Cerita Eksibisionis Dinda : 6 Bad Day

Siang itu, cuaca sedikit mendung. Aku sedikit cemas jika nanti turun hujan ketika jam pulang tiba. Sebenarnya aku bisa saja pulang lebih awal. Karena di jam pelajaran terakhir ini, guruku hanya memberikan tugas yang sebenarnya sudah kuselesaikan sejak tadi. Aku sibuk dengan handphoneku sendiri ketika teman-temanku sedang mencontek hasil kerjaanku.

Tak terasa bel tanda pelajaran usai telah berbunyi. Teman-temanku segera mengumpulkan tugas di meja guru dan bergegas pergi, dengan alasan siapa yang terakhir mengumpulkan harus membawa tumpukan hasil tugas tersebut ke ruang guru. Namun seperti biasa, temanku yang juga ketua kelas selalu mengalah dan mau menjadi sukarelawan untuk melakukan tugas tersebut.

"Eh, biar aku aja gas..." kataku kepada Bagas yang sedang merapikan tumpukan tugas di meja guru. Sementara temanku yang lain telah pergi meninggalkan kami berdua.

"Serius?" jawabnya.

"Iya... gak papa... aku mau sekalian ke ruang guru kok..." jawabku.

"Yaudah, bagi 2 aja kalo gitu..." katanya.

"Eh gausah... aku bisa sendiri kok... kamu pulang aja gapapa..." jawabku sambil mengambil alih tumpukan tugas tersebut.

"Yaudah kalo gitu.... aku duluan ya...." kata Bagas sambil meninggalkanku di dalam kelas sendiri.

Sambil membalasnya dengan senyum, aku memperhatikannya sampai benar-benar meninggalkan kelas. Setelah dia pergi, aku kembali ke tempat dudukku yang sedikit berada di paling belakang. Bukan untuk duduk atau apa, aku hanya ingin mengambil spot yang tidak dapat dilihat dari luar ruang kelas.

Setelah yakin orang-orang yang sedang lewat di depan ruang kelas tidak dapat melihat posisiku, kunaikkan rok panjang seragamku sampai ke pangkal paha hingga tanganku dapat meraih celana dalamku. Dengan cekatan, aku langsung menurunkan celana dalamku hingga lolos dari kakiku dan langsung mengembalikan posisi rokku seperti semula. Setelah itu, kumasukkan celana dalamku ke dalam tas. Barulah dengan kondisi tanpa celana dalam tersebut aku melanjutkan aktivitas selanjutnya.

Seperti itulah kebiasaanku sekarang ini. Jika sedang tidak berhalangan, aku selalu memilih pulang terakhir untuk menyempatkan diri melepas celana dalamku sebelum pulang. Memang terkesan seperti kurang kerjaan, siapapun yang tahu kebiasaanku ini pasti berpikir aku telah gila. Tapi inilah hobiku, dan aku merasakan kesenangan dari aktivitas tersebut.

Mungkin kalian berpikir kesenangan apa yang di dapat dari melepas celana dalam. Sebagai eksibisionis, hal sederhana namun aneh tersebut terasa begitu menyenangkan. Yang pertama adalah rasa deg-degan yang timbul ketika dengan sembunyi-sembunyi aku menaikkan rokku untuk melepas celana dalam, padahal di dekatku banyak orang yang sedang lalu-lalang. Yang kedua adalah ketika aku berjalan di sekeliling orang-orang dengan tidak memakai celana dalam.

Lalu kenapa aku tidak memakai celana dalam sejak awal saja? Kenapa aku masih tetap memakai celana dalam ke sekolah kalau ujung-ujungnya aku ingin melepasnya?

Seperti kalian tahu, rok SMA kebanyakan sedikit ketat. Sehingga tidak hanya menampakkan bentuk pinggul, tapi juga garis celana dalam yang tercetak dari dalam. Oleh sebab itu, jika aku tidak memakai celana dalam, teman-temanku pasti akan curiga jika memperhatikannya.

Tapi bukan berarti aku tidak pernah mencobanya. Aku pernah beberapa kali mencoba ke sekolah tanpa mengenakan pakaian dalam. Iya, tidak hanya celana dalam, tapi juga tanpa bra. Biasanya hal ini kulakukan pada hari Jumat/Sabtu. Karena pada hari itu seragam yang dipakai di sekolahku berupa baju semacam batik dan juga jam sekolah yang lebih pendek. Tentu saja aku tidak berani menggunakan baju OSIS tanpa mengenakan bra karena bahannya yang sedikit tipis. Walaupun sebenarnya area dadaku masih ketutup oleh jilbab, aku masih ragu untuk melakukannya. Meskipun tanpa memakainya, aku masih tetap membawa pakaian dalamku di dalam tas untuk berjaga-jaga. Aku juga menyediakan 2 buah plester luka yang kugunakan untuk memplester putingku jika sewaktu-waktu mengeras dan juga menghindari gesekan dengan baju seragamku yang bisa menyebabkan timbulnya nafsu.

****

Keesokan harinya....

Dinginnya pagi menusuk tubuh telanjangku ketika aku keluar dari kamar mandi di kamarku. Kuusapkan handuk pada tubuhku untuk memastikan tidak ada lagi bulir-bulir air yang masih menempel di kulitku. Tidak lupa juga kukeringkan daerah kemaluanku yang tadi baru saja 'kurapikan' rambut-rambut yang menutupinya.

Kubuka lemari pakaianku, kuambil satu pasang seragam dan langsung memakainya tanpa didahului dengan pakaian dalam apapun. Hari ini adalah hari Jumat, aku sudah berancana untuk tidak mengenakan pakaian dalam pada hari ini. Namun tidak seperti biasanya, aku tidak akan membawa pakaian dalamku di dalam tasku. Karena seperti aksiku sebelumnya, pada akhirnya pakaian dalam yang kubawa tersebut tidak jadi kupakai. Aku tetap tanpa pakaian dalam sampai jam sekolah selesai dan bahkan sampai rumah lagi.

Setelah semuanya siap dan memastikan penampilanku tidak mencurigakan, aku lanjut sarapan dengan kedua orang tuaku dan langsung berangkat ke sekolah setelahnya.

Tidak terjadi suatu hal yang aneh di sekolah pada saat itu. Aku beraktivitas seperti biasanya meski dibalik seragamku tidak ada pakaian dalam satupun yang menempel.

Kulihat jam masih menunjukkan pukul 10 pagi ketika aku keluar kelas. Aku keluar lebih cepat karena kelas dibubarkan lebih awal karena para guru ada agenda lain. Karena masih terbilang pagi, kuputuskan untuk mampir ke tempat Kak Naya.

Meskipun masih pagi, matahari mulai terik. Terbukti keringatku sudah bercucuran ketika sampai di tempat Kak Naya. Ketika sampai di kamarnya, aku langsung masuk begitu saja karena memang sudah biasa. Begitu masuk, aku mendapati kamar Kak Naya kosong. Namun aku mendengar suara keran air dari dalam kamar mandi yang tertutup pintunya. Tumben Kak Naya menutup pintu kamar mandinya, pikirku.

Setelah menutup kembali pintu kamar, langsung kunyalakan kipas angin yang ada di kamar Kak Naya. Langsung kurebahkan tubuhku di tempat tidur sembari kedua tanganku mulai membuka kancing bajuku. Setelah semuanya terlepas, kusibakkan bajuku sehingga tubuh bagian atasku benar-benar terbuka. Membuat sejuknya hembusan kipas angin langsung menyentuh kulit perut hingga area dadaku yang sudah tidak tertutup apa-apa. Kunikmati saat-saat ini dengan memejamkan mata.

Kudengar suara air keran dari kamar mandi telah berhenti. Sesaat kemudian juga kudenga suara pintu kamar mandi terbuka. Sepertinya Kak Naya sudah selesai.

"Tumben pintunya ditutup kak... " kataku sambil tetap memejamkan mata.

Tidak ada balasan dari Kak Naya. Sesaat kemudian aku malah mendengar suara yang tidak kusangka.

"Ehem, sorry din..." katanya.

Aku terkejut, karena jawaban yang kudengar bukanlah suara Kak Naya. Jelas-jelas ini adalah suara cowok! Segera aku membuka mata dan melihat siapa orang tersebut.

"Kak Chandra?!" teriakku kaget melihat sosok yang keluar dari kamar mandi tadi ternyata adalah Kak Chandra. Dengan panik aku segera mengancingkan bajuku lagi.

"Sorry din... tadi aku gak sengaja liat....." katanya yang saat ini membalikkan badan berusaha untuk melihatku dengan kondisi setengah telanjang ini.

Kenapa Kak Chandra bisa masuk kesini? Bukannya tidak boleh ada cowok yang masuk ke kosan ini? Ah.... sial, pasti Kak Chandra melihat dadaku. Aku mengutuk diriku sendiri, karena kecerobohanku ini membuat Kak Chandra melihat ketelanjanganku. Ini adalah pertama kalinya ada cowok yang melihat langsung tubuh telanjangku meski hanya setengahnya.

Tidak terasa aku mulai menitikkan air mata. Aku memang cengeng. Aku memang aneh, punya kesukaan memamerkan tubuh tapi takut jika tubuhku dilihat orang secara langsung. Mungkin inilah konsekuensi dari apa yang kulakukan. Meskipun tidak dalam kondisi yang 'sengaja' untuk memamerkan, malah ada orang yang dapa melihat bagian tubuh telanjangku. Siapa yang menyangka kalau tiba-tiba ada Kak Chandra di kamar Kak Naya? Padahal aku sudah biasa bertelanjang di kamar Kak Naya, namun sepertinya hari ini adalah hari sialku.

Yang paling kutakutkan adalah bagaimana Kak Chandra memandangku sekarang. Aku kepergok tidak mengenakan bra, seenaknya saja membuka baju di kamar orang. Apa yang akan dipikirkan Kak Chandra setelah melihatku tadi? Apakah Kak Chandra akan mengecapku sebagai cewek yang tidak baik-baik?

"Udahan din?" tanya Kak Chandra bermaksud menanyakan apakah aku sudah memakai lagi bajuku.

Aku tidak menjawabnya. Hanya suara sesenggukan akibat tangisku.



Kak Chandra mencoba membalikkan badan untuk melihatku. Sesaat kemudian dia menghampiriku yang terduduk melipat kakiku di depan dadaku seolah-olah melindungi tubuhku dari tatapan Kak Chandra meski sebenarnya bajuku sudah terkancing lagi.

"Din... sorry banget..... aku nggak sengaja tadi... aa-aku gak tau kalo tadi ada kamu disini..." katanya yang sekarang duduk di sebelahku.

Aku tetap tidak menjawabnya. Aku tetap menundukkan kepalaku berusaha agar wajah maluku tidak dilihat olehnya. Sesekali aku menyeka air mataku.

"Din... aku harus ngapain? Tampar aku deh kalo emang aku udah kurang ajar... please maafin aku...." lanjutnya.

Aku masih tetap membisu.

"Yaudah deh din... kayaknya mending aku pulang aja... tapi sekali lagi, aku minta maaf yang sebesar-besarnya...." katanya sambil beranjak pergi dari kamar.

"Kak..." kataku pada Kak Chandra sebelum dia pergi.

"Iya?"

"Jangan bilang-bilang Kak Naya..." kataku lirih.

Kak Chandra mengangguk dan setelah itu dia pergi meninggalkanku sendiri di dalam kamar.

****

Tak lama setelah itu, Kak Naya kembali ke kamar. Sebelumnya aku telah menyeka air mata dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Lho? Kamu disini din? Udah dari tadi?" kata Kak Naya terkejut dengan kehadiranku.

"Belum lama sih kak.." jawabku.

"Trus Chandra mana?" tanyanya.

"Ee.... udah pergi kak... katanya buru-buru tadi..." jawabku.

"Lho gimana sih? Udah dibeliin makanan malah pergi... Udah lama perginya?" tanyanya.

"Barusan aja kok..." jawabku.

Kak Naya terlihat mengambil handphonenya. Mungkin dia sedang menelpon Kak Chandra.

"Duh... kemana sih ini anak... pergi gak bilang-bilang, telpon gak diangkat..." ketus Kak Naya.

"Udah kak... mungkin Kak Chandra emang ada urusan mendadak... tadi dia juga gak ngomong apa-apa kok, langsung nyelonong gitu aja pas aku datang..." jelasku yang sedikit berbohong.

"Yaudah lah.... kamu aja deh yang makan nih makanan... sayang, udah kebeli..." katanya.

Kami lanjut menyantap makanan yang dibeli Kak Naya.

"Kak.."

"Ya?" jawabnya.

"Kok Kak Chandra bisa masuk kesini sih?" tanyaku.

"Ohh.. udah 3 hari ini satpam kos gak ada... katanya sih lagi pulang kampung... jadi ya gitu... tuh anak kamar bawah pada bawa masuk cowoknya semua..." jawabnya.

"Trus Kak Chandra udah disini dari kapan?" tanyaku.

"Kemaren"

"Kak Chandra nginep?" tanyaku.

"Iya..." jawabnya santai.

"Berarti Kak Naya sama Kak...." kataku yang segera dipotongnya.

"Heh! Gausah mikir yang macem-macem! Kita gak ngapa-ngapain...! kemaren Chandra cuma main aja... trus malemnya pas mau pulang gak aku bolehin, soalnya ujan... jadi ya aku suruh nginep aja...." jelasnya.

"Trus kalian ngapain aja?" tanyaku.

"Ih, kepo banget sih... ya banyak.. ngobrol, nonton film..." jawabnya ketus.

"Kak Naya pake baju kan?"

"Pake.... Chandra juga pake....." jawabnya kesal.

"Pake baju apa?" tanyaku lagi.

"Tuh!" kata kak Naya sambil menunjuk setelan baju tidur berupa kaos lengan pendek dan celana panjang yang tergantung di belakang pintu.

"Pake daleman gak?"

"Gak! Udah ah... nanya mulu kayak wartawan... kan udah aku jelasin, kita gak ngapa-ngapain...!" jawabnya kesal.

"Kalian tidur seranjang?"

"Gak Dinda.....! Chandra tidur di bawah... aku di kasur.... udah ah..." jawabnya.

"Ya maap... aku kan cuma penasaran..." kataku.

****

Malamnya, ketika aku hendak tidur, aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Betapa malunya aku ketika Kak Chandra melihat dadaku.

Namun aku berpikir. Bukankah ini sebenarnya yang aku inginkan? Bukankah ini yang sering jadi fantasiku? Lalu haruskah aku menyesalinya?

Itulah yang aneh. Aku memang shock ketika kejadian tadi siang, namun tidak sedikitpun rasa penyesalan dengan apa yang telah aku lakukan. Rasa malu pasti ada. Namun dibalik rasa malu itu, terselip sedikit rasa senang. Senang karena aku telah berhasil mewujudkan salah satu fantasiku. Senang juga karena yang melihatku tadi adalah Kak Chandra, dan bukan orang asing.

Aku terus membayangkan bagaimana ekspresi Kak Chandra ketika melihatku tadi. Apakah dia terkejut? Sepertinya iya. Lalu, apakah dia suka dengan bentuk tubuhku? Apakah dia terangsang setelah melihatku? Ah, kenapa aku selalu terbayang-bayang dengan wajah Kak Chandra?

Tanpa disadari tanganku mulai bergerilya di kemaluanku. Aku memang sedang dalam kondisi telanjang, karena memang sudah kebiasaanku untuk tidur dengan bertelanjang.

Ah... kenapa aku terangsang dengan hanya memikirkan Kak Chandra? Apakah aku menyukainya? Ah jangan! Kak Chandra sudah punya pacar, dan pacarnya adalah kakak sepupuku sendiri.

Aku berusaha menampik pikiran-pikiran tersebut. Namun aku malah semakin terbayang dengan sosok Kak Chandra. Betapa gentle-nya dia tadi ketika meminta maaf kepadaku, betapa baiknya perlakuannya kepadaku selama ini... Ah tidak! Aku tidak bisa menghentikan ini.

Aku malah mulai membayangkan bagaimana jika Kak Chandra saat ini di sebelahku, menontonku melakukan masturbasi, dengan ekspresi wajahnya ketika melihatku telanjang tadi.... Ah... aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Hingga akhirnya aku mengalami orgasme. Sebuah orgasme cepat yang bisa dibilang dikarenakan sosok Kak Chandra yang hadir dalam fantasiku. Sepertinya aku memang memiliki rasa padanya.

Sembari mengatur nafas setelah orgasme tadi, perlahan bayang-bayang Kak Chandra mulai berubah. Aku seperti mencemaskan sesuatu. Aku takut, takut jika Kak Chandra mungkin akan mengubah perlakuannya kepadaku setelah kejadian tadi. Takut jika Kak Chandra akan mengecapku sebagai cewek murahan. Dan takut jika Kak Chandra akan selalu menghindar dariku.



Ah... kini aku merasa menyesal. Tidak seharusnya aku memperlakukannya seperti tadi, seolah-olah kejadian tadi adalah salah Kak Chandra sehingga harus membuatnya meminta maaf kepadaku. Padahal yang seharusnya minta maaf adalah aku. Akulah yang salah, akulah yang ceroboh.

Haruskah aku meminta maaf ke Kak Chandra? Ah, tapi aku tidak punya kontaknya. Jika aku minta kontak ke Kak Naya, pasti dia akan curiga. Dan dari semua yang membuatku sedih adalah aku kembali menyadari jika Kak Chandra adalah pacar Kak Naya yang tidak seharusnya aku kagumi. Mungkin sebaiknya aku mundur, sebaiknya aku menghindari pertemuan dengan Kak Chandra agar perasaan ini segera hilang.

****

Sebulan kemudian, aku sudah sedikit melupakan kejadian tersebut. Aku masih sering main ke tempat Kak Naya, hanya saja sebelum ke tempatnya aku pasti bertanya terlebih dulu ke Kak Naya apakah dia ada di kos atau tidak. Tidak hanya untuk mencari tahu apakah Kak Naya di kos atau tidak, tapi lebih tepatnya untuk mencari tahu apakah dia sendiri di kamar atau tidak. Tentunya aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi.

Selama main ke tempat Kak Naya aku juga masih melakukan kebiasaan yang sama, yaitu buka baju seenaknya meski tidak sampai telanjang bulat seperti Kak Naya. Beberapa hari yang lalu aku juga kembali menginap di tempat Kak Naya. Hampir sama seperti kegiatan menginapku sebelumnya, kami menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bertelanjang hingga tidur. Bedanya, kali ini kami tidak 'main lesbi'. Main lesbi adalah istilah yang dipakai Kak Naya ketika kami saling menyentuh tubuh kami masing-masing. Namun sebenarnya tentu saja kami bukan lesbian. Kak Naya masih menyukai lawan jenis, terbukti dengan adanya pacar, yaitu Kak Chandra. Sedangkan aku juga masih merasa menyukai lawan jenis, meskipun sosok laki-laki yang kusukai adalah pacar orang haha. Kami 'main lesbi' semata-mata karena kedekatan kami, saling terbuka satu sama lain, dan sama-sama menyukai hal yang sama khususnya dalam hal seks.

Aku akui kenapa kami sama-sama menyukai hal tersebut adalah karena peran Kak Naya yang memperkenalkanku dengan dunia tersebut. Baik dari masturbasi, kebiasaan untuk memakai baju seadanya, hingga suka memamerkan tubuh di tempat umum, semua karena Kak Naya yang mengajariku.

Dimulai dari masturbasi. Untuk sekarang, bisa dibilang masturbasi adalah kebutuhan yang harus dipenuhi olehku. Jika tidak berhalangan, aku bisa melakukan masturbasi 3 kali dalam seminggu atau bahkan hingga beberapa kali dalam sehari jika benar-benar dalam keadaan diluar kontrol.

Sedangkan untuk kebiasaan memakai pakaian 'seadanya', juga makin sering kulakukan setelah melihat Kak Naya dengan kebiasaan tersebut. Selain sering menikmati ketelanjangan ketika di dalam kamar, aku juga makin sering untuk tidak memakai pakaian dalam dalam keseharianku baik di dalam maupun di luar rumah.

Terakhir, kesukaan untuk memamerkan tubuh di tempat umum atau yang biasa disebut eksibisionis. Dalam hal ini aku tidak segila Kak Naya. Aku tidak memiliki keberanian seperti Kak Naya untuk melakukannya. Namun kegiatan ini adalah salah satu fantasi yang paling sering bayangkan ketika bermasturbasi. Jadi bisa dibilang aku sangat ingin melakukannya, namun aku takut.

Kebanyakan, eksib yang tergolong sangat nekat untuk dilakukan, aku lakukan bersama Kak Naya. Beberapa yang kulakukan sendiri, paling mentok paling hanya ke sekolah tanpa pakaian dalam. Padahal dalam fantasiku, aku selalu ingin merasakan bagaimana jika aku bertelanjang di sekolah.  Aku memang memiliki obsesi yang simple, yaitu ingin merasakan bagaimana rasanya bertelanjang di tempat-tempat yang paling sering kukunjungi, salah satunya sekolah.

Aku memang pernah bertelanjang di sekolah bahkan dengan masturbasi. Namun itu hanya kulakukan di dalam toilet. Tentu saja fantasiku lebih dari itu. Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya beraktifitas di sekolah tanpa memakai baju sehelaipun. Bertelanjang saat mengikuti pelajaran di dalam kelas, jajan di kantin, dan aktivitas lainnya. Jelas aku tidak mungkin melakukan hal tersebut, namun seharusnya aku bisa untuk sekedar bertelanjang di tempat-tempat tersebut secara sembunyi-sembunyi. Hingga tibalah hari ini....

Hari ini adalah hari Sabtu, awalnya aku tidak ada sedikitpun niatan untuk 'iseng' di sekolah. Aku tetap mengenakan pakaian dalam yang lengkap saat ke sekolah. Namun keinginan untuk 'beraksi' itu timbul ketika jam pelajaran telah usai. Aku tidak lagi melakukan ritual melepas celana dalam di kelas setelah sekolah usai. Aku ingin sesuatu yang lain.

Ketika teman-temanku menuju tempat parkir dan gerbang sekolah, aku malah menuju kantin yang letaknya di bagian belakang. Aku menuju kesana karena aku memang ingin membeli sesuatu untuk diminum.

Ketika sampai sana, kulihat semua warung di kantin sudah mulai tutup, kecuali 'kantin kejujuran' dimana kantin ini tidak memiliki penjaga. Kantin ini memang disediakan oleh sekolah untuk melatih kejujuran siswanya. Bagi yang hendak membeli di kantin, tinggal mengambil makanan/minuman yang ingin dibelinya, setelah itu langsung meninggalkan uang sesuai harga ke tempat yang sudah sediakan. Aku segera masuk ke kantin yang berbentuk seperti kios tersebut untuk membeli minum.

Ketika hendak mengambil minuman kemasan botol dari lemari pendingin, aku merasa tempat ini adalah tempat yang pas untuk melakukan aksi. Bagian depan kantin ini tertutup oleh rak makanan yang menutupiku dari pandangan luar meski hanya sebatas pinggang.

Sebenarnya kantin ini menghadap langsung ke arah tempat parkir siswa, dimana saat ini sedang ramai oleh siswa yang sedang mengantre keluar sekolah. Tapi karena jarak tempat parkir tersebut yang cukup jauh dengan posisi kantin, sepertinya orang-orang yang sedang berada disana tidak akan terlalu memperhatikan ke arah posisiku ini. Yang menjadi masalah sebenarnya adalah ada 3 orang di depan kantin yang sedang membereskan warung-warungnya.

Dengan terus memperhatikan mereka, perlahan aku sedikit merundukkan tubuhku. Setelah memastikan mereka tidak dapat melihat bagian bawah tubuhku, perlahan kunaikkan ujung rok seragamku. Perlahan namun pasti, ujung rokku kunaikkan hingga pahaku. Aku tidak berani menaikkannya terlalu tinggi karena aku merasa itu terlalu beresiko. Setelah kurasa cukup tinggi, tangan kiriku menahan ujung rok sementara tangan kananku masuk ke dalam rok untuk menggapai pinggiran celana dalamku.

Tanganku agak kesulitan untuk menurunkan celana dalamku, karena kurang leluasa untuk menggapainya. Namun setelah sedikit menaikkan rokku lebih ke atas serta merapatkan kedua kakiku, akhirnya sedikit demi sedikit aku dapat menurunkan celana dalamku.

Ketika aku sudah berhasil menurunkan celana dalamku hingga paha, tiba-tiba muncul seseorang dari samping kantin. Aku tidak menyangka akan ada orang yang datang dari arah tersebut, karena aku hanya mengawasi 3 orang yang tadi ada di depan kantin. Orang tersebut adalah salah satu guru di sekolahku, Pak Yuda namanya.

Seperti dugaanku, beliau akan menuju ke tempat yang kudatangi sekarang untuk menutup kios. Pak Yuda memang bertugas untuk mengelola kantin kejujuran ini. Dengan panik, langsung kukembalikan lagi posisi rokku, padahal celana dalamku masih 'nyangkut' di pahaku. Untungnya aku masih punya waktu untuk membetulkan posisi rokku karena beliau sempat berhenti untuk menyapa salah satu penjaga kantin.

"Eh pak.. udah mau ditutup ya?" sapaku kepada Pak Yuda saat masuk ke kios.

"Iya... udah belum belinya?" jawabnya.

"Ini, tinggal bayar kok..." kataku sambil meraih uang dari saku rokku dan meletakkannya ke kotak yang sudah disediakan. Setelah itu, aku bergegas pergi.

"Lho, gak mau ambil kembaliannya?" tanya Pak Yuda.

"Ah gausah pak, gapapa kok.." jawabku, dan langsung bergegas pergi.

Jika ada yang memperhatikanku berjalan, pasti dia akan melihat keanehan dengan gerakanku. Itu karena celana dalamku yang tertahan di pahaku. Seiring dengan langkah kakiku, celana dalamku makin lama makin melorot. Aku sebisa mungkin menahannya agar tidak jatuh sampai ujung kakiku. Karena jika terjatuh, pastilah celana dalam tersebut akan terlihat oleh orang lain.

Dengan berjalan sangat hati-hati, aku menuju salah satu tempat duduk di lorong sekolah. Aku sudah tidak dapat lagi menahan celana dalamku yang sudah diujung betis. Aku duduk di tempat duduk panjang tersebut sambil melihat keadaan sekitar. Sebenarnya kondisi sekolah sudah sedikit sepi karena kebanyakan sudah pada pulang.

Saat mendapati lorong sekolah sudah tidak ada lagi yang lewat, aku segera melepas celana dalamku. Dengan menggerakkan kedua kaki sedemikian rupa, hingga akhirnya celana dalamku jatuh ke mata kaki ku. Dengan cepat langsung kuambil celana dalamku dan memasukkannya ke dalam tas.

Sekarang aku sudah tidak bercelana dalam seperti biasanya. Hanya saja yang kulakukan sekarang lebih mendebarkan dan merepotkan dari yang sebelumnya biasa aku lakukan. Pertanyaannya adalah, sekarang apa? Apakah aksiku berhenti dengan begini saja dan pulang, atau aku harus mencoba tantangan lain?

Aku sempat termenung agak lama di lorong sekolah tersebut, memikirkan apa yang akan kulakukan berikutnya. Hingga akhirnya aku beranjak, dan berjalan menyusuri lorong sekolah.

Kulihat keadaan sudah benar-benar sepi, aku sudah tidak lagi menemui seseorang di area lorong. Mungkin beberapa guru masih berada di ruang guru, namun aku memilih berjalan menjauhi ruang guru. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang penjaga sekolah yang sedang mengunci pintu ruang-ruang kelas.

Penjaga sekolah tersebut mengunci setiap pintu ruang kelas yang dilewatinya. namun ketika dia sampai ke ruang kelas yang tepat berada di sebelahku, dia hanya menutup pintunya, tanpa menguncinya.



"Kok yang ini gak dikunci pak?" aku menegurnya yang terlihat sedang tergesa-gesa.

"Oh yang ini emang udah rusak pintunya, udah biasa gak dikunci..." jawabnya yang langsung dilanjutkan berjalan menuju ruang kelas berikutnya.

Tiba-tiba aku mendapat ide.

Aku hanya berdiri di depan ruang kelas yang tidak dikunci tersebut sambil melihat si penjaga sekolah menyusuri tiap ruang kelas. Ketika dia sudah sampai ruang kelas terakhir, dia kembali berjalan menuju arahku.

"Lho kok gak pulang?" tegurnya ketika kami kembali berpapasan.

"Eh gak pak, udah ada janji mau ngerjain tugas bareng temen di sekolah..." jawabku asal.

"Oh... nanti kalo mau pulang lewatnya gerbang belakang aja ya.... gerbang depan udah di kunci soalnya..." jelasnya.

"Iya pak... makasih..."

Si penjaga sekolah pun meninggalkanku. Setelah kulihat dia berbelok ke lorong sekolah yang lain, dengan diam-diam aku membuka pintu ruang kelas yang tidak dikunci. Setelah memastikan tidak ada yang melihat, aku pun menyelinap masuk ke dalam ruang kelas tersebut dan langsung menutup pintunya.

Suasana ruang kelas ini sangat gelap jika lampu di ruangan tidak dinyalakan. Itu karena di sisi lain ruang ini merupakan sebuah tembok pagar setinggi 2 meter yang membatasi area sekolah dan jalan raya. Membuat cahaya dari luar terhalang untuk masuk.

Sebenarnya aku sedikit ngeri ketika berada di dalam ruang ini sendirian. Kalau bukan karena obsesi gilaku, aku tidak akan berani berada disini.

Aku mulai mengeksplor ruang ini. Aku menuju jendela besar yang mengarah langsung ke tembok pagar. Jendela ini bisa dibuka lebar yang bahkan bisa untuk menyelinap masuk ketika terbuka. Dari jendela ini, kulihat jarak antara ruang kelas dan tembok mungkin tidak sampai 1 meter. Bagian bawahnya sudah ditumbuhi rumput liar, dan banyak sampah kertas yang pasti dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Celah sempit ini memanjang dari ujung hingga ke ujung sekolah yang lain.

Aku kembali ke jendela depan dan melihat keadaan di luar sudah sepi. Mungkin tidak akan ada lagi yang melintas di depan ruang kelas ini, karena ruang ini berada sedikit paling ujung. Hanya yang akan menuju toilet yang memiliki alasan untuk melewati lorong di depan ruang ini.

Tanpa pikir panjang, kuangkat rokku hingga perut, menampakkan bagian tubuhku yang sudah tidak tertutup apa-apa. Aku duduk diatas meja di dekat jendela, dengan kulit pantat yang lansung menempel dengan meja. Sambil tetap mengawasi keadaan luar, tanganku mulai membelai kemaluanku yang ternyata sudah basah oleh lendirku sendiri.

Aaahh...

Tidak butuh waktu lama untuk membuat jari tangan kananku terlumuri lendir ketika membelai belahan kemaluanku. Sementara tangan kiriku yang dari tadi menahan rokku agar tetap terangkat mau tidak mau harus membantuku menahan tubuhku yang sudah mulai tidak kuat menahan gempuran kenikmatan. Memang tidak biasanya aku masturbasi dengan posisi duduk seperti ini. Biasanya aku akan duduk sambil bersandar, atau dengan posisi tidur sekalian. Kali ini tangan kiriku harus menopang tubuhku agar tidak terjatuh ke belakang, membuat rok panjangku tidak lagi trtahan pada posisinya dan menganggu tangan kananku yang sedang bertugas di kemaluanku.

Merasa tidak puas, aku pun turun dari meja. Kulepaskan ikat pinggang yang melingkar di pinggangku dan memasukkannya ke dalam tas. Sejurus kemudian, aku langsung melepas kait rokku dan menurunkan resletingnya. Dengan satu tarikan, rok panjangku terlepas dan jatuh ke lantai. Sekarang aku sudah benar-benar setengah telanjang.

Aku sangat was-was, dan kembali melihat kadaan luar untuk kesekian kalinya. Karena ragu, aku menggeser salah satu meja terdekat ke arah pintu agar mengganjalnya. Ini kulakukan agar setidaknya memberiku rasa lebih aman.

Haruskah aku melepas semua pakaianku? Aku kembali dilanda keraguan. Aku ingin sekali melepas semua bajuku, namun aku masih takut jika ada orang yang akan memergokiku. Apalagi pada saat aku kembali melihat ke jendela, aku masih melihat beberapa orang yang masih lalu-lalang gedung lain, meskipun tidak terlalu sering. Akhirnya karena ragu, aku masih tetap memakai bajuku. Setidaknya aku masih dapat menikmati ke-setengah-telanjangan-ku di ruangan ini.

Dengan setengah telanjang, aku berkeliling menyusuri tiap sudut ruang. Duduk di salah satu kursi, dan berpura-pura mengikuti pelajaran. Inilah salah satu fantasi yang biasa aku bayangkan ketika bermasturbasi. Kemudian aku kembali maju ke depan. Kini aku membayangkan seolah-olah aku sedang disuruh maju kedepan oleh guruku. Aku berpura-pura menulis sesuatu di papan tulis, sambil membungkuk dan dengan sangaja memamerkan pantatku. Aku membayangankan bagaimana rasanya jika hal ini benar-benar terjadi, bagaimana rasanya jika pantatku benar-benar sedang menjadi tontonan oleh teman-temanku.

Selanjutnya, aku menuju meja guru. Sambil berdiri membelakangi kelas, aku menggesek-gesekkan kemaluanku pada salah satu sudut meja guru. Sedikit geli, namun bukannya enak, malah sakit yang kudapat. Kemudian, aku melihat sebuah spidol besar tergeletak di meja. Kuhentikan aksiku dan mengambil spidol tersebut.

Dengan spidol di tangan, aku duduk di kursi guru. Yang dilanjutkan dengan mengangkat kedua kakiku ke atas meja. Aku agak kesulitan menaikkan kakiku karena meja guru ini terbilang tinggi, ditambah ada vas bunga yang membuatku harus hati-hati agar tidak menyenggolnya. Akhirnya dengan susah payah, kedua kakiku sudah berada diatas meja, membuatnya mengangkang sangat lebar karena masing-masing kakiku berada di ujung meja.

Dengan posisi seperti ini, kutempelkan spidol yang kubawa dan menggesek-gesekkannya pada permukaan kemaluanku. Tanganku membuka sedikit permukaan kemaluanku, agar spidol yang kutempelkan secara vertical dapat menyentuh titik sensitifku. Selain menahan desahan, aku juga senyum-senyum sendiri. Karena apa yang kulakukan sekarang mengingatkanku pada peristiwa pertama kali aku mengenal masturbasi.

Semakin lama permukaan spidol yang kupegang semakin licin karena terlumuri lendir yang keluar dari kemaluanku. Hingga membuatku sedikit kesulitan untuk memegangnya. Tiba-tiba jariku tidak dapat lagi mengendalikan spidol yang kupegang. Aku malah tidak sengaja membuat tutup spidol tersebut terbuka, dan menyebabkan sebuah coretan memanjang di atas kemaluanku karena terkena ujung spidol yang saat ini terjatuh ke lantai.

Melihat ada coretan di perutku, malah membuatku sedikit iseng. Kuambil lagi spidol yang terjatuh tadi. Kulanjutkan coretan tersebut dengan menambahkan berbagai ornamen dengan spidol yang kupegang. Jadi sementara tangan kiriku melanjutkan tugas pada kemaluanku, tangan kananku malah mencoret-coret tubuhku sendiri dengan spidol. Coretan kubuat ternyata juga tidak sengaja mengenai ujung bajuku. Hal ini malah membuat keinginan untuk membuka baju kembali timbul.

Setelah berpikir sejenak dan menyadari keadaan luar sudah benar-benar sepi, akhirnya kuberanikan diri untuk membuka bajuku. Masih dengan posisi duduk mengangkang dengan kedua kaki di atas meja, satu persatu kubuka kancing bajuku dimulai dari yang paling bawah. Hingga akhirnya semua kancing bajuku terlepas, kusibakkan bajuku meski tanpa melepaskannya. Kini telah terlihat perut rataku dan sebuah bra yang menutupi buah dadaku.

Tanganku kembali mengelus-elus kemaluanku, sementara tangan satunya kembali mencoret-coret tubuhku yang sekarang sudah sampai perut bagian atas. Kuangkat cup braku sehingga payudaraku menyembul keluar dari bawahnya. Akhirnya dadaku berikut putingnya juga tak luput dari kejahilan tanganku dengan spidol. Entah bagaimana reaksi orang ketika melihat kondisiku sekarang ini. Setengah telanjang, dan dengan tubuh penuh coretan.

Lama-lama, aku merasa pegal juga dengan posisi seperti ini. Kuturunkan kakiku, dan beranjak berjalan menuju ke jendela lagi. Aku tidak lagi melihat keberadaan orang dari sudut pandangku sekarang. Hal ini membuatku semakin nekat.

Aku naik ke salah satu meja terdekat dengan jendela. Dengan berdiri, aku bergoyang-goyang layaknya penari striptis. Perlahan-lahan, kulucuti bajuku sekaligus dengan branya. Dengan hanya menyisakan jilbab dan sepatu yang masih menempel, aku membayangkan jika saat ini di luar jendela sedang banyak orang yang sedang memujaku.

Tida-tiba aku mendengar langkah kaki. Aku segera berjongkok dan berusaha tidak bersuara. Jantungku sangat berdebar-debar ketika suara langkah kaki tersebut semakin lama semakin keras. Dan benar, ada seseorang yang sedang lewat di depan ruang!

Keringatku mulai mengucur deras ketika aku dapat melihat wajah cowok tersebut dengan jelas dari posisiku. Dan seharusnya dia pun juga dapat melihatku dengan jelas, mungkin tidak hanya kepalaku, tapi juga separuh badanku. Tapi untungnya dia tidak menoleh ke arahku, dia hanya berjalan begitu saja tanpa mengengok ke arah jendela.

Fiuuh....

Aku lega orang tersebut tidak melihatku. Tapi bukan berarti aku tidak deg-degan lagi. Tentu saja aku takut jika akan ada orang lagi yang melintas.

Akhirnya, masih dengan di atas meja, kuposisikan tubuhku tidur terlentang menghadap jendela. Kuganjal kepalaku dengan tas. Sementara kakiku kutekuk, membuatnya mengangkang yang mengarah langsung ke jendela.

Segera kutuntaskan masturbasiku yang belum selesai dengan kembali melakukan penetrasi ke kemaluanku juga dengan dadaku. Sesaat kemudian, aku kembali mendengar langkah kaki. Dari celah antara kedua pahaku, aku dapat melihat rambut seseorang yang sedang berjalan. Sepertinya ini adalah cowok tadi yang mungkin baru kembali dari toilet. Namun tanpa kuduga, cowok tersebut menghentikan langkahnya tepat di depan jendela!

Apakah dia menyadari keberadaanku?

Aku tidak melihat jika dia seperti menyadari keberadaanku. Aku hanya melihat bagian atas kepalanya saja yang diam tidak bergerak. Mengetahui hal ini, bukannya aku menghentikan aksiku, aku malah makin mempercepat gerakan tanganku di selangkanganku.



Uuuhh...

Akhirnya aku mencapai puncaknya. Aku mendapatkan orgasme di sekolah. Fantasiku selama ini akhirnya menjadi kenyataan. Ditambah lagi aku mendapatkan orgasme dengan keberadaan orang yang mungkin hanya berjarak 1 meter dari kemaluanku. What a day...

Dengan masih mengatur nafas, aku masih memperhatikan kepala cowok tadi. Apa yang sedang dilakukannya? Kenapa dia diam saja?

Sesaat kemudian aku mendengar dia menyapa seseorang. Aku juga mendengar suara langkah lain. Sepertinya temannya juga menuju kemari.

Tiba-tiba kepala cowok tersebut mengihang dari jendela. Apakah dia pergi? Bukankah temannya tadi menghampirinya? Apakah dia pergi bersama temannya?

Perhalan, aku bangun dari posisi tidurku dan ingin mengintip keluar jendela. Dengan hati-hati, aku mendekatkan kepalaku dengan jendela.

Rupanya, cowok tadi masih di posisinya. Hanya saja sekarang dia duduk di kursi bersama 3 orang temannya. Iya, ternyata tidak hanya 1, namun ada 3 orang yang menghampirinya. Bahkan aku mengenali salah satu orang tersebut. Dia adalah Bagas, ketua kelasku!

Sial, mereka malah ngobrol di depan kelas. Lalu bagaimana caraku keluar dari sini? Kalau aku keluar, pasti Bagas akan menanyaiku kenapa aku di dalam dan apa yang kuperbuat di dalam. Ah sial...

Sementara aku harus segera pergi dari sini agar hal-hal lain yang tidak dinginkan terjadi. Tapi lewat mana? Tiba-tiba aku teringat dengan jendela besar yang mengarah ke tembok pagar. Haruskah aku melompat lewat jendela itu? Meskipun aku tidak tahu celah sempit antara gedung sekolah dan pagar tembok pagar akan berhenti dimana, sepertinya itu memang jalanku satu-satunya.

Aku segera turun dari meja dengan hati-hati. Kupungut bajuku dan langsung memakainya tanpa memakai bra terlebih dahulu. Dengan tergesa-gesa, kuambil tasku beserta rok dan braku dan berjalan ke arah jendela belakang. Aku sengaja tidak memakai rok terlebih dahulu karena pasti akan mempersulit ketika aku melompati jendela.

Kubuka jendela besar tersebut. Sialnya, jika kuganjal jendela tersebut dengan ganjal jendela yang ada, malah membuat celah yang dihasilkan menjadi sempit dan tidak dapat dilewati. Mau tidak mau aku harus menahan jendela tersebut dengan tanganku.

Kulemparkan tas, rok dan braku ke luar jendela terlebih dulu. Sebelum dilanjutkan dengan memindahkan tubuhku.

Dibantu dengan menaikki kursi yang kuambil. Aku mengeluarkan kaki kananku terlebih dulu sementara tanganku menahan jendela. Hal ini mau tidak mau membuat selangkanganku harus bergesekan dengan kusen jendela. Padahal kusen tersebut penuh dengan debu.

Dengan susah payah aku mengeluarkan tubuhku dari jendela ini. Ditambah lagi jendala yang harus kutahan ini lumayan berat. Ternyata posisi jendela ini lumayan tinggi. Kakiku tidak dapat menjangkau tanah. Membuatku harus melompat jika ingin keluar.

Ketika aku mencoba melompat, pantatku harus tergores sesuatu yang membuatnya sedikit berdarah.

"Ah... kok gini amat ya...." pikirku mengasihani diriku sendiri yang harus bersusah payah setelah melakukan aksi.

Setelah aku berhasil menganjakkan kakiku di tanah, dengan hati-hati aku menutup kembali jendela. Dan segera kuambil barang-barangku dan berlari kecil menyusuri celah yang semakin lama semakin sempit ini.

Rupanya celah ini mengarah kangsung ke arah tempat parkir. Setelah melihat keadaan tempat parkir sepi, aku langsung keluar dari celah sempit tadi sebelum akhirnya aku menyadari jika aku masih belum memakai rok!

Aku segera berbalik arah dan kembali masuk ke celah tadi. Dan dengan susah payah aku memakai rokku karena posisiku yang kurang leluasa. Setelah memakai rokku, braku masih berada di tanganku. Tiba-tiba aku ingat ide gila yang diutarakan Kak Naya ketika aksi kami di pantai.

Braku tidak jadi kumasukkan ke dalam tas, namun kulemparkan ke arah tanah yang ditumbuhi rumput liar. Braku tergeletak berada diantara sampah-sampah kertas layaknya sampah juga. Ini adalah bukti, jika aku pernah 'telanjang' disini. Entah siapapun yang mungkin nanti akan menemukannya, dia tidak akan tahu jika bra ini adalah milikku.

Aku kembali menuju tempat parkir dan mencari posisi motorku, sebelum akhirnya aku ingat jika hari ini aku tidak membawa motor! Itu karena motorku sedang dipinjam papaku untuk urusannya. Pagi tadi aku diantar papaku ke sekolah, sedangkan harusnya pulangnya aku dijemput oleh Kak Naya. Ah sial, kenapa aku bisa lupa semuanya?

Aku langsung mengambil handphone dari tasku. Dan ternyata terdapat 9 kali panggilan tak terjawab dari Kak Naya. Segera saja kutelepon balik Kak Naya....

"Halo?!" kataku di telepon.

"Halo." jawab Kak Naya.

"Kak Naya dimana?" tanyaku.

"Dimana? Kamunya yang dimana! Aku udah nungguin di gerbang dari tadi! Kamu ditelepon gak diangkat-angkat..." jawabnya marah-marah.

"Sorry kak... aku tadi ada urusan.... trus kak Naya dimana sekerang?"

"Aku udah dikampus lah... kuliah..." jawabnya.

"Trus aku pulangnya gimana kak?" tanyaku.

"Kamu sih... aku suruh Chandra jemput kamu aja ya..." jawabnya.

"Eh, kalo gitu gausah aja ka...." kataku yang segera dipotong olehnya.

"Udah ah... dosennya udah dateng nih... kamu nanti nunggu depan aja.." jawabnya yang langsung menutup teleponnya.

Kak Chandra? Sial... padahal aku sedang tidak ingin bertemu dengannya...

Kak Naya sepertinya tidak menghiraukan perkataanku. Lalu apa yang harus kuperbuat sekarang? Haruskah aku ikut dengan Kak Chandra? Sesaat kemudian handphoneku kembali berdering.

Kulihat di layar, nomor yang asing. Ketika kuangkat... benar dugaanku. Aku mendengar suara Kak Chandra di ujung telepon.

"Halo?" kata Kak Chandra.

"Ha..halo" jawabku gugup.

"Kamu dimana sekarang din? Aku udah di depan gerbang nih..." katanya.

"Ee.. ke gerbang belakang aja kak..."jawabku.

"Oke..." katanya yang langsung menutup teleponnya.

Beberapa saat kemudian Kak Chandra menghampiriku yang sudah berdiri menunggunya di depan gerbang.

"Yuk.." katanya.

Tanpa menjawab apa-apa, aku langsung naik ke motornya. Selama perjalanan pun kami tidak berbicara sepatah kata pun. Tiba-tiba aku langsung ingat kejadian memalukan sebulan yang lalu. Aku yakin Kak Chandra saat ini juga mengingatnya.

This is akward...

Suasana benar-benar canggung. Tak sepatah katapun keluar dari mulut kami katika kami berboncengan menuju rumahku. Mungkin saat ini mukaku sedang merah padam menahan malu. Apa ya, yang sedang dipikirkan oleh Kak Chandra? Apakah dia mengingat-ingat kejadian sebulan lalu?

Hingga akhirnya kami telah sampi di depan rumahku.

"Makasih ya kak... maaf ngerepotin...." kataku sesaat setelah turun dari motornya.

"Gak kok din.... kebetulan aku tadi lagi di deket sekolahmu...." jawabnya.

Lalu kecanggungan kembali terjadi. Lagi-lagi kami terdiam. Aku hanya menatap kosong ke tanah, tanpa berani melakukan kontak mata dengannya.



"Emmm... kalo gitu aku langsung aja ya..." kata Kak Chandra memecah kesunyian.

"Eh kak..." kataku mencoba menahan Kak Chandra pergi.

"Ya din?"

"Mmmm... eee... anu.... soal kejadian di kos Kak Naya waktu itu..." kataku sambil gugup.

"Din... aku kan udah minta maaf.... aku bener-benar gak sengaja waktu itu..." jawabnya.

"Gak kak... harusnya aku yang minta maaf.... itu bukan salah kak Chandra kok... maaf kalo aku udah marah ke Kak Chandra..." jelasku.

"Gak papa din... wajar kok kalo kamu marah.... aku gak nyangka aja bakal kejadian kayak gitu...." jawabnya.

"Eh... Kak Chandra gak cerita ke Kak Naya kan?"

"Gak kok din... aku gak cerita ke siapa-siapa..." jawabnya.

"Makasih kak..."

"Eh... tapi.... ada yang mau aku tanyain... tapi kau jangan marah ya..." kata Kak Chandra.

Aduh. Apakah Kak Chandra akan menanyakan kenapa aku tidak memakai bra waktu itu?

"Ee..  nanya apa kak?" tanyaku. Aku sedikit deg-degan menunggu apa yang akan dia tanyakan.

"Anu.... kok kayaknya ada yang aneh ya sama baju kamu..." jawabnya. Sontak aku langsung melihat bajuku sendiri.

Ternyata aku mendapati baju seragamku tidak terkancing sempurna!

2 kancing teratas bajuku tidak masuk ke lubang yang seharusnya, membuat sebuah celah yang cukup lebar tepat di daerah belahan antara kedua payudaraku! Kak Chandra pasti dapat melihat langsung kulit dadaku. Malah mungkin semua orang dapat melihatnya! Karena secara tidak sadar bajuku sudah terbuka selama perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Pasti ini karena aku terburu-buru memakainya.

Ah sial.... kenapa ini harus terjadi lagi? lalu apa yang harus kujelaskan ke Kak Chandra? Sebulan lalu dia sudah mendapatiku tidak memakai bra di balik seragam sekolahku, dan kali ini terjadi lagi.... dan bahkan lebih parah.

bersambung.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar