Cerita Eksibisionis Tante Lies dan Fanne : Bite The Bullet 3

* * *​

Tante Lis memperhatikan dengan seksama ekspresi Dito yang terpesona dengan penampilan spesialnya, secara tidak langsung membuatnya terangsang. Dirinya merasa apes-apes beruntung. Apes pertama karena sebenarnya tadi pagi ia sedang mencoba lingerie yang ia beli secara online dan baru sampai di rumahnya. Mumpung Fanne serta adiknya, Nissa, sedang kuliah dan ia sendirian di rumah, ia memutuskan untuk mengenakannya. Tante Lis lalu berkaca di cermin ruang tidurnya. Seksi, pujinya. Engga kalah sama keseksian model lingerienya.

Lingerie bodystocking hitam miliknya memiliki bahan fishnet rapat yang membalut ujung kaki hingga paha bagian dalam, pantat, pinggul, dada, lengan, dan tangannya. Lingerie dengan motif flora ini memiliki celah pada bagian selangkangan sehingga memudahkan stimulasi maupun penetrasi. Selain itu, desain lingerie membebaskan jari dan telapak tangan dari balutan serta memiliki belahan leher berbentuk V yang jatuh tepat di belahan dada Tante Lis. Ibarat model, ia pun kemudian melenggak-lenggok dengan bebasnya menjelajahi setiap bagian rumah.

Sampai di ruang tamu, fantasinya pun melayang. Tante Lis membayangkan suaminya pulang ke rumah kemudian mendapati istrinya berpakaian jalang di depan pintu utama. Sembari berimajinasi, Tante Lis mulai memilin-milin puting serta menggesekkan jarinya ke vagina yang mulai becek. Ia membayangkan suaminya yang telah sekian waktu tak pulang langsung mengeksekusinya saat itu juga di ruang tamu. Memenuhi rumah dengan suasana erotis dengan teriakan mereka berdua. Tanpa disengaja, lenguhan demi lenguhan Tante Lis mulai pecah dari balik pintu utama kediamannya. Konsentrasi tante akan angan-angannya itu tiba-tiba terguncang, saat Dito mengetuk pintu rumah produksi tanpa henti. Apes satu.

* * *​

Tante Lis yang kaget pun bergegas memakai pakaian yang tersedia untuk menengok rumah produksi. Dia tidak ingat ada janji dengan klien, akan tetapi kadang klien memang datang mendadak tanpa agenda sebelumnya. Ia langsung menyambar daster lengan panjang dan jilbab seadanya untuk menutupi keindahan tubuhnya. Tak sempat ia berpikir memakai pakaian dalam karena melepaskan lingerie ini membutuhkan waktu tak sebentar. Setengah berlari, ia buru-buru menutup pintu rumah dan melongok ke rumah produksi. Betapa kecewanya ia mendapati Dito-lah yang membuat kegaduhan. Klien bukan, ganggu kepuasan iya.

Ketika mempersilakan Dito masuk, darah Tante Lis berdesir. Ia tidak tertarik dengan pemuda baik mantan putrinya itu, namun tersadar bahwa dasternya tidak menutupi ujung lengannya yang terbalut lingerie hitam. Selain itu puting yang mengecap di bawah daster pun tak bisa disembunyikan dengan sempurna. Masih menonjol akibat rangsangan penuh birahi beberapa saat sebelumnya. Ditambah lagi vaginanya yang basah terasa dingin nan semilir terhembus angin, dengan bibir yang saling tergesek di bawah klitoris membuat Tante Lis takut cairan cinta menetes seiring langkahnya mengayun. Karena itu, tante yang biasanya kalem, penuh perhatian, dan terbuka dengan orang lain berusaha membuat Dito pergi sesegera mungkin.

Setelah kepergian Dito, Tante Lis merasa ada unfinished business antara dia dan nafsu birahinya. Tak ayal ia pun kemudian kembali mengejar kenikmatannya di tempat yang tersedia, tanpa sempat mengecek pintu untuk kedua kalinya. Ia merangsang tubuhnya dengan erotis, demi sebuah orgasme. Tenggelam dalam kenikmatan membuatnya tak ingin lekas usai, sehingga tiap hampir mendapat ledakan kepuasan ia menghentikan rangsangannya. Begitu seterusnya hingga akalnya tak lagi sehat, pikirannya tak lagi jernih. Yang ia tuju hanyalah kenikmatan, kenikmatan, dan kenikmatan. Maka datanglah apes kedua, aksinya kepergok.

Dibalik keapesan itu, Tante Lis tetap merasa beruntung. Ada kontol yang bisa ditunggangi. Ia sudah lama tak main serong dengan lelaki lain semenjak berkomitmen mengenakan jilbab setelah kejadian itu. Akan tetapi didesak keadaan yang telah lama tak terpuaskan dan sedang di ambang kenikmatan ditambah tingkahnya diketahui orang lain, semuanya mengerucut hingga muncul sebuah konklusi sementara. Ngentot sekarang, dapetin satu orgasme, urusan lain selesaikan nanti.

* * *​

Ia kembali menengok ke batang kemaluan Dito, lalu menimbang pengalaman seks yang partnernya miliki. Duh lawannya bocah gini, baiknya gue minum obat perangsang deh. Biar cepet dapetin, terus udah selesai cepet. "Bentar ya, sayang..tante minum dulu." Tante Lis meraih sebuah botol kecil kemudian menuangkannya ke gelas yang ada di atas meja kecil di pojok bawah ranjang empuk yang ditidurinya. Akibat terlalu terpesona oleh situasi Tante Lis yang memacu kenikmatan tadi, Dito baru menyadari keberadaan meja kayu setinggi ranjang yang harusnya terlihat jelas dari depan pintu.

"Sini Dito," Tante Lis yang telah usai menenggak obat perangsang kembali menggengam penis Dito, meremasnya perlahan lalu mengocoknya dengan lembut.
"Uhh..," baru kali pertama bagi Dito merasakan nikmatnya sensasi hand job oleh orang lain, biasanya ia swalayan. Dito merasakan ada hawa hangat yang menerpa batang kemaluannya, ternyata hembusan nafas sang tante yang bersiap menjilati kejantanannya.
"Mmhh, mmpph," Dito berusaha menahan suaranya. Tante Lis menjilati penis dengan perlahan, namun ulet. Ia menjulurkan lidahnya dan ia sapukan ke bagian bawah penis Dito lalu terkekeh pelan saat merasakan otot-otot Dito mengencang Merasa cukup menggoda Dito, Tante Lis langsung melahap alat penyodok yang mulai tegang.

Belum pernah rasanya Dito merasa kenikmatan yang senyata ini. Kuluman Tante Lis memberikan segenap sensasi asing bagi sekujur tubuh Dito. Ia bisa merasakan hangatnya langit-langit mulut, lembutnya bibir, dan agresifnya lidah sang bidadari, Tante Lis. Rasa nikmat menjalar dari ujung penis, ke batangnya kemudian bergerak mengelilingi tubuh Dito seiring degup jantung berdetak. Tante Lis memberikan servis oral dengan sepenuh hati menaik-turunkan kepalanya, menjilati penis bak gula-gula, kemudian mengulumnya hingga mentok di tenggorokan. Biarkan aku kembali jalang untuk satu waktu ini aja, Pah!

Penis sang amatiran pun mulai mengejang. Tante Lis yang tanggap dengan hal ini langsung menghentikan kocokannya. "Auuuhhh," desah Dito setengah kecewa karena ejakulasinya tertahan. Sang pemberi kenikmatan duniawi mengedipkan sebelah mata, tampak manja dan mempesona. Di saat yang sama ia terus merangsang vaginanya hingga tak lagi becek, melainkan banjir. Obatnya bekerja dengan sempurna. Di bawah pengaruh obat ini, ia akan mendapat orgasme lebih cepat tetapi tingkahnya akan lebih binal dan sulit berpikir jernih sebelum menerima kepuasan. Berkat pengalaman mendalam dengan obat ini, Tante Lis tahu benar takaran yang pas untuk menghindari desakan vagina untuk mengejar orgasme kedua.

* * *​

Perfect, it's on now. Penis Dito diamati dengan seksama oleh bidadari molek, tampak setitik cairan bening meleleh dari ujungnya. "Ah masa baru segitu udah keluar maninya?" sindir Tante Lis sambil beberapa kali menyentil kepala penis Dito. Pemiliknya pun merah masam, malu karena kalah di hadapan wanita yang profesional urusan ranjang. "Tante ke atas ya, Dito jangan capek-capek biar tahan ngentotin tante sampai orgasme."

Dito hanya bisa menelan ludah mengagumi indahnya tubuh Tante Lis. Perempuan itu mengangkangkan selangkangannya hingga tampak belahan bibir bawah yang sedari tadi mengeluarkan pelumas untuk memudahkan penetrasi. Ia lalu menegakkan penis partnernya kemudian mengarahkannya masuk dengan perlahan. "Shhh, auuhhhhh," penis Dito mulai membelah labia tembem Tante Lis. "Tante goyangin yaahhh," Dito tak lagi mengenali pembawaan Tante Lis sekarang. Ia tak ubahnya pemeran film porno yang biasa ditonton untuk mengobati kesendirian. Nafsu di ujung tanduk ternyata bisa mengubah karakter orang ya, pikirnya.

Posisi Tante Lis yang di atas memudahkan dirinya mengatur ritme persenggamaan. "Ditoo, kalau kamu mau keluar bilang tante yaa." Tante Lis menaik-turunkan pantatnya, sambil sesekali melakukan gerakan melingkar. Mengaduk liang di selangkangan dengan batang yang tersedia. Sesekali ia membenahi rambutnya yang terurai dan melilitkannya ke atas tanpa menghentikan ritme ML-nya. Susunya yang mungil namun kencang berguncang seirama dengan gerakan pantatnya, kemilau dan basah membuat dua bongkahan sekalnya ini semakin indah. Putingnya yang mancung membusung sebenarnya menginginkan rangsangan, namun pasangannya hanya mengistirahatkan kedua tangan di paha Tante Lis.

"Slep, slep, slep," irama dua manusia memacu syahwat membahana di ruang istirahat yang remang tersebut. "Ditto.., Ditto.., uuhh!" "Slepp, slep, slep" "Dito.., aah. Jawab sayang!"
"E-eh, iya tante," dirinya canggung dan tak tahu harus bersikap bagaimana. Dirinya telah terbius nikmatnya hormon endorphin yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnya.
"Kammuhh, ssekkarangh ppatuhin tannte!" guncangan demi guncangan yang ia ciptakan seakan semakin mendekatkannya dengan kepuasan. "Ssshhh, ehsss, aaah," Tante Lis mempercepat goyangan naik-turunnya sambil sesekali menyibakkan rambut lurusnya yang tergerai bebas. "Jawab!"
"Emph, i, iya tante."
"Uhhhh, jannjii yaa, patuhh samma appapun yang tannte minttah?" "Slep, slep, slep."
"Iyaahh! Aaah, aahahhh," Dito tak bertahan lama, pertahanannya pun seakan runtuh. Usaha untuk mempertahankan harga diri kelaki-lakiannya mau tak mau menyerah di hadapan penyaji kenikmatan ini. "Tante, Dito mau keluar!"

"Plop!" penis Dito terhentak, lolos dari jepitan vagina. Tante Lis berdiri di atas ranjang secara tiba-tiba, menghentikan goyangan yang menjadi sumber kenikmatan pria kurus di bawahnya. "Hoh!" Dito terkejut. Otot selangkangannya dan urat-urat senjatanya yang mengejang dikecewakan, membuat sang batang urung memuntahkan cairan hasil kocokan tante.

Sesuai dugaanku, Tante Lis tersenyum seulas. "Gimana sih kok kamu seenaknya mau keluar? Tante dulu yang orgasme, setelah itu baru kamu tante bolehin. Paham?" Tante Lis berusaha mengambil alih kekuasaan dengan menyudutkan Dito yang masih awam urusan ranjang. "Paham?!" ulang Tante Lis dengan tegas menanti jawaban. Dito yang sedari awal merasa sungkan pun hanya bisa menjawab lirih, "Paham."

Cih, tadinya pengen berlagak pemerkosa. Sekarang tunduk, jadi pesuruh pemuas raga gue. "Duduk," yang disuruh pun kemudian duduk, rasa hormatnya ternyata lebih besar daripada dorongan seksualnya. Asal dikasi kenikmatan kayak tadi, tante suruh apa juga gue turutin, batin Dito. Tante Lis kemudian berjalan ke tepi ranjang, mengibaskan pantat bahenolnya di depan hidung sang pesuruh lalu turun dari ranjang menuju ke meja kecil di sampingnya.

Tante Lis melenggak-lenggok menggoda Dito selagi berjalan ke arah tujuannya. Dito hanya bisa menelan ludah dan melirik ke arah penisnya yang konak. Hihi, dasar sok predator..ternyata mental cuman piaraan doang. Tante Lis kemudian menungging sambil berdiri, kedua tangannya bertumpu di atas meja. Bongkahan pantat Lis yang penuh ditambah vagina yang menggoda karena kentara betapa becek dan lengketnya mempesona Dito. "Sini, lekas masukin sayang."

* * *​

Dengan tergesa-gesa, Dito segera berdiri dan menghampiri majikannya. Majikan dalam pekerjaan dan juga dalam mencapai kepuasan untuk saat ini. "Berhenti," tegas tante, "bersihin dulu cairan di ujung kontolmu itu." Dito menengok ke arah little bro nya yang masih tegang, terlihat lelehan bening mengucur bermuara dari ujung. "Bisa muasin tante engga sih? Kalau engga tante pakai tangan sendiri aja," ucap Tante Lis kasar, berniat menggoda sang bocah. Dito tersenyum masam lalu cepat-cepat mengusapnya.

Dua anak manusia ini kemudian berusaha menyatukan diri kembali. Dito yang kini berdiri memiliki keleluasaan lebih dalam menggoyang vagina si tante. Tanpa banyak ba-bi-bu, ia langsung tancap gas menggarap demi simbiosis mutualisme. "Slep, Slep, slep," "Auuhhh, emmffhhh, enaaak, teruus Ditt," vagina tante yang basah, meminimalisir gesekan penghambat laju penetrasi, memudahkan Dito untuk meningkatkan ritme. Paham kondisi majikannya, Dito menambah kecepatan. Semakin kencang dan semakin kencang.

"Shhhh,, aaaahhh! Yess, Ditto i like it! Yeah, teruuuuss! Hah, hhmmppph, uuuu...eh??!" Tante Lis terbelalak. Liang persenggamaannya kosong. Ternyata Dito menarik batang kejantanannya dari rongga kewanitaan tante. Tuh, biar lu juga ngerasain tanggung kayak gue tadi. Biar baru pertama, gini-gini gua juga perkasa. Dipermalukan terus-menerus sedari awal ronde membuat Dito minder sehingga mencari cara untuk mengembalikan nama baiknya sebagai pejantan. Melepas penis sebelum tante klimaks adalah opsi yang diambil. "Ohh??! Diitt, Dittooo...masukin lagiii."

Hujaman penis mengagetkan Tante Lis hingga mulutnya menganga dan matanya terhentak seolah hendak loncat ke luar. Dito meneruskan aksinya, ia pegang pinggul tante erat-erat lalu memacu mesin penghasil nikmatnya cepat-cepat. "Emppff, Ditoo! Iyaaahh....iyyaaahh, gittu sayaaang!" Tante Lis mengerang kencang di tengah perjalanannya menuju ledakan kepuasan. Sekarang! "Plop!" Dito kembali menarik penisnya tiba-tiba, membuat tante terhenyak. "Ushhh, auuuhhh," rintihan kekecewaan menggeram selagi ia menoleh ke belakang. Dito memandangi Tante Lis yang bermandi peluh namun tetap mempesona, membuatnya yakin bahwa orang yang ia genjot sedari tadi adalah orangtua biologis dari Fanne.

Tante Lis tak habis akal. Ia mengulurkan tangan kanan kemudian mengobok-obok klitorisnya yang sudah membengkak menuntut untuk dipuaskan dan tak lagi peduli dengan keisengan Dito. Lancang juga ini anak, gapapa deh yang penting kekangenan kontol uda terobati. Sekarang tinggal raih satu orgasme, satu. "Mmff, Dittoo...terrseraah kamuuuh. Berhenti lagii, tanntee gga akan kasi kammuu kenikmatan lagii," ancam Tante Lis sembari meracau keenakan atas rangsangannya sendiri. Dito yang sadar bahwa sudah kalah posisi pun menerima kenyataan bahwa wanita yang ia garap ini bukan sosok yang bisa ia dikte, namun sebaliknya. "Iyaa tantee, maaffin Dito!" Persetubuhan mereka pun menemui babak baru.


* * *​
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar