Cerita Eksibisionis Tante Lies dan Fanne : Bite The Bullet 2

* * *​

"Dito!" jerit Tante Lis, bergidik kaget. Jantungnya berdegup kencang. Sudah berapa lama dia di sana?? Pikirannya kalut, rasa mual menyerang perutnya. Tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Yang dibentak tak kalah kaget, tangan yang sudah terlanjur memegang senjata kemudian ia tarik sesegera mungkin. Kemudian terpana, me-reboot pikiran agar kembali dari alam fantasi.
"Keluar!" bentak Tante Lis, "sekarang!" kulitnya yang khas Indonesia, sawo matang namun cerah, tampak kontras dengan muka yang merona merah. Entah geram, malu, atau terangsang.

Opsi A : Ke luar; menjaga etika dan itikad baik namun mempertaruhkan image, nama baik, serta kesempatan meminang Fanne.

Opsi B : Terjang; mengambil alih situasi namun mengorbankan moral dan norma serta berisiko menghancurkan hubungan baik

Insting kejantanan Dito menyeruak, meluluh-lantakkan pembatas moral dan norma. Kalau akhirnya sama-sama buruk, lebih baik sekarang cari nikmatnya dulu kan? Just do it, think later! Dito melewati pintu yang setengah terbuka itu kemudian melompat ke atas kasur tempat Tante Lis memacu kenikmatan. Menerjang figur seksi yang mempesona akibat Kristal peluh di sekujur tubuh.

"Tante, maafin Dito!" Dito sertamerta menciumi bibir Tante Lis, memastikannya bungkam agar tak berteriak. Kedua kakinya menindih kedua kaki mangsanya agar tak bisa berontak. Kedua tangan Tante Lis dicengkeram erat di atas kepala korban dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya meremas bagian tubuh yang belum terdeskripsikan: bongkahan kenyal khas wanita punya.

"Umphf! Pfuuh!" Tante Lis terbelalak dengan tindakan "si anak manis" yang selama ini dia kenal. Ia meronta-ronta, menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Berusaha melepaskan bekapan bibir sang pemuda. Tante Lis tak mengira bahwa di balik postur Dito yang kurus dan tak jauh berbeda dengannya, tersimpan tenaga begitu kuat untuk mematikan gerakannya. "Puahh!"

"Hhmmppfft! Mmphhtt!" Tante Lis berusaha berteriak dan tubuh moleknya masih menggeliat sekuat tenaga. Bukannya gentar, Dito semakin bernafsu setelah merasakan si tante meliuk seksi. Terlebih lagi vagina tante bersinggungan dengan penisnya, rontaan wanita seksi ini hanya akan menambah kenikmatan seksual Dito. Ia pun mulai menggoyangkan "little bro" yang belum pernah berdampingan dengan milik perempuan sedekat ini. Tante Lis dengan pakaian tipisnya tak mampu menyembunyikan vagina yang mulai terhujam oleh benda asing. Teriakan berontaknya lama kelamaan pun berubah menjadi teriakan dan desahan, bimbang di antara kenikmatan yang mulai menggelora.

"Diam!" gantian Dito membentak majikannya.
"Shhah, hhah, hheh," bibir tante yang bebas secara reflek berusaha mengambil nafas.
Dito hanya ingin memastikan sang buruan bertekuk lutut bersedia mendengarkan penjelasannya. Jengah dengan usaha tante untuk berteriak, tangan kiri Dito tak lagi meraba susu Tante Lis. Kini ia mencekiknya. Sekuat tenaga.
"Ditt...too," rintih Tante Lis, ia menatap lelaki di depannya dengan penuh raut kengerian.
"Please...lepas..intan..lepas tante," kebutuhan oksigen mulai berontak, Tante Lis pun semakin lemas kehabisan nafas. Kepalanya tergolek lemah, bola matanya pun seakan terjungkal ke belakang.
"...gak...te..riak...jan...janji!"

Dito melepaskan cekikan di leher Tante Lis. Tante tersengal. Matanya membeliak saat menghirup udara yang sedari tadi ia rindukan. Ia merasa tenaga mulai kembali ke tubuhnya sejalan dengan nafasnya yang mulai teratur. "Kamu hampir bunuh tante tau?!"
"Maaf tante," ucap Dito datar, ia teringat sebuah adegan di film bokep yang mirip dengan situasi ini.
"Kamu bisa engg, GAAH! Ohh..," dua jari Dito, telunjuk dan tengah, dihujamkan sedemikian rupa ke dalam liang kewanitaan si tante: sesuai dengan adegan bokep.

"Aihhh....ja, jangan! Huooohhh," Dito mempercepat sodokan jemarinya di vagina Tante Lis. "Stoop, ohhh! Dit...bukan! Noohh!" Tante Lis yang sudah kepalang birahi berusaha menghentikan gerakan jari Dito yang mengobok-obok organ kewanitaannya dengan kasar, namun Dito tak mengurangi ritme kocokannya barang sedikit pun. Ia hanya berharap mangsanya takluk.
"DITTTOOO!" Tante Lis melolong panjang berusaha menyadarkan bocah yang terbuai pesona seksinya lekukan tubuh wanita paruh baya. Dan kini ia berhasil.

"Hah, hah, shah, hah," perempuan yang telah tunduk pada nafsu syahwat ini pun berusaha mengatur nafas sedikit demi sedikit, "Dito, ini baru pertama kah?"
Dito mengangguk. Jarinya masih terbenam di liang kenikmatan, pemiliknya masih dalam posisi tidur mengangkang.
Makanya main kasar gitu, amatiran. Bisa lecet memek gue. Tante Lis berusaha duduk. Enak sih, tapi gue susah dapetin kalo dikasarin. "Sini, Dito tiduran di kasur. Biar tante yang mulai."

Meski Tante Lis pernah bergumul dengan beberapa lelaki lain selain suaminya, tapi mereka semua paling tidak memiliki pengalaman memadu cinta. Sekali ini aja deh sama Dito, kangen kontol gue. Misua ga balik-balik sih, udah sebulan engga terjamah kan memek gue. Udah deh, sekali ini doang, dia tutup mulut dan gue yang ambil alih nanti. "Dito lepas celananya ya sayang," ucap Tante Lis manja. Ibarat kerbau dicocok hidungnya, Dito menurut saja.

Batang kejantanan Dito berukuran sedang, ukuran normal orang Indonesia. Tante Lis tak mempermasalahkan ukuran, baginya yang penting kontol, tegang, dan bisa digenjot. Targetnya pun kemudian digenggam lembut oleh Tante Lis dan diremas perlahan. Njirr, udah keluar cairan dia. Haha, sebegitu napsuinnya ya gue yang telanjang gini? Cupu, batin Tante Lis.

"Pernah dijilatin?" Dito menggeleng. "Yauda biarin tante jadi orang pertama yang memberikan kenikmatan duniawi ke Dito ya?" Dito mengangguk. Dito baru menyadari bahwa Tante Lis bukan memakai yoga pants ataupun legging. Lingerie! Dengan tipe bodystocking dan open-crotch, Dito yakin malaikat pun akan terbelalak matanya melihat keseksian juragan yang kesehariannya kalem dan bersahaja.

* * *​
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar