Apa yang dihadiahkan Rasti pada Tedi di hari ulang tahunnya rupanya
membuat adik Tedi yang bengal itu iri berat. Ya, Norman ngamuk dan
bahkan ngelunjak! Dia tidak terima kakaknya saja yang mendapat hadiah
mobil. Dia merasa berhak untuk mendapatkannya juga meski tidak sedang
berulang tahun. Rasti jelas kewalahan, apalagi ia memang sama sekali
tidak berencana akan memberi mobil untuk Norman meski kelak dia berulang
tahun. Ya, jelas Rasti tidak berpikiran kelak anak-anaknya harus
memiliki mobil satu-satu. Ia tidak seroyal itu. Ia ingin Tedi bisa
berbagi dengan adik-adiknya kelak. Jikapun nanti ada yang benar-benar
membutuhkan mobil sendiri, itu soal lain. ‘Itu lihat nanti lah, soal
waktu,’ pikir Rasti bijak.
Rasti sebenarnya mencoba berargumentasi dengan mengatakan bahwa Norman
sudah mendapatkan 'yang lain'. Tapi apalah arti argumentasi bagi Norman.
“Pokoknya gue juga mau mobil!”
"Ya sudah... Terus apa kamu mau tukeran sama kakakmu? Mobilnya buat
kamu tapi kamu gak boleh ngentotin mama sampai kamu 18 tahun?” Tawar
Rasti yang tentunya ditolak Norman mentah-mentah. Dia ingin semuanya.
Sungguh seenaknya.
Tapi kali ini Rasti tegas untuk tidak menuruti kemauan anaknya ini.
Tidak semua yang Norman inginkan harus dia penuhi. Norman akhirnya
melampiaskan kekesalannya dengan menyetubuhi Rasti habis-habisan. Tentu
dengan penuh caci maki dan hinaan, sebutan-sebutan kotor dia lontarkan
semua ke ibu kandungnya ini. Meskipun begitu, lagi-lagi Rasti
meladeninya bagaikan profesional.
Sedikit gambaran mengenai Rasti. Ia memang pelacur yang sangat
istimewa. Rasti bisa menyesuaikan diri dengan semua model pria hidung
belang pelanggannya. Ada yang suka romantis, Rastipun bisa jadi
romantis. Ada yang suka bondage, Rasti siap sedia. Ada yang ingin
berfantasi dengan kostum, misalnya ingin Rasti berperan jadi polisi
sementara si hidung belang jadi penjahatnya, atau ada juga yang minta
Rasti jadi ibu guru dan si hidung belang jadi muridnya, bahkan tidak
sedikit pula yang minta Rasti jadi jilbaber, apapun itu pasti Rasti
penuhi, dan Rasti bisa berakting memainkan peran-peran itu dengan baik.
Tidak masalah bagi Rasti. Makanya ketika kemarin teman-teman Tedi
berkesempatan melihat isi lemari Rasti, mereka mendapati lemari yang
sangat besar itu berisi berbagai macam kostum.
Pernah ada klien masih muda, mahasiswa semester awal anak seorang
pengusaha yang kaya raya. Dia ingin Rasti berperan jadi kakak
perempuannya. Tampaknya pelanggannya ini bernafsu pada kakak
perempuannya sendiri tapi tentu tidak kesampaian, lalu dilampiaskan ke
pelacur seperti Rasti. Ia meminta Rasti berganti nama menjadi nama
kakaknya, menyuruhnya memakai baju-baju kakaknya yang dia curi dari
lemari kakaknya, dan bertingkah laku seperti kakaknya.
“Adeekk…! Ayo belajar… coba kakak test, sampai mana hapalan rumusnya…
Hmm tiap ada rumus yang lupa bakalan kakak kasih hukuman ya?”
“Si… siap kak…! Kalo gitu hukum aja kak… adek sudah lupa semua rumus-rumusnya…”
“Iiihh kamu nakal banget sih dek! Awas lho nanti kakak bilangin papa mama! Ayo sekarang dibuka bajunya! Kakak hukum! Hihihi…”
Contoh lain, ada juga kliennya yang seorangmahasiswa kaya, tapi yang
ini sudah hampir lulus kuliahnya. Seorang nerd. Kutu buku, pemalu,
culun, sering dibully dan tidak pernah punya pacar. Dia menjadi salah
satu pelanggan setia Rasti, tapi uniknya dia ingin Rasti berperan jadi
pacarnya. Jadilah Rasti seperti 'pacar bayaran' dan mereka benar-benar
beracting seperti orang pacaran. Jika ingin ‘memakai’ Rasti -biasanya di
malam minggu- mahasiswa itu datang bagaikan mengajak kencan, dia
membawakan bunga untuk Rasti, mengajaknya nonton bioskop, romantic
dinner, kemudian berujung pada pergumulan sex yang panas. Kadang di
kosnya, kadang di hotel, tidak jarang juga di rumah Rasti. Dan Rasti
benar-benar memainkan perannya dengan sepenuh hati! Dia seakan-akan
menjadi pacar yang sesungguhnya, manja, penuh perhatian, cemburu, dsb.
Bahkan Rasti sering berinisiatif mengirim sms semisal : ‘sedang apa
yang?’, ‘Sudah maem belum?’, ‘Met bobo yah...?’, ‘Mimpiin aku ya...’,
‘Yang, Rasti kangen nih...’ dan sebagainya. Bahkan pernah suatu ketika
mahasiswa itu jatuh sakit, Rasti berinisiatif datang menjenguknya.Rasti
menjaganya, menyuapinya, sampai memandikannya. Kalau sudah begitu
ujung-ujungnya sex, dan tidak jarang Rasti tidak menarik bayaran sama
sekali.
Malah pernah suatu ketika mahasiswa itu kehabisan uang karena biaya
praktikum yang besar untuk tugas akhirnya. Meskipun kaya, gaya hidupnya
membuat dia kehabisan uang sampai-sampai dia tidak bisa bayar uang
kuliahnya. Tiga kali malam minggu dia tidak berkencan dengan Rasti. Di
malam minggu ketiga itu, Rasti sampai mengirim sms, “Yang, kamu marah
sama aku ya…? Kok ga pernah ngapel lagi?” Sms itu tidak dibalas. Rasti
mengirim lagi, “Yang… Kangen nih, malam ini keluar yuk…?” Sms kedua ini
pun tidak kunjung dibalas. Rasti mengirim sms ketiga, “Yang, kamu udah
punya pacar baru lagi ya…? Yang, balas dong please…” Akhirnya sms ini
dibalas singkat : “Maaf, jujur aku lagi ga ada uang ” Mendapat pesan
itu Rasti malah membalas, “Jahat! Rasti gak butuh uangmu! Aku butuhnya
kamu tuh ada buat aku… Pokoknya malam ini aku tunggu, jemput aku atau
kita putus!”
Benar-benar seperti pacar beneran!
Begitulah, malam itu si mahasiswa culun menjemput Rasti dengan kikuk,
dan disambut Rasti dengan ceria, dipeluk dan dicium. Dengan canggung
mahasiswa itu minta maaf, tapi hanya direspon Rasti dengan cubitan gemas
di hidungnya. Mereka kemudian berkencan, dan semua Rasti yang
mentraktir! Dari nonton hingga makan malam. Tentu berujung pada sex yang
panas di kamar kos mahasiswa itu. Belum cukup sampai di situ, Rasti
masih menungguinya mengerjakan tugas akhirnya sampai pagi. Menjelang
subuh, sebelum pergi Rasti mengajaknya bercinta lagi.
Ya, itulah Rasti. Dia memainkan perannya terlalu baik sampai-sampai
mahasiswa itu jatuh cinta berat pada Rasti. Sekarang mahasiswa itu sudah
lulus dan bekerja di sebuah perusahaan pertambangan asing di indonesia,
gajinya besar dan dia masih menjadi pelanggan setia Rasti hingga kini.
Salah satu dari banyak pelanggan royal Rasti yang lain. Terakhir kali
kencan, dia mengatakan tidak akan menikah, karna dia merasa tidak akan
menemukan wanita sebaik Rasti yang mau padanya. Mendengar itu Rasti jadi
salah tingkah harus menjawab apa, antara bangga sekaligus prihatin
sebenarnya. ‘Biarlah waktu yang akan menjawab.’ Begitu pikir Rasti, dan
dia pun mencumbu si mahasiswa sekali lagi dengan ganas.
Rasti yang sekarang bukanlah pelacur yang akan bersetubuh karna
terpaksa dan dimotivasi faktor ekonomi. Dia tidak terikat dengan germo
atau mucikari manapun. Jadi jika tidak sedang ingin, maka Rastipun tidak
akan menerima tamu. Tapi sebenarnya Rasti itu lebih banyak inginnya,
apalagi Rasti sendiri memang seorang yang hypersex. Kalaupun tidak
ingin, sebenarnya jika perlu moodnya bisa saja dengan mudah
dibangkitkan.
Nah, kembali ke Norman, pada anaknya sendiri inipun Rasti tidak
memberikan pengecualian, meski Norman bukan kliennya, melainkan putranya
sendiri. Ya, Rasti juga berperan dengan baik bagaimanapun Norman ingin
memperlakukannya. Seperti saat ini yang mana Norman memperlakukan
dirinya sebagai mama pelacur yang hina, betina jalang, lonte murahan,
dan sebagainya. Rastipun memainkan peran itu. Maka inilah adegan yang
kini hampir setiap hari terjadi di rumah Rasti. Norman melampiaskan
kekesalannya dengan ngentotin Rasti hampir tiap hari, tak kenal waktu
dan tak kenal tempat. Di dapur, di kamar mandi, di ruang tamu, bahkan di
teras rumah!
Kini tiga minggu sudah sejak Tedi mendapat mobil di hari ulang tahunnya
itu. Seperti biasa, saat ini Riko, Romi dan Jaka sedang akan main ke
sana. Kebetulan saat itu hari minggu, mereka pun datang sejak pagi. Saat
datang, mereka menjumpai Rasti sedang melepas kepergian beberapa orang
asing tamunya. Rasti terlihat segar habis mandi, seperti biasa dia
melepas tamu-tamunya itu dengan mengobral ciuman dan senyum manis
cerianya.
“Don’t forget me… Whenever you come to Indonesia again… please call me…”
(Jangan lupakan aku, kapanpun kamu datang ke Indonesia lagi, hubungi
aku) Ucap Rasti manja, seperti melepas kepergian kekasih.
“We will! I sure will…”
(Tentu! Pasti…) ucap orang-orang asing itu hampir kompak.
“Bye…!” Dadah Rasti masih mengobral senyumannya.
“Eh, kalian… Yuk masuk.” Ucap Rasti kemudian dengan senyum manis pada teman-teman Tedi.
“Duh, kayaknya semalam baru pesta nih Tante… Asyik nih”
“Hi hi hi… mereka itu yang berpesta,kalau Tante sih kerja!” Cibir Rasti.
Mereka lalu duduk bersama bercengkerama di ruang tengah, Rasti dengan
dua anaknya Kiki dan Dion yang bermanja-manjaan padanya, Tedi dan
teman-temannya juga sedang asyik menimang-nimang Bobi yang sedang ceria
dan lucu-lucunya pagi itu. Namun tiba-tiba Norman muncul dengan wajah
kucel baru bangun tidur.
"Lontee! Bikinin minum dong"Panggil Norman kurang ajar. Datang-datang
langsung nyuruh-nyuruh mamanya, dengan panggilan yang tidak enak pula.
Rasti tersenyum kecut, tapi dia beranjak juga memenuhi perintah Norman.
"Sarapannya mana? Kok belum siap? Dasar lonte! Semalam nglembur ngemut
kontol jepang ya? Kontol kecil aja doyan! Kayak gak ada kontol lain
aja!"Maki Norman lagi.
“Semua udah sarapan sayang, kamu aja yang bangunnya kesiangan. Kalo
Mama bikinin kamu sarapan tadi pasti sekarang udah dingin, pasti kamu
gak mau. Jadi ya Mama nungguin kamu bangun aja…”
“Iyee, bawel…”
“Mau sarapan apa? Mama ceplokin telur ya sayang?”
“Ya… Sama mie goreng! Eeiitt…..!”
“Hmm? Kenapa?”
“Siapa yang bolehin Mama pake baju? Buruan buka!” Bentak Norman.
Ya, Norman yang melampiaskan kekesalan dengan mencabuli Rasti melarang
Mamanya itu mengenakan pakaian sama sekali setiap hari. Rasti wajib
bugil terus di rumah. “Biar mudah dientotin, kalo pas ngaceng tinggal
coblos!” Begitu kata Norman saat mempunyai ide untuk melecehkan mamanya
beberapa hari yang lalu. Tentu Rasti tidak selalu memenuhinya, kalau
Norman tidur atau pergi atau sedang lupa, maka Rasti pun cuek mengenakan
pakaian sehari-harinya. Tapi kalau pas Norman lihat dan ingat, ya sudah
deh seperti pagi ini, baju Rasti yang sebenarnya sudah minim itu
disuruh buka semua.
“Dasar lonte bandel, tiap gue lengah, pasti deh langsung
nyolong-nyolong kesempatan pake baju! Lonte tu ga pantes pake baju tau
nggak...” Tukas Norman bersungut-sungut.
“Kalo mama telanjang terus ntar masuk angin dong sayang…” Rasti mencoba memberi alasan tanpa terlihat tersinggung sama sekali.
“Bawel, buruan lepas. Yang ada bukan masuk angin, tapi masuk kontol!”
balas Norman. "Iya sayang iya... Mama buka."Jawab Rasti sambil melucuti
bajunya. "Nihh... dasar kamu..." ucap Rasti manja sambil melemparkan
bajunya ke muka Norman yang terkekeh-kekeh. Norman kemudian ikut
bergabung di ruang tengah sementara Rasti menyiapkan sarapannya di dapur
tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
“Biarin deh lo dapet mobil, yang penting gue dapat kuda binal yangbisa
gue tunggangin juga tiap hari! Hahaha!” ledek Norman pada kakaknya. Tedi
sendiri mendiamkan saja omongan adiknya itu. Riko, Romi dan Jaka juga
cuma bisa dongkol, meski begitu mereka curi-curi pandang juga ke arah
dapur, melihat betapa seksinya ibu teman mereka ini yang memasak sambil
bugil.
“Kuda binal apaan kak?” Tanya Kiki lugu.
“Hua ha ha ha ha… Kamu mau ikut nunggangin kuda binalnya kakak?”
“Mau kak…” jawabnya polos.
“Ntar ya kalo udah gede kakak pinjemin… he he he…”
“Emang kuda binalnya dimana kak?”
“Wakakaka, ni anak… kuda binal itu ya mamamu itu lho yang lonteee, hahaha”
“Man! Lo ini…” Tedi tak tahan untuk tidak menghardik Norman.
“Ha ha ha… emang kenapa bang? Emang lonte…” Ucap Norman santai sambil
menggaruk-garuk selangkangannya. “Anjrit gue ngaceng deh gara-gara lo!”
Ujarnya lagi sambil mengacak-acak rambut Kiki, dia lalu ngeloyor begitu
saja menuju dapur.
Sejurus kemudian…
“Kyaaa… Norman… Aahh…”
“Berisik, kan udah gue bilang, gak bakal masuk angin tapi masuk kontol… Kemasukan kontol beneran kan… hehe”
“Aduuhh… mama lagi masak sayang… buat sarapan kamu…. Uuhhh…”
“Masak masak aja… masak kan pake tangan, ga pake memek! Ha ha ha…”
Plok plok plok…! Langsung terdengar nyaring bunyi benturan antara paha
dan pantat, yang sukses mengundang rasa penasaran teman-teman Tedi.
Dengan mupengnya mereka langsung berebut mengintip ke arah dapur. Mereka
melongok tanpa beranjak dari sofa di ruang tengah, kebetulan posisi
dapur Rasti dapat terlihat dari tempat mereka duduk. Meski agak tertutup
rak, dari yang tampak mereka sudah dapat punya gambaran jelas apa yang
terjadi di dapur.
Buset, Norman langsung menggenjot mamanya tanpa kompromi!
“Sayaangg… ahhh… aduuhh… kamu ini… tumpah-tumpah deh…”
“Berisik lo lonte! Gue udah ngaceng semaleman, ngalah sama jepang
jepang sialan itu! Mama juga pasti belum puas kan sama kontol kontol
kecil mereka? Jangan pura-pura nolak deh…!”
“Aaahh iyaa sayaaang… memek Mama masih gateell… untung ada kontol besar
kamu… terusshh, oohh…!” racau Rasti yang mulai terbawa suasana.
Ya, Untungnya Norman tetap tahu diri kalau Rasti sedang kedatangan
tamu-tamu jepang yang ‘wajib’ dia layani, Norman tidak mengganggunya.
Karena sesuai perjanjian, selama 3 minggu Rasti bebas dipakai oleh
Mori-San. Meski tidak full tiap hari selama 3 minggu itu, karna Mori-San
sendiri sangat sibuk dan dia datang ke Indonesia untuk bekerja, bukan
berwisata. Tapi, manajer salah satu perusahaan mobil Jepang ini juga
bebas menyuruh Rasti melayani siapa saja yg dia kehendaki. Ini juga
termasuk dari kewajiban yang harus ditunaikan oleh Rasti meski memang
tidak ada detail kesepakatan yang menjelaskan hal itu, tapi mereka sudah
sama-sama tahu. Beberapa malam terakhir ini Rasti melayani beberapa
rekan bisnisnya Mori-San. Berapapun orangnya, Rasti siap melayani. Pada
akhirnya, setelah 3 minggu ini, Mori-San sendiri hanya 5 kali malam
memakai Rasti, sisanya dia lebih memanfaatkan Rasti untuk memuluskan
lobi-lobi bisnisnya. Tidak kurang dari total 20 orang dari berbagai
perusahaan dan jabatan yang Rasti layani untuk Mori-San. Semua itu untuk
sebuah mobil yang Rasti berikan untuk Tedi.
Teman-teman Tedi terus mengintip untuk menonton adegan perzinahan ibu
dan anak itu. Namun ternyata tidak hanya mereka saja yang penasaran,
tapi juga anak-anak Rasti yang lain. Kiki bahkan langsung ngeloyor
begitu saja menuju dapur mendatangi mereka.
“Ma…”
“Aahh… Eh, Ki… kiki? Kamu mau apa sayang?” tanya Rasti grogi. Meskipun
Kiki sudah sering melihat dirinya bersetubuh, tapi tetap saja bersetubuh
dengan Norman, kakaknya Kiki sendiri, merupakan hal yang ganjil.
“Mau minum. Mama sama abang Norman lagi ngapain??”
“Hehe, ini lho yang abang bilang tadi… Abang lagi nunggangin kuda
binal.” jawab Norman sambil tetap menyetubuhi Rasti, tapi memelankan
genjotannya pada vagina Rasti dari belakang.
“Norman! Kamu ngajarin apa sih ke adekmu? Dasar ih…” protes Rasti manja.
“Ya benar tapi kan Ma? Kalau Mama emang kuda binalnya Norman… hehe
heh…” ucap Norman terkekeh. Pundak Rasti lalu didorong ke depan oleh
anaknya ini sehingga Rasti jadi sedikit membungkuk. Membuat Rasti
benar-benar seperti ditunggangi Norman, dan itu dilakukan tepat di depan
adiknya yang polos yang masih belum mengerti apa-apa.
“Auuhh Normaan…” Desah Rasti sambil melirik Kiki, mukanya memerah tersipu.
“Jawab dong Ma… benar kan kalau Mama itu kuda binalnya Norman? Kasih tahu Kiki Ma…” suruh Norman kemudian.
“Dasar kamu ini. Iya sayang… Mama ini kuda binalnya abang Norman.”
jawab Rasti tersenyum manis pada Kiki. Kiki hanya mengangguk-angguk
saja, melihat abang dan mamanya yang tampak kenikmatan itu bahkan
membuatnya jadi ingin mencoba merasakan menunggangi kuda binal.
“Kata abang Norman kalau Kiki udah gede, Kiki boleh coba nunggangin
mama juga ya?” tanya Kiki polos yang direspon tertawaan Norman. Terang
Rasti melotot dan mencubit paha Norman. Putranya yang urakan ini
benar-benar mengajarkan yang aneh-aneh pada Kiki.
“Jawab dong Ma… boleh kan? hahaha” suruh Norman lagi.
“Iiihh… Ii… Iya sayang… boleh kalau udah gede ya…?” jawab Rasti mengiyakan saja.
“Asikkkk…!” girang Kiki.
Rasti melirik lagi ke arah Norman.“Lihat tuh, kamu sih ngajar yang
tidak-tidak ke Kiki.” bisiknya pada Norman yang hanya dibalas
cengengesan. Tapi entah kenapa Rasti justru semakin terangsang dengan
situasi ini. Menganggap dirinya kuda binal anaknya sendiri, serta
mengakuinya di depan anaknya yang lain, bahkan menjanjikan anaknya yang
masih 7 tahun itu untuk menyetubuhinya suatu hari nanti, semakin
membuat birahinya terbakar.
“Hahaha, dasar lonte… kuda binal jalang! Hahaha…!” Norman semakin
menjadi-jadi melecehkan ibunya. Dia bahkan menjambak rambut Rasti ke
belakang layaknya tali kekang. Betul-betul kurang ajar. Tapi dasar Rasti
binal, dia malah menikmati setiap perlakuan anaknya itu. Mengetahui
kalau dia sedang ditonton oleh anak-anaknya yang lain, serta ditonton
teman-teman anaknya juga, semakin membuat Rasti bergairah. "Yihaaaa....!
"Seru Norman keras bagaikan seorang koboi yang memacu kudanya.
Bersamaan dengan itu dia juga memacu lagi genjotannya sampai membuat
tubuh Mamanya terpelanting-pelanting hebat. "Aaaaahhhhhhh.... nikmaat
sayang, kencengin lagi sayang...Ayooooo aaaahhhh...!"
"Hua ha ha... lonteeee...!"
***
Sebenarnya Norman tidak selalu berperilaku seperti ini ketika
berhubungan sex dengan Rasti. Tidak jarang Norman memperlakukan Rasti
dengan manis seperti kekasih. Persetubuhan mereka jadi penuh kemesraan.
Norman memanggil mamanya dengan panggilan 'sayang' atau 'cintaku',
menyetubuhi dan menciumi mamanya itu dengan lembut. Kalau seperti itu
Rasti pun melayani Norman bagaikan kekasih. Tapi tidak kali ini. Norman
benar-benar memperlakukan Rasti bagai budak sex karena dia sedang kesal.
Merekapun terus bersetubuh. Kocokan penis Norman di liang vagina ibunya semakin cepat.
“Aaahhhh…. Mamaaah…” Erangnya. Dia seperti benar-benar ingin menunjukkan
pada semua orang di sana kalau menunggangi Rasti betul-betul sangat
nikmat.
“Iyaahhh sayaang… Pelaan sayaang… Mama sampe…” Rasti tidak kalah meracau.
“Keenakan ya lu lontee… Memeek! Enaak aaahh…” Selama ini bisa
menyetubuhi Rasti, Norman jadi sudah sungguh sangat ahli dalam bercinta.
Dia bisa mengatur orgasmenya supaya bebarengan dengan orgasme Rasti.
Seperti saat ini yang dia lakukan, di tengah genjotan kasar dan
cepatnya, begitu dia merasakan memek Mamanya itu berkedut-kedut kencang,
dengan serta merta dia mengatur ritme genjotannya.
“Ayo sayaang.. aahh…” Rasti yang merasa orgasmenya diulur kini
menggoyang-goyangkan pinggulnya ke depan dan belakang, seperti menuntut
pemuasan segera.
“Aah pecun lo ma aah… gue belum…!”
“Ayoo dong sayang, aahh ahhh… kamu nih…”
“Bareng maah….”
“Iyaa bareng, tapi kamunyaa… aah…” Agaknya Rasti tahu Norman ingin
memperlama durasi persetubuhan mereka. Meski senang-senang saja, tapi
tidak untuk kondisi seperti ini, yaitu di mana Norman sering sekali main
entot saja di sembarang tempat. Apalagi sekarang sedang ada teman-teman
Tedi, dan anak-anak Rasti yang lain sedang bermain dengan asiknya. Bagi
Rasti ini adalah family time yang ingin ia lewati dengan berkualitas.
Ya, Norman memang cukup lihai dalam bercinta, tapi masih tidak ada
apa-apanya dibanding Rasti yang jauh lebih lihai. Kali ini Rasti tidak
membiarkan Norman pegang kendali.
“Aahh… memeekk… sial… Mama pengen banget peju ya? Aarrhh… Niihh terima
peju guee…! Lonteee….” Normanpun tak kuasa lagi menahan ejakulasi dan
menumpakan semua spermanya di vagina Rasti, bersamaan pula dengan
orgasme yang dialami Mamanya itu. Tubuh Rasti bergetar hebat. Ia
mendongakkan kepala dan menegakkan badannya dan disambut dengan pelukan
erat Norman dari belakang. Beberapa saat hening, hanya desahan nafas
yang mengiringi getaran tubuh mereka berdua yang sedikit demi sedikit
mereda. Norman memeluk Rasti dari belakang dan menciumi tengkuk Mamanya
itu dengan gemas. Dari ruang tengah teman-teman Tedi bisa melihat Norman
tengah membisiki suatu kalimat ke telinga Rasti, entah kalimat apa itu,
yang jelas Rasti terlihat tersenyum dan mengangguk-angguk lalu membalik
badannya. Ibu dan anak itu pun saling berpagutan bibir dan lidah
beberapa saat. Setelah puas, Normanpun melepaskan tubuh Rasti dan pergi
begitu saja kembali ke ruang tengah sambil mengancingkan celananya.
Barulah setelah itu Rasti melanjutkan acara memasaknya yang sempat
terganggu.
"Eh lonteku, kira-kira bang Tedi boleh gak mobilnya dipinjamkan ke
teman-temannya? Norman juga boleh pinjem gitu… Boleh gak?"Tanya Norman
sambil sarapan mie gorengnya setelah selesai ngentot.
"Ya itu terserah kakakmu dong sayang... itu kan punya dia. Tapi anak
Mama ga boleh pelit ya…?” Ucap Rasti melirik Tedi. “Biar lebih manfaat
boleh tuh mobilnya dipinjamin. Boleh kan sayang?" jawab Rasti lagi
sambil bertanya ke Tedi.
"Ya, boleh aja, asal yang minjem tanggung jawab…" Jawab Tedi enteng.
Dia tidak menangkap maksud tertentu dari pertanyaan adiknya yang bengal
itu.
"Hehe he... Kalo gitu Norman juga boleh dong minjemin kuda binalnya
Norman ke temen-temen Norman? Temen-temen Norman banyak tuh yang pingin
nunggangin kuda binal, he he he..." Norman terkekeh. Mendengar ini muka
Tedi langsung berubah kecut. Rasti sendiri hanya tersenyum kecil
mendengar omongan anaknya itu yang benar-benar menganggap dirinya, ibu
kandungnya ini, seperti barang yang bisa dipinjamkan seenaknya.
“Dasar kamu ini” jawab Rasti menghela nafas. Tidak mengiyakan maupun menolak.
Gemas sekali teman-teman Tedi melihat bagaimana Rasti selalu membiarkan saja si Norman melecehkan dirinya.
**
Omongan Norman ini ternyata bukan bercanda belaka. Beberapa hari
kemudian, di suatu hari menjelang senja, Norman pulang membawa 6 orang
teman gengnya ke rumah.
“Ma, ada teman-temanku tuh di kamar.” panggil Norman pada Rasti yang
sedang sibuk menyapu rumah. Rasti saat itu sedang telanjang bulat sesuai
perintah Norman.
“Teman-temanmu? Ya sudah…”
“Lho kok ya sudah... Aku mau ngenalin Mama dong sama mereka. Tapi Mama tetap gak boleh makai baju yah.. hehe…
“Hah, masa gitu sih sayang? Mama gak mau ah…!” tolak Rasti.
“Eit, ayo dong Mah... Gak boleh nolak!” Norman ngotot. Diapun menyeret
Rasti ke kamarnya meski dia tahu ibunya itu tidak nyaman harus menemui
orang dengan telanjang bulat. Entah kenapa kali ini Rasti merasa malu,
dia grogi harus menemui teman-teman anaknya itu dengan bertelanjang
bulat.
"Nih, lonte gue, cakep kan? Hehe…"ucap Norman.
“Anjrit!” Serempak keenam teman Norman terbelalak melihat Rasti yang telanjang bulat.
“Ii… ini…?” Tanya salah satu teman Norman tergagap.
“Iye! Kan udah gue bilang ini lonte! Ha ha ha…!”
“Wuih... serius lo? Anjrit cakep!” Gumam teman Norman sambil celingak-celinguk. “Sepi rumah lo bro?” Tanyanya penasaran.
“Ha ha ha, ga juga, kenapa emang?” Jawab Norman. Rumah Rasti yang besar
didesain mempunyai beberapa ruang yang terpisah dari ruang utama.
Seperti di ruangan ini, sebenarnya ruangan ini seperti ruang tamu, tapi
posisinya di belakang rumah, menghadap langsung dengan taman belakang.
Norman meminta ruangan ini untuk dijadikan kamar pribadinya. Rasti
mengijinkannya, walhasil di ruangan ini juga ada kasur besar tempat
tidur Norman. Juga ada televisi lengkap dengan DVD playernya yang
kebanyakan kaset Norman adalah film BF. Ruang ini memang cukup nyaman
untuk nongkrong-nongkrong tanpa harus terganggu anak-anak Rasti yang
lain. Meski jarang, jika Norman mengajak teman-temannya main, pasti
mereka akan menghabiskan waktunya di sini. Dengan begitu, obrolan mereka
yang keras dan kasar, apalagi sambil merokok dan minum minuman keras,
semua tidak akan terlihat langsung oleh keluarga Rasti.
Kini Rasti benar-benar canggung berdiri di hadapan teman-teman Norman di
ruangan ini dalam keadaan bugil. Meski ada perasaan senang juga karena
sebagai lonte dia punya naluri eksibisionis. Dipandanginya keenam wajah
teman Norman satu-persatu, tidak ada yang dikenalinya. Bukan 3 orang
yang waktu itu pernah menggangbang dirinya. Entah Norman memperkenalkan
dia sebagai ibunya juga atau tidak. Tampaknya sih tidak. Ya, keenam
teman Norman ini sepertinya belum tahu cerita tentang dirinya.
“Amboii… Ini beneran lonte lo Man?”
“Lonte buat… ngentot??”
“Ya iya lah, namanya lonte ya buat ngentot!”
“Asik benar lo!” Seru teman-teman Norman yang jelas saja membuat mereka nafsu berat karena melihat Rasti.
"Bikinin minum ya buat temen-teman Norman, habis itu siap-siap di
kamar, gue pengen ngentot!" suruh Norman pada Rasti. Betul-betul
seenaknya. Tapi lagi-lagi Rastipun menuruti. “Ingat, jangan pake baju!”
Seru Norman seakan bisa membaca pikiran Mamanya itu. Ya, sempat terbesit
di benak Rasti untuk memakai pakaian sebelum nanti kembali lagi untuk
menghidangkan minuman. Rasti pun cemberut manja, lalu ngeloyor pergi.
Saat Rasti kembali menghidangkan minuman, dia disuruh menata gelas yang
bejumlah tujuh itu di meja, dihidangkan satu-satu untuk Norman dan
teman-temannya. Walhasil saat melakukan itu Rasti jelas dilecehkan oleh
teman-teman Norman. Dicolek pinggulnya dengan kasar. Ditabok pantatnya
dengan gemas. Rasti mengaduh kecil sambil menggelijang manja. Tak ayal
reaksinya itu malah membuat teman-teman Norman makin gemas. Sambil
mengeluarkan kata-kata kasar dan melecehkan, mereka malah makin berani
dan meremas buah dada Rasti saat Rasti membungkuk untuk menaruh minuman.
“Aahh…” Desah Rasti pelan. Tubuhnya bergetar, satu gelas akhirnya jatuh
dan tumpah airnya. “Aah goblok lu lonte, naruh gelas aja kagak becus
lo…! Ngentot aja lu bisanya ya! Dasar lonte!” Parah sekali caci maki
yang ditujukan pada Rasti, padahal gelas itu jatuh juga gara-gara ulah
mereka yang mengganggu Rasti.
"Woi! Main colek aja lu!Main grepe-grepe, kagak ijin sama yg punya!
Nafsu ya lo pada?! Ha ha ha... ngaceng ngaceng deh lo!"Ujar Norman
sambil terbahak-bahak. Ia kemudian menyuruh teman-temannya menunggu,
"udah lo pada main duluan aja ya... santai, bebas aja di sini, ntar gue
gabung. Gue mau ngentot dulu! Hehe..."Diapun menyeret Rasti keluar dari
kamarnya.
“Sotoy lu man! Sisain woiii!” Seru teman-teman Norman yang mupeng berat.
Norman membalasnya dengan terkekeh dan menjulurkan lidahnya sebelum
kemudian menghilang keluar bersama Rasti.
Sambil jalan ke kamar Rasti, Norman iseng mencolek-colek selangkangan Mamanya itu.
“Iih sayaang…” protes Rasti manja.
“He he he… Mama udah basah ya, iya kan…? Makanya ga usah jual mahal
tadi, seneng kan Mama, Norman pamerin ke temen-temen Norman? Ha ha ha…”
Norman lalu mendorong Rasti gemas hingga jatuh tengkurap di atas kasur.
“Kyaa…!” Tanpa ba bi bu, Norman mengeluarkan sejatanya yang sudah tegang
dan langsung mendoggy Rasti.
“Aaahhh Normaannn…..”
*******
Setelah ngentot, perangai buruk Norman belum berhenti. Kini dia malah
meminta uang 2 juta pada Rasti yang bahkan belum reda engah nafasnya
setelah disetubuhi.
"Haahh… haah…. Dua juta? Hahh….. Buat apa sih sayang?"Jawab Rasti di tengah engahan napasnya.
"Pake nanya lagi, buat main kartu lah, sapa tau menang banyak, gue bisa
beli mobil sendiri! Ga perlu duit hasil melacur Mama!" jawaban Norman
benar-benar merendahkan, padahal modalnya minta Rasti juga 2 juta. Dasar
tidak tahu diri.
“Cepetan!”
“Iyaa sayang…” Rasti buru-buru bangkit dari kasur dan mengambil
dompetnya. "Ya sudah sana, moga-moga menang ya..." Sableng! Bukan hanya
ngasih uang, tapi Rasti juga merestui.
Begitulah, selama beberapa jam kemudian Normanpun main judi dengan
teman-temannya di kamar Norman. Sementara Rasti melanjutkan harinya
seperti biasa bersama anak-anaknya yang lain. Hari itu Tedi sedang pergi
main bersama teman-temannya. Siapa lagi kalau bukan dengan Riko, Romi
dan Jaka. Pamitnya sih mau pergi nonton konser, jadi kemungkinan bakal
sampai tengah malam.
Malamnya, meski belum terlalu malam, semua anak-anak Rasti sudah tidur
setelah dibacakan dongeng oleh Mamanya. Saat itu Norman masuk ke kamar
Rasti. Dia mendapati Mamanya sedang menyusui Bobi, si bungsu.
"Cepetan neneninnya ma! Tu temen-temen Norman udah nunggu!"
"Hah? Nunggu apa?"
"Ya ngentot lah! Pake nanya...."
"Lho.. kok?"
"Udah... gak usah banyak mikir, Norman kalah main judinya! Modal Norman
abis semua 2 juta. Norman masih pingin terus main, tapi ga punya duit
buat dipasang, jadi Norman pasang Mama sebagai taruhan. Tapi Norman
kalah terus! Sekarang mama siap-siap cepetan! Siap-siap dientot!"
"Duuh, Kamu ini seenaknya aja siih??"Tukas Rasti kesal. Meskipun kaget,
sebenarnya sejak sore tadi Rasti sudah memikirkan kemungkinan akan
disetubuhi teman-teman Norman. Betapa tidak, tadi dia sudah dipamerkan
dalam keadaan bugil total di hadapan mereka. “Kamu kalah sama berapa
orang sayang?” Tanya Rasti gusar karna dugaannya benar-benar terjadi.
"Yaa semuanya, tuh ada 9 orang temen Norman."
"Iihhh! Semuanya?? Terus kok 9 orang? Bukannya tadi cuma 6?"
"Bawel amat sih?! Tadi datang lagi 3 orang!"
"Huuh, sama aja mama dientot bukannya dibayar malah mbayar 2 juta! Enak
banget temen-teman kamu!" Ujar Rasti yang benar-benar kesal kali ini.
Tapi tetap saja Rasti tidak punya pilihan lain selain menuruti Norman.
Sejak selesai masa 3 minggu perjanjian dengan Mori San sampai sekarang
Rasti belum pernah menerima tamu lagi. Jadi kali ini tidak terlalu berat
baginya. Rasti minta melayani mereka di kamar Norman saja, dia tidak
mau preman-preman kasar itu masuk ke kamarnya. Selesai menyusui dan
menidurkan Bobi, Rasti pun bersiap sekadarnya dan bergegas menuju kamar
Norman tanpa mengenakan busana sama sekali.
Entah kenapa Rasti merasa agak deg-degan dan grogi kali ini. Tanpa
mengetuk pintu dia melangkah masuk ke kamar Norman yang pintunya memang
tidak ditutup. Suara riuh teman-teman Norman langsung menyambutnya,
membuat Rasti makin grogi dan tersenyum canggung.
“Wii ketemu lagi nih Mama Rasti…” Celetuk salah seorang. Rupanya mereka
sudah diberitahu nama dan status Rasti sebagai ibundanya Norman yang
lonte. Rasti tersenyum kecut sambil melirik Norman. Perasaan grogi dan
malunya ini benar-benar tidak biasa, dan entah kenapa agak sulit
mengenyahkan perasaan itu kini. Mungkin karena kesal harus melayani 9
orang preman yang bukannya membayar tapi malah dia yang mengeluarkan
uang 2 juta.
“Mantaapp! Sudah bisa dipake ni Man?”
“Ni lonte daritadi sore gua liat kok malu-malu aja… Lonte beneran bukan sih?”
“Ayo sini mama sayang… duduk sama kita-kita!”
“Ayo sini mama cantik… Duuh manis banget sih mukanya kalo malu-malu gitu…”
“Ayo sini, kita gak gigit kok… cuma nusuk doang! Ha ha ha!”
“Ha ha ha, lo besok lagi kalo mau main pasang ni lonte lagi Man! Gue rela…! Ha ha ha…”
Teman-teman Norman seakan berlomba untuk melontarkan kata-kata cabul
pada Rasti. Salah seorang menghampiri dan menariknya dengan kasar ke
tengah-tengah mereka. Rasti kini dikelilingi 9 orang yang mulai
menelanjangi dirinya masing-masing. Rasti digerayangi dan diciumi dengan
liar sebelum kemudian disuruh duduk bersimpuh. Dan 9 penis yang
hitam-hitam dan dekil langsung disodor-sodorkan ke mukanya. “Yukk
disepongin dulu kontolnya cantik…” Ucap salah seorang. Tanpa disuruh pun
Rasti sudah tahu apa yang dia lakukan. Kini Rasti sudah agak rileks,
mulutnya segera mencaplok penis yang berada tepat di depan mulutnya,
sementara kedua tangannya menangkap dua penis di kiri dan kanannya
secara random, lalu mengocoknya. Dengan ini dalam satu waktu 3 penis
bisa diservisnya. Rasti melakukan ini berganti-gantian, tanpa terlalu
memperhitungkan waktu dan giliran siapa. Biarlah para pemilik penis itu
yang saling berebut mendapatkan jatah dan servis terbanyak dari Rasti.
“Gue masuk dulu yah, mau tidur. Kalian nikmatin aja sampe puas… oke?”
Rasti mendengar suara Norman berkata pada teman-temannya. Di tengah
aktivitasnya memuaskan penis-penis yang terus mengerubutinya itu, Rasti
pun berusaha melirik-lirik mencari keberadaan Norman. Matanya berhasil
menangkap sekilas saja sosok Norman yang melangkah keluar begitu saja
meninggalkannya tanpa mengucap sepatah kata apapun padanya. Sejenak
terbesit pertanyaan dalam benak Rasti, apakah Norman menikmati
memperlakukannya seperti ini atau tidak? Tapi pertanyaan itu mengalir
begitu saja tanpa Rasti memusingkan jawabannya.
Malam itu teman-teman Norman benar-benar memuaskan diri mereka mengerjai
Rasti. Tidak kurang dari 3 jam Rasti digangbang dengan kasar dan liar.
Satu orang ada yang menyetubuhinya berulang hingga 3 sampai 4 kali. Tapi
ada juga yang baru sekali langsung K.O. Kali ini Rasti tidak menjadi
lonte yang baik menurut standarnya sendiri. Ya, karna kebanyakan dia
hanya pasif saja menerima segala macam perlakuan teman-teman Norman itu
padanya. Rasti tidak mengeluarkan jurus dan trik apapun, tidak berakting
binal, manja, atau menjadi apapun. Bahkan Rasti juga nyaris tidak
bicara sepatah kata pun, kecuali hanya desahan-desahan. Tapi bagi
teman-teman Norman begitu saja sudah sangat mengasyikkan buat mereka
bisa ngentot dengan wanita secantik Rasti. Rasti sendiri juga bukannya
tidak menikmati. Paling tidak dia mengalami 2 kali orgasme malam itu.
Sebenarnya di tengah-tengah persetubuhan mereka itu, kira-kira setengah
jam lewat tengah malam Tedi pulang disertai Riko, Romi dan Jaka. Saat
mereka sampai di rumah, tentu mereka langsung ‘ngeh’ melihat beberapa
motor terparkir di halaman. Hanya saja mereka bertanya-tanya melihat
kondisi motor-motor yang terparkir itu. Butut, ga ada spionnya,
protolan, dimodifikasi ekstrim, knalpotnya blombongan, dsb. Jelas profil
pelanggannya Rasti tidak akan memiliki motor yang seperti ini. “Paling
temen-temennya adik gue…” Gumam Tedi.
“Norman?”
“Siapa lagi?”
Begitu mereka masuk rumah, sayup-sayup lenguh desah dari kamar Norman
terdengar oleh mereka. Berbagai spekulasi dan bayangan-bayangan cabul
langsung tergambar di benak teman-teman Tedi. Mereka langsung ngaceng
dan mupeng. Wanita pujaan mereka sedang digangbang teman-teman Norman!
Meski lelah, mereka langsung berniat untuk mengintip kamar Norman. Tapi…
“Hayo lo pada mau ngapain?! Ga usah aneh-aneh lo… gue suruh pulang nih?”
Hardik Tedi yang tidak suka dengan gelagat mereka yang kelihatan banget
ingin mengintip Mamanya.
“Ee… nggak kok Ted…” Jawab Jaka mengkeret. Riko dan Romi terdiam. Mereka
sadar, Tedi tidak suka dengan kelakuan Norman. Apalagi malam ini
adiknya itu mengajak teman-temannya yang urakan itu untuk dilayani oleh
Mamanya tersayang. Tedi sakit hati, dan dia merasa tersinggung ketika
kejadian ini dianggap menarik sebagai objek fantasi cabul ketiga teman
karibnya itu. Walhasil mereka digelandang Tedi masuk kamar, disuruh
langsung tidur. Setelah dipikir-pikir oleh Riko, Romi dan Jaka, yah
sebenarnya mereka sangat kesal juga sih sama si Norman. Tapi…. Ah
sudahlah! Mereka pun tidur dengan harapan besok bisa ketemu lagi dengan
Rasti sang pujaan hati.
Hampir jam 2 pagi Rasti melangkah keluar dari kamar Norman,
meninggalkan 9 teman Norman yang tertidur kecapekan. Rasti juga capek,
tapi dia ingin tidur di kamarnya sendiri. Ternyata Rasti mendapati
Norman sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Rasti pun naik ke ranjang
dan berbaring di samping Norman. Sejenak dia pandangi wajah anaknya
yang bengal itu dengan penuh kasih sayang. Saat tidur wajah Norman
innocent juga, pikir Rasti yang lalu membelai rambut Norman dan mengecup
pipinya. Entah apa yang dipikirkan Rasti tentang Norman saat itu. Yang
jelas jauh dari rasa marah apalagi benci. Rasti pun tidur sambil memeluk
Norman erat.
“Mm… Maa…?” Ternyata Norman terjaga sambil masih terkantuk-kantuk.
“Iya sayang?” Bisik Rasti.
“Mmmhh.. udah selesai?”
“Iya sayang… Sudah.”
“Temen-temen Norman?”
“Tidur tuh…”
“Ooh…”
Norman memiringkan badannya menghadap Rasti, balas memeluk Rasti dan
mencium Mamanya itu. Rasti pun membalas ciumannya mesra. Mereka saling
mengecup beberapa saat.
“Maah… Norman bobo sini ya?”
“Iya sayang… Bobo aja, mama kelonin…”
Sungguh Rasti sosok ibu yang sangat penyayang. Malam itu Rasti tidur
berpelukan dengan Norman. Rasti tidur sangat pulas. Dia tidak sadar
menjelang pukul 4 pagi Norman bangun dan meninggalkannya. Ya, pagi itu
Norman dan teman-temannya pergi dari rumah Rasti sebelum terbit
matahari. Entah mau kemana dan apa yang hendak dilakukan oleh mereka?
Tapi sebenarnya hal ini tidak aneh. Karena Norman dan gengnya memang
‘mahluk malam’. Mereka sering sekali begadang, melakukan aktivitas geng
mereka sampai melewati malam dan baru tidur ketika matahari sudah hampir
tinggi. Makanya, ketika Rasti terbangun di pagi hari dan mendapati
Norman dan teman-temannya sudah pergi dari rumah, Rasti pun bersikap
biasa saja.
****************
"Tante, kenapa sih Tante biarin aja kelakuan si Norman?" Tanya teman-teman Tedi gemas pada siang hari itu.
"Hihihi... ya mau gimana lagi?"
"Lho kok mau gimana lagi? Tante kan mamanya..."
"Iya sih, kalo kelakuannya Norman kayak gitu ke orang lain, ya pasti Tante sebagai mamanya akan negur.. tapi..."
"Tapi.. kenapa tante?"
"Tapi kalo kelakuannya kayak begitu pada tante sendiri yaa... sebagai
lontenya, tante jadi harus ngikutin dia pinginnya tante jadi kayak apa?”
“Yaaah… kok gitu?” Ujar mereka gemas plus nafsu sekali mereka mendengar
Rasti mengatakan sendiri bahwa dalam hal ini dia lebih memilih berperan
sebagai lontenya Norman, bukan sebagai Mamanya.
“Hihihi... ga tau yah... sudah naluri tante kali, sebagai lonte."
“Duh, tante, kita jadi ngaceng nih…”
“Ya udah sana, ke kamar mandi lepasin, hihihi”
“Hehe, ntar aja deh Tante…”
“Omong-omong, Tante kok pake baju, ga apa-apa nih… Ntar dimarahin Norman lho?” Goda Jaka.
“Ha ha ha… Kamu ini sok ngasih tahu, padahal kamu sendiri yang pingin
kan liat Tante telanjang?” Cibir Rasti lalu mencubit Jaka gemas. Tidak
sakit tentunya. Jaka pun hanya tertawa-tawa aja. “Ga tau lho, ntar
tiba-tiba Norman pulang, ngamuk ngeliat Tante gak nurut… gue nggak
tanggung jawab…” Ucap Jaka.
“Idiih, siapa juga yang nyuruh kamu tanggung jawab? Ya Tante sendiri
yang tanggung jawab. Paling ngamuknya Norman ngentotin Tante lagi… Tante
suka kok dientot Norman, wee…” Jawaban Rasti itu sukses membuat mereka
makin senat-senut. Ah, betapa senangnya siang itu bisa mereka lewati
dengan berakrab-akrab ria lagi dengan Rasti yang mereka puja.
Hari ini, mereka asik main di rumah Rasti. Mereka nonton tv, main PSnya
Tedi, juga bergurau dengan anak-anaknya Rasti yang masih kecil.
Tentunya semua itu tetap diselingi memperhatikan gerak-gerik Rasti yang
menggoda. Ibu teman mereka ini sedang sibuk mengerjakan berbagai
pekerjaan rumahnya, mereka juga sesekali menggoda Rasti dengan pujian
serta candaan.
Namun ketika mereka semua sedang asik-asiknya melewati hari, tiba-tiba datang laporan kalau Norman… ditahan polisi!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar