Setelah mendengar cerita masa lalu Rasti, teman-teman Tedi masih saja
terus menempel padanya. Mereka selalu saja penasaran dan tidak pernah
bosan berada di dekat ibu teman mereka itu. Mereka terus berada di sana
sampai Tedi pulang.
Meski Tedi sudah pulangpun, mereka ternyata masih juga menempel pada
Rasti. Tanya inilah, tanya itulah. Mereka tidak ada puas-puasnya
mendengar cerita-ceritanya Rasti yang memang selalu membuat penis mereka
berdiri.
“Emang tante gak takut kena penyakit?” tanya mereka lagi.
“Hmm… Nggak tuh.. kan tante udah punya dokter pribadi” jawab Rasti santai.
Rasti beruntung dari sekian banyaknya pria yang pernah menyetubuhinya
sebelum ini tidak satupun yang membawa penyakit padanya. Sejak Rasti
mantap memutuskan menjadi lonte dan mempunyai penghasilan yang besar,
tentunya dia harus lebih berhati-hati. Rastipun menyewa jasa doker. Ya,
Rasti adalah pelacur elit yang bekerja sendiri dan bisa memiliki dokter
pribadi. Dokter bermasalah yang kehilangan ijin praktek gara-gara
alkoholic. Dokter itu pernah menjadi tamunya Rasti dan akhirnya malah
direkrut Rasti untuk menjadi gerbang utama yang harus dilewati tamu-tamu
baru sebelum dapat meniduri Rasti. Meskipun begitu, tetap saja masih
ada orang yang mendapat perlakuan khusus tanpa perlu ditest, seperti pak
RT dan teman-teman Norman yang waktu itu.
Dokter itu sering protes kalau Rasti hamil, karna kalau hamil jelas
Rasti tidak bisa menerima tamu. Tapi Rasti cuek. Dia malah sangat
menikmatinya. Rasti ingin hamil terus. Sampai sekarang dia sudah
mempunyai tujuh orang anak. Yang mana empat anak terakhirnya, Kiki,
Bram, Dion dan Boby, lahir dari kerjaannya sebagai lonte. Tentu tetap
tidak jelas juga siapa bapak-bapaknya anak-anaknya itu. Pokoknya semua
hidung belang yang datang memakai jasa tubuhnya bebas membuang benihnya
ke rahim Rasti, bahkan sering Rasti sendiri yang meminta.
“Duh… Pengen deh bisa jadi bapaknya anak-anak tante, hehe…” ucap Jaka kurang ajar, padahal ada Tedi di situ.
“Dasar kalian ini… Tuh Ted, mereka pengen ngasih kamu adek tuh, hihihi…
Boleh gak mama dihamilin mereka?” jawab Rasti yang malah tertawa
cekikikan dan menggoda Tedi setelah mendengar ucapan Jaka tersebut. Tedi
sendiri tidak menjawab, dia hanya cengengesan saja. Walau Tedi merasa
tidak rela, dia juga deg-degan dibuatnya. Membayangkan ibunya dihamili
oleh teman-temannya entah kenapa membuat darahnya berdesir dan horni.
“Kalau kalian mau, datang aja lagi ke sini kalau kalian sudah 18 tahun.
Ntar tante kasih gratis deh untuk perdananya…” ujar Rasti lagi dengan
senyum nakal. Terang saja mendengar hal itu mereka jadi ngaceng
maksimal. Siapa sih yang tidak mau merasakan nikmatnya menggenjot tubuh
wanita seperti Rasti? Apalagi sampai punya anak darinya. Tedi sendiri
juga merasakan demikian walaupun dia tahu kalau wanita ini adalah ibunya
sendiri.
“Be..beneran tante?” tanya mereka bertiga kesenangan.
“Iya… tanpa kondom dan boleh muncratin memek tante sepuas kalian, kamu
juga Tedi sayang… Kalau tante hamil, tante pasrah kok…” kerling Rasti
nakal yang makin membuat mereka blingsatan tidak karuan.
“Hihihi, kenapa? Udah ngebayangin ya? Udah gak tahan? Apa pengen
sekarang aja?” goda Rasti lagi. Semakin mupenglah mereka mendengarnya.
“I..iya tante sekarang aja yuk” sahut mereka bersemangat.
“Huuu…. dasar kalian… Nggak! Harus 18 tahun baru boleh. Udah ah, tante
mau mandi dulu…. Bentar lagi tante mau nerima tamu. Ted, ajak temanmu
main gih, ntar mama betul-betul dientotin mereka lho… hihihi”
“I..iya ma… Yuk bro main PS aja yuk di kamar” ajak Tedi pada
teman-temannya. Mereka bertigapun hanya bisa berseru kecewa. Rasti
tertawa geli saja melihat tingkah para remaja itu yang segitu
penasarannya ingin merasakan tubuhnya, ngentotin ibu temannya sendiri.
Merekapun akhirnya hanya bisa menghabiskan waktu di dalam kamar Tedi
sambil main PS, dan lagi-lagi hanya bisa mendengar suara rintihan Rasti
yang kenikmatan dientotin oleh para hidung belang. Sore menjelang malam,
barulah mereka pulang. Mereka hanya pamit berteriak dari depan pintu
kamar Rasti karena Rasti masih sibuk melayani tamunya.
“Nghhh…… Iyaaaahh…. Hati-hati ya kaliannya… Sering-sering ssh… main ke
sini yah…” balas Rasti juga berteriak sambil terengah-engah.
***
Beberapa hari kemudian mereka lagi-lagi ingin main ke rumah Tedi.
Mereka memang sudah berencana kalau sekurang-kurangnya 1 minggu sekali
main ke rumah teman mereka itu. Apalagi kalau bukan untuk memuaskan
nafsu mereka, ngacengin Rasti sampai akhirnya onani di sana. Bagi mereka
tentunya lebih asik beronani sekalian di sana setelah melihat kebinalan
ibu teman mereka itu daripada onani sendirian di rumah.
Saat mereka datang, ternyata Rasti sedang didoggy Norman di dalam
kamarnya. Pintu kamar yang terbuka lebar membuat mereka bisa dengan
leluasa melihat aksi perzinahan ibu dan anak tersebut. Sungguh
pemandangan yang membuat mereka ngaceng maksimal. Dan seperti yang
pernah mereka lihat sebelumnya, Norman betul-betul menggenjot ibunya
dengan ganas dan liar serta penuh kata-kata kotor.
“Ssh… Sayang… pelan dikit dong…” ujar Rasti merintih-rintih. Namun
bukannya melambatkan genjotannya, Norman malah makin menjadi-jadi
menghujamkan penisnya ke liang senggama Rasti, bahkan disertai kata-kata
kotor.
“Berisik lo betina jalang! Ibu doyan kontol! Padahal lo keenakan kan?
Lo suka kan dikasarin gini? Dasar lacur…” hina Norman sambil
manarik-narik puting Rasti. Norman sendiri memang lagi kesal karena baru
kalah taruhan bola, dan ia pun melampiaskannya dengan menyetubuhi
ibunya dengan liar.
“Ssh… kamu ini… Iya deh, terserah kamu deh pengen apakan mama… dasar anak bandel, ibu sendiri dientotin”
“Mama sih lonte…”
“Iya, mama memang lonte, lontenya kamu saying” racau Rasti mengikuti
saja permainan kasar anaknya itu, dia memang tidak keberatan sama sekali
harus melayani nafsu binatang anaknya yang urakan itu. Rasti juga
merasakan sensasi nikmat dengan permainan kasar dan ucapan-ucapan yang
melecehkan dirinya. Sensasinya bahkan menjadi berkali-kali lipat karena
menyadari bahwa anak kandungnya sendiri yang sedang menggenjotnya.
Anaknya yang dia lahirkan dari benih-benih para pemerkosanya waktu itu,
kini malah sedang asik menghujam liang vaginanya dengan beringas
disertai kata-kata kotor yang menghinanya sebagai ibu kandungnya.
Rasti dan Norman terus saja asik bersenggama dan tidak menyadari
kehadiran Tedi dan teman-temannya sama sekali. Hingga akhirnya tubuh
Norman mengejang, dia menumpahkan seluruh spermanya ke dalam rahim
Rasti.
“Hehe… kayaknya mama bakal hamil anakku deh ntar…” ucap Norman.
“Tau tuh, kamu sih…” balas Rasti yang terlihat cuek. Dia tidak ambil
pusing jika nanti dia benar-benar akan hamil dari benih anaknya sendiri.
Rasti bahkan jadi panas dingin dan menanti-nanti apa dia benar akan
hamil anaknya Norman. Sungguh binal.
Setelah selesai bersenggama dan hendak keluar kamar, barulah Rasti sadar kalau ada teman-teman Tedi.
“Eh, kalian di sini? Udah dari tadi?” tanya Rasti.
“Iya tante, hehe…”
“Ihh.. Tante mainnya heboh banget sih…”
“Hot banget tante ngentotnya, asik” jawab mereka bergantian.
Jelas mereka mupeng berat dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Termasuk Tedi, dia begitu iri dengan adiknya yang sudah bisa merasakan
betapa nikmatnya tubuh ibunya yang molek itu. Tentu saja selama ini Tedi
juga pernah meminta untuk bisa merasakan seperti apa yang Norman
rasakan, tapi berkali-kali juga Rasti menolaknya. Rasti cuma berkata
agar memaklumi kelakuan adiknya itu, yang bila tidak dituruti kemauannya
bakal ngamuk tidak karuan. Akhirnya Tedipun baru akan dijanjikan boleh
menyetubuhinya kalau sudah SMA.
“Kenapa kalian? Iri? Pengen ngerasain ngentot sama mama juga?” tanya
Norman menggoda mereka, dia tahu kalau mereka termasuk kakaknya itu dari
tadi menatap iri padanya.
“Sayang… jangan godain mereka gitu dong…” ujar Rasti sambil mengelus sayang kepala Norman.
“Biarin... Ma, bikinin minum dong… capek nih habis ngentot” suruh
Norman seenaknya. Udah enak-enakan ngentot, minta dibikinin minum pula,
tapi Rasti tetap menurutinya. Dia tidak keberatan sama sekali.
“Kalian juga mau minum kan?” tanya Rasti pada Tedi dan teman-temannya.
“Iya tante… makasih”
Rasti lalu berpakaian kembali, dia mengenakan kemeja putih dan celana
legging hitam pendek. Tetap terlihat sangat seksi dan memancing nafsu.
Bagaimana tidak? Soalnya Rasti tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya,
sehingga putingnya tercetak dari balik kemaja itu. Belahan Vaginanyapun
terlihat dengan jelas dibalik legging ketat itu.
Setelah berpakaian, Rastipun ke dapur untuk membuatkan mereka minuman.
Sedangkan Norman, Tedi dan teman-temannya duduk dengan santainya
menunggu di sofa depan tv.
“Emang enak bener nih ngentot nih cewek. Udah cantik, putih mulus,
bahenol, terus empotannya itu lho… gak tahan, huahahaha” ujar Norman
lagi saat Rasti kembali dan duduk bersama dengan mereka. Ya, Norman
memang sengaja ingin memanas-manasi mereka.
“Sayang… kamu udah dooong…” kata Rasti.
“Biarin aja napa sih Ma!? Lagian mereka ini goblok banget sih…
Mau-maunya nurut harus nunggu 18 tahun dulu, padahal mama sendiri
ngentotnya sejak umur 12 tahun, iya kan Ma?” lanjut Norman lagi.
“Iya memang, tapi seharusnya kan emang harus 18 tahun dulu baru boleh
gituan. Kamu aja yang bandel jadi anak, mama sendiri dientotin pula, iya
nggak Jaka?” ujar Rasti melirik pada Jaka.
“I..iya tante”
“Halaaah… apanya yang perlu nunggu 18 tahun! Teori darimana tuh? Asal
udah bisa ngaceng ya sudah waktunya. Apalagi kalau barangnya udah
tersedia gini dan siap pakai, ya tinggal embat aja. Goblok lu pada!”
kata Norman lagi menghina mereka.
“Duuuh… sayang, kamu ini. Kalian jangan dengerin dia yaaah… bandel
banget nih anak” balas Rasti sambil menutup mulut anaknya itu dengan
tangannya. Tingkahnya Rasti itu sungguh menggemaskan.
“Ng… tapi betul juga sih kata Norman tante” kata Riko.
“Hmm? Betul apanya?” tanya Rasti balik.
“Itu… kalau kita udah boleh ngentot, hehe”
“Iya tante… betul tuh, daripada cuma onani dan buang peju percuma, hehe” kata Jaka ikut-ikutan. Romi juga ikut mengangguk.
“Terus? Buang pejunya di memek tante gitu? Hihihi… Dasar kalian ini.
Tuh, gara-gara kamu sayang, mereka jadi terprovokasi tuh” ujar Rasti
melepaskan bekapan mulut Norman lalu mencubit manja hidung anaknya itu.
Norman hanya tertawa cengengesan.
“Kamu sendiri gimana Tedi? Setuju kan kalau boleh gituan kalau udah cukup umur?” tanya Rasti kini pada Tedi.
“Aku juga pengen sih ma. Masak Norman udah boleh tapi aku belum” jawab
Tedi yang ternyata juga setuju dengan ucapan Norman tadi.
“Ampun deh kalian ini…” Rasti geleng-geleng kepala.
“Jadi gimana? Kalian pengen nunggu 5 tahun lagi? Atau kita perkosa aja
nih cewek rame-rame sekarang? Huahahahaha” lanjut Norman lagi menggoda
mereka.
“Hush! Enak aja perkosa… kalian rame gitu, ya jelas tante kalah” kata Rasti mencubit pelan paha Norman.
“Tuh kan Ma, Mama aja takut kita perkosa, berarti kita kan emang seharusnya udah bisa ngentot” kata Tedi.
“Iya udah bisa, tapi belum boleh…” ujar Rasti yang kewalahan menjawab
argumentasi-argumentasi Norman dan tuntutan Tedi dan teman-temannya.
“Walau belum boleh tapi udah bisa kan Ma?”
“Bisa sih, aduh kalian ini…” Rasti betul-betul kewalahan. Mereka kini
duduk berkeliling mengerubungi Rasti. Dimulai dari Norman, merekapun
beramai-ramai menggerayangi Rasti.
“Kalian ini ngapain sih?” tanya Rasti namun masih membiarkan ulah
mereka. Melihat Rasti tidak melawan membuat mereka semakin berani.
Merekapun mulai mencoba membuka kancing kemeja Rasti, saat itulah baru
Rasti mencoba melawan menghalau tangan-tangan jahil mereka.
“Hei hei! Kalian mau ngapain? Hayo ngapain!?” ucap Rasti sedikit
berteriak. Tapi nafsu mereka sudah di ubun-ubun. Meski Rasti melawan,
mereka tetap terus berusaha melepaskan kancing baju Rasti satu-persatu
sampai seluruh kancing kemeja Rasti terbuka. Buah dada Rasti yang
ranumpun terpampang di hadapan mereka yang membuat mereka semakin
bernafsu. Rasti sungguh seksi dengan pose seperti itu, dengan kemeja
yang masih menempel di bahunya.
“Duh, kalian ini… tolong deh… Maksa banget sih?” teriaknya lagi, namun
mereka tetap tidak peduli. Tedi dan teman-temannya benar-benar ingin
menelanjangi Rasti. Mereka lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya,
akhirnya sekarang Rasti bertelanjang dada.
Rasti ditelanjangi sedikit demi sedikit beramai-ramai. Oleh anaknya
serta teman-teman anaknya. Rasti tidak berdaya melawan nafsu mereka
semua. Dia kalah jumlah. Meskipun dari tadi Rasti mencoba meronta, namun
sebenarnya dia diam-diam menikmati juga ditelanjangi pelan-pelan. Dia
melawan hanya buat manja-manjaan saja. Tapi justru itu membuat nafsu
Tedi dan teman-temannya semakin tak terbendung.
“Lepasin…” pinta Rasti memohon. Dia mulai berkeringat. Dikelilingi
beramai-ramai oleh mereka membuat suasana makin gerah. Tapi semakin
tinggi pulalah nafsu mereka melihat keadaan Rasti tersebut. Tangan
mereka semakin menjadi-jadi menggerayangi Rasti.
Mereka kemudian mencoba menarik celana legging pendek Rasti, tapi
kesusahan karena Rasti terus meronta. Namun, “Brreeeeeetttt!” mereka
menarik paksa legging tipis itu hingga sobek.
“Awh… gilak kalian!” teriak Rasti sambil menahan tawa. Para remaja itu
makin horni saja melihat Rasti bertelanjang dada yang hanya mengenakan
celana sobek. Merekapun menarik celana itu lagi lebih kuat hingga celana
itu makin besar sobekannya dan terlepas seluruhnya dari tubuhnya.
Sekarang akhirnya Rasti benar-benar telanjang bulat. Polos di hadapan
mereka.
“Gilak kalian… Sampai sobek giniii… hahaha” Rasti tidak tahan lagi
untuk tertawa. Dia betul-betul merasa lucu dengan tingkah bocah-bocah
itu.
“Apa lagi? Apa lagi hayo? Lanjut merkosa tante hah??” ujar Rasti yang
malah menantang mereka. Tentu saja membuat mereka semakin gemas. Mereka
betul-betul tidak kuat. Tedi dan teman-temannyapun kembali menggerayangi
Rasti. Bagian sensitif tubuh Rasti seperti buah dadanya digerepe dan
diremas habis-habisan oleh mereka. Tangan usil mereka juga mencoba
menyentuh vagina Rasti, namun Rasti mencoba melawan dengan mengapitkan
pahanya. Walau dengan bersusah payah, akhirnya ada juga yang berhasil
membelai dan memainkan jarinya di sana. Vagina Rasti sudah sangat basah
tentunya. Rasti memang sangat menikmati permainannya itu serta setiap
perlakuan cabul mereka terhadapnya.
Ketika Rasti melihat mereka mulai membuka pakaian mereka masing-masing, barulah Rasti benar-benar ingin menghentikannya.
“Udah ya! Stop! Stop! Keterusan tuh kaliannya!” ujar Rasti
mengehentikan mereka. Rasti terlihat sangat serius. Meski Rasti
terangsang, dia tetap keukeuh tidak mau melayani mereka. Dia harus
bersikap tegas. Mereka yang melihat wajah serius Rasti akhirnya berhenti
menggerayangi tubuhnya.
“Kalian ini, bandel banget! Geser-geser! Gerah nih…” ucap Rasti pura-pura kesal.
“Maaf tante... kita gak kuat”
“Iya tante tahu… tapi kan tante udah bilang kalau baru boleh gituan
kalau udah umur 18 tahun. Kalian kok maksa gitu sih? Ntar gak tante
bolehin main ke sini lagi lho… mau?”
“Yaahh… jangan tante…”
“Makanya, kalian mau kan jadi anak yang baik?”
“Mau tante”
“Bagus deh… jangan kayak anak tante itu, bandelnya gak ketulungan” ujar Rasti melirik Norman.
“Ah, cemen lo semua! Banci!” leceh Norman.
“Hush! Anak mama satu ini, jangan ngomong kayak gitu dong sayang…
Lagian kamu itu emang bandel tau nggak! hihihi” seru Rasti sambil
mendekap Norman. Rasti yang kembali horni akibat gerepean dan
remasan-remasan mereka tadi, kini malah bermanja-manjaan dengan Norman.
Mengelus-ngelus kepalanya, sampai akhirnya ia mencium bibir anak nomor
duanya itu. Merekapun berciuman dengan panasnya.
Tedi dan teman-temannya kembali dibuat iri. Padahal tadi Rasti menyetop
aksi mereka, tapi dia sendiri dan Norman tidak henti-hentinya
bermesraan. Norman malah cengengesan dan melirik ke arah mereka ketika
berciuman dengan Rasti, jelas membuat mereka makin panas dan tidak
terima dibuatnya.
Rasti dan Norman terus bercumbu dengan asiknya. Tangan mereka saling
menggerayangi. Norman dengan leluasanya bisa meraba buah dada dan
vaginanya Rasti. Begitupun Rasti yang mengocok penis Norman dan membelai
buah zakarnya.
“Lho tante? Kok malah nerusin sih?”
“Iya, kita disuruh berhenti, tapi tantenya sendiri gak berhenti”
“Mamaaaaa… ih, udah dong!” ucap Tedi juga.
“Lho, siapa suruh kalian gerayangi tante tadi… Mama kan terangsang lagi
nih…” ucap Rasti manja lalu lanjut lagi berciuman dengan Norman di
depan mereka.
“Iiih, kan tante sudah gituan dari tadi” kata Riko yang disambut anggukan mereka bertiga.
Normanpun akhirnya melepaskan ciumannya.
“Cerewet banget sih kalian! Namanya juga lonte, dientotin berkali-kali gak ada puasnya… becek terus memeknya!” cibir Norman.
“Iih, kamu ini” dengus Rasti.
“Gak percaya? Nih…” Tiba-tiba Norman mengangkat satu kaki Rasti ke
pangkuannya. Dia kangkangkan kaki Rasti, memamerkan selangkangan ibunya
itu dihadapan Tedi dan teman-temannya.
“Kyaaaa!” Rasti menjerit kaget, tapi toh tidak melawan sama sekali.
Norman kemudian mencolok-colokkan jarinya ke vagina Rasti yang hanya
bisa mengerang-ngerang keenakan. Wajahnya merah padam malu bercampur
horni. Norman lalu menunjukkan jari-jarinya yang basah kuyup oleh lendir
Rasti.
“Tuh kan lihat udah banjir aja… Udah minta disodok lagi nih memek” kata
Norman. Tidak cukup begitu, Norman lalu menyibakkan kelentit Rasti yang
sudah mengeras. Teman-teman Tedi yang belum pernah melihat vagina Rasti
sedekat dan sejelas itu makin dibuat panas dingin karenanya.
“Nih lihat, ini namanya itil. Kalau udah keras begini tandanya…” Belum
selesai Norman bicara, Rasti sudah menarik kakinya dan merapatkannya.
Dia merasa Norman sudah cukup kelewatan. Rasti risih dan malu juga
dibuatnya.
“Kamu ini… Udah ah! Gila! Dasar anak mama ini paling cabul, nakal!”
Rasti menjewer Norman, tapi tentunya tidak serius. Norman terkekeh-kekeh
saja. Rastipun mendengus manja.
“Udah ah, yuk ronde keempat. Masih bisa kan sayang?” ajak Rasti kemudian.
“Hah???” teman-teman Tedi ternganga mendengarnya.
“Iya nih, anak tante ini sejak pagi udah ngentotin mamanya sendiri.
Sampai tadi kalian datang itu sudah ronde ketiga lho…” ucap Rasti tanpa
malu-malu.
“Hehehe, ayuk Ma ronde keempat. Siap-siap ya lonte binal…” ujar Norman.
“Ayo… masih kuat kamu? Paling-paling 5 menit aja udah ngecrot, hihihi” goda Rasti menjawil hidung Norman.
“Anjrit nih lonte nantangin segala. Liat aja, taruhan deh kalo gue gak
keluar sampe setengah jam, mama mau kasih apa?” ucap Norman. Teman-teman
Tedi geleng-geleng kepala. Sungguh kurang ajar sekali Norman ini. Dia
selalu memanggil ibunya dengan hina. Tapi mendengar ucapan-ucapan kurang
ajarnya itu juga membuat mereka semakin horni.
“Kasih apa lagi? Kan kamu udah mama kasih segalanya sayang… Apa lagi sih? Tuh, abangmu yang belum dapat apa-apa, hihihi”
“Iya yah, si abang yang belum dapat apa-apa dari mama… Dia sih bodoh
banget, punya mama lonte dianggurin. Padahal kan nikmat banget memeknya,
sayang banget gak dientotin, dihamili juga gak masalah, iya kan ma?
hehe”
“Hush! Kamu ini lagi-lagi nertawain abangmu” jewer Rasti lagi ke
Norman. Namun tiba-tiba terdengar suara tangisan si kecil Bobi, anak
bungsunya Rasti yang baru bangun tidur.
“Wah, si Bobi kebangun tuh sayang… jadi ronde keempatnya?” tanya Rasti
yang bukannya langsung mengurus bayinya, malah menanyakan hal seperti
itu dulu pada Norman.
“Ya jadi dong Ma… Bang, urusin tuh adek bungsu lo… Mama mau gue entotin dulu…” suruh Norman seenaknya pada Tedi.
“Yah mama…” protes Tedi, tapi Rastinya malah menyetujui.
“Duh, gak papa ya sayang… Tolong ya… Mama mau ngurusin adek kamu yang
paling besar ini dulu nih, nakalnya minta ampun sih… Ya sayang? Kamu
jagain adek kecil ya… biar mama jagain adek besar”
“Sono bang cepetan, ntar gue pasti bisa menang taruhan. Kuat setengah
jam lebih, ntar hadiahnya buat lo deh…” ujar Norman ngasal.
“Iih.. hadiah apa sih?” protes Rasti.
“Lha, mama tadi nantangin, sekarang diminta ngasih hadiah gak mau. Mau
nggak? Kalau gak ya udah deh, mama urusin adek aja, memeknya gak jadi
Norman servis” kata Norman pura-pura jual mahal.
“Iya sayang iya deh…” Rasti yang memang sedang horni akhirnya
mengiyakan juga permintaan anaknya yang bandel itu. Dia lebih memilih
untuk memuaskan nafsunya dulu ketimbang menengok bayinya di kamar. Toh
si kecil bisa diurusin kakak-kakanya, dia bisa menyusul belakangan, tapi
kalau nafsunya harus dituntaskan saat itu juga, pikir Rasti. Dia
betul-betul pengen digenjot lagi memeknya. Siapa lagi kalau bukan oleh
anaknya sendiri, si Norman.
“Tolong ya Tedi sayang… ntar mama kasih hadiah spesial deh buat kamu…
tapi kalau Norman emang kuat sampai lebih setengah jam ya…” Rasti lalu
membelai Tedi dan mengecupi pipinya.
“Muah muah muaaaah… anak mama yang paling pinter, titip adek ya…”
“I..iya deh Ma” walau sedikit berat hati, tapi akhirnya Tedi turuti juga.
“Yuk, ibuku, lonteku, kita ngentot lagi” ajak Norman.
“Ayo, anakku” sahut Rasti. Merekapun bergandengan tangan masuk ke kamar.
Tedi dan teman-temannyapun sibuk mengurusi si kecil Bobi. Sedangkan si
ibu asik bersetubuh, berzinah ria dengan Norman anak kandungnya sendiri.
Mereka hanya bisa mendengar suara rintihan-rintihan saja karena kali
ini pintu kamar Rasti ditutup. Walaupun begitu, Tedi berharap dalam hati
semoga Norman benar-benar akan lebih dari setengah jam menggenjot
mamanya sehingga mamanya benar-benar akan memberi hadiah spesial unuknya
nanti seperti yang dikatakannya tadi.
Rasti sendiri tentunya juga tidak masalah jika Norman akan lebih dari
setengah jam menyetubuhinya. Makin lama makin bagus, dia juga makin
terpuaskan. Kalaupun nanti akan memberi hadiah pada Tedi, rasanya bukan
suatu masalah sama sekali. Tidak ada yang salah dengan memberi hadiah
pada anak sendiri. Walaupun mungkin kali ini dia akan memberikan hadiah
yang sedikit ‘nakal’ pada anak sulungnya itu.
Akhirnya memang demikian. Norman benar-benar lebih dari setengah jam
menggenjot Rasti. Dan seperti janji Rasti tadi pada mereka, dia akan
memberikan hadiah untuk anak sulungnya itu.
“Huahahaha, benar kan kata gue bang. Dapat hadiah kan jadinya lo sekarang” tawa Norman.
“Eh, iya… Jadi apa Ma hadiahnya?” Tanya Tedi penasaran. Teman-teman Tedi juga ikutan penasaran.
“Kamu maunya apa sayang?” Tanya Rasti balik.
“Ng… apa ya… bingung juga Ma”
“Hmm… gini aja, minggu depan kamu ulangtahun kan ya?” tanya Rasti pada Tedi.
“Iya mah”
“Gini aja deh, minggu depan saat ulang tahunmu. Kamu dan teman-temanmu itu boleh deh minta mama melakukan apapun”
“Hah? Maksud Mama?” tanya Tedi.
“Iya… kamu mau mama ngapain aja bakal mama turutin. Apapun deh, pokoknya bisa muasin fantasi kalian. Mau nggak?”
“Eh, i..iya Ma… Mau Ma, mau banget” sahut Tedi cepat bersemangat.
“Mau tante”
“Iya tante, mau” ujar teman-teman Tedi juga nggak kalah semangatnya.
“Hihihi, dasar kalian ini. Emang fantasi kalian apa aja sih tentang
mama?” tanya Rasti dengan senyum manis menggoda. Rasti betul-betul ingin
tahu seperti apa saja pikiran-pikiran nakal mereka semua terhadap
dirinya.
“Belanja bugil di pasar!”
“Mama digangbang kuli-kuli!”
“Dibukkake 100 orang!”
“Main bokep!”
“Nari striptease ditonton banyak orang!”
“Mama ngentot sama tukang sampah!”
“Nyusuin anak-anak SMA!”
Rasti tertawa-tertawa saja mendengar berbagai ide cabul anaknya sendiri dan teman-temannya itu.
“Iih… masa kamu mikirin mama sampai secabul itu?”
“Iya ma… boleh kan?”
“Iya tante… Tante mau kan mewujudkannya? Katanya tadi apapun fantasi kita-kita?”
“Hihihi, tapi fantasi kalian bahaya-bahaya gitu… Jadi boleh dong mama
nego-nego dikit. Ya udah deh liat aja besok ya… Minggu depan!”
“Iya deh Ma…”
****
Minggu depanpun tiba. Teman-teman Tedi di sekolah penasaran dan
nanya-nanya ke Tedi, apa yang sudah dia minta ke mamanya. Tedi
senyum-senyum saja.
“Lihat saja nanti…” ucapnya misterius.
Bel tanda sekolah usai akhirnya berbunyi. Seakan ribuan tahun menunggunya. Teman-teman Tedipun mengekor Tedi.
“Ayo cepat pulang Ted, kita ke rumahmu kan?” tanya Jaka. Tedi senyum-senyum saja.
“Gak usah, gue minta mama jemput ke sini kok…” jawab Tedi santai.
Akhirnya tidak lama kemudian terlihat mobil Rasti datang menjemput mereka.
"Tuh mama udah datang, yuuk!" ajak Tedi pada teman-temannya sambil
senyum-senyum. Dengan penuh rasa penasaran merekapun mengikuti Tedi.
Alangkah terkejutnya mereka ketika menjumpai Rasti membuka pintu mobil,
ternyata dia dalam keadaan telanjang bulat!
"Ayo cepetan masuk… keburu ada yang lihat!" suruh Rasti agar mereka cepat-cepat naik ke mobil.
“I..iya tante” sahut mereka. Jantung teman-teman Tedi berdetak kencang
karena keadaan ini. Ternyata ini yang diminta Tedi pada mamanya.
“Kenapa kalian?” tanya Rasti melihat teman-teman Tedi yang terheran-heran dan mupeng berat.
“Ng… anu… tante nyetir telanjang bulat dari rumah?”
“Iya… dari rumah, Tedi tuh yang nyuruh tante jemput dia tapi gak boleh
pake apa-apa. Dia juga gak ngebolehin tante bawa baju satupun juga”
“Hah? Gak bawa baju juga tante?” Tanya mereka terkejut.
“Iya, nggak bawa… Cuma bawa Bobi aja, hihihi” jawab Rasti. Rasti memang
membawa anak bungsunya itu, takut kenapa-kenapa. Anak-anaknya yang lain
memang ia tinggal di rumah.
“Terus, kalau nanti ada apa-apa di jalan gimana tuh tante? Misalnya ada razia gitu…” tanya mereka masih tidak percaya.
“Tante juga gak tahu tuh, berdoa aja deh moga-moga gak terjadi apa-apa”
ucap Rasti terlihat santai tapi sebenarnya sangat berdebar-debar.
Teman-teman Tedipun juga tidak kalah deg-degan.
“Jadi mau kemana nih kita sekarang?" tanya Rasti yang walaupun tegang tapi excited juga.
"Hah? kita gak mau pulang nih?" tanya teman-teman Tedi.
"Ya gak lah, kita muter-muter dulu dong... siap kan mama?" jawab Tedi.
"Iya... terserah kamu deh, jadi mau kemana nih kita...?" tanya Rasti lagi.
"Mmm kemana ya? Enaknya kemana nih teman-teman?" Tanya Tedi pada
teman-temannya. Mereka saling pandang satu sama lain. Sebuah kesempatan
yang sangat bagus. Mereka harus menggunakan kesempatan ini
sebaik-baiknya untuk mewujudkan semua pikiran-pikiran cabul mereka
selama ini pada Rasti, ibu temannya ini.
Kemanakah mereka akan berpetualang hari itu? Aksi binal apa saja yang akan Rasti tunjukkan pada mereka?
*****
Bersambung…
Ayoo... siapa yg punya fantasi buat Rasti, seandainya ente yg jadi Tedi dan teman-temannya..? :P
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar