The Special Gift Expo………………………..
Dari pemukiman kumuh itu Rasti ngebut pulang, sampai di rumah Rasti
buru-buru masuk dan melirik jam. Ah, waktu sudah menunjukkan jam 8
malam. “Masih sangat sempat!” Pikirnya. Entah apa yang sudah
direncanakannya.
Rasti menidurkan Bobi dan menitipkannya pada seorang pembantu plus baby
sitter yang memang direkrutnya khusus untuk hari-hari semacam ini dimana
Rasti sibuk seharian. Hari itu di rumah Rasti ada 3 orang baby sitter
professional yang bekerja menjaga, mengawasi dan mengurusi kebutuhan
anak-anak Rasti seharian. Semua baby sitter itu adalah tenaga terdidik
dari sebuah lembaga jasa swasta yang tarifnya cukup mahal. Rasti jarang
menggunakan jasa baby sitter ini, tapi jika ada saatnya perlu, Rasti
tidak segan mengeluarkan uang lebih untuk jasa yang berkualitas.
Rasti bergegas mandi, berdandan, dan kemudian siap-siap hendak pergi
lagi. Tedi dan teman-temannya sedang makan dengan nasi kotak yang
dipesan dari restoran cepat saji.
“Ma, kita mau pergi lagi?” Tanya Tedi melihat Mamanya sudah wangi dan cantik kembali.
“Iya… Emang udahan kamunya ‘mainin’ Mama…? Cukup nih…? Puas? Hi hi hi…”
Ucap Rasti yang kini sedang ikut duduk dan makan bareng mereka, meski
di wajahnya tampak sedikit make up, tubuh Rasti masih hanya berbalut
handuk. Seksi sekali kelihatannya.
Tedi dan teman-temannya saling berpandangan.
“Yah sebenarnya banyak fantasi kita yang belum terpenuhi sih Tante… Tapi sudah capek juga ya…”
“Dasar kamu ini… memangnya ada fantasi apa lagi sih? Tante sudah
kewalahan lho seharian ini, kalian suruh bugil di mall, ditinggal lagi…
udah gitu bugil-bugilan di pemukiman kumuh… Tante udah dikerjain sama
satpam mall, hampir diperkosa sama anak-anak di sungai, terus digangbang
sama kakek-kakek! Hi hi hi… kurang apa lagi Tante ini??”
“Digangbang sama pekerja-pekerja di mall juga Tante…”
“Oh iya, itu juga, hihihi…”
“Jadi beneran Tante tadi siang sama pekerja-pekerja itu?” tanya mereka, Rasti hanya senyum-senyum penuh misteri.
“Aahh… sial, kita nggak lihat, lo sih Ted, ambil mobilnya kelamaan…”
Rasti tertawa. Tedi dan teman-temannya menganggap kalau Rasti memang digangbang oleh pekerja-pekerja mall itu.
“Ya udah, kita istirahat saja Tante sambil didongengin di kamar… kasihan nih si otong dari tadi cuma bisa tegang aja…”
“Hihihi… kasihan banget sih, salah kalian sendiri lah mainin Tante.
Sekarang mintanya Tante dongengin kalian sambil tidur-tiduran sambil
kaliannya coli, begitu?”
“Iya Tante… kan udah janji tadi.”
“Hehe, maunya kalian ini lho… Tapi nanti ya, Tante masih ada satu
‘agenda’ lagi buat Tedi. Terserah deh kalian mau ikut atau tinggal di
sini istirahat, atau mau pulang?”
“Yaah… kita nginap di sini lagi ya Tante… Udah pamit kok sama orang rumah.”
“Hihihi, ya udah sana tiduran… Tante mau pergi sama Tedi. Atau kalian mau ikut?”
“Ma, kita mau pergi kemana sih…?” Tanya Tedi yang sejak tadi bingung.
Ternyata agenda malam ini adalah rencana Rasti pribadi. Yah, hadiah
kejutan yang sudah direncanakannya jauh hari buat Tedi, tentu Tedi
sendiri tidak tahu apa rencana mamanya ini.
“Rahasia dong sayang… surprise deh buat kamu…” Ucap Rasti mengusap-ngusap rambut anak sulungnya itu.
“Mmm… kami boleh ikut Tante…?”
“Ya dari tadi kan juga Tante tawarin, mau ikut atau tinggal…? Kalo mau ikut ya ayo…”
Seakan mendapat tenaga baru, Riko, Romi dan Jaka yang tadinya sudah keliatan lemes jadi semangat lagi.
“Pake baju yang bagus ya kalian… baju yang baru, sayang, kasih pinjam
temen-temenmu baju yang bagus ya…” Komando Rasti di kamar Tedi saat Tedi
dan teman-temannya sedang bersiap-siap.
“Makasih Tante… Tapi Tante sendiri kok belum pake baju? Mau pergi pake
handukan aja? He he he…” Ucap Jaka melihat paras Rasti yang sudah
cantik berdandan, tapi tubuhnya masih saja hanya berbalut handuk.
“Dasar… Makanya cepetan kaliannya, habis ini ke kamar Tante.” jawab Rasti senyum-senyum.
“Ng… ngapain tante?”
“Mmmm… Mau kan pilihin baju buat Tante…?” desah Rasti manja. Wow!
Antusias sekali mereka disuruh milih baju untuk dipakai Rasti. Mau
banget!
------------------------------------------------------------
Semua kini telah berpakaian rapi. “Naah, udah ganteng-ganteng deh kaliannya…” Puji Rasti.
“He he, kok harus rapi gini, udah gitu harus pake baju bagus. Tante mau ngajak kami ke mana sih?”
“Eit, masih rahasia… yuuk…?” Rasti memberi kode pada mereka untuk
mengikutinya, ia melenggang dengan seksi ke kamar. Dengan antusias
mereka mengekor Rasti, pemandangan belakang tubuh Rasti yang melangkah
bak peragawati dengan hanya mengenakan handuk mulai membuat mereka nafsu
lagi. Pundak dan punggungnya yang putih mulus, bokongnya yang bulat
kencang bergoyang-goyang seiring langkahnya, sungguh menggiurkan.
“Woooww…” Terpana mereka memasuki kamar Rasti yang mewah, luas, sangat
bersih, dan wangi. Sementara, Tedi yang sudah terbiasa ya tidak terlalu
heboh, dia bergegas membuka lemari pakaian Rasti yang sangat besar dan
juga mewah. Di dalamnya begitu banyak gaun mahal dan bermacam-macam
pakaian. Tedi langsung fokus dan mulai memilih-milih pakaian, padahal
ketiga temannya masih sibuk mengagumi suasana kamar Rasti, kasurnya
lebar sekali, super empuk dan wangi. Memang, selama ini mereka hanya
bisa melihat kamar ini dari luar saat Rasti sedang melayani tamunya dan
lupa atau sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Termasuk juga saat
Rasti dientot oleh Norman, yang mana memang Norman lebih suka jika
pintunya tidak ditutup.
Begitulah, apa yang bisa mereka lihat dari luar jelas tidak sama ketika
mereka akhirnya benar-benar berkesempatan memasuki kamar ajang
perzinahan ini. Aah, di kasur ini entah sudah ratusan atau ribuan kali
persenggamaan cabul dilakukan, gumam teman-teman Tedi dalam hati,
membayangkan sambil duduk-duduk di kasur Rasti yang super nyaman. Si
Jaka malah langsung mencoba tiduran di situ. Duh nyamannya, apalagi
kalau Tante Rasti jadi selimutnya, batinnya mengkhayal.
Plok! Tiba-tiba sesuatu yang basah dan harum menimpa kepala Jaka.
“Hayo, kamu kok malah tiduran sih…?” Ujar Rasti membuyarkan lamunan
Jaka. Wow! Ternyata yang menimpa kepala Jaka adalah handuk yang tadinya
melilit tubuh Rasti. Terpana Jaka melihat sosok Rasti yang sudah bugil
lagi. Tiap pernik ulah Rasti benar-benar bisa merangsang penis-penis
mereka dengan maksimal. Kali ini bukan hanya ketelanjangan Rasti, tapi
Rasti yang melempar handuk yang baru dipakainya ke kepala Jaka itu yang
membuat Jaka merasakan senut-senut di penisnya. “Hehehe… nyaman Tante…
kok ranjangnya gede banget ya Tante?” Jawab Jaka. Dia bangkit dan
bergabung dengan Riko dan Romi duduk di pinggiran bed mewah itu.
“Ya biar muat banyak orang dong… hi hi hi…” Jawaban yang sukses membuat
semuanya berimajinasi lebih liar dan ngaceng berat! Dengan senyum-senyum
nakal, Rasti malah ikut duduk di samping Jaka. “Kamu tuh, mupeng lagi…
mupengan banget sih jadi orang? Bukannya udah biasa lihat Tante
telanjang?” Ucapnya gemas menjawil hidung Jaka.
“Emangnya kalo udah biasa jadi gak ngaceng lagi Tante? Gawat dong kalo
gitu nanti tiap kali Tante pingin ngentot harus ada kontol baru terus,
habisnya kontol lama ga bisa ngaceng lagi karna udah terbiasa...” Sahut
Jaka vulgar.
“Hi hi hi… iya juga ya… Tuh si Norman juga udah biasa, bahkan tinggal
sama Tante… Tapi ngaceng terus bawaannya kalo sama Tante. Maunya ngentot
terus. Hi hi hi…” Rasti menjawab tak kalah vulgar. “Mmm tapi… Mau juga
sih Tante kalo bisa terus dapat kontol-kontol baru.” Lanjutnya makin
vulgar.
“Tante cantik banget sih… Ga bakal deh kami bosan. Duh, wangi lagi…”
Jaka mengelus-elus dan mencium pundak Rasti. Romi yang duduk di sisi
Rasti yang satunya ikut membelai kulit punggung Rasti, dari atas turun
ke pinggang, dan turun lagi... Gemetaran tangannya merasakan sensasi
kelembutan yang luar biasa.
“Sshhh…” Desah Rasti lirih. Darah di dadanya berdesir merasakan usapan tangan kedua remaja ini di kulit telanjangnya.
“Eehhmm… Eehhmmm! Duh mau pakaian yang mana ya?” ujar Tedi keras sambil pura-pura batuk.
“Hi hi hi… Tuh…! Kalian ini, sana bantu Tedi milihin pakaian dong buat Tante… ayo cepetan, keburu makin malam nih…”
Meski awalnya bersungut-sungut tak semangat, ternyata setelah ikut
melihat-lihat pakaian di dalam lemari Rasti, mereka jadi antusias
membantu Tedi memburu pakaian di lemari pakaian Rasti. Sekali lagi
mereka terkagum-kagum dengan isi lemari itu. Sambil memilih-milih,
mereka pun saling berdiskusi serius.
“Hi hi hi, ayo yang mana aja, jangan kelamaan dong… Serius amat sih… nanti kemaleman kita.”
“Boleh yang mana aja nih Ma?” tanya Tedi.
“Iyaa… yang paling seksi juga boleh, yang buka-bukaan juga boleh, hi hi hi…”
“Bikini boleh Tante?” Ujar Romi terkekeh sambil kedua tangannya membentangkan bikini top piece yang sangat minim kepada Rasti.
Rasti tergelak, “Ha ha ha… itu kan bikini Tante buat ke pantai… Duh,
kamu ini, masa pake bikini? Tante masuk angin dong nanti…”
“He he he, katanya apa aja boleh?”
“Ya lihat-lihat konteksnya dong, kita kan gak mau renang atau ke pantai…”
“Kan kita emang belum tahu mau kemana…”
“Hehe, iya ya… ya udah yang mana aja selain bikini ah…” ucap Rasti gemas.
“Pake ini ma!” Tedi akhirnya melempar secuil pakaian ke atas kasur.
“Duuh ini kan sama aja bikini dong…”
“Hehehe, bukan dong, tetep aja itu bukan bikini… udah pake itu aja,
nanti kemaleman lho…” balas Tedi membalikkan kata-kata Rasti.
“Iih, kamu… oke deh mama nurut..” Rasti pura-pura protes, padahal suka.
Pakaian yang diberikan Tedi adalah denim hotpants dan kaos mungil yang
menutupi dadanya, dengan pundak dan perut yang terbuka. Hotpants yang
sangat pendek. Garis bawahnya nyaris sejajar dengan garis pantat Rasti.
Garis atasnya jauh di bawah pusar rasti. Sungguh hanya beda sedikit
dengan celana dalam! Beginilah kira-kira penampilan Rasti dengan pakaian
yang dipilihkan oleh Tedi pada malam itu.
Singkat cerita, mereka pun udah on the way lagi.
Tidak lama Tedi dan ketiga temannya bertanya-tanya kemana Rasti akan
membawa mereka, karena tidak sampai setengah jam mereka telah sampai di
tujuannya. Ternyata Rasti membawa mereka ke bilangan senayan. Sejak dua
hari yang lalu ada Car Expo diadakan di JCC. Sebuah pameran mobil yang
diadakan dengan cukup besar. Rasti sempat mendatangi pameran ini di hari
pertama, dan ia berencana untuk mengajak Tedi malam ini. Untunglah
semua petualangan hari ini tidak sampai berlarut-larut sehingga Rasti
sempat juga merealisasikan rencananya. Car Expo ini memang dibuka hingga
hampir tengah malam tiap harinya. Makin malam makin meriah acara
pendukungnya, ada penampilan band hingga sexy dancer. Ya, Car Expo kali
ini cukup prestisius, bahkan negara produsen dari mobil-mobil yang
dipamerkan mengirim manajer-manajernya khusus dalam rangka event ini.
Pantas dari tadi banyak wajah-wajah asing yang mereka jumpai di sini.
Pantas pula Rasti berani memakai pakaian super sexy pilihan Tedi, karna
di expo itu begitu banyak SPG SPG yang tampil tidak kalah sexynya.
Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata Tedi dan ketiga temannya.
“Hayo, jelalatan ya kaliannya… hi hi hi… Cantik mana, Mama sama mereka?” goda Rasti.
Ah, Mama tetap yang paling cantik, gumam Tedi dalam hati. Justru dari
tadi dia jelalatan itu justru karna secara spontan dia jadi
membanding-bandingkan kecantikan Mamanya dengan para SPG itu. Mereka
semua memang terlihat cantik menggoda, tapi Tedi melihat mereka lebih ke
mengandalkan pakaian seksi dan make up tebal, plus asesoris yang
beraneka macam, seperti bulu mata palsu, rambut palsu, perhiasan dan
lain-lain. Ketika Tedi mencoba membayangkan mereka tanpa semua itu,
ketahuanlah bahwa kecantikan mereka sungguh tidak ada apa-apanya
dibanding Mamanya. Tanpa eye shadow dan bulu mata palsu, bentuk mata
Mama sudah tajam dan bulu mata Mama memang sudah lentik menggoda, tanpa
lipstick tebal, bentuk bibir Mama memang sudah indah, sensual dan merah
merekah, tanpa make up tebal kulit Mama sudah putih alami mulus terawat
tanpa sebutir pun jerawat dan setitik pun noda. Satu lagi, tanpa bedah
silikon, payudara Mama sudah bulat dan kencang sempurna, meski anaknya
sudah tujuh! Tidak ada bosannya Tedi mengungkapkan kecantikan Mamanya
itu di dalam hati. Meski sebenarnya tak akan pernah cukup kata-kata
untuk melukiskan kesempurnaan sosok Rasti di mata Tedi.
Rasti bukanlah pesolek. Meski seorang pelacur high class yang kini hidup
bergelimang kemewahan, sejatinya Rasti adalah gadis yang sangat
sederhana. Pengetahuannya tentang dunia make up dan perhiasan sangat
minim. Rasti tidak pernah neko-neko untuk hal ini. Jika ditengok di atas
meja riasnya, teramat sedikit alat-alat rias yang dimilikinya. Tentu
ini berbeda dengan kebanyakan wanita pada umumnya, apalagi yang sekaya
Rasti. Tentu itu menjadi salah satu kekaguman tersendiri bagi Tedi pada
Mamanya.
Rasti lebih banyak menambah pengetahuan tentang perawatan
asset-assetnya. Kulit, wajah, payudara dan yang terpenting, vaginanya.
Ya, untuk hal-hal ini Rasti sangat peduli dan telaten melakukan
perawatan. Bagaimana kulitnya harus tetap kencang, putih bersih dan
wangi alami, halus dan lembut. Payudaranya adalah asset yang sangat
penting dan butuh perawatan ekstra mengingat asset yang menjadi favorit
bagi kebanyakan pria hidung belang ini sangat sering dijamah dan
disedot-sedot oleh ketujuh anaknya. Dan itu tidak berhenti saat si anak
tumbuh dewasa. Hanya Tedi saja kini yang tidak pernah meminum susunya,
tapi keenam adiknya masih rutin menenen padanya. Maka asset yang satu
ini harus dijaga tetap kencang, mengkal dan tidak turun.
Asset terpenting adalah vaginanya yang juga tidak kalah perawatan
ekstranya. Sangat penting karna selama 15 tahun terakhir dari liang ini
sudah keluar tujuh orok buah dari percintaannya. Perlu upaya ekstra
untuk membuatnya tetap rapat, kencang, wangi dan legit untuk dinikmati
tiap hidung belang yang datang padanya. Untuk semua perawatan-perawatan
ini, Rasti selalu menggunakan minyak atau ramuan-ramuan tradisional dan
alami dari berbagai tabib-tabib yang reputasinya sudah tidak diragukan
lagi. Bahkan tidak jarang Rasti harus mencarinya sampai ke luar negeri.
Jadi dalam soal yang ini, bisa dibilang Rasti cukup royal.
--------------------------
“Lho, kok sekarang malah ngeliatin Mama? Hi hi hi… Ayo sana lihat-lihat,
foto-foto juga boleh…!” ujar Rasti membuyarkan lamunan Tedi. Ah, Tedi
tidak sadar dia sibuk mengagumi mamanya, terpana hampir-hampir tanpa
memalingkan muka sedikit pun.
Tedi pun melihat sekelilingnya.
Banyak sekali fotografer di pameran itu yang sibuk jepret sana-sini,
entah professional, wartawan, atau pengunjung biasa. Semua dibebaskan
mengambil gambar. Dan sasaran paling banyak adalah justru para SPG yang
cantik-cantik dibandingkan dengan mobil-mobil yang dipamerkan itu
sendiri. Para SPG pun seperti sudah terlatih peka terhadap berbagai
kilatan kamera yang membidik dirinya. Senyum manis, lambaian tangan,
pose seksi, semua diobral malam itu.
Rasti pun tidak terkecuali, dengan pakaian yang sangat seksi, dia jadi
sasaran jepretan foto dari sana-sini. Dan Rasti sama sekali tidak
berusaha menghindar. Polahnya sama dengan para SPG, tebar pesona. Jelas
dengan penampilan seperti itu hampir semua orang akan mengira bahwa
Rasti adalah salah satu SPG di situ.
“Sayang… Di sini kok kamu masih aja motret-motret mama, itu tuh banyak
yang cantik-cantik, potret aja mereka gak usah malu…” Ucap Rasti pada
Tedi yang masih saja memotretnya berkali-kali.
“Aah nggak, Mama yang paling cantik!” Seru Tedi di tengah hingar bingar musik yang diputar keras di venue expo itu.
“Idiiih, Mama sendiri digombalin…”
“Nggak gombal ma, temen-temen juga setuju kan?”
“Ii..iya, Tante tetep paling cantik…!”
“Ha ha ha, pujiannya tulus nggak tuh, jangan-jangan ada maunya?” goda Rasti.
“Nggak Tante beneran!”
“Ooo… Jadi nggak ada mau lagi nih sama Tante, nggak pingin lagi?”
“Yaa bukan begitu juga sih tante… Aduh Tante godain kita terus deh…”
Ketiga teman Tedi bersungut-sungut sambil menggaruk kepalanya yang tidak
gatal. Rasti tertawa renyah dibuatnya.
“Ma, sebenarnya kita ke sini mau apa sih?” Tanya Tedi kemudian.
“Ya kamu pilih aja dulu mana yang kamu suka…” Jawab Rasti tersenyum manis.
“Mm… maksudnya, milih apa?”
“Yaa mobil lah.. masa milih dodol. Ini kan pameran mobil. Ayo dipilih, kamu suka yang mana?”
“Mm… Mama… mau beliin Tedi mobil??” Ucapan Tedi terbata, matanya
berbinar-binar. Teman-temannya juga terpana. Wow, inikah hadiah kejutan
Rasti buat Tedi…!? Sebuah mobil? Padahal Tedi baru kelas 3 SMP.
Teman-teman Tedi benar-benar iri tingkat dewa. “Anjing anjing anjiing…!”
Maki mereka dalam hati. Beruntungnya lo Tedi! Duuh, kenapa sih Papa gue
dulu gak selingkuh sama Mamanya Tedi, siapa tahu gue lahirnya dari
rahimnya Tante Rasti… huaa! Teriak teman-teman Tedi dalam hati.
Rasti tertawa kecil, dielusnya rambut Tedi lembut. “Mama mau kasih kamu
hadiah mobil…” Ucapnya. “Tapi……” Rasti menggoda dengan tidak
melanjutkan kalimatnya.
“Tapi apa ma…?”
“Entah beli atau tidak, belum tentu… Hi hi hi…” lanjutnya sambil mengerling nakal.
“Mm… Maksudnya… Kalau nggak beli gimana…?”
“Hi hi hi… ya beli juga sih, tapi kan bayarnya bisa beda…” Rasti
mengedip pada teman-teman Tedi. “Makanya kamu pilih dulu sayang… jangan
yang mahal-mahal yaaa… Hi hi hi…”
Duh Tante baik, tante cantik, tante seksi, tante idamanku…
Semurah-murahnya mobil baru, tetap aja harganya nyampe 200 jutaan kurang
lebih. Pikir teman Tedi super gemas dan mupeng tingkat dewa.
Ternyata tidak lama bagi Tedi untuk menentukan pilihan. Dia memilih
hanya berdasar ketertarikan estetis,yaitu dari bentuk dan warnanya. Soal
mesin, jelas Tedi masih blank. Tedi menunjuk sebuah mobil di salah satu
stand mobil buatan Jepang yang namanya sudah tidak asing lagi.
“Ooo mau yang itu sayang…? Yakin…?” Rasti senyam-senyum, terlihat senang dengan pilihan Tedi.
“I ya Ma… boleh kan? Gak tahu sih harganya…” Gumam Tedi sambil garuk-garuk kepala.
“Boleeh banget sayang… hi hi hi… kalo mobil itu ga nyampe 200 juta
harganya, lagian… Kalo merk ini… He he, Mama ga usah beli, eh maksud
Mama… Bayarnya bisa gak pake uang, hi hi hi… Yuuk…” Rasti terkikik
senang mengedipkan matanya, lalu menggandeng Tedi melangkah menuju
mobil yang dimaksud. Rasti tersenyum manis pada seorang sales
representatif yang ada di showroom itu, lalu sejurus kemudian ia sudah
terlibat obrolan serius tentang spesifikasi mobil itu dengan Sales yang
memperkenalkan diri bernama Andi itu. Awalnya Andi yang agaknya masih
sangat muda agak kikuk karna penampilan Rasti yang super menggoda. Jelas
Andi tidak terkecuali dari orang lain, dia mengira Rasti adalah salah
seorang SPG mobil lain di pameran itu. Setengah tidak percaya bahwa
Rasti akan membeli mobil yang ditanya-tanyakannya itu. Tedi dan
teman-temannya mendengar tapi tidak terlalu paham akan yang diobrolkan,
mereka semua masih awam soal dunia permobilan.
Terlihat serius, salah seorang pria necis yang tadinya hanya berdiri
mengawasi kini ikut nimbrung. Dari penampilan dan pakaiannya, nampaknya
bapak-bapak yang necis ini jabatannya lebih tinggi dari Andi, entah apa
itu nama jabatannya, pikir Tedi sambil mengamati. Pria necis itu
memperkenalkan namanya, Mike. Rasti kemudian menanyakan nama seseorang
yang terdengar asing di telinga Tedi. Mendengar pertanyaan Rasti, raut
wajah Mike berubah. Dia terlihat antusias, tersenyum, mengangguk-angguk.
Tampaknya dia mengenal nama yang ditanyakan Rasti. Sejurus kemudian dia
melangkah pergi meninggalkan Rasti. Kini Andi yang masih setengah
percaya mempersilahkan Rasti melihat-lihat interior mobil, duduk di
kabin, di kursi kemudi, sementara Andi mengulang penjelasan tentang
fitur-fitur yang ada pada mobil itu.
Rasti memanggil Tedi, “Ayo sini sayang, coba deh kamu…” Dengan malu-malu Tedi mendekat, “Duuh, Tedi belum ngerti banget ma”
“Aah cuma duduk aja, sini coba kamu nyaman nggak? Suka nggak interiornya?”
Saat Tedi mencoba duduk di kursi kemudi, Mike sudah datang kembali bersama seseorang.
“Aahhh… hello beautiful!” Sapa pria sipit yang bersama Mike itu
sumringah melihat Rasti. Bahasa inggrisnya terdengar masih kental dengan
logat Jepang. Tedi mengamati Pria itu, terlihat belum terlalu tua
dengan perut agak buncit, mungkin sekitar 40 tahunan. Rambutnya tipis
dengan kening lebar. Tampangnya biasa-biasa.
“Mori-San!” Sapa Rasti yang ikut sumringah menemui pria itu, lalu
mereka pun cipika cipiki. Pria paruh baya yang dipanggil Mori-San oleh
Rasti itu terlihat tengak-tengok sekitar, salah tingkah menemui Rasti,
tampak sekali dia antusias untuk melakukan lebih dari sekedar
cipika-cipiki, tapi di tempat umum itu dia tentu harus jaga image. Meski
matanya nyaris tidak berkedip menjelajahi setiap jengkal tubuh Rasti
yang sangat terbuka itu.
“You look so… so……” Mori-San kesusahan menemukan kata yang tepat untuk
mengungkapkan keindahan Rasti, karna ‘beautiful’ atau ‘sexy’ saja dirasa
tidak cukup.
“Guys, this is Rasti… the… the… the FINEST BITCH I ever FUCKED here in
Indonesia!” Ucap Mori-San pada Andi dan Mike. Kedua orang itu terlihat
surprise dan salah tingkah dengan vulgarnya ucapan Mori-san. Tapi Rasti
sendiri malah tertawa geli tanpa menunjukkan rasa tersinggung sama
sekali.
"No.. no... not only in indonesia, but in the world!" Mori-San mengoreksi. Rasti tertawa lagi.
"She's not just a whore, hooker, or anything like that... she's a... a... lover!"
"Stop it, you're too much..." Rasti kini tersipu.
"I’m not kidding my love… I’ve been around the world! And you look
So... Ah, never mind, you're the best. My favourite... what are you
doing here beautiful?"
"I... want this car!" Rasti menunjuk mobil pilihan Tedi.
"Aah, good choice... you got bored with the last one huh? He he he…"
"No, the last one just fine, this one is for my kid here." jawab Rasti sambil menunjuk ke arah Tedi.
"Your… kid? How old is he?"
"Fifteen" jawab Rasti sambil mengangkat lima jari di tangan kanan dan satu jari di tangan kiri dengan gaya imut.
"Fifteen? I thouht you're fifteen. Hahaha!" Mori-San tertawa norak.
Tidak ada hentinya dia memuji Rasti setinggi langit. Tapi Rasti memang
tampak sangat muda. Jika dijejer dengan Tedi, orang akan mengira mereka
kakak adik, bukan ibu dan anak. Bisa jadi orang malah akan mengira Rasti
yang adiknya!
“Stop it Mori, I’m twenty seven…” rajuk Rasti manja.
“Hahaha… see?” Mori-San berpaling ke Andy dan Mike, “She’s pregnant
when she’s twelve! Mother i'd like to FUCK! hahaha... ” Ucap Mori tidak
segan dengan kata vulgarnya. Kebetulan di stand itu memang sedang tidak
ada orang lain di dekat mereka.
Andy dan Mike cuma mengangguk-angguk saja, sambil menengok ke Tedi,
lalu ke Rasti lagi, lalu ke Tedi lagi. Kini Tedi yang jadi salah
tingkah. “Fifteen… and he can legally drive? That’s why I love
Indonesian market. Hahaha… the car is yours! It will be delivered
tonight!”
“Tonight? Wow that’s great… thank you!” Rasti sumringah sekali.
“Tonight…? We never…” Andy menyela tapi ragu dengan apa yang ingin ia ucapkan.
“Make it done!” tegas Mori-San. Dia minta Rasti menunggu sebentar, lalu
dia dan 2 anak buahnya itu terlihat mendiskusikan sesuatu dan mengurus
beberapa hal. Di tengah-tengah diskusi mereka, beberapa kali Mike atau
Andy menoleh ke arah Rasti, lalu diskusi lagi. Rasti senyum-senyum saja
merasa sedang diomongin. Saat Andy atau Mike menoleh ke arahnya, ia
sambut dengan senyum manis. Mike dan Andy awalnya salah tingkah, tapi
kemudian terbiasa, terutama Mike, beberapa kali dia membalas senyuman
Rasti juga. Ekspresi Mike dalam memandang Rasti kini berbeda. Dari sorot
mata dan gerakan bibirnya Tedi bisa merasakan Mike kini memandang
Mamanya dengan rendah dan melecehkan. Tedi kesal sekali melihat itu.
Penampilan Mike memang sangat tipikal sebagai playboy. Orang yang
terbiasa dan suka mempermainkan wanita. Itu kalau Tedi ‘menjudge Mike by
his cover’.
Saat itu Tedi dan kawan-kawan menanyakan soal Mori-San. Rasti
mejelaskan sekilas bahwa Mori-San ini salah satu pelanggan asingnya yang
sangat royal dan juga seks maniak. Tedi tidak pernah tahu karna memang
beberapa kali sebelumnya Rasti selalu dibooking di hotel mewah, atau di
villanya.
Teman-teman Tedi sendiri terkagum-kagum karna tidak menyangka Rasti bisa
cukup fasih berbahasa Inggris. Ya, walaupun Rasti dari kampung dan dulu
sekolahnya tidak lancar. Namun sejak melonte dia memang sengaja belajar
bahasa Inggris, agar mudah berkomunikasi dengan para pelanggannya yang
tak jarang merupakan orang asing seperti Mori-San.
-----------------------------------
Beberapa saat kemudian Mori-San menghampiri Rasti, “We’re done dear…!”
Ucapnya sambil tersenyum lebar. Mike menyerahkan beberapa lembar dokumen
untuk diisi dan ditandatangani oleh Rasti. Pandangannya masih tajam
menusuk, seakan menelanjangi Rasti dan siap menyantapnya. Mori-san
menjelaskan bahwa dia di Indonesia masih 3 Minggu lagi, selama 3 Minggu
ini dia berhak atas Rasti sepenuhnya. Tapi malam ini dia ada acara
penting, jadi nanti mobilnya akan langsung diantar oleh Andy dan Mike,
dan mereka berdua juga yang akan mengambil 'uang muka' dari Rasti.
Tedi dan teman-temannya tertegun melihat proses ini. Tampaknya deal-deal
ini berlangsung begitu cepat dan mudah tanpa ada tawar menawar yang
berarti. Baik Rasti atau pun Mori-San tidak terlihat ada perhitungan
sama sekali. Keduanya sepertinya sudah berhubungan sejak lama dan saling
mengerti satu sama lain. Sebuah mobil baru untuk ‘hak pakai’ tubuh
Rasti selama 3 minggu. Entah siapa yang lebih diuntungkan secara
material dalam hal ini, Tedi dan teman-temannya jadi mulai
menghitung-hitung di dalam hatinya. Membanding-bandingkan harga mobil
dan asumsi tarif Rasti. Taruhlah tarif normal Rasti yang termahal adalah
5 juta. Jika harga mobil 200 juta, maka berarti 40 kali persetubuhan.
Jika dibagi 3 minggu yaitu 21 hari, maka sehari adalah 2 kali
persetubuhan. Mungkinkah? Mungkin saja, bahkan ada peluang Mori-San
memanfaatkan tubuh Rasti lebih dari 2 kali dalam setiap harinya, artinya
jika begitu Rasti yang rugi. Begitulah kira-kira hitung-hitungan yang
berputar di kepala Tedi dan ketiga temannya. Padahal baik Rasti maupun
Mori-San sendiri sebagaimana terlihat tampaknya tidak ambil pusing sama
sekali. Apakah Mori-San ini termasuk salah satu klien kaya raya yang
royal sebagaimana sering diceritakan oleh Rasti? Tapi bukankah Mori-San
adalah seorang pebisnis? Tidakkah dia adalah tipe-tipe orang yang akan
selalu mempertimbangkan untung rugi? Aah, Tedi kini merasa konyol
sendiri karna sibuk memusingkan hal ini.
"Saya tunggu ya mas Andy, pak Mike..." ucap Rasti mengerling ketika
semua proses sudah selesai tak lama kemudian. Rasti kemudian mengucapkan
terimakasih dan membungkuk berpamitan pada Mori-San yang kemudian
menyalami dan mencium tangan Rasti bak seorang lady. "I miss you so
much, and now i'm missing you already... tomorrow you'll be mine...!"
Rayunya yang membuat Rasti berbunga-bunga. Mori-San tampak pandai dan
elegan sekali dalam memperlakukan Wanita, meskipun seorang lonte
sekalipun seperti Rasti. Bahkan dia terlihat menyikut Mike, “have some
respect!” tegurnya. Ternyata Mori-San juga bisa merasakan dan tidak
nyaman dengan sifat pandangan Mike yang merendahkan Rasti. “Syukurin
lo!” Batin Tedi senang sekaligus kagum pada Mori-San ini.
“Yuuk sayang… eh, pamit dulu ke Mr. Mori… Bilang makasih ya, hi hi hi…”
Tedi pun mengucapkan terima kasih dalam bahasa inggris dengan canggung.
Dengan tangannya Rasti menyentuh punggung Tedi dan mengarahkan putranya
itu untuk membungkukkan badannya. Tedi pun membungkuk kaku. Rasti
tertawa kecil. “This is my kid… handsome yeah?” Ucap Rasti sambil
menempelkan pipinya ke pipi Tedi yang masih berdiri canggung.
“Enjoy the car kid…! I sure will enjoy your mommy…” kerling si Jepang itu.
Rasti dan Mori-San tertawa bebarengan. Tedi makin kikuk dibuatnya.
Menyadari itu Rasti merasa tidak enak pada Tedi, dia pun menyegerakan
untuk benar-benar mohon diri pada Mori-San.
Bath the boys!
Agaknya petualangan hari ini pun berakhir di senayan. Setelah itu
mereka benar-benar pulang ke rumah tanpa mampir-mampir lagi. Jarum
pendek masih menunjukkan angka sebelas saat mereka sampai di rumah.
Rasti bergegas mengecek semua anak-anaknya. Ternyata masih ada yang
belum tidur, menangis karena kangen pada Rasti. Baby sitternya tampak
kewalahan menenangkan dan menghibur Kiki selama Rasti pergi. Tampak
benar wajah leganya melihat rasti pulang. Kiki, adik ketiga Tedi yang
berumur 7 tahun. Kiki memang anaknya Rasti yang paling manja pada
mamanya.
“Sayang, maafin Mama ya…” Ucap Rasti memeluk dan mengecupi Kiki. Dengan
gerakan wajah dan kedipan matanya, Rasti memberi kode ucapan
terimakasih dan mempersilahkan si baby sitter beristirahat.
“Yuk ke kamar, Mama kelonin…” ajak Rasti. Ternyata Kiki rewel, tidak mau
beranjak. Akhirnya Rasti mengeloninya di sofa besar di ruang TV.
Saat Tedi dan teman-temannya keluar dari kamarnya setelah selesai ganti
baju, mereka mendapati Rasti sedang menyusui Kiki. Meski sudah biasa,
tetap saja menyaksikan anak umur 7 tahun yang masih menyusu pada mamanya
adalah kesenangan tersendiri bagi teman-teman Tedi. Mereka pun duduk
bergabung di ruang TV itu. Hanya menonton tanpa mengatakan apapun. Rasti
yang menyadari hal itu, melirik dan tersenyum manis. Dengan lembut
Rasti menyuruh mereka mandi lalu tidur. Mereka memang belum mandi. Tapi
mereka tidak segera beranjak duduk di situ asyik menonton Rasti yang
belum mengganti bajunya sama sekali. Hotpantsnya masih melekat, tapi
kaosnya kini sudah dilepas, Rasti telanjang dada menyusui Kiki. Siapa
juga laki-laki yang akan pernah bosan dengan pemandangan seperti ini?
Rasti pun tidak memaksakan perintahnya. Dia biarkan saja para remaja
tanggung itu memuas-muaskan diri menonton dirinya.
“Tante nanti mau nerima tamu lagi ya?” Jaka angkat bicara.
“Hmm…” Rasti cuma menggumam.
“Ga capek Tante…?”
“He he… Gimana lagi, tuntutan profesi…” Ucap Rasti. “Tadi kan Tante
dikasih jamu-jamuan tuh di kampung tadi, sebenarnya Tante juga sudah
biasa sih minum jamu-jamuan kayak tadi, buat stamina. Tapi jamu yang
tadi kayaknya cespleng banget deh. Tante bukan hanya masih kuat, tapi
juga pengen, hi hi hi…”
Melihat reaksi Tedi dan teman-temannya yang mupeng mendengar ucapannya
barusan, Rasti lanjut menggoda mereka lagi, “Hayo mupeng ya… ngaceng
lagi denger gitu aja… hi hi hi… kalian ini, gampang banget sih digoda…
Dah sana mandi terus bobo… Apa minta dikelonin juga?”
“He he he, kalo boleh Tante… tapi kan emang dari tadi kita belum keluar…”
“Sambil didongengin Tante, tentang di mall tadi…”
“Dongengin soal Mori-San juga Tante…” Pinta mereka tidak ada puasnya.
“Hi hi hi, aduuh kalian ini gak ada puasnya sama Tante. Besok-besok
lagi yah… Seharian ini Tante buat kalian lho, ni sampai adek-adeknya
Tedi kasihan nih kangen mamanya.”
“Untung adeknya Tedi ‘yang satu itu’ gak ada ya Tante… he he...” lontar Jaka.
“Norman? Gak tau deh dia kemana… Udah sana mandi.” suruh Rasti lagi.
Dia kemudian melihat Tedi seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi ragu.
“Ada apa sayang? Udah puas kan kamu seharian ini sama mama? Ada yang mau diomongin nih?”
“A..anu Ma… mmm, ini kan masih hari ini… belum jam 12 malam… he he he…” Tedi senyum-senyum penuh maksud.
“He eh… Nah lo, masih mau minta apa lagi dari Mama hayo…?”
“Terakhir… Mmm… Mama mandiin kita-kita dong…” Ucap Tedi meringis
untung-untungan. Kalaupun mamanya menolak dia juga akan maklum dan tidak
memaksa. Tapi tetep aja dia ngarep. Teman-teman Tedi yang mendengar
permintaan terakhir Tedi untuk hari yang spesial ini langsung terlihat
berbinar-binar. “Wow, ide brilian Ted! Lo emang teman kita yang paling
TOP! Benar-benar penutup hari yang sempurna!” Seru mereka kegirangan
dalam hati.
Meski hanya dalam hati, raut muka mereka yang antusias terbaca oleh
Rasti yang tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. Jadi salah tingkah
teman-teman Tedi dibuatnya. Ya, Rasti tampak tidak terkejut sama sekali
dengan permintaan itu. Dia bersikap biasa dan masih saja senyum manis
tersungging di wajahnya yang sempurna. Rasti tidak segera menjawab, dia
masih berkonsentrasi pada Kiki. Di sisi lain dia sengaja ingin menggoda
mereka lagi dengan membuat anak-anak itu harap-harap cemas.
Sedetik dua detik berlalu, terasa begitu lama bagi Tedi, Riko, Romi dan Jaka.
Rasti melirik mereka. Satu lirikan saja cukup membuat hati mereka
blingsatan tidak karuan. Rasti yang melihat raut-raut muka mupeng itu
benar-benar geli dan tertawa kecil. Tak pelak lagi, tawa kecil Rasti
makin membuat jantung mereka seakan mau pecah. “Jadi gimana nih…?” Tanya
mereka, tapi di dalam hati.
Rasti membuka mulutnya, hendak bicara tapi tak kunjung keluar suaranya. Malah memamerkan rekahan bibirnya yang seksi.
Ya…? ya…? ya…? Tak sabar Tedi dan ketiga temannya itu memburu jawaban Rasti dalam hati.
“Habis Kiki tidur ya…?” jawabnya setelah beberapa saat sambil tersenyum.
Suara yang sebenarnya biasa saja itu terdengar seperti desahan yang
sangat syahdu di telinga teman-teman Tedi.
“Iiiyyesss…!” Alangkah senangnya Tedi dan teman-temannya.
“Makasiih Tantee…!”
“Asyiik… Happy ending!” Seru Romi girang.
Rasti tertawa. “Dasaaar… Seharian ini bukannya kalian memang happy melulu adanya? Hi hi hi…”
Mereka menunggu Rasti dengan antusias, agak lama juga Rasti mengeloni
Kiki yang memang sangat manja itu. Sebenarnya pemandangan Rasti dengan
Kiki juga merupakan tontonan yang menyenangkan bagi mereka. Tidak melulu
dalam suasana mesum, pemandangan itu mamancarkan sisi lain dari Rasti,
yaitu aura keibuannya yang penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Meski
begitu, mereka ingin Rasti cepat-cepat menidurkan Kiki. Rasti jadi
tertawa-tawa sendiri melihat tingkah mereka itu.
“Pengen mandi sekarang?” tanya Rasti akhirnya setelah Kiki tertidur.
“Iya Ma…”
“Iya tante, buruan dong…”
“Hihihi, ampun deh tante sama kalian. Iya deh iya, yuk yuk, pake kamar mandi di kamar tante saja ya…”
“I..iya tante!” jawab teman-teman Tedi. Kesenangan mereka bertambah dua
kali lipat dengan diijinkan mandi di kamar mandi Rasti.
“Kalian duluan yah… tante mau gendong kiki ke kamarnya dulu. Nih si Kiki pake tidur di sofa segala”
“Kuat tante? Mau kita bantuin?” tawar Jaka, tentunya tawaran dari Jaka
itu karena dia sudah gak sabaran dan ingin cepat-cepat dimandikan oleh
mama teman mereka ini.
“Kuat dong, masa gendong Kiki aja gak kuat, yang lebih gede aja sering
tante gendongin, hihihi. Udah sana, ke kamar mandi duluan, nanti tante
nyusul” jawab Rasti sambil tertawa kecil.
“Iya deh tante” Tedi dan teman-temannyapun pergi duluan ke kamar mandi.
Kamar mandi yang ada di kamar Rasti memang sangat bagus, bersih, dan
harum. Ada shower dan tempat berendam di dalamnya. Kamar mandi itu
memang tempat yang cukup penting bagi Rasti. Karena sebelum maupun
sesudah ML, Rasti biasanya akan memandikan tamu-tamunya. Teman-teman
Tedi sangat beruntung bisa merasakan dimandikan Rasti di dalam sana.
Tanpa disuruh, Tedi dan teman-temannya sudah buru-buru melepaskan pakaian mereka.
Sambil telanjang mereka mulai mengocok-ngocok pelan penis mereka masing-masing yang memang masih belum lemas sedari tadi.
“Hi hi hi… mulai deh, mau mandi apa mau mesumin Tante nih… Hayo?” Canda
Rasti geli melihat polah mereka. Semuanya terkejut dengan kehadiran
Rasti. Rasti masuk ke kamar mandi dengan hanya berbalut 1 handuk tipis
yang melilit tubuhnya.
“Yang utama jelas mesumin Tante! Kalo mandi mah cuma bonus aja…” Romi
menjawab berani dan vulgar. Tentu saja berani, karena ia yakin pasti
Rasti tidak akan marah. Dan benar saja, malah sambil menggoda Rasti
meloloskan ikatan di handuknya dan dengan pelan menelanjangi dirinya.
“Hi hi hi… Tante udah hafal mah maunya kalian, yuk ah buruan Tantenya
dimesumin…” Tantangnya sambil menggabungkan diri di tengah-tengah mereka
tanpa canggung. Seakan mau pecah jantung mereka rasanya. Belum pernah
mereka sedekat dan secabul ini dengan Rasti, dan sebenarnya Rasti
sendiri pun tidak seperti biasanya ia melayani tamu-tamunya, kali ini
ada sedikit canggung yang ia rasakan. Faktor utama jelaslah karena ada
Tedi, anak sulungnya di situ.
Rasti menyalakan shower dan mengambil sejumput sabun cair di tangannya.
“Ayo, ngocoknya nanti dulu, kasihan tu belum basah, belum licin… nanti
lecet lho…” Ucapnya menggoda, bersiap menyabuni mereka satu persatu.
Tidak disangka Jaka tiba-tiba menubruk tubuh Rasti dan memeluknya erat
di bawah shower.
“Tante…!” Ucap Jaka gemas. Jaka adalah yang paling pendek di antara
mereka, tingginya tidak lebih dari pundak Rasti. Ya, dia sangat pendek
sehingga dengan memeluk Rasti dari depan, kepalanya tepat di dada Rasti.
Jaka pun membenamkan kepalanya di payudara Rasti yang sangat lembut
dirasakannya.
“Aduh Jaka sayaang…” Bukan hanya tidak keberatan, dengan tersenyum Rasti
malah memanggil Jaka dengan sebutan sayang dan balas memeluknya, sambil
mulai membalurkan sabun di tangannya ke punggung Jaka. Usapan tangan
Rasti begitu lembut dirasakan Jaka yang juga mengusap-usap punggung
Rasti. Ah, setiap jengkal kulit Rasti benar-benar terasa halus dan
licin. Mulutnya kini mengecupi dan menjilat-jilat seluruh permukaan
gunung kembar Rasti tanpa henti. Kepalanya digeleng-gelengkan saking
gemasnya dengan kenyamanan payudara itu. Rasti tertawa kegelian
karenanya, dan tawanya itu justru makin menggemaskan bagi Jaka. Seluruh
darah di tubuh Jaka seakan tidak mau berhenti mengalir ke ujung
penisnya yang sedari tadi sebenarnya sudah tegang mentok, walhasil
rasanya benar-benar seakan ingin meledak alat vitalnya itu. Jaka pun
mendesah-desah tak karuan. Ah, betapa baiknya Rasti yang mengijinkannya
mengakses tubuhnya sejauh itu. Tapi tetap saja, Rasti menghalau penis
Jaka yang menyundul-nyundul memeknya. Memang saking pendeknya tubuh
Jaka, penisnya mengacung tepat di bawah selangkangan Rasti yang sudah
basah. Karna Jaka memeluk tubuh Rasti erat, maka penisnya pun menyelinap
di antara kedua paha Rasti, tepat di bawah liang vaginanya. Karna
bentuk penisnya yang melengkung ke atas, ditambah dengan ketegangannya
yang sedang maksimal penis Jaka pun seakan hendak dengan mudahnya
menyeruak masuk ke lubang idaman milik Rasti itu. Jaka pun bisa
merasakan kulit luar, belahan vagina Rasti di penisnya. Termasuk
merasakan tekstur karna bulu-bulu halus yang menghiasinya. Tidak
tergambarkan perasaan Jaka saat itu. Maka Rasti tidak mau ambil resiko,
tangannya mengarah ke bawah untuk menghalau penis Jaka.
“Wah, ternyata bisa segede ini ya…? Hi hi hi…” Ucap Rasti yang agak
terkejut juga ketika berhasil menangkap penis Jaka yang ternyata penuh
sekali di genggamannya. Jaka meringis melepaskan pelukannya dari tubuh
Rasti untuk melihat bagaimana Mama temannya itu menggenggam dan
memainkan penisnya.
“Hi hi hi… Keras bangeet… panas lagi…?” Ucap Rasti gemas sambil
mengerling manja. Tangannya kini mengocok-ngocok pelan penis Jaka yang
mungkin seumur hidup inilah ketegangan paling puncak yang pernah dialami
penis remaja tanggung ini. Begitu juga karna darah yang mengalir deras
ke ujung penis itu membuatnya terasa panas.
“Iih bener-bener kayak tongkat! Kerass!” Ucap Rasti girang seperti
menemukan mainan baru. Ucapan Rasti itu benar-benar terdengar bagai
pujian bagi Jaka. Wajahnya besemu merah, mulutnya mendesah-desah.
Tangannya pun aktif meremas-remas payudara Rasti, dan Rasti tidak
melarangnya. Justru remasan Jaka itu juga menaikkan libidonya lebih
tinggi lagi. Dengan tatapan syahdu, Rasti menatap mata Jaka, bibirnya
merekah mengeluarkan desahan tipis sementara tangannya masih sibuk
mengocok penis Jaka pelan. Ini hanyalah salah satu jurus Rasti untuk
membuat pria lawan mainnya belingsatan takluk pada pesonanya. Apalagi
Jaka, jurus ini pun benar-benar ‘mematikan’ bagi dia. “Tantee… oohh…!”
desahnya meninggi, gelombang klimaksnya mendekat. Tapi Rasti benar-benar
lonte professional, dengan sigap dia melepas penis Jaka, tangannya
beralih menggerayangi tubuh Jaka sebelum kemudian memeluknya lagi.
“Sssttt… sayang….” Ucapnya mengecup bibir Jaka. Gelombang itu mereda.
“Jangan keluar dulu… masih sore… hi hi hi…” goda Rasti. Ah sungguh
menggemaskan, Jaka nekat mencaplok dan mengulum bibir Rasti. Betapa
leganya gelombang orgasmenya bisa ditunda. Ya, ini belum lagi semenit!
Apa jadinya kalau penisnya sudah ngecrot duluan.
Rasti berpaling ke Riko dan Romi, “He he… Kalian kok diam aja?” Godanya
tanpa melepaskan pelukannya pada Jaka. Wajah Riko dan Romi benar-benar
ngenes sampai geli Rasti melihatnya.
“Ha.. habis Tante langsung asyik sama Jaka…” Ucap Romi lugu.
“Terus kaliannya ngapain tuh? Nunggu giliran? Hi hi hi…” Goda Rasti lagi masih geli.
“Yyy… Yaa…” Riko menjawab ragu.
Bagaimana dengan Tedi?
“Aah kalian kalah set nih sama Jaka… Dia berani agresif duluan… Kalian
sih tadi malu-malu. Tante kan sukanya sama cowok agresif.” Ucap Rasti,
sambil sekali-kali mengecup Jaka yang kege-eran. Keduanya masih
berpelukan, dan penis Jaka menyundul-nyundul memek Rasti lagi. “Tuh liat
nih kontol temenmu ini dari tadi sudah ngetuk-ngetuk pintu memek Tante…
Mmm kasih masuk gak ya…?” Duh nakal sekali Rasti, kalau sudah menggoda
untuk masalah yang satu ini benar-benar menyiksa Jaka yang cuma bisa
meringis. Jaka tidak mau terlalu antusias terpancing godaan Rasti ini.
Dia tahu Mamanya Tedi ini tidak akan membiarkan dirinya dientot olehnya.
Tapi penasaran dan teramat gemas juga mendengarnya.
Riko dan Romi masih berdiri canggung bingung harus berbuat apa.
Benar-benar seperti robot yang sudah terprogram, tangan kanan mereka
dari tadi tidak henti melakukan coli sambil hanya menonton.
“Kalau mau nunggu giliran ya selamat menunggu ya… Tante mau main terus
sama Jaka. Masih lama nih. Jangan salahin Tante ya kalau kalian ngecrot
duluan…” Ledek Rasti gemas melihat mereka. Duh, kita harus ngapain nih
sama maunya Tante Rasti ini? Sama-sama bingung Riko dan Romi
berpandangan. Sementara Rasti dan Jaka sudah mulai panas lagi
berpagutan.
“Aahh…” Setelah beberapa saat Rasti menyudahi lumatannya pada lidah
Jaka. Capek juga berpagutan dengan pria yang lebih pendek darinya. Ha ha
ha… Dasar Jaka pendek. Rasti kini merangkul kepala Jaka dan
mengarahkannya lagi ke dadanya. Dengan antusias Jaka mencaplok putting
susu Rasti yang mencuat menantang. “Oohh… Jaka… Jangan digigit, aduh…
hi hi hi… Aah geli dong..” Desah Rasti menggelinjang-gelinjang.
Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata Riko dan Romi, tapi… duh,
geregetan juga mereka melihatnya. Pengeenn…! Begitulah jeritan hati
mereka.
“Kamu mau minum susu Tante sayang?” Tawar Rasti pada Jaka.
“Bb.. boleh Tante?”
“Hi hi hi… Makanya jangan digigit ya, coba deh disedot aja… kalo kamu suka, boleh kok minum sepuasnya… Gak akan habis kok…”
Tanpa banyak kata, Jaka pun langsung mengenyot putting susu Rasti
penasaran. Benarlah, air susu Rasti mengalir keluar deras ke rongga
mulutnya dan tertelan olehnya.
“Uhhuukk.. uhukk…” Konyol, saking semangatnya Jaka malah kaget dan
tersedak. Jelas Rasti tertawa geli dibuatnya. Dipeluknya Jaka dan
dielus-elus rambutnya. “Pelan-pelan dong sayang minumnya…” Ucapnya
lembut bagai pada anaknya sendiri. Seiring dengan Jaka yang mulai
menghisap susunya lagi dan terbiasa, Rasti menoleh gemas lagi pada Riko
dan Romi.
“Kalian ini… Hi hi hi… Masih betah nunggu?”
Riko dan Romi tersipu, canggung harus menjawab apa.
“Ayo dong, Tantenya diperebutkan! Kalian rela nih Jaka aja yang mesumin
Tante dari tadi…?” Ucap Rasti gemas. Baru sadar Riko dan Romi dengan
permainan Rasti ini. Meskipun begitu, sejenak ada keraguan untuk
melangkah. Tapi sejurus kemudian, dengan gerakan yang bersamaan mereka
menyerbu Rasti yang masih dicumbu oleh Jaka. Walhasil terjadilah adegan
‘perebutan piala’ yang seru. Inilah yang dimaui Rasti. Jaka yang sebagai
‘juara bertahan’ spontan mempererat pelukannya di tubuh Rasti,
sementara Riko dan Romi saling menyikut berlomba merebut tubuh Rasti
lebih dulu dari tangan Jaka.
“Adduuhh.. aduuhh…! Aahh… Hi hi hi… Aah, pelan-pelan…!” Rasti
menjerit-jerit manja dan girang. Karna tubuh nya dan tubuh Jaka
sama-sama basah oleh air dan licin karna sabun, dengan mudah Riko yang
lebih dulu berhasil menarik Rasti dari pelukan Jaka. Rasti pun menyambut
memeluk Riko, tapi hanya sepersekian detiknya kini Romi merangsek,
tidak tinggal diam Jaka memeluk Rasti dari belakang. Penisnya diselipkan
ke jepitan pangkal paha Rasti, dan mulai mengocoknya. “Aauuw.. Aah
Jaka… awas lho…!” Rasti mengingatkan khawatir sekali karna gerakan penis
Jaka maju mundur dengan cepat tepat di bawah vaginanya. Kini posisi
Jaka benar-benar terlihat seperti sedang ngentotin Rasti dari belakang.
Dengan bentuk penis yang melengkung ke atas, berkali-kali ujung penis
Jaka itu menyundul-nyundul bibir vagina Rasti. Dengan satu dorongan
lebih jauh saja penis itu pasti dengan mudah menyeruak masuk ke
dalamnya. Padahal Rasti kini sudah banjir deras. Klitorisnya yang
mengeras dan mencuat kencang jadi sering tersentil-sentil oleh ujung
penis Jaka. Rasti benar-benar horny berat dan merasakan gatal yang super
di seluruh permukaan liangnya. Betapa nikmatnya jika penis Jaka itu
masuk dan menggesek-gesek dinding vaginanya. Tapi Rasti berusaha keras
menahan diri. Permainan untuk tetap membuat para remaja ini menunggu
sampai 18 tahun lebih menarik bagi Rasti. Sekali lagi tangan Rasti
menghalau penis Jaka dari selangkangannya dan mengocoknya pelan sebentar
lalu melepasnya lagi.
Tanpa ada diskusi sebelumnya, muncul saling pengertian di antara RIko,
Romi dan Jaka. Mereka kini berhenti memperebutkan Rasti dan lebih
memilih berbagi. Di bawah shower yang tidak terlalu deras itu kini Rasti
pasrah dikerubuti oleh mereka bertiga. Tubuhnya menggelinjang
menggemaskan digerayangi dan dikecupi nyaris tidak luput setiap
jengkalnya oleh tangan-tangan nakal ketiga teman Tedi itu.
Tunggu, bagaimana dengan Tedi sendiri?
Ternyata bagi Tedi ada keasyikan sendiri menonton Mamanya dicumbui
dengan rakus oleh teman-teman baiknya itu. Maka, di awal ini dia memilh
untuk tidak bergabung dulu. Tedi sekarang bagaikan tuan rumah yang
menyuguhkan hidangan lezat bagi tamu-tamunya yang kelaparan. Hidangan
itu adalah Rasti, mamanya sendiri, dan tamu-tamunya yang kelaparan itu
adalah Riko, Romi dan Jaka. “Silahkan menikmati, tidak usah malu-malu,
dihabiskan saja…!” Hatinya seakan-akan mengucapkan itu. Meski tuan
rumah sendiri cukup tergiur dengan hidangan yang ada, tapi dia bisa
menunggu. Menyaksikan tamu-tamunya yang dengan lahap menyantap hidangan
darinya menimbulkan kepuasan tersendiri.
Blatz… blatz… Kilatan lampu blitz kamera Tedi mengagetkan Rasti.
“Ya ampun sayang… kok kameranya dibawa mandi sih? ati-ati nanti basah lho?” Protes Rasti.
“He he he… ga apa Ma, kalo cuma kecipratan aja sih ga bakal kenapa-napa…
asal gak dicemplungin aja. He he he…” sahut Tedi sambil terus membidik.
“Ayo mandi dulu dong sayang, jangan main kamera dulu nanti mandinya
kelamaan… Bentar lagi tamu mama datang. Ayo…?” Tedi benar-benar seperti
masa kecilnya dulu, di mana setiap dia dibelikan mainan baru, mainannya
itu selalu dibawa ke kamar mandi. Kalo udah gitu Rasti sering ngomel
karna dia pasti jadi berlama-lama mandi. Tapi seolah menyetujui Tedi,
Riko, Romi dan Jaka malah berpose sambil menjadikan Rasti objeknya.
“Potret gue Ted…!” Sambil memosisikan wajahnya menempel di payudara
Rasti, sambil memasang ekspresi konyol, mulutnya dimonyongkan, matanya
melotot menatap payudara Rasti yang makin kelihatan bulat padat karna
ditopang oleh tangannya. Rasti dan semuanya tertawa geli dengan
tingkahnya, “Udah ah… jelek!” cibir Rasti. “Tante gak mau lama-lama, ayo
mulai sekarang mandi yang bener cepetan…!” Tegas Rasti.
“Hi hi, iya Tante…” Gumam Jaka tersipu-sipu.
“Kalian mandi aja kayak biasa, ga usah pose-posean, gue cuma mau ambil gambar sedikit aja…” Jelas Tedi.
“Buat apa sih sayang? Ayo kamu mandi juga…” Sahut Rasti gemas, Tubuhnya
meliuk-liuk geli, karna tangan-tangan ketiga teman Tedi mulai jahil
menggerayanginya lagi.
“He he he, benar-benar skandal mesum ini… Pasti seru kalo fotonya gue sebar di sekolah!” Canda Tedi.
“Duuh jangan dong sayang…?” Protes Rasti.
“Ha ha ha… gapapa Ted, gue rela foto bugil gue disebar di sekolah! Asal
sedang sama Tante Rasti, pasti bisa buat nyombong!” Sahut Jaka.
“Ha ha, muke lo jauh… dasar ga tau malu lo…” timpal Romi.
“Ntar disebar di sekolah tapi fotonya Tante dicrop aja Ted!” Usul Riko.
“Yee jangan dong…”
“Ha ha ha… Gapapa Ted, jadi ga ada yang bakal percaya si pendek ini
sedang bareng perempuan cantik! Lo mau nyombong juga ga bakal pada
percaya…”
Kini dada Rasti dibaluri dengan sabun cair mahal yang ada di situ oleh
Riko dan Romi. Ditumpahkannya banyak-banyak sabun mahal itu di seluruh
permukaan payudara Rasti, dan kemudian tangan-tangan mereka
meratakannya. Sungguh, kelakuan mereka sekarang benar-benar seperti anak
kecil yang kegirangan memainkan mainannya. Rasti tidak peduli dengan
sabun mahalnya, tapi dia protes, “Kok jadi Tante yang dimandiin…?”
Ucapnya genit.
“Bukan Tante… Ini susunya Tante buat gantiin spoons, buat nyabunin tubuh
kami…” Jawab Romi nakal. “He he he, cerdas lu Rom…” Timpal Jaka.
“Oooh begitu maunya kamu… Hi hi hi… dasar…” Tanpa keberatan sama sekali
Rasti kemudian menyuruh mereka berbaris. Adegan yang terjadi kemudian
sungguh sangat erotis! Meski agak repot, Rasti mendorong, menekankan dan
menggerak-gerakkan badannya ke tubuh teman-teman Tedi. Dengan
tangannya, Rasti membusungkan payudaranya dan payudara yang sudah
dibaluri sabun cair itu digosok-gosokkan ke tubuh mereka secara
bergantian. Rasti menyabuni tubuh-tubuh ketiga teman Tedi bergantian
dari dada sampai punggungnya, dari kepala sampai kakinya, semua dia
lakukan dengan telaten menggunakan payudaranya!
“Duuh asyiknya… Tante mantaap…!”
“Aah enak Tante… kulit Tante mulus banget… Aah… Gila nyaman banget Tante…”
Semua mendesah-desah keenakan ketika mendapat giliran. Saat kepalanya
disabuni mereka semua ingin berlama-lama membenamkan wajahnya di
payudara Rasti. “Tantee… Cantik… Lembut sekali susunya Tante… Aah,
sempurna sekali!” Puji Riko sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang
dibenamkan di tengah belahan payudara Rasti. Benar-benar kesenangan yang
luar biasa mereka rasakan. Rasanya ingin mulut mereka cerewet
melontarkan semua perasaan bahagianya yang membuncah.
“Ayo Ted gabung…?” Jaka mengundang Tedi yang masih saja bergeming karena keasyikan mengabadikan momen unik ini.
Terakhir Rasti berdiri di atas lututnya. Saatnya kini menyabuni bagian
bawah. Adegan yang sama masih berulang untuk kaki-kaki mereka. Rasti
masih telaten menggunakan payudaranya sesuai permintaan anak-anak itu.
Sungguh Rasti terlalu baik dengan melakukan semua ini. Teramat sangat
baik sehingga teman-teman Tedi jatuh cinta berat dengannya. Rasti
benar-benar adalah wanita pelayan dan pemuas sejati yang akan melakukan
apa saja untuk memberikan pasangannya kepuasan yang terbaik. Tidak ada
yang terlalu jauh atau terlalu ‘rendah’ bagi Rasti. Adegan erotis ini
terasa begitu lambat saking menghayatinya Rasti. Jelas saja, jika
menyabuni dengan tangan tentu semua sudah selesai dari tadi. Untung
saja, teman-teman Tedi tidak menyerahkan sepenuhnya penyabunan ini pada
Rasti. Jelas, penyabunan dengan payudara ini hanyalah sensasi yang ingin
mereka dapatkan. Selama Rasti bekerja mereka juga aktif menyabuni tubuh
mereka, terutama di bagian-bagian yang terlewat oleh Rasti. Saat Rasti
sedang menyabuni Riko, Romi dan Jaka juga berinisiatif untuk balas
menyabuni tubuh Rasti yang makin lembut terasa kulitnya ketika disabuni.
Benar-benar adiktif tubuh Rasti ini bagi mereka. Adegan saling
menyabuni ini benar-benar berlangsung dengan ‘khidmat’ dan tenang. Tak
ada ocehan-ocehan berisik seperti sebelumnya. Masing-masing mereka
meresapi dan menghayati perasaan erotis dan nikmat yang dirasakannya
masing-masing. Sekali-kali hanya terdengar desahan-desahan dari
mulut-mulut mereka. Sekali-kali tangan mereka mengocok penisnya yang
benar-benar tegang. Rasti pun kadang membantu mengocokkannya dengan
lembut dengan tangannya. Kalau sudah begitu, ketiga teman Tedi itu balas
mengusap-usap vagina Rasti sampai jari-jarinya mengobel masuk sampai ke
dalam liangnya.
Awalnya Jaka lah yang berinisiatif menjamah bibir kemaluan Rasti, meski
ragu-ragu dia memberanikan diri. Bukankah Rasti hanya melarang mereka
mempenetrasinya? Kalau begitu bolehkah jika tangan mereka yang merasakan
liang kenikmatan itu? Atau paling tidak sekedar mengeksplorasi bagian
luarnya saja? Begitu pikir Jaka. Ternyata ketika dia memberanikan diri
membelai vagina Rasti, Mama temannya itu mendesah keenakan dan
melebarkan kakinya. Ya, Rasti memberi akses! Ini tanda persetujuan.
Jadilah dengan inisiatif Jaka, kini tangan-tangan mereka semua sudah
berebut mengobel-ngobel memek Rasti dengan gemas. Kedua tangan Rasti pun
tidak menganggur, digunakan untuk mengocok bergantian ketiga penis yang
mengacung-ngacung di depannya. Adegan saling menyabuni kini berubah
menjadi adegan saling memasturbasi! Suara kenikmatan yang tadinya hanya
berupa rintihan-rintihan kecil kini menjadi desahan-desahan keras yang
makin liar. Bibir-bibir mereka meracau tidak karuan. Panas!
Sampai di sini Tedi pun menyudahi aksi fotografernya dan menggabungkan
diri setelah sebelumnya menyiram dan menyabuni tubuhnya supaya licin.
“Mama…” Desah Tedi yang memeluk Rasti dari belakang dan menciumi tengkuknya.
“Sayaang… aah… gabung juga kamu…” desah Rasti.
“Iya nih, habisnya gemes dari tadi. Tangan Mama cuma dua, padahal
kontolnya ada tiga. Pake ini lagi dong?” Ucap Tedi, dari belakang kedua
tangannya meremas-remas payudara Mamanya itu, lalu mengedip memberi kode
pada Riko yang sedang mengocok penisnya sendiri, karna tangan Rasti
sedang sibuk mengocok penis Jaka dan Romi. Riko langsung menangkap
maksud Tedi. Dengan girang dia maju dan menempatkan penisnya di belahan
payudara Rasti. Tedi membantu menekan kedua payudara mamanya itu hingga
menjepit penis Riko yang ada di tengah-tengahnya.
“Aahhh…! Tantee… Aah…!” Riko yang melakukan tit fuck mendesah-desah
keenakan sambil memajumundurkan pinggulnya dengan cepat. “Aduh Riko…
Uuh, pelan sayaang…” Tubuh Rasti terguncang-guncang kewalahan menahan
tubuh Riko yang terlalu antusias itu. Nyaris Rasti terjerembab ke
belakang kalau tak ada Tedi yang menahannya di belakang. Pria mana yang
tak akan tergiur melihat apa yang dilakukan Riko pada Rasti. Ya, Jaka
dan Romi kini beralih ke samping Riko, mengantri. Tangan Rasti yang
terbebas kini mengambil alih tangan Tedi yang menekankan kedua
payudaranya.
“Tahan dulu Riko…” pinta Rasti. Dia mencoba mengambil posisi duduk yang
paling nyaman sebelum kemudian memberi isyarat pada Riko untuk memulai
lagi, ia telah siap. Tedi masih duduk di belakang Rasti, tangannya kini
beralih memeluk pinggang Mamanya itu.
“Gue dong…” Pinta Jaka ngenes.
“Eit gue belum selesai…”
“Aah gantian…”
Rasti tertawa melihat mereka berebut lagi. “Ayo, semua dapat giliran,
Riko udah ya… sekarang Jaka yuk…” Ucapnya melerai. Jaka kegirangan bukan
main mendengar Rasti mendukungnya. Dengan cengengesan dia menggantikan
posisi Riko yang bersungut-sungut. Rasti tersenyum melihatnya, dia
menahan Riko untuk tetap dekat di sampingnya. Matanya mengedip nakal
pada Riko. Entah isyarat apa itu, Riko jadi berdebar-debar sembari
menurut untuk tetap di posisinya sekarang. Begitu Jaka memulai mengocok
penisnya di belahan buah dadanya, Rasti mengarahkan tangan Jaka untuk
mengambil alih memegangi payudaranya. Lalu, dengan lirikan mata dan
gerakan kepalanya, Rasti menyuruh Riko lebih mendekat lagi. Tangannya
meraih penis Riko, menariknya, dan… Hap!
Mulut Rasti mencaplok penis Riko dan mengoralnya!
Benar-benar kejutan luar biasa bagi mereka semua, terutama tentu saja Riko yang menerima serangan tak terduga ini.
“Aaahhh Tanteee… Tanteee…” erang Riko sejadi-jadinya. Jurus Rasti kali
ini jauh lebih ‘mematikan’. Rasti memamerkan kelihaiannya mengoral
penis. Semua elemen dalam mulutnya dia gunakan dengan efektif, lidah,
bibir, dan giginya, tak ada yang tidak berperan dalam memanjakan penis
Riko. Jaka yang sedang melakukan tit fuck saja merasa kecele melihat apa
yang diberikan Rasti pada Riko. Kesempatan tit fuck yang diberikan
Rasti padanya seakan tidak berarti apa-apa lagi. Matanya ngenes iri
memandangi Riko yang kelojotan nikmat.
Merasakan aksi Jaka yang mengendur dari payudaranya, sekalian saja Rasti
melepaskan diri dari Jaka, berpaling menghadap Riko lagi dan fokus pada
pelayanannya pada penis Riko. Benar-benar dimanjakan Riko kali ini.
Tanpa menoleh dan melepaskan penis Riko, tangan Rasti menggapai-gapai ke
belakang mencoba meraih tangan siapapun secara random. Kebetulan yang
sigap menangkap kesempatan ini adalah Romi, sementara Jaka masih bengong
melongo. Romi mengulurkan tangannya menangkap tangan Rasti yang
kemudian langsung menariknya untuk mendekat, “Yess…!” seru Romi dalam
hati, dan… Hap! Benarlah, kini mulut Rasti mencaplok penis Romi tanpa
menyingkirkan Riko dari sisinya. Ya, Rasti memegangi kedua penis itu di
depan mulutnya dan mengoralnya secara bergantian.
Tedi sendiri pun terkesiap. Sejujurnya dia benar-benar tidak menyangka
Mamanya akan mau melakukan sejauh itu. Tapi inilah yang terjadi. Di
depan matanya, Mamanya kini sedang dengan lahapnya mengoral penis kedua
teman baiknya. Ternyata yang dikatakan Rasti bahwa mereka belum boleh
ngentot dengannya sebelum umur 18 itu… ya hanya ngentot itu saja yang
tidak boleh! Ngentot dalam artian mempenetrasi penis ke dalam vagina.
Itu saja! Selain itu ternyata Rasti tidak keberatan sama sekali.
Kenyataannya kini malahan justru Rasti sendiri yang memulai duluan tanpa
diminta.
Tidak pikir panjang, Tedi berdiri bergabung dengan Riko dan Romi. Jaka
pun melakukan hal yang sama. Tanpa kata-kata apapun, Rasti menerima
semua penis yang diacungkan ke mukanya dengan senang hati. Empat penis
mengerubuti wajahnya bukan hal yang baru dan bukan pula yang terbanyak
bagi Rasti. Dia pernah melayani yang jauh lebih banyak dari ini
sampai-sampai membuat rahangnya pegal. Maka, menaklukkan empat penis
sama sekali bukan hal yang sulit bagi Rasti. Terlebih penis-penis di
hadapannya ini adalah penis-penis yang masih perjaka.
Walhasil, agaknya adegan blowjob ini yang menjadi klimaks bagi permainan
mereka. Meski masih ingin berlama-lama, mereka bukanlah pejantan
tangguh yang bisa menahan ledakan di dalam penisnya. Sesungguhnya, kalau
bukan karena jurus Rasti yang dengan lihainya menggilir dan
memperlakukan penis mereka, tentu mereka sudah orgasme sejak tadi. Tapi
Rasti menghendaki semua mendapat giliran yang adil, serta kenikmatan dan
kepuasan maksimal yang tak akan terlupakan. Rastilah yang pegang
kendali, me’manage’ kapan saatnya meledakkan keempat penis di depan
wajahnya ini dengan nyaris secara bersamaan.
“Tanteee… Mau keluaar…”
“Keluarin ajaa sayaang!”
“Tantee.. aku juga…”
“Tedi juga maa…”
“Tanteee….”
“Iya iya… ayo bukkake, hi hi hi…!” dengan binal Rasti memasang wajah. Mulutnya terbuka siap menampung.
“Tantee nakal…”
“Binaall…..!”
“Hi hi hi… iyaaa… ayo semprotin Tante sepuasnya… Pejuin… Pejuin muka
Tan… Ahhhh….” Belum selesai bicara satu semburan keras entah dari penis
siapa menerjang mulutnya langsung mendarat mulus di pangkal lidahnya
sehingga nyaris tertelan. Rasti gelagapan karna dua semburan lagi
langsung mendarat di tempat yang sama. Semburan lain tidak menunggu,
bertubi-tubi jutaan sel sperma yang berenang-renang di dalam peju kental
yang panas menghujani mata dan hidung Rasti tanpa ampun. Rasti yang
memejamkan mata tidak bisa melihat siapa yang menyembur dan seberapa
banyak. Dia hanya bisa merasakan sekujur wajahnya terus menerus dihujani
peju dari empat penjuru.
“Tantee cantiikk…”
“Tantee… ahh….”
“Maah…”
Racauan-racauan keenakan itu mengiringi setiap semburan yang diterima Rasti.
“Aaahh… Sudah reda belum nih hujan pejunya…?” Ucap Rasti setelah berlalu
dua atau tiga detik sejak semburan terakhir yang dirasakan jatuh di
telinganya. Karna masih mendengar desahan, Rasti berusaha membuka
matanya yang kelopaknya masih diliputi banyak peju kental. Dia melihat
Jaka masih semangat mengocok penis di depan mulutnya. “Masiihh Tante…
Aak Tanteee…!” Ujar Jaka menyuruh Rasti membuka mulutnya. Croott… crott…
Mulut Rasti yang terbuka mendapat asupan dua kali semburan pejuh lagi
dari penis Jaka. “Aahh…” Rasti mendesah sambil mengecap-ngecapkan
mulutnya. Lelehan peju mengalir keluar membasahi dagunya dan jatuh
menetes-netes di kedua payudaranya.
“Tanteee…” Keempat remaja itu terduduk lemas di depan Rasti.
“Yaaa sayang… duh banyak juga ya pejunya, kayak kakek-kakek tadi sore.
Hi hi hi…” Ucap Rasti sambil tersenyum memandangi wajah-wajah mereka
satu-persatu yang memancarkan kelegaan. “Jadi siapa juaranya nihh…?”
Sambung Rasti lagi menggoda.
“Aku dong Tantee…” Jawab Jaka cepat.
“Ngakunya! Aku Tante…!” sergah Riko.
“Wakakaka… lo ga liat apa tadi gue yang terakhir…!”
“Iya, tapi kalo banyaknya, ya banyakan gue…!”
“Hi hi hi… kok jadi berebut, iya deh, juaranya kalian berdua… Dapat hadiah ya…?” Ucap Rasti geli.
“Ha.. Hadiah apa Tantee?” Sahut Jaka berbinar-binar.
“Mmm… Bukan hadiah ding… Tapi tugas tambahan! Hi hi hi…” Rasti bangkit
dan duduk mengangkangkan kakinya di samping bathtub. “Tante kan belum
keluar nih… Jaka, kamu bertugas di sini ya sampai Tante keluar…” Ucap
Rasti sambil menunjuk ke arah vaginanya. “Ingat, pake apa aja selain
kontol ya…?”
“Siap Tante, laksanakan!” Jawab Jaka antusias.
“Kalo tugasku apa tante…?” Sambung Riko.
“Kamu… Lihat nih banyak protein bertaburan di wajah dan tubuh Tante…
Sayang kan kalo kebuang-buang…? Tugas kamu membersihkan dan mengumpulkan
semua protein ini, suapin ke mulut Tante… Ingat, harus bersih semua, ga
boleh tersisa setetes pun!”
Seakan bergemuruh dada Riko mendengar ‘tugas’ yang diberikan kepadanya. “Ss… Ssiapp Tantee!” Sampai tergagap dia menjawabnya.
“Laksanakan! Hi hi hi…” Rasti tertawa geli sendiri dengan permainan yang
spontan terpikirkan olehnya itu. Walhasil, adegan yang terjadi
selanjutnya sungguh cabul. Jaka bekerja ‘mengaduk-aduk’ memek Rasti,
sementara Riko membersihkan tiap tetes peju dan menyuapkannya ke mulut
Rasti. Perasaan Tedi berdesir aneh melihat adegan yang dimainkan oleh
Mama dan teman-temannya sendiri ini.
“Aah Jaka… Tanganmu jangan liar gitu dong… Pake teknik…” Ucap Rasti pada
Jaka yang asal gemas saja dalam men-treatment memeknya.
“Aduuh… aku belum tahu tekniknya Tante…” Jawab Jaka tersipu.
“Udah pake mulut dulu, nanti Tante ajarin kalo Tante sudah selesai ‘disuapinnya’ sama Riko ya…”
“Bb.. Boleh Tante…?”
“Ya boleh, kan tadi boleh pake apa aja asal nggak pakeee……?”
“Kontol!”
“Seratus! Hi hi hi…”
Riko tertegun, berhenti dari tugasnya. DIa menyisakan lelehan sperma yang jatuh dari wajah Rasti membasahi kedua payudaranya.
“Kok berhenti sayang, tu masih banyak di susu Tante?”
“Mmm, kalo pake tangan kelamaan Tante… Jaka kan boleh pake mulut… Aku boleh ga kalo pake mulut juga?” Jawab Riko.
“Haah…? Kamu mau pake mulut? Hi hi hi… Ya boleh aja kalo mau…” Ucap
Rasti agak surprise mendengarnya. Bukan hanya Rasti, Jaka, Tedi dan Romi
pun ikut terkejut. Itu artinya Riko akan membersihkan sperma-sperma
mereka di payudara Rasti dengan mulutnya!? Yikes! Apa nggak jijik Rik?
Tanya mereka dalam hati. “Tante aja nggak jijik…” gumam Riko seakan bisa
membaca pikiran teman-temannya. Tanpa pikir panjang, dia lalu langsung
menunaikan tugas terakhirnya. Dijilat-jilati dan diseruputnya peju yang
melumuri seluruh permukaan payudara Rasti.
“Glekh” Romi, Jaka dan Tedi menelan ludah, melongo melihat kenekatan temannya itu.
Setelah payudara Rasti bersih licin, semua peju berhasil dikumpulkan di
mulutnya, Riko pun beralih ke wajah Rasti yang sudah merekah bibirnya
siap menerima ‘transfer’ peju dari mulut Riko ke mulutnya.
Gilaaa… Benar-benar pemandangan yang dahsyat bagi Romi, Jaka dan Tedi. Sensasional! Erotis! Dan… Aarghh! Sangat cabul!
Riko dan Rasti saling berpagutan mulut dengan panas. Bibirnya saling
mengulum dan mengecup, Kedua lidahnya menari-nari saling melilit di
dalam mulut mereka. Rasti menjilat-jilat bibir Riko, menghisap-hisap
lidahnya dengan rakus seakan ingin memastikan tidak ada secuil pun peju
tersisa di mulut Riko. Semua harus tertransfer tunai ke mulutnya.
Agaknya ini yang diincar Riko. Dia ingin bisa mencium, mencumbu dan
melumat bibir Rasti yang selama ini sudah menggetarkan hatinya
berkali-kali. Untuk itu dia nekat melakukan hal yang menurut
teman-temannya sangat menjijikkan. Walaupun kalo dipikir-pikir, jika
menjijikkan bagi mereka, tentu menjijikkan juga bagi Rasti. Tapi sebagai
lonte, Rasti sudah sangat sering diperlakukan seperti itu, dipaksa
mandi sampai minum peju dari banyak sekali pria. Rasti tahu, pria suka
melihat wajah cantik dan mulut manisnya itu berlumuran peju yang
disemprotkan olehnya. Demi memberi kepuasan itu Rasti belajar memenuhi
tugasnya itu dengan baik. Meski awalnya jijik, bahkan muntah-muntah,
lama-kelamaan ia terbiasa dan bahkan menyukainya. Oleh karena itulah
Rasti sangat senang dengan apa yang dilakukan Riko untuknya. Rasti terus
saja mengecupi bibir Riko meski sudah tak tersisa lagi peju yang bisa
dia hisap.
“Makasih ya sayaang… mmhhh… cup.. cup...” Ucap Rasti gemas.
“Kamu pintar sekali Riko sayaang… Tante suka… hi hi hi..” Puji Rasti
sambil memandangi mata Riko yang tampak terengah-engah gara-gara Rasti
terus menciuminya tadi. Mata mereka pun saling bertatapan sejenak, dan…
“Taantee…” dengan gemas Riko ‘nyosor’ lagi. Rasti menyambutnya dengan
senang. Lagi-lagi adegan saling memagut dan melumat antara Riko dan
Rasti dipertontonkan pada Jaka, Romi dan Tedi yang jadi mulai merasakan
senut-senut lagi di penis mereka. Riko juga meremas-remas payudara Rasti
dengan gemas, mulutnya kini beralih mencaplok dua bongkah gunung kembar
yang menggemaskan itu. Diciumi, dijilati dan dihisap-hisapnya sampai
Rasti menggelinjang-gelinjang keenakan. “Aaah ahh… Riko udah Riko… Tante
udah gataall bangeet…” Tangan Rasti dengan cepat memainkan liangnya
sendiri.
“Jaka… ini kan tugas kamu… kok kamu jadi nonton aja sih…?” Tukas Rasti
setelah berhasil menyingkirkan Riko dari payudaranya. Walau berat Riko
melepaskan mulutnya dari puting susu Rasti yang mengeras tanda mamanya
Tedi itu sedang terangsang berat.
“He he he… kalo udah gatel banget, yuk ditusuk aja pake kontol… Gimana
Tante? Ni kontol-kontol kami sudah ngaceng lagi lho…” Ucap Jaka
untung-untungan.
Hasilnya?
“Adduuu.. du.. duhh… Tante, iya Tante… bercanda kok…” Rintih Jaka
kesakitan gara-gara Rasti mencubit gemas pipinya. Riko, Romi dan Tedi
menertawakannya, padahal tadi ucapan Jaka itu mewakili isi hati mereka
semua. Kesal sekali Jaka melihat mereka, sambil mengusap-usap pipinya.
“Duh, Tante Rasti beneran deh nyubitnya…” keluhnya dalam hati.
“Ya udah Tante katanya tadi mau ngajarin tekniknya…?” Ucapnya.
“Ya, sini Tante ajarin… Tapi yang lain juga ikut belajar dan praktek ya?”
“Wah, gak eksklusif dong Tante… Tadi katanya ini hadiah buat aku…” Protes Jaka.
“Iih kamu ini, udah usil, serakah lagi… biarin, salahnya sendiri kamu
gak nuntasin tugasnya dari tadi… wee…” Cibir Rasti nakal. “Oke, sekarang
Tante ajarin ya… dengerin baik-baik ya semua, nih Tante ajarin gimana
caranya dengan menggunakan tangan saja, kalian bisa bikin cewek puas
sampai bisa muncrat-muncrat! Kalo kalian bisa nguasain teknik ini,
dijamin nanti cewek-cewek bakal takluk sama kalian! Hi hi hi… Mau kan?”
Kerling Rasti binal.
“Mau Tante!” Jawab mereka kompak.
“Mm… Muncrat maksudnya squirt ya Tante…?” Tanya Romi.
“Hi hi hi… Kamu kok tahu istilah kayak gitu, sering nonton bokep ya?”
“He em Tante…! Emang Tante beneran bisa squirt?” sahut Romi berbinar-binar.
“Ya itu tergantung kalian nanti doong, makanya belajar yang bener ya…
Dengerin Ibu guru baik-baik!” Edan, bukannya ngajarin yang baik-baik,
Rasti malah ngajarin yang beginian pada anaknya sendiri dan
teman-temannya. Yah, apa mau dikata? Yang bisa diajarkan tentu adalah
hal yang dikuasai. Rasti yang jeblok, bahkan drop out dari sekolahnya
memang tidak pernah sekalipun bisa mengajari Tedi terkait pelajaran
sekolah. Paling banter Rasti cuman bisa nemenin dia aja kalo pas sedang
lembur mengerjakan PR. Hal-hal cabul dan mesum inilah yang dikuasai
Rasti, dan sekarang dia akan mengajarkannya. Rasti kemudian memberi
contoh dengan tangannya. Menunjukkan posisi tangannya yang seperti
membuat tanda ‘salam tiga jari’ khas anak metal. Lalu dia tunjukkan
bagaimana cara men-treatment vaginanya dengan posisi jari seperti itu.
Jari mana yang dimasukkan, sejauh mana, menghadap mana, dan kemana arah
mengocoknya supaya tidak sampai menyakiti apalagi melukai dinding
vaginanya, seberapa cepat gerakannya? Kemudian bagaimana pula
menstimulasi klitoris yang merupakan titik kunci kenikmatan seksual yang
dirasakan oleh wanita. Dengan gemas mereka berebut menyentil-nyentil
klitoris Rasti yang sudah mengacung keras itu. Rasti tertawa kecil dan
mendesah-desah manja dibuatnya.
“Enak ya Tante…?”
“Yaaah… kan udah dibilang itu sumber kenikmatannya… Kalian ini, kok seneng banget sih ngeliatin beginian aja…?”
“Iih, bagus banget Tante…”
“Hi hi hi… dimana sih bagusnya?” Goda Rasti.
“Yaa… pokoknya bagus Tante… bentuknya, warnanyaa… merah mudaa… duh betah deh ngeliatinnya…”
“Omong-omong, kok masih rapet ya Tante? Labianya cuma dower sedikit,
tapi liangnya masih rapet. Kalo aku liat di film-film bokep tuh
kebanyakan bintangnya udah pada dower semua memeknya…” Ucap Jaka sambil
mencolok-colok liang vagina Rasti. “Padahal kan lubang ini sudah pernah
ngeluarin tujuh bayi…?” Lanjutnya.
Rasti tertawa dengan pertanyaan lugu Jaka. Rasa bangga terselip di
dadanya, karena pertanyaan Jaka itu juga pujian baginya sebagai lonte.
“Yaa itu rahasia perusahaan Tante doong?! Mahal lho perawatannya…” Jawab
Rasti kemudian.
“Investasi ya Tante…?”
“Hi hi hi… iyaa… Duuh kok malah ngobrol sih, ayo dimulai pelajaran prakteknya…?”
“Tante kok nggak hamil-hamil lagi sih?” Kini Romi yang bertanya.
“Nah lho, masih tanya-tanya lagi… Kamu pingin Tante hamil ya? Suka ya
kalo Tante hamil anak-anak yang ga jelas bapaknya yang mana?” Jawab
Rasti dengan wajah cute sambil menjawil pipi Romi gemas. Romi dan yang
lain cuma mengangguk-angguk cepat.
“Hi hi hi… kalian nih… Ya Tante juga suka kok kalo hamil lagi, tapi kan
Tante nggak tau kenapa belum hamil lagi? Yang jelas Tante terus berusaha
aja supaya sel telur Tante dibuahi sama sperma pria-pria yang ngentotin
Tante. Tapi sampai sekarang memang Tante belum hamil lagi tuh?”
“Mungkin harus dicoba pake sperma aku Tante… Aku bibit unggul lho…!” Ucap Jaka cengengesan.
“Hayoo mau dicubit lagi ya kamunya!” Ujar Rasti gemas. Tangannya memburu
Jaka, tapi si Jaka dengan sigap mengindarinya sambil tertawa-tawa.
“Sebel deh… Ayo ahh dimulai… gatel nih!” Lanjut Rasti cabul, matanya
sayu, mulutnya merintih, sambil jarinya mengocok-ngocok liangnya. Rasti
jadi seperti sedang demo, unjuk rasa untuk menunjukkan betapa sudah
gatal liangnya itu pingin digaruk. Melihat aksi demo Rasti, keempat
remaja tanggung itu malah berebut ingin menjadi yang pertama memenuhi
tuntutan Rasti. “Dasar, tadi disuruh mulai malah ngajak ngobrol, ee
sekarang malah berebut lagi.” Pikir Rasti sambil geleng-geleng gemas.
Rasti membiarkan saja mereka berebut. Dia memposisikan tubuhnya dengan
nyaman, dan mulailah anak-anak itu bekerja bergiliran mengobok-obok
memeknya.
Ternyata Rasti tidak bisa tinggal pasif membiarkan anak-anak itu
memperlakukan vaginanya, karena jelas mereka belum lihai. Beberapa kali
Rasti harus menghentikan mereka, lalu memberi contoh lagi, dan
seterusnya. Ketika tangan yang mengobelnya terlalu cepat dan kasar,
Rasti kemudian menuntunnya supaya temponya bisa sesuai dengan yang
diinginkan Rasti. Begitulah adegan ajar-mengajar itu berlangsung, sampai
mereka mulai lihai dan Rasti bisa merasakan enak dan nyaman di
liangnya. Rasti merintih-rintih, mendesah-desah, tubuhnya
menggelinjang-gelinjang, tangannya memegangi erat tangan siapapun yang
ada di dekatnya. Semua reaksi Rasti ini benar-benar memanjakan mata para
remaja itu. Mereka benar-benar merasa bangga bisa membuat Rasti
keenakan.
“Aahh… iya begitu Jakaa..hh… uuuhh lebih kenceng lagi… Tante mau
keluar…!” Rasti merintih liar ketika giliran Jaka yang kedua kalinya dia
sudah hampir mencapai puncak.
“Aahh Jakaa..hhh…” Jerit Rasti.
“Sshh… Tantee…. Dikit lagi Tantee.. Tahan ya…?” Ucap Jaka bersemangat.
Craattsss cratss! “Aaaiiihhh…..!” Rasti melolong panjang. Dia squirt!
Cairannya muncrat jauh sampai mengenai dinding kamar mandi. Benar-benar
takjub para remaja itu melihat adegan real squirt live, langsung di
depan matanya! Hal ini benar-benar nyata! “Yeess, Tante, yesss…
keluarkan…! “ Seru Jaka girang merasa sukses. Craatss craatss… Liang
Rasti masih mengeluarkan sisa squirt meski tidak sekencang semprotannya
yang pertama. Tubuhnya kelojotan puas. Mulutnya masih mendesah-desah.
Jaka menghentikan aksinya dan mengelus-elus tubuh Rasti seakan ingin
menenangkan tubuh yang kelojotan itu. Saat Rasti mulai reda, dia menarik
tangan Tedi, dan mengarahkan ke liangnya. “Lagi…!” Kata Rasti dengan
pandangan sayu.
“Mmm… Mama masih bisa…?” Tanya Tedi ragu.
“Masih dong sayang, Mama bisa squirt berkali-kali… Sekarang kamu yang
bikin Mama muncrat ya? Mama mau sama kamu…” Pinta Rasti binal.
“Baik Ma…” Dengan sigap Tedi melakukan tugasnya.
“Aahh sayang… lebih cepat lagi sayang… Naahh begitu… uhhh…” Rasti
mendesah-desah keenakan lagi. Beberapa saat kemudian Tedi mulai
kecapekan, “Belum juga Ma…?”
“Belum sayang… Aahh terus… Dikit lagi… Terusss… Aahh… dikit lagi… dikit
lagi.. lebih cepat lagiihh… dikit lagii… dikit lagii sayaanggg….
Aaaaahhh….!” Rasti melolong panjang lagi. Craattsss! Squirt keduanya
muncrat-muncrat deras. “Aahhhhh…aaahhhh….” Desah Rasti terengah-engah.
“Wooww… Tantee mantaaap!”
“Ahh.. hh.. hhh… yuk, siapa lagi? Kamu yuk…” Rasti yang masih sedikit
terengah-engah kini menarik tangan Romi. Rasti benar-benar seperti
ladang gersang yang haus akan orgasme. Sungguh liar.
“Masih bisa Tante?”
“Masiihh… ayoo…”
“Wooww!”
“Eh… Tunggu Tante…” Sergah Jaka.
“Apa sih Jaka?”
“Pingin yang lebih asik nih Tante… He he he…”
“Duuh kamu ada-ada aja… mau apa lagi sih sayang…?”
“Ya biar permainannya makin seru aja Tante. Ng… Temen-temen mau kan
lebih seru?” Tanya Jaka yang tentu saja dibalas dengan anggukan oleh
yang lain. Rasti diam saja, penasaran dengan apa yang dipikirkan Jaka.
Malam makin larut, tapi mereka juga belum ingin semua permainan ini
berakhir begitu saja. Padahal sudah sejauh ini, tapi masih saja mereka
menuntut kepuasan yang lain.
“Tadi kan Tante bilang memeknya boleh diapain aja, pake apa aja, asal jangan pakeee…?”
“Kontol!”
“Betul…! Nah, berarti pake benda boleh dong Tante??”
Rasti tergelak mendengar ide Jaka ini. “Duuh kamu ini? Pake benda apa emangnya…?”
“Yuk kita cari sesuatu di kulkas!” Ajak Jaka bersemangat, melihat Rasti
tidak tampak keberatan. Yang lain juga terlihat antusias sekali dengan
ide Jaka ini.
“Hi hi hi… ada-ada aja sih kalian? DI kulkas ga ada apa-apa lho? Sana
deh cari kalo dapet?” Tantang Rasti. Mereka pun berhamburan keluar kamar
mandi menuju kulkas. Rasti tertawa geli melihatnya. Dia tinggal di
kamar mandi menunggu dengan penasaran apa yang akan mereka bawa.
Seingatnya sih dia tidak menyimpan makanan yang bentuknya bulat panjang
di kulkasnya. Benar saja, tidak lama anak-anak itu kembali ke kamar
mandi dengan muka masam kecewa.
“Hi hi hi…. Dapet apa kaliannya?” Rasti menyambut mereka dengan geli.
“Yaah Tante kok kulkasnya kosong sih…? Padahal anaknya banyak…” Ucap Jaka yang paling kecewa.
“Padahal kita ngarep nemu pare atau jagung…”
“Ha ha ha… Anak-anak Tante ga ada yang doyan pare, wee…” Goda Rasti.
“Tante ga punya dildo?”
“He he he… Tante ga punya gituan, Tante sih sukanya dildo yang hidup… Hi hi hi!”
“Aah ga seru…”
“He he, ya udah lain kali ya… ayok sini lagi, lanjut nggak?”
“He he he… Tapi kita dapat ini Tante…!” Ucap Jaka tersenyum penuh arti.
Apa itu? Apa benda yang diacungkan Jaka? Ya ampuun, itu sosis! Tergelak
Rasti melihatnya. “Aduh Jaka, itu sih cuma bikin geli-geli memek Tante
aja… Kecil gitu, lembek lagi…?”
“He he he, biarin, tujuan kita kan memang pingin gelitikin memek Tante… Biar Tantenya makin kegatelan pingin kontol…”
“Iih jahatnya….” Keluh Rasti berlagak merajuk manja. Menggemaskan.
Saking gemasnya anak-anak itu mulai menyerbu Rasti lagi. “Ayo
dikangkangin lagi kakinya!” Perintah mereka nakal.
“Duh, kalian ini nakal banget, itu makanan lho… ga baik dibuat mainan,
apalagi dibuat mainan untuk mencabuli Tante…” Ucap Rasti pura-pura
keberatan. Tapi tentu saja Jaka memaksa untuk menggunakan sosis itu. Dia
bahkan berjanji sosis itu nantinya akan mereka makan, jadi tidak akan
dibuang-buang sia-sia. Jelas Rasti tertawa meragukannya. Tapi bukan Jaka
namanya kalau tidak berhasil membujuk dan meyakinkan Rasti. Kelihatan
banget, malam ini Jaka lah yang paling bernafsu untuk melampiaskan
kegemasannya pada Rasti.
“Iyaa.. iya… nih, puas-puasin deh kalian mainin memek Tante…” Begitulah Rasti yang akhirnya pasrah.
Mereka lalu berlomba memasukkan sosis ke liang vagina Rasti. Satu pack
sosis yang mereka temukan di kulkas pas berisi empat buah sosis.
Masing-masing memegang satu buah yang berukuran panjang 10 cm dan
diameter 2 cm. Jelas dengan mudahnya sosis kecil itu keluar masuk liang
Rasti yang sangat basah. Rasti tersenyum-senyum saja melihat ulah
mereka yang tampaknya gemas sekali dengan vaginanya.
“Main ginian aja kok seneng banget sih kaliannya…? Apa sih menariknya?
Hi hi hi…” Goda Rasti tertawa-tawa geli. Tanpa menjawab anak-anak itu
hanya cengengesan saja sambil konsentrasi pada permainannya.
“Eeh lho… satu-satu dong masukinnya… jangan sekaliguss.. Aahhh…” Desah
Rasti ketika Riko mencoba memasukkan sosisnya ketika sosis Jaka masih
ada di dalam liangnya.
“He he he, gapapa Tante… Katanya kurang menarik? Ini biar menarik…”
Lirik Jaka nakal. Ucapannya diikuti oleh temannya yang lain, tak
terkecuali Tedi yang secara bersamaan memasukkan sosis mereka vagina
Rasti. “Aduuhh… Sempit dong… Aahhh, kalian nakal banget siihhh… aahh…”
Rasti mulai menggelinjang. Rasa geli dimasuki empat sosis sekaligus tak
bisa ditahannya. “Aaahhh…. Ooh…” Rasti terus mendesah seiring dengan
keluar masuknya empat sosis itu di dalam memeknya.
“He he he… kalo empat sekaligus terasa kan Tante… sempit kan?”
“He eehh… Aahh gataall… Ayo lebih cepet dimasukinnya…” Desah Rasti.
“Duh licin banget liangnya Tante… banjirr…” Dengan mudahnya sosis-sosis
itu tergelincir-gelincir keluar masuk saking basahnya liang Rasti.
“Aahh…” Rasti menggelinjang dan menggoyang-goyangkan tubuhnya maju
mundur. Terlihat sekali permainan mereka berhasil. Ya, Rasti benar-benar
terlihat sangat horny dan jauh dari terpuaskan. Dia merasakan kegatelan
yang sangat dan menuntut lebih.
“Uuuhhh kaliaaan nakall…” Desahnya binal.
“He he he… Empat masih kurang Tante? Udah sempit nih…” Ledek Jaka.
“Kuraangg… Ahh… Udaah yuk, pake tangan lagi…”
“Iih Tante kan udah nyembur dua kali…?”
“Tapi masih gateel… Dan makin gatel nih gara-gara kalian…!”
“Hi hi… dasar Tante… Kurang apa sih sosis ini Tante?”
“Kurang kerasss…!”
“Terus kurang apa lagi…?”
“Kurang panjaaang… Ahhh…”
“He he he… Tante mau ditusuk lebih dalam?”
“Iyaahh….”
“He he, ya udah nih Tanteee…”
Bleesss…!
“Aahhhhh…. Kalian apain???”
“Yaah, hilang deh Tante…”
“Haahh? Aduuh…”
Ternyata dengan kurang ajarnya Jaka mendorong semua sosis itu hingga
masuk jauh ke dalam liang vagina Rasti. “Jakaa… nakal banget sih kamuu…
keluarin!” Tukas Rasti panik. Jari tangannya bergerak cepat mencoba
meraih-raih ke dalam memeknya, tapi yang ada malah makin mendorong sosis
itu lebih dalam.
“Yaah Tante kok malah tambah dimasukin…?” Ucap Jaka geli.
“Aduuhh…” Keluh Rasti pucat. “Kalian jahaat dehhh…” Ucapnya manyun.
“Bukan kami Tante… tuh si Jaka aja yang masukin…” Sahut Romi mewakili dirinya, Tedi dan Riko.
“He he.. kan tadi Tante yang minta lebih dalam… masuk deh… gemes sih
Tante…” Ucap Jaka cengengesan tanpa rasa bersalah sedikit pun.
“Ayoo dikeluarin Tante… ga usah pake tangan… ngeden aja…” Goda Jaka. “Ayo… Tante bisa…!”
Dengan merengut Rasti mencubit pipi Jaka kesal. “Mana bisa… ayo tanggung jawab…!”
“Duuhh Sulit deh Tante… Tadi aja megangnya udah sulit karna ga ada
gagangnya, udah gitu licin banget… Tadi ga sengaja kok Tante, sosisnya
meluncur begitu aja ke dalam…” Jawab Jaka asal. Tapi tak urung dia
berusaha juga. Dengan tangannya dia membelahnya bibir vagina Rasti.
Dibukanya lebar-lebar dan terlihatlah… dua ujung sosis mengintip dari
celah sempit yang basah sekali itu. “Naaahh ketemu dua Tante… Ayo
temen-temen bantuin dong…” Komando Jaka. Yang lain pun membantu membelah
bibir vagina Rasti sementara jari Jaka menyeruak masuk mencoba mengorek
kedua sosis yang terlihat itu. Cruut… dibantu dorongan Rasti, satu
sosis meluncur keluar dengan cepat bagaikan peluru keluar dari laras
senapan.
“Yeess…. Ha ha ha…” Mereka tertawa berbarengan melihat adegan itu. Rasti
juga tak bisa menahan bibirnya untuk menyunggingkan senyum senang.
“Ayoo tiga lagi… tuh, satu lagi nongol…”
“Aduuh malah masuk lagi…” Goda Jaka melirik Rasti.
“Aduuh kamu ini pelan-pelan dong… dasar Jaka jelek…!” Cibir rasti kesal.
“Hi hi hi… bercanda kok Tante… niihh…” Sahut Jaka cengengesan sambil
menarik keluar sebatang sosis lagi dari liang Rasti. Huuff… Kesal
sekaligus Lega Rasti melihat itu.
“He he he… wajah Tante kalo merengut ngambek jadi makin cantik deh…” Goda Jaka.
“Gombaall… Ayo keluarin lagi yang duanya…!”
Celakanya kedua sosis lainnya melesak masuk terlalu jauh hingga tak
terjangkau oleh jari tengah Jaka sejauh dia berusaha meraihnya sedalam
mungkin. Mereka bingung, mencoba menguak lebih lebar liang vagina Rasti,
tapi kedua sosis itu tetap terlalu jauh masuk.
“Duuh gimana nih?” Kini Jaka yang panik.
“Iiih… Kamu siih nakal… ayo tanggung jawab…” Rasti sebenarnya panik
juga, tapi di sisi lain dia geli juga melihat kepanikan Jaka. Sukurin
deh! Ucapnya dalam hati ingin mengerjai Jaka. Padahal kalo benar-benar
susah dikeluarkan sosis itu dari liangnya, ya Rasti juga yang menanggung
konsekuensi dari kenakalan Jaka ini. Entah apa jadinya kalo begitu?
Apakah harus sampai ke dokter? Aduh, malu banget kalo beneran harus ke
dokter. Aah, tapi kan punya dokter pribadi. Tapi tetep aja malu kan…
Duh… Rasti jadi bimbang sendiri di dalam hatinya memikirkan berbagai
kemungkinan.
“Tante ngeden dong…”
“Udah ngeden dari tadi tahu…?” Tukas Rasti manyun.
Tak kehabisan akal, Jaka menyuruh Tedi mengambil sesuatu, dan dengan
cepat Tedi keluar mengambilnya. Apa itu? Ternyata Tedi kembali dengan
membawa sepasang sumpit makan. Geleng-geleng kepala Rasti melihatnya.
Membayangkan vaginanya akan dikorek-korek dengan sumpit oleh Tedi dan
teman-temannya itu. Tapi Rasti pasrah saja sambil memposisikan diri.
Jaka pun mulai bekerja. Ada sensasi aneh yang dirasakan Rasti. Sensasi
baru dimana sepasang sumpit menerobos dan menyentuh liang vaginanya.
Raut muka jaka yang terlihat Serius penuh konsentrasi mengorek-ngorek
vagina Rasti dengan sumpit membuat Rasti tertawa geli.
"Iih kok tante malah ngetawain sih...?” Protes Jaka.
“Habisnya mukamu yang Serius itu lucu banget... hi hi hi... tambah jelek.”
“Tante ih... malah ngeledek. Gak jaka keluarin lho sosisnya...”
“Wee ngambek, enak aja.... Hayo ah diterusin usahanya.”
Namun betapapun selanjutnya terus dicoba oleh Jaka, ide menggunakan
sumpit agaknya tidak berhasil. Sumpitnya memang berhasil menjangkau
posidi kedua sosis itu, tapi sangat susah untuk menariknya keluar.
Terlalu licin. Dan tubuh Rasti yang menggeliat-geliat geli membuatnya
makin susah.
“Tante sih ga mau diam…” Jaka beralasan.
“Yee… Geli tahu...! Tante horni berat nih, jadi pingin ngentot!” Ucap
Rasti vulgar. Ya, akibat semua ini, nafsu Rasti kini benar-benar
memuncak. Liangnya terus banjir. Dinding vagina dan klitorisnya terus
berkedut-kedut kencang. Pemandangan ini sangat menarik bagi Tedi, Riko
dan Romi. Tapi, Jaka yang panik tidak terlalu peka dengan
isyarat-isyarat erotis yang terjadi di depannya itu. Melihat ini Tedi
lah yang punya inisiatif lain.
“Mmm… Bagaimana kalo Mama dibuat squirt lagi?” Ucapnya.
“Nah, itu Ide bagus Ted... ga kepikiran gue…” Dukung Riko.
“Iya kan katanya Tante masih bisa squirt lagi?” Sambung Romi.
“Iya yok cepetan... Tante udah ga tahan...!” Sahut Rasti yang malah
paling antusias dengan ide itu. Benarlah, saking hornynya, Setelah
di-treatment sebagaimana yang telah diajarkan tadi, Rasti tidak butuh
waktu lama merasakan gelombang cairan cintanya bergulung-gulung
mendekat.
“Aaahh... iyaahh... yah.. yah.. yah… trusss dikit lagiihhh...”
Crattssz cratss...! Meski tidak sedahsyat squirt yang pertama dan kedua,
tetap saja semburan yang ketiga ini cukup kencang sehingga bisa
mendorong satu batang sosis keluar.
“Horee yesss… Ha ha ha…!” Seru mereka berbarengan kegirangan.
“Hu uh kok cuma satu sih?” Gerutu Jaka yang melihat satu lagi batang
sosis masih menancap betah di liang vagina rasti. Tapi bagaimanapun
juga, posisinya sudah cukup terdorong oleh squirt tadi. Jaka sudah bisa
menjangkaunya dengan jari, tapi untuk menariknya keluar masih susah
sekali.
“Duh, ayo Tante dibikin squirt lagi!”
“Eit... ga usah ya... Tante lemes tahu!?” Sergah Rasti berbohong. Ya,
sebenarnya bisa saja dia squirt lagi, kalaupun tidak, didorong pake
pipis pun kemungkinan sosis itu bisa keluar. Tapi Rasti ingin ngerjain
Jaka aja. “Susah nih Tante...”
“Aaahh... Pokoknya tanggungjawab ah gimana caranya?” Rasti terus
merajuk. Duh... jaka menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Di saat itu terdengar ringtone HP Rasti berbunyi dari dalam kamar.
Bingung siapa yang menghubungi malam-malam begini? Rasti menyuruh Tedi
mengangkat telpon itu. Ternyata itu panggilan dari Mike dan Andy yang
sudah menunggu di luar. Rasti menepuk jidatnya, duh, sampai lupa bahwa
malam ini dia sedang menunggu dua tamu ini. Di sisi lain dia jadi girang
juga karna berarti kegatelan di sekujur dinding vaginanya ini sebentar
lagi akan ada obatnya.
“Bilang Bibi, suruh bukain pintu dan bikinin minum. Suruh bilang juga,
Mama lagi mandi… Gitu ya…?” Perintah Rasti pada Tedi. Yang dimaksud Bibi
adalah salah satu dari tiga Baby Sitter yang malam ini disewa Rasti
sampai menginap.
------------------------------
“Aduuh Jaka, tuh tamu Tante udah datang, gimana dong??” Tukas Rasti
cemberut. “Pake mulut dong coba?” Rasti memberi ide yang terlintas
begitu saja di kepalanya.
“Ih Tante, pake tangan aja sulit...” Protes Jaka.
“Coba dulu. Pake tangan kan susah megangnya karna licin... Kalo pake
mulut kan bisa digigit. Ayo coba, Tante bantu dorong ya...?!” Paksa
Rasti. Dengan tidak Yakin jaka menuruti saja instruksi Rasti. Mulutnya
menganga, diposisikan di mulut vagina Rasti dan menekannya. Sementara
Rasti membelah bibir vaginanya itu selebar-lebarnya dengan tangan,
sembari memberi dorongan dari dalam seperti yang pernah dilakukannya
saat hamil. Sambil menekankan mulutnya, lidah Jaka juga menjulur-julur
sedalam-dalamnya ke vagina Rasti, akibatnya Rasti sering menggelinjang
kegelian dibuatnya.
“Aaah Jaka…”
“Thanthee hiam hulu hoong…” Dengan posisi yang sulit bicara, Jaka
menyuruh Rasti diam dulu karna gelinjang-gelinjang tubuhnya membuatnya
makin sulit menangkap sosis terakhir itu. Tapi bukannya berhenti, Rasti
malah mengapit erat kepala Jaka dengan kakinya dan makin menggelinjang.
“Aaahh…” Desah Rasti panjang. Serrr… Rasti orgasme!
“Mmmmppphhh…” Jaka yang kepalanya terbenam di selangkangan Rasti sedikit
memberontak karna sulit bernapas. Tangannya mencengkeram paha Rasti
kuat. Tapi Rasti yang masih dilanda sisa-sisa orgasme tidak langsung
melepaskan capitan kakinya pada kepala Jaka. Sambil masih sedikit
menggelinjang dan napas yang sedikit terengah-engah, yang ada malah
tampaknya Rasti makin mengapit dan semakin mendorong kepala Jaka untuk
terbenam makin dalam. Blingsatanlah Jaka dibuatnya. Dia meronta-ronta.
Sungguh pemandangan yang lucu sekaligus seksi bagi Tedi, Riko dan Romi.
Ketika Rasti sadar dan melonggarkan kakinya, Jaka langsung menarik
kepalanya, dan… Apa itu di mulutnya? “Kyaa…” Rasti memekik senang sambil
bertepuk tangan. Tingkahnya menggemaskan sekali, benar-benar seperti
anak ABG. Ya, gigi seri Jaka berhasil meraih dan menggigit kecil ujung
sosis yang sedikit terdorong keluar oleh orgasme Rasti. Meski hanya
seujung kecil yang berhasil ditangkap Jaka, ketika dia menarik
kepalanya, ternyata sosis itu bisa ikut tertarik keluar.
“Haahh hahh hahh…!” Jaka menjatuhkan sosis berlumuran lendir itu dari
mulutnya, lalu terengah-engah layaknya orang yang kehabisan napas. Dia
tidak menghiraukan tawa dan pujian yang ditujukan padanya karna sibuk
mengatur napas.
“Haduuuhh Tantee… nakalnya, Hampir aku mati kehabisan napas tadi!” Keluh
Jaka setelah beberapa saat. Pecah tawa lagi mendengar omelan Jaka itu.
“Hua ha ha… bener-bener gak kebayang kalo ada berita, seorang remaja
mati kehabisan napas gara-gara tenggelam di dalam memek lonte!”
“Jaka pintaarr… Hi hi hi…” Puji Rasti, lalu memeluk dan mengecup bibir
Jaka yang masih cemberut. Walhasil Jaka jadi tertawa juga.
“Asik, sekarang Tante bisa ngentot…! Dua kontol sudah menanti di ruang
tamu…” Ucap Rasti cabul sambil mengerling binal. Apa lagi niatnya kalau
bukan untuk menggoda anak-anak itu.
“Duh, senengnya yang mau ngentot… Ga puas-puas Tante, udah ngecrit berkali-kali juga tuh memeknya…” Ledek Jaka.
“Hi hi hi, biarin wee… ngecrit kan gara-gara geli-geli tuh kamu
gelitikin pake sosis. Ya masih gatel tahu…? Butuh digaruk pake kontol!”
Balas Rasti vulgar.
“Terus kontol kita gimana nih, tuh udah pada ngaceng lagiii…” Jaka berbicara mewakili teman-temannya.
“Duh, kasihan, coli sendiri-sendiri ya…? hi hi hi…”
“Yaah Tante…”
---------------
Begitulah pada akhirnya reda permainan di kamar mandi itu. Kini mereka
berlima beristirahat sejenak sambil berendam air hangat di bathtub kamar
mandi Rasti yang besarnya memang bisa menampung mereka berlima. Mungkin
lebih tepatnya seperti Jacuzzi. Apapun itu namanya, yang jelas sungguh
nyaman dan tenang mereka di situ. Mereka benar-benar sedang ‘cooling
down’ sekarang. Posisi Tedi bersandar di tubuh Rasti, sementara ketiga
temannya ada di depannya. Posisi mereka berhadap-hadapan. Sungguh iri
Riko, Romi dan Jaka melihat di depannya Tedi sedang dibelai-belai penuh
kasih sayang oleh Mamanya. Rasti merangkul Tedi dari belakang, kedua
tangannya bergerak membelai-belai rambut dan wajah Tedi. Bibirnya
diusap-usapkan ke pipi Tedi dan sekali-kali mengecupnya. “Selamat ulang
tahun sayang…” Bisiknya lirih.
Tentu tidak lama mereka berendam di situ mengingat Rasti sedang ditunggu
oleh Mike dan Andy yang mengantarkan mobil hadiah Tedi. Setelah mentas
dan handukan, Rasti mengeringkan rambut panjangnya dengan cepat dan
memakai gaun seksi minimalis. Tidak lupa ia membubuhkan sekedar make up
pada wajahnya. Ya, sedikit sekali, sangat minimalis. Tedi dan ketiga
temannya yang sudah berpakaian memperhatikan saja gerak-gerik Rasti yang
mempersiapkan diri untuk menerima tamu. Sebuah pemandangan yang selama
ini ternyata mereka tidak pernah menyaksikannya. Ada perasaan empati
melihat ini. Ya, mereka capek, tentu Rasti juga capek. Kalau dipikir,
mereka ‘bertualang’ sejak siang. Kapan Rasti istirahat? Saat ini mereka
bersiap tidur, tapi Rasti malah bersiap melayani dua orang tamu.
Merasa diperhatikan, Rasti menoleh dan tersenyum manis pada mereka.
“Kalau Tante ga mau nerima tamu, Tante bakal bolehin kalian tidur di
sini Tante kelonin. Tapi Tante ada tamu… maaf ya…” Ucapnya tulus. Ah,
tiada habisnya anak-anak itu terus bertambah kekagumannya pada Rasti.
“Sana ke kamar, istirahat… Tolong bilang ke Oom Mike dan Oom Andy, Tante
tunggu di kamar ya… Suruh mereka masuk.” Sambung Rasti. Masih dengan
senyumannya yang makin terlihat manis di mata mereka.
“Mamaa…” Tedi memeluk Rasti erat. Rasti balas memeluknya dan mengusap-usap punggungnya.
“Makasih ya Maa… Tedi punya Mama terbaik sedunia…” Ucap Tedi manja.
Rasti tersenyum dan mengecup kening Tedi. “Iyaa… selamat ulang tahun
ya…” Rasti mengulang ucapan selamat itu lagi. Terharu ketiga teman Tedi
melihatnya. Nah lo, kok jadi syahdu begini suasananya?
Tedi berpaling kepada teman-temannya. “Ayo kalian juga bilang apa ke mama gue…?” Ujarnya.
“Iiya… Mmm… Makasih Tantee…” Ucap mereka kompak. Agak gagap karena tak menduga ucapan Tedi itu.
“Tante… Tante super baiiikk banget deh… Mmmm….” Romi terlihat ingin
mengungkapkan sesuatu tapi tidak menemukan kata yang pas. Rasti tertawa
kecil melihatnya.
“Iya, Tantee… mm… makasiiih…” Riko dan Jaka seperti merasakan apa yang
ingin diungkap oleh Romi, Tapi ketika mencoba, ternyata tidak berhasil
juga mereka menemukan kata-kata itu, yang ada mereka malah mengulang
ucapan terima kasih.
“Hi hi hi… Iyaa… Kembali kasih ya…” Jawab Rasti geli. “Eh, sebagai balasannya mau gak kalian bantu Tante?”
“Mmm apa Tante? Apa aja deh!” Sahut Jaka cepat.
“Besok pagi Tante pasti K.O... Tante pasti bangun siang. Mmm… Bisa gak
kalian bangun pagi, bantu Tante urus rumah Tante. Bersih-bersih, urus
adek-adeknya Tedi…”
“Siap Tante…! Gampang itu mah, serahin aja semuanya pada kami… Tante
besok istirahat aja sepuasnya…!” Lagi-lagi Jaka menyahut cepat. Meski
Rasti terlihat belum menyelesaikan kalimatnya, dia dan yang lainnya
merasa sudah menangkap apa yang diinginkan Rasti. Senang sekali Rasti
mendengarnya, dia memeluk dan mengecupi mereka satu-persatu.
“Makasih yaa…”
“Iyaa Tante, makasih juga…”
“Selamat bobo ya…”
“Iyaa Tante…”
“Selamat bobo ya sayang… mimpi indah…”
“Iya Maa… Mama juga ya…”
“Iya sayang…”
Cup cup cup….
---------------------------------------------
What a day…
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar