Cerita Eksibisionis Tante Lies dan Fanne : Bite The Bullet 4

* * *​

"Sklek, sklek, grekkk, cklek," suara gagang pintu yang berkali-kali dipaksa terbuka, namun pada akhirnya gagal juga. Seorang gadis terduduk penuh rasa kesal di teras rumahnya. Ia tak bisa masuk. Pintunya terkunci. "Mama mana siih?! Mana gue lupa bawa kunci lagi!" umpatnya seraya mengambil handphone berlambang buah yang mengandung antioksidan. Ia menyusur deretan kontak kemudian menelepon nomor handphone mamanya, nomor Tante Lis.

Berkali-kali gadis manis ini mendengar suara dering telepon mamanya dari dalam rumah, namun tak pernah diangkat. Ia menggigit bibir bawah sembari memelototi handphone layar sentuh keluaran terbaru. Rasa gerah sudah menyelimuti dirinya. Rasa lelah seusai kuliah ditambah perjalanan dari kampus ke rumah membuatnya ingin sesegera mungkin menghantam kasur empuk di kamarnya. Well, sebenarnya ia diantar oleh sang kekasih, Greg. Tetapi ada adu mulut yang tak terhindarkan sehingga membuatnya kesal dan berujung pada permintaannya untuk lekas diantar pulang. Gadis bermata sayu ini ngambek dan mengusir Greg ketika mereka telah sampai di depan rumahnya. Mana sih mama nih! Fanne menyesali keputusannya beberapa saat yang lalu.

Pada saat berjalan melewati pagar rumahnya, gadis yang mengenakan rok span abu-abu di atas lutut dan jumper milik Greg yang berwarna biru tua ini menyadari keberadaan motor hitam yang familiar. Motor Dito. Oleh karena itu meskipun ia tahu mamanya ada di rumah produksi, ia enggan masuk ke dalamnya. Fanne menelan ludah. Ia raih kembali sneaker kesayangannya, bergegas ke rumah produksi sebelum hawa panas membuat tanktop hitamnya basah akan keringat.

Perempuan mungil ini kaget melihat pintu rumah produksi yang setengah terbuka, namun tak ada satu pun karyawan yang tampak bekerja. Ia mengendap pelan dan mulai waspada dengan keadaan sekitarnya. Hingga ia mendengar sayup-sayup suara rintihan wanita. Fanne tersentak, ia segera mencari sumber suara. Kamar istirahat. Ia berdiri di depan pintu kemudian tersentak! Sembari berdiri mematung, ia melihat wajah mamanya mendongak ke atas dengan mulut ternganga akibat terhempas kenikmatan. Mama Fanne tak lagi mengenakan jilbab atau penutup aurat lainnya, melainkan..lingerie?! Sepersekian detik kemudian, Fanne mengenali sosok pria yang sedang terpejam di saat menggauli Tante Lis. Dito?!

* * *​

Sedikit lagi, sedikit lagi, yeah dikit lagi! Tante Lis merasa gelombang ledakan kenikmatan sudah dekat menerpanya. "Uuuhh, Ditooo...tante mau sampai niihh! Genjot terus sayaang," lenguhnya dengan nada merajuk. "I, iya tante!" balas Dito masih memejamkan mata, memfokuskan konsentrasi agar tidak ejakulasi sebelum tante memberinya izin. Dua orang yang bermandikan peluh ini tak menyadari kehadiran seorang gadis yang melongo memperhatikan tingkah mereka.

Duuhh, enak banget ini! Si tante jadi seseksi apa yah? Uuhh, memeknya ngeremes-remes gini! Kapan dia sampe?? Gue udah ga kuat! Dito membuka matanya pelan pelan, ingin mengecek keadaan Tante Lis. Betapa terkejutnya ia, ada sosok pujaan hati yang selama ini ia dambakan mengawasi persetubuhan terlarang itu. Sejurus, keduanya bertatapan. Fanne memandangnya dengan sorot mata geram dan jijik. Reflek, Dito pun mencabut penisnya meski hampir ejakulasi dan mundur beberapa langkah dari Tante Lis.

"Uhh, ussshhh! Emmppffff,, AAAAHHH!" Tante Lis yang terpejam menikmati datangnya orgasme terkaget-kaget karena Dito melepas penisnya, lagi, namun tante tetap mengocok klitorisnya yang hampir mencapai puncak. "Kennapa diileppass begoo!" geram Tante Lis, ia menengok ke arah Dito. "Masukkin!" "Tap, tapi tan..," Dito belum menyelesaikan kalimatnya ketika ia mendengar perintah tegas, "Tante bilang masukin kontolmu sekarang!"

"Mamah!" jerit Fanne yang sudah tersadar bahwa ini semua tak sekedar mimpi di siang bolong. Tante Lis yang sedikit lagi akan melayang di tengah rasa nikmat langsung menoleh ke depan. Fanne! "Heh lelaki lancang! Pergi atau gua lapor orang kampung!" bentak Fanne dengan keras seraya mengacungkan telunjuk, amarahnya meletup hingga ke ubun-ubun. Ini kesempatan buat menghasut papa-mama untuk ngusir Dito selama-lamanya dari hidup gue! "Lu ngapain diem, kampung! PERGII!"

Sesosok manusia bergegas menangkap Fanne. Gadis kuliahan yang lengah itu merasakan kedua lengannya tertarik hingga handphone yang digenggamnya pun jatuh. Beberapa detik kemudian ia tersadar, ujung kain jumpernya telah ditarik dan disimpul sedemikian rupa hingga tangannya tertahan di dalam. Kedua tangannya dilipat di punggung dan dicengkeram dengan kuat. Fanne yang hendak berontak menyadari bahwa sosok lelaki jahanam tadi masih di tempat yang sama menggenggam kemaluannya. Berarti...

"Mamah!" pekik Fanne.
"Diam! Dito bantu tante!" dengan siaga Dito segera meraih kedua kaki Fanne dan menggotongnya ke atas ranjang.
Fanne meronta dengan tenaganya yang lemah, ia sudah kelelahan seharian berkegiatan di kampus. "Mamah! Lepasin! Atau Fanne lapor papah!" Tante Lis bergidik ngeri dengan ancaman Fanne barusan, angannya melayang mengingatkannya pada kejadian di masa lampau yang membuatnya merinding.
"Mamah!" jeritnya.
Dito kemudian menindih Fanne dengan gaya yang mirip sebagaimana ia menindih Tante Lis beberapa saat yang lalu. Tante Lis beranjak mengambil handphone Fanne yang tergeletak di atas lantai.

"Fanne..," rintih Tante Lis namun mencengkeram erat kedua simpul kain Fanne.
"Mamah.., Fanne akan lapor papa! Apapun yang mama lakuin ini akan Fanne laporin!"
You give me no choice. "Dito, ekse Fanne. Beberapa penetrasi cukup, ga lebih!"
Serta merta Dito menyingkap rok span ketat yang membalut dua paha seksi. Bersikukuh dengan pertahanannya, Fanne menjepit paha putih mulusnya agar tak bisa dinikmati pria hina di depannya.

Cuih! "Brengsek lu Dit!" Fanne meludahi lelaki yang ia hindari sejak mereka putus. "Anjing kampung! Sialan! Jahanam lu, anjing!" umpatan demi umpatan Fanne lontarkan dengan lantang. Yang diumpat tak banyak bereaksi, ia berfokus untuk melaksanakan perintah absolute atasannya: EXECUTE TARGET. Celana dalam putih polos yang menegaskan betapa beningnya kulit Fanne kemudian disibakkan ke samping. Dito memeluk kedua paha Fanne dan mengarahkan penisnya perlahan ke vagina sang target.

Maaf, maaf! Please kasih aku satu orgasme aja, ini darurat! It drives me crazy! Nanti aku minta maaf ke Fanne. Pikiran Tante Lis hanya dipenuhi dengan dorongan biarahi. Ia bisa melihat putrinya memberontak sekuat tenaga, berusaha menendang-nendangkan kedua kakinya. Perut Fanne memberontak naik turun, tangannya berusaha ia lepaskan, segala cara ia lakukan untuk menghindari mimpi buruk yang jadi kenyataan ini. Hasilnya nihil. "Aahhh!"

Vagina Fanne yang masih kering terasa sakit dimasuki benda asing yang melesak menghujam pertahanannya. "Uhhh! Sakiiitt," setitik airmata meleleh dari ujung matanya. Sekujur tubuhnya menegang sesaat, lalu pasrah. Otot-ototnya tak lagi berdaya, badannya lemas seperti dilolosi. "Lu bangsat Dit, anjing! Lu hina Dit, hina!" hanya umpatan Fanne yang tak terbendung di saat tubuhnya berhenti merespon impuls dari otaknya.
"Fanne," Dito sadar Fanne tak kuasa melanjutkan perlawanannya ketika Dito telah memaju-mundurkan penis di dalam vagina pasangannya. Ia melepas kuncian paha dan berusaha meraih kepala Fanne, membelainya, "Fanne, maafin aku sayang...aku ga punya pilihan."
"Aku-kamu, sayang?! Lu tuh lebih hina daripada binatang, lu tau engga Dit?! Lu sadar engga apa yang lu lakuin?! Begundal bangsa..." "Plakk!" Sebuah tamparan mendarat ke pipi Fanne.

Fanne tahu bahwa bukan Dito yang menamparnya; kedua tangan lelaki hina itu ada di pundaknya. Mamah?! "Mamah udah gila?! Kenapa mama tampar aku?!" Tante Lis yang biasanya lembut dan penyayang kini tampak seperti pekerja penjaja kenikmatan syahwat di pinggir jalan. Cantik, seksi, dan binal. Tampak dari matanya, mama Fanne tak lagi berpikir jernih. Bibir bawahnya digigit, tangan kirinya menghilang di balik punggung, dan puting payudara Tante Lis mengacung tinggi. Terlintas pikiran bahwa mamanya di bawah pengaruh hipnotis Dito.

"Fanne, mama ga peduli kamu mau ngumpat apa. Asal jangan keras-keras!" Fanne merasakan pipinya lembab seperti ada lelehan cairan. Ternyata Tante Lis tak berhenti merangsang klitorisnya di tengah keriuhan Fanne dan Dito. Umpatan Fanne hanya membuat konsentrasinya buyar. "Dito, buat Fanne duduk di atasmu biar dia di atas." "Baik, tante."

Tante Lis mendapatkan ide, ia hendak mengambil gambar Fanne yang sedang dientot oleh Dito. Ini adalah langkah pengamanan agar Fanne tak melapor pada papanya. "Cekrek!" Satu gambar ia abadikan. "Cekrek!" Dua gambar tante peroleh. Tante Lis mengecek hasilnya. Hasilnya cukup jelas, tapi kurang hot kalau kurang cahaya gini. "Cklik!" Saklar lampu dinyalakan tante.

Fanne menyesali keputusannya yang menonaktifkan password handphone ketika ia bosan menunggu di depan rumah tadi. Kini ia tak punya pertahanan. Mama pegang barang bukti, Dito nikmatin vaginaku. Ia menunduk lesu. Kegarangan Fanne berubah menjadi gadis penurut, meski masih fasih mengeluarkan caci maki. Betapa terperanjatnya ia ketika sebuah tamparan kembali mendarat di pipi satunya, "Plakk!"

"Mamah?" rintih Fanne.
"Jelasin semuanya!" dengus Tante Lis, tangannya menunjuk ke arah vagina Fanne, "kamu udah ga perawan?!"
Fanne yang tak henti-hentinya digenjot Dito dari bawah merasakan hawa dingin menerpanya. Darahnya berdesir. Ia menyadari bahwa mamanya hendak menampar untuk kesekian kalinya, Fanne memejamkan mata.

* * *​
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar