnya yang keluar dari cengeraman mulut Rasti. Air liur Rasti yang
kental membasahi seluruh batangnya, ada gelembung-gelembung udara
menghiasinya, dan masih teruntai air liur itu tak terputus seakan
membentuk jembatan antara ujung penis Obet dan mulut Rasti. Erotis!
"Aaahhh..." Rasti mengambil napas panjang, dan... hap! Dengan sigap
mulutnya kembali mencaplok penis Obet. Sluurrrppp! Ia kembali
melancarkan jurus empotan, hisapan dan gigitan mautnya. "Ohh tidaakk...
aaahh ampunn mama!" Desah Obet memohon. Dia berusaha memundurkan
badannya lagi. Plop..! Haap! Ploop..! Hap! Tiap batang penisnya keluar,
mulut Rasti langsung memburu dan mencaploknya kembali. Padahal tiap Obet
menarik penisnya keluar, sekujur batangnya harus mengalami gesekan
dengan gigi seri Rasti yang mengatup rapat. Ini menimbulkan rasa ngilu
yang luar biasa. Tubuh Obet bergetar hebat, sampai untuk kesekian
kalinya lututnya benar-benar lemas dan tak mampu menopang tubuhnya. Obet
jatuh terduduk ke belakang, dan Rasti terus memburunya tanpa ampun.
Rasti merangkak naik ke tubuh Obet dan mendorongnya hingga terbaring di
lantai. Tangannya menahan tubuh Obet supaya tidak bisa bangkit, dan...
hap! Sluurrrppp... mulutnya langsung mencaplok penis Obet yang berdiri
bebas tanpa pertahanan, lalu menghisapnya sekuat tenaga. Seketika Obet
menggelinjang-gelinjang lagi tak berdaya. "Ampuunn mamaaa...aahhhh...
ngentot lo perek...!"
"Hi hi hi... payah ah kamu... baru gini aja.. Nyerah nih? Padahal keenakan kan?" Ucap Rasti geli melihat Obet yang kelojotan.
"Ampuun mamaa.. enak banget, Sumpah... haahh haahh... Tapi gue ga kuat.
Gilaa... Gue pingin ngentot aja please..." sahut Obet terengah-engah.
Sambil tersenyum penuh kemenangan, Rasti merangkak naik lagi, lalu
menempatkan selangkangannya tepat di atas penis Obet. Tangannya memegang
penis Obet, nengarahkannya tepat pada liangnya. "Siaap...?" Goda Rasti
mengerling. Obet langsung mengangguk cepat. Berdebar-debar tidak sabar
merasakan penisnya menjelajahi liang kenikmatan milik Rasti. Dengan satu
gerakan lambat, Rasti pun mulai menurunkan pinggulnya menduduki penis
Obet yang berdiri tegak, dan blesss... sedikit demi sedikit penis itu
amblas menyeruak ke dalam vaginanya. "Aaa... ahhhh..." desah lirih
keduanya seiring dengan proses menyatunya tubuh mereka. Sampai Rasti
terduduk sempurna, penis Obet telah masuk mentok hingga pangkalnya.
Seluruh batang penisnya hilang ditelan liang vagina Rasti yang tanpa
digerakkan liang itu sudah seperti memijit-mijit batang kemaluannya itu.
Obet terbelalak dan mengerang tertahan saking nikmatnya dia rasakan.
"Ayo dong digoyang, kamu dulu yang jadi nahkoda ya...?" Kerling Rasti,
lalu sambil tetap menduduki penis Obet, dia menjulurkan kedua kakinya ke
depan di atas tubuh Obet hingga kedua telapak kakinya menyentuh wajah
Obet, seperti menginjaknya. Lalu kedua tangannya ke belakang bertumpu
pada lutut Obet. Benar-benar posisi woman on top yang baru bagi Obet dan
yang lainnya, dan yang ini jauh lebih menggairahkan. Setelah posisinya
nyaman, Rasti kemudian menggoyang-goyangkan badannya dan mengusap-usap
wajah Obet dengan kedua telapak kakinya. "Ayoo Obet sayaang..." desahnya
menuntut Obet segera bergerak. Tapi sungguh Obet sebenarnya sudah
terkapar lemas. Dengan sisa tenaganya Obet berusaha menggerakkan
pinggulnya naik turun. Rasti yang melihatnya kepayahan juga membantu
memajumundurkan pinggulnya di atas tubuh Obet. Dengan kombinasi gerakan
keduanya ini sungguh maksimal kenikmatan yang ditimbulkan dari gesekan
kedua kelamin mereka. Lenguh desah keduanya pun kembali
bersahut-sahutan. Sungguh Obet belum pernah merasakan seks sedahsyat
ini. Dia benar-benar tidak mengira akan sepayah ini. Dia menyerah
pasrah. Hanya dengan satu gaya ini, tidak sampai lima menit gelombang
orgasmenya kembali muncul, dan kali ini Rasti tidak menghadangnya.
Begitu dia merasakan penis Obet berkedut-kedut di dalam vaginanya, Rasti
malah makin cepat menggoyangkan badannya sampai Obet
menggeleng-gelengkan kepala saking nikmatnya. Sesaat sebelum penis Obet
muncrat, dengan sigap Rasti berdiri dan membiarkan sperma Obet
meledak-ledak. Bagai letusan gunung api yang memuntahkan laharnya,
sperma Obet membuncah keluar hingga jatuh menetes-netes dan meleleh di
atas tubuhnya sendiri. "Oooooohhhh...." Obet melenguh panjang dan
mengejang sepanjang orgasme terhebat yang pernah dia rasakan seumur
hidupnya ini. Rasti sendiri belum merasakan orgasme sama sekali dari
permainannya dengan Obet.
Tanpa menghiraukan Obet yang sedang terengah-engah meresapi sisa-sisa
orgasmenya itu, Rasti berdiri dan menarik tubuh siapapun yang ada di
dekatnya. Kebetulan Dimas yang beruntung dengan tepat berada di samping
Rasti. Tapi dia agak kaget juga ditarik langsung oleh Rasti, karna
sebenarnya dia, Bari dan Robi sedang terpana menyaksikan Obet yang
kelojotan orgasme. Mereka menelan ludah membayangkan kenikmatan macam
apa yang sedang dialami senior mereka itu? Kini Dimas yang tak sempat
mengucapkan apa-apa langsung dicumbu oleh Rasti dengan ganas. Mereka pun
saling berpelukan dan berciuman bibir dengan panas. Dimas pun ingin
menunjukkan sedikit keagresifan pada Rasti. Dia tidak ingin kalah dan
takluk dengan mudahnya seperti Obet. Dimas melangkah mendesak Rasti ke
arah pintu teralis selnya. Rasti pun membiarkan tubuhnya didesak hingga
punggungnya menempel di teralis yang ditutupi dengan selimut sekedarnya
itu.
"Kamu siapa...?" Tanya Rasti mencoba mengingat-ingat.
"D...Dimas Tante..." Jawab Dimas yang bagaimanapun juga tergagap menghadapi pesona Rasti.
"Hi hi hi, panggil Mama aja ya... Mama Rasti..." ucap Rasti tersenyum menggoda sambil mengecupi bibir Dimas.
"I.. Iya Mama..."
"Kamu lanjutin tugas kak Obet yang belum tuntas ya... nyodokin memek mama pake kontolmu... Mau ya? Siap kan?"
"I.. Iya ma... s.. siap!"
Gemas sekali Rasti melihat Dimas yang terus tergagap. Dikecupinya lagi
bibir Dimas, mereka pun kembali berpagutan sesaat, sebelum kemudian
Rasti membalikkan badannya. Rasti menungging menghadap pintu teralis dan
membelakangi Dimas. Tangannya bertumpu pada teralis di depannya, lalu
dia menoleh ke belakang memberi kode pada Dimas untuk segera mulai
menusuknya. Dimas pun mengambil posisi di belakang Rasti. Penisnya
diarahkan tepat di belahan vagina Rasti yang basah merekah. Kepala
penisnya digesek-gesekkan sebentar ke belahan itu, jantungnya berdebar
keras dan tangannya agak gemetaran ketika perlahan menusukkan penisnya
ke dalam vagina Rasti. "Mamaa...ahhhh...."
"Iya sayang, masukin semuanya.. begitu...uhh..."
Begitu seluruh batang penisnya masuk tak tersisa, Dimas tidak langsung
menggenjot Rasti. Dia terpana menyaksikan batangnya yang amblas ke dalam
liang idaman semua pria itu. Dengan posisinya sekarang pemandangan itu
jelas terlihat, ditambah dengan indahnya bongkahan pantat Rasti yang
bulat kencang, kulit punggungnya yang mulus bersih tanpa cela dan
pinggangnya yang ramping. Betapa keindahan yang luar biasa, dan kini
semua itu ada di depannya, di dalam genggamannya, dan dia yang
menguasainya! Tak ada bosan Dimas memandanginya. Kedua tangannya lalu
membelai-belai punggung Rasti, meresapi kelembutannya, lalu beralih
memegangi pinggang Rasti. Benar-benar dengan begini, seakan tubuh Rasti
itu dalam kekuasaannya kini.
"Ayo Dimas... kok bengong... Mama gatel nih, jangan ditusuk aja... Digenjot dong?" Desah Rasti.
"I.. iya tan... eh, ma... tubuh Mama indah banget... sempurna sekali. Dimas suka..."
"He he, ya udah dinikmati aja sepuasnya, semua milik kamu sekarang... bebas mau kamu apain aja... yuk..."
"Baik ma..." sahut Dimas cepat. Ia menarik penisnya keluar lalu
menusukkannya lagi sampai penuh, mengeluarkannya lagi dan menusukkannya
lagi. Tapi semua itu dia lakukan dengan pelan karna dia masih menikmati
pemandangan keluar masuk penisnya itu dari liang vagina Rasti. Meski
gemas, Rasti tersenyum dan membiarkan saja ulah Dimas itu. Dia bahkan
menegakkan badannya dan menoleh, menatap Dimas syahdu dengan bibir
merekah. Dimas tanggap dan menyambut bibir Rasti. Mereka saling mengecup
bibir dan saling memandang mesra. Sementara itu secara otomatis gerakan
keluar masuk penis Dimas terus bertambah cepat. Pada akhirnya Dimas
menggenjot Rasti dengan kecepatan maksimal. "Uooohhh... yeesss....!"
"Iyyaaahh Dimas... terus begituu.. mama enaakh.. ahhh..."
"Iyyaa maa... aahhh... Dimas jugaa..."
Rasti memberi kebebasan pada Dimas untuk mengatur tempo genjotannya.
Meski ingin ikut bergerak, ia menahan diri. Dibiarkannya Dimas memegang
kendali. Plok plok plok! Suara benturan paha Dimas dan pantat Rasti
nyaring terdengar konstan. Dimas benar-benar memaksimalkan tenaganya,
akibatnya bisa diduga, dia tidak tahan lama. Gelombang orgasmenya
dirasakan makin mendekat. Tapi Dimas cuek saja dengan terus menggenjot
Rasti.
"Dipelanin dulu sayaangg... aahh... nanti cepet keluar..."
"He he hee... hh.. hh, mama tenang ajaa.. hh..." jawab Dimas. Ia menoleh
pada Bari dan Robi yang menunggu sambil mengocok penisnya pelan.
"Ambil alih bro...!" Ujar Dimas. Bari maju duluan. "Siap bro...!" Sahutnya.
"Aaarrhhh...!" Erang Dimas mengakhiri genjotannya sebelum orgasmenya
sampai. Dengan cepat Bari menggantikan posisinya dan, blesss.... penis
Bari melesak masuk dengan mudah ke dalam vagina Rasti yang memang sudah
sangat licin. Tanpa pemanasan Bari langsung menggenjot Rasti dengan
kecepatan penuh. "Aahhhh shiiit... kayaknya mudah banget tadi, licin
masuknya... tapi pas udah di dalem nyengkeram juga ni memeek... aahh...
enaakkhh..." Penis Bari memang sedikit lebih gemuk dari penisnya Dimas,
tapi itu juga yang membuat dia tidak tahan lebih lama. Baru tiga menit
dia sudah memberi kode pada Robi untuk mengambil alih. "Aaarhh... Ayo
Rob, cepeett...!" Bari mundur dan Robi segera mengambil alih. Sama
seperti Bari, Robi langsung menggenjot dengan kekuatan maksimal.
"Aaahh.. hh... Curang kalian yaa.. main keroyokan. Hi hi hi..." Ucap
Rasti girang karena memeknya jadi terasa enak sekali digenjot dengan
kencang tanpa menurun temponya dan tanpa jeda sama sekali. "Aaahhh
anak-anak mama hebaatt.... aaaaassshhh...." pada giliran Robi ini Rasti
mencapai orgasmenya. Sssrrrrr..... Tubuh Rasti bergetar hebat, memeknya
berkedut-kedut kencang menimbulkan sensasi tersendiri dirasakan oleh
penis Robi yang sedang menggenjotnya. "Aaasshhh... maah..." Robi
mengerang pelan merasakan penisnya seperti diremas-remas oleh liang
Rasti. Hampir-hampir dia ikut mengalami orgasme, untunglah Dimas
menangkap gelagat itu dan segera menariknya. "Gantian cepat...!" Ujar
Dimas yang langsung menusukkan penisnya lagi begitu Robi mundur.
"Aaaihhh... sayaaang.... aaahhhh..." Rasti mendesah panjang karena di
tengah-tengah orgasmenya memeknya sudah langsung digilir penis lain yang
langsung menggenjotnya dengan kencang lagi. "Yeesssshh...." Adegan ini
terus berlangsung sampai tiga putaran kemudian tanpa merubah posisi sama
sekali. Dimas-Bari-Robi terus bergiliran dengan urutan yang tertib.
Rasti cukup kewalahan juga menghadapi gempuran tiga orang dewasa
tanggung ini, tapi dalam hatinya sungguh Rasti berteriak girang. Dia
sangat puas sejauh ini meski dia masih sanggup bermain lebih lama dan
meraih orgasme lebih banyak lagi. Tiba-tiba timbul ide untuk membuat
permainan ini lebih menarik lagi. 'Aah kenapa tak terpikir dari tadi?'
Ucapnya dalam hati. Tangannya menarik semua selimut yang digunakan untuk
menutupi teralis sel. Sreet... dengan satu tarikan pelan saja selimut
itu lolos berjatuhan ke bawah. Kini adegan dalam sel itu terekspos tanpa
penghalang lagi. Para tahanan di dua sel di depan sel mereka pun
langsung berteriak-teriak lagi dengan riuh bersahut-sahutan.
"Wooowww anjiing lo pada! Asuu.. ngentot dari tadi!"
"Bangsaaattt cakep lontenyaa anjiiir lo ya!"
"Bagi lontenya woiii! Kampret lo padaa!"
Rasti tersenyum-senyum saja sambil melambai kepada para napi mupeng itu.
"Duuuhh mama kok selimutnya dilepas...?" Ucap Robi yang malu dan merasa risih.
"Hi hi hi.. biarin sayaang...hh... hhh... gapapaaa..hh!" Jawab Rasti sambil mendesah-desah.
"Ha ha haaa.. bener Rob biarin aja.. ha ha Haah... Ternyata lonte kita bener-bener jalang tulen..." timpal Bari senang.
"Wa ha Haah hhh... pengen lo pada...?? Hahaahhh... anjing! ngentot enak
bangeettt hhih niih niihh...!" Seru Dimas yang ikut excited, dia
menghentak-hentakkan tubuhnya dengan keras ke tubuh Rasti.
"Aaaaahhh...aaahh... Dimaassshh...!" Rasti menjerit-jerit keenakan.
Tubuhnya yang mengkilap bersimbah peluh tergoncang-goncang hebat. "Ha
Haah... mupeng mupeng deh lo.. asssshhh memek ni lonte bener-bener legit
coyy... coli aja deh lo pada! Haahh haahh...!" Seru Dimas lagi.
"Woi anjing lo... awas ya lo ntar...!"
"Kampret loo.. asuuu! Gue perkosa mak lo anjing!"
Begitulah mereka saling bersahut-sahutan panas dan penuh kata-kata kotor
dan kasar. Para tahanan di sel lain yang tidak bisa melihat langsung
pun ikut berteriak-teriak penasaran. Seluruh sektor C itu pun kembali
ribut lebih dari yang sebelumnya. Ulah Rasti benar-benar membuat heboh.
Bukannya kapok, Rasti malah ikut-ikutan bersuara meramaikan suasana.
"Baang aduuh baang... aashhh.. tolongin bang, Rasti diperkosa... hi hi
hi... Rasti mau ke sel abang aja... tolong bangg.. jemput Rastii...
aahhh.. haahh... hhh!" Sungguh binal!
"Oiii neeng sini aja sama abang... abang bikin anget!"
"Ha ha ha, diperkosa apaan keenakan begitu! Dasar mama lonteee...
cabuull...!" Seru Bari yang kini mengambil alih posisi Dimas menggenjot
Rasti.
"Aaaarrhhh abaaang... Rasti keluar baang... aassshh enaakhhh!" Jerit
Rasti yang keenakan, saat itu juga dia mencapai orgasmenya lagi.
Crraastt... Bari melepaskan penisnya supaya cairan orgasme Rasti yang
mengalir deras muncrat keluar.
"Ha ha ha.. liat ni lonte ngompol ngompol... banjirr..." Seru Bari memamerkan keberhasilannya membuat Rasti orgasme.
Saking ributnya sektor itu, para penjaga pun berdatangan gusar. Kali ini
datang empat orang, dua yang tadi mengantar Rasti ditemani dua penjaga
lain.
'Traang... traang..!' Penjaga itu memukul-mukulkan tongkatnya di
sepanjang pintu teralis yang mereka lewati. "Diaam semua...! Brisik aja
dari tadi woii!" Bentak salah seorang. Sudah bisa diduga, bukannya
tenang, suasana malah makin riuh. Beberapa napi malah meneriaki keempat
penjaga itu dengan sebutan 'germo'. Begitu tiba di depan sel Norman, dua
penjaga yang tadi mengantar Rasti tertawa terbahak-bahak, sementara dua
penjaga lainnya melongo sambil menahan konak.
"Aahh... hhh... halo paakh... ketemu lagi. Hi hi hi..." Rasti malah menyapa dengan wajah tanpa dosa.
"Ha ha ha... Jadi ini toh biang keributannya?! Kampret lo pada ga tahu malu! Kalo ngentot ditutup dong!" Ujar penjaga itu.
"Cerewet lo pak! Suka-suka kita dong ah, lonte lonte kita kok..." Cibir Dimas.
"Iya nih bapak-bapak ngapain sih udah datang? Ga sqabar nunggu giliran
ya? He he... udah bapak jadi penonton dulu, duduk yang manis ya... ha ha
ha..." sambung Bari.
"Kampret lo kecil-kecil ngentot! Ngelunjak ya... mau gue seret tu lonte
keluar sekarang juga hah? Biar kentang lo pada!" Hardik salah seorang
penjaga.
"Yeee...maunya nyerobot! Jangan dong pak, kita nuntasin dulu dong..."
"Makanya cepetan! Gaya lo...! Eh itu si culun bisa ngentot juga ya? Ha
ha ha....!" Ujar penjaga itu lagi. Yang dia maksud adalah Robi yang
sekarang sedang gilirannya menggenjot Rasti. Robi sendiri yang
disinggung tidak merespon sedikit pun. Dia konsentrasi pada genjotannya
yang hampir membawanya ke puncak orgasme.
"Woi... sudah mau keluar lagi ya lo... cepetan gantian!" Tukas Dimas.
"Gak bro... hh... hh... gue dah lemes bangeth.. mau ngecrot ajaa..
aarrhh..." jawab Robi tersengal-sengal lalu mengerang, tubuhnya
menegang. Orgasmenya telah sampai. Memang entah sudah putaran keberapa
sekarang, tak satupun di antara mereka yang menghitungnya. Pantaslah
Robi sudah cukup kepayahan saat ini. "Aasshhh...." desisnya buru-buru
mencabut penisnya yang mulai muncrat. Entah kesadaran darimana, tanpa
disuruh Robi mencabut penisnya saat klimaks. Padahal sebagaimana
biasanya, Rasti sendiri tidak keberatan sama sekali jika mereka crot di
dalamnya. Sebagian peju Robi muncrat membasahi kaki jenjang Rasti
sebelum dia didorong menjauh oleh Dimas. "Jangan kotorin lagi dong lonte
kita, masih ada giliran gue sama Bari nih...!" Tukasnya yang tanpa
banyak bicara lagi langsung menghunjamkan batang penisnya ke vagina
Rasti. Dimas menggenjot Rasti dengan hebat. Dia sendiri sebenarnya tidak
kalah capek, dan berniat mengakhirinya di putaran ini juga. Dengan sisa
tenaganya, dia mencoba menggenjot Rasti lebih kencang lagi
sampai-sampai Rasti yang juga sudah lemas terdorong ke depan hingga
badannya tertekan ke pintu teralis di depannya. Agaknya ini memang akan
jadi putaran terakhir bagi mereka di permainan kali ini. Persetubuhan
keduanya makin panas dengan ditonton oleh para napi lain di dua sel di
depannya, ditambah empat orang penjaga. Rasti dan Dimas seakan berpacu
lenguh dan desah, tubuhnya sudah sangat basah oleh keringat sehingga
kulit putihnya terlihat begitu mengkilap. Dimas terus mendesak Rasti
sehingga tubuh Rasti makin tertekan ke depan, badannya makin tegak dan
menempel di teralis dan tak ayal lagi kedua bongkah payudaranya
menyembul keluar di sela-sela teralis sel itu. Hal ini tentu mengundang
para penjaga untuk menjamahnya. "Wuiih... buah dada coy... ranum...!"
"Dingin dingin empuk! Ha ha ha..."
Begitu komentar-komentar mereka sambil menggerayangi payudara Rasti.
Awalnya hanya mengelus-elus, berubah jadi remasan gemas, sampai
mencubit-cubit dan menarik-narik puting susu Rasti. Salah seorang
penjaga bahkan mencumbu payudara Rasti dengan mulutnya. Menjilat-jilat,
menggigit dan mengenyot putingnya. Sungguh rangsangan luar biasa
sehingga Rasti menggeliat-geliat sambil mendesah tak karuan. Saat Bari
menggantikan posisi Dimas kemudian, Rasti mengalami orgasme lagi. Ia
melenguh panjang dan menggelinjang-gelinjang. Kakinya sangat lemas
sehingga dia merosot terduduk. Rasti membalikkan badannya dan bersandar
di teralis dengan napas terengah-engah. Dia mendapati di hadapannya Bari
dan Dimas mengocok penisnya yang diacungkan ke wajahnya.
"Mamaa...aahhhh..hh...!" Keduanya mengerang bersamaan dan muncratlah
sudah sperma yang sudah mereka tahan tahan sedari tadi. Tak luput tubuh,
rambut, wajah cantik Rasti mereka hujani dengan peju. Bukan hanya
pasrah, Rasti bahkan membuka mulut dan menjulurkan lidahnya untuk
menampung sisa-sisa peju mereka dan menelannya. Belum cukup begitu,
Rasti beranjak dan mengulum kedua penis mereka yang masih tegang.
Menjilati dan menghisap-hisapnya seolah memastikan tak satu tetespun
peju tersisa. Perlakuan Rasti sungguh memanjakan Dimas dan Bari yang
kemudian terduduk lemas. Rasti juga kembali menghempaskan tubuhnya
bersandar di pintu teralis. Mereka saling berpandangan sambil
tersenyum-senyum puas. Kecantikan Rasti dengan keadaannya kini malah
mempunyai pesonanya sendiri. Rambut acak-acakan, tubuh telanjang yang
bersimbah peluh, mata sayu dan wajah yang masih dilelehi sisa-sisa peju.
Menggemaskan dan menggairahkan! Tak bosan keempat teman Norman
memuas-muaskan diri memandanginya. Apa yang baru mereka alami barusan
bagaikan mimpi. Permainan mereka kali ini telah reda. Capai luar biasa
membuat mereka tidak banyak mengoceh seperti sebelumnya. Mereka
beristirahat menata napas sambil terus memandangi wajah Rasti yang
tersipu dibuatnya. Tapi itu justru menambah kegemasan mereka pada
kecantikan ibu muda itu.
Ceklek! Suara kunci pintu teralis itu terbuka. Dua penjaga melangkah
masuk sambil terkekeh. Rasti menoleh dan tersenyum kecut. Dia sadar,
belum waktu baginya untuk istirahat.
"He he, Aduh dasar anak-anak nakal, cantik-cantik kok sampe dibuat belepotan begini..."
"Ayuk non, ikut kami, mandi yang bersih di ruangan kami... biar wangi
lagi, seger lagi... habis itu kami buat belepotan lagi deh... he he
he..."
Tanpa menunggu, Rasti langsung ditarik untuk keluar dari sel itu.
"Eeh... sebentar pak.. pakaian saya..." tahan Rasti.
"Alaa... pakaian udah sobek gitu... udah non bugil aja dulu... he he, cantikan ga pake baju kok.. ha ha ha... ayuk!
Rasti tidak berdaya selain mengikuti penjaga itu. Dia digelandang keluar
sel tanpa sempat pamit pada Norman. 'Ah lagian Norman juga malah cuek
tidur.' Pikirnya. Entah Norman beneran tidur atau cuma pura-pura? Sempat
juga terlintas pertanyaan itu di benak Rasti yang benar-benar gemas
pada anaknya yang satu itu.
"Mama Rasti main sini lagi ya besok...?" Ucap Dimas melepas kepergian Rasti.
"Mama mama pala lo...! Ha ha ha!" Cibir penjaga yang kemudian
menggelandang Rasti pergi. Bagi wanita normal, keadaan Rasti itu sungguh
sedang dilecehkan dan dipermalukan. Betapa tidak, ia digelandang dalam
keadaan telanjang bulat dan berlumuran sperma. Rasti jadi bagaikan super
model cabul dengan sepanjang lorong sektor C sebagai catwalknya.
Sepanjang perjalanan yang terasa lambat itu, seruan-seruan kotor dan
cabul terus ditujukan kepadanya tanpa henti. Toh Rasti bukannya malu
tapi malah menikmatinya. Dia berjalan sambil menebar senyum dan lambaian
tangan ke arah para napi mupeng di kanan dan kirinya itu. Geleng-geleng
kepala keempat penjaga itu dibuatnya.
Keluar dari sektor C, ada tiga lagi penjaga yang menyambutnya dengan
antusias dan terbelalak dengan keadaannya itu. Rasti tidak melihat
penjaga lain lagi selain tujuh orang yang kini mengawalnya menuju sebuah
ruangan yang tidak jauh dari sektor C itu. Ruangan itu seperti kamar
peristirahatan yang cukup nyaman dan luas. Salah seorang penjaga
menyodorinya handuk dan.menunjuk ke sebuah pintu di sudut ruangan.
Agaknya itu pintu kamar mandi. "Mandi dulu sana, yang bersih ya...
sampo, sabun, semua ada di situ...!" Suruh penjaga itu. Rasti pun
menurutinya tanpa banyak bertanya. Di dalam kamar mandi yang untungnya
cukup bersih itu, barulah Rasti sempat beristirahat sekaligus
menyegarkan diri. Saat itu pula dia sempat berpikir dan bertanya-tanya
tentang beberapa hal. Utamanya tentang kondisi lapas ini yang cukup
parah. Rasti membayangkan kondisi para napi setelah bebas nanti, apakah
akan lebih baik? Jelas sekali tidak ada pembinaan yang baik di sini.
Para penjaganya juga parah begitu. Apakah cuma tujuh orang saja ataukah
masih banyak lagi? Pastilah masih banyak lagi... tapi apakah semua
kelakuannya sama? Tujuh orang itu, Siapa dan apa jabatan mereka itu?
Seragamnya tampak sama semua di mata Rasti. Tak ada tanda yang
menunjukkan perbedaan pangkat. Tapi pastilah salah satu ada yang
jabatannya cukup penting sehingga bisa meloloskan dia di dalam lapas
ini. Atau apakah kejadian seperti ini sudah lazim belaka? Bagaimana
kalau tidak? Apakah ini ilegal? Bagaimana kalau ketahuan? Akankah dia
berada dalam kesulitan? Bagaimana pula nasib Norman kalau begitu?
Pertanyaan demi pertanyaan terus menggelayuti pikiran Rasti. Tapi
lagi-lagi Rasti tidak mau terlalu jauh memusingkannya. Dia konsentrasi
mempersiapkan diri untuk tugas selanjutnya. Disetubuhi Norman plus
digangbang empat temannya, bagi Rasti itu belum seberapa. Melayani tujuh
orang penjaga lagi bukan masalah besar baginya. Dia bertekad untuk
menikmati hari ini, tapi tidak mau terlalu lama juga karena dia harus
segera pulang kembali pada anak-anaknya di rumah. Bagai seorang
pendekar, Rasti mengumpulkan tenaga dan mempersiapkan jurus-jurus
mautuntuk 'pertarungan' selanjutnya yang akan segera dia hadapi. Dia
harus mengalahkan tujuh orang penjaga itu. Setelah mengambil napas
panjang, Rasti pun keluar dari kamar mandi dengan tubuh berlilitkan
handuk. Di dalam ruangan dia mendapati ketujuh orang penjaga itu sudah
siap tempur. Pakaian mereka sudah entah kemana, hanya tinggal celana
dalam saja yang melekat di tubuh mereka. Rasti tertawa geli melihatnya,
dia pun menebar senyum manisnya sebagai jurus pertama ke arah mereka
semua. Jurus Rasti itu disambut dengan senyum mesum dan tatapan mata
lapar nan liar siap memangsa dirinya. Rasti tidak gentar. "Cuma kalian
saja nih? Mana yang lainnya?" Ucapnya menggoda. Ketujuh penjaga itu
saling berpandangan dan terkekeh-kekeh. "Ha ha ha... Nantang ni lonte!
Bener-bener jalang... Kali ini cukup kami bertujuh saja manis...
besok-besok lo juga pasti bakal ketemu semua kontol dalam penjara
ini...!" Sahut salah seorang dari penjaga itu. Rasti tersenyum senang.
Memang dia sudah mengira hari ini bukan yang pertama dan terakhir. Akan
ada hari-hari selanjutnya untuk Rasti sepanjang Norman mendekam di dalam
penjara ini. Rasti pun merinding sekaligus antusias membayangkan
kemungkinan besar dirinya akan melayani seluruh napi di sektor C kelak.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan juga sektor-sektor yang lainnya. Tapi
dia tak boleh larut dalam bayangannya itu, karena kini dia sedang
berhadapan dengan tujuh orang penjaga yang riil.
"Hi hi hi, ya sudah kalau begitu, yuk dimulai...?" Ucap Rasti, dengan
satu gerakan kecil yang menggoda, loloslah ikatan handuk yang menutupi
tubuhnya, jatuh ke bawah kakinya meninggalkan tubuhnya kembali polos
tanpa sehelai benang pun.
*****
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar