Sedang asik-asiknya bercengkrama, tiba-tiba ada yang menggedor pintu. Rasti teringat kalau dia punya janji dengan para pelanggan. Tidak lain adalah teman-temannya Norman yang katanya akan memakainya malam ini. Rastipun segera bangkit. Dia sedikit merapikan daster dan rambutnya terlebih dahulu agar tampak cantik di hadapan calon pelanggannya, barulah kemudian membukakan pintu. Norman berdiri di sana, di belakangnya ada 3 orang pria yang terlihat lebih tua usianya dari Norman. Bukannya janjinya cuma 2 orang? Kok yang datang ada 3 orang sih? Rasti tentu saja protes.
“Sayang, kamu bawa 3 orang?” tanya Rasti.
“Iya Ma”
“Kamu ini gimana sih? Janjinya kan hanya 2 orang, kok bawa 3 orang gini sih?”
“Mau gimana lagi ma, tadi pas ngumpul-ngumpul ada satu teman gabung, padahal kita udah mau ke sini. Masa dia ditinggalin? Ya udah kita ajak saja” jawab Norman santai, sungguh seenaknya saja.
“Tapi kan…”
“Tapi apa sih ma?” potong Norman, “toh gak ada bedanya mau dua atau tiga atau sepuluh orang sekalian. Perek kok sok suci banget sih?” ucap Norman menghina. Rasti menghela nafas. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi kalau sudah berhadapan dengan anaknya yang satu ini.
“Ya sudah sayang… mama layanin mereka. Tapi soal tarif gimana?”
“Mata duitan banget sih ma !? Udah dibilang kan kalau tadi mendadak banget. Dia tiba-tiba gabung waktu kita udah mau kesini. Ya udah langsung aja kita ajak, gak ada nego-negoan. Udah deh mama kasih gratis dulu, itung-itung buat promosi. Dia dekat sama kepala geng kita lho... Kalo mama bisa muasin dia, pasti dia bakal rekomendasiin ke banyak temen-temennya. Seneng kan memek mama bakal dipake terus? anggota geng kita banyak lho… hehe”
Rasti lagi-lagi hanya bisa menghela nafas, dia cuma bisa pasrah. Padahal tanpa direkomendasikanpun sudah banyak pria hidung belang yang mencari-cari dia. Mulai dari mahasiswa sampai pejabat daerah. Ini malah anggota geng yang tidak jelas.
“Udah ah sana, mama siap-siap deh dientot” suruh Norman.
“Iya sayang, mama udah siap dari tadi kok... Udah mandi, udah wangi, sini deh temen-temenmu mama puasin...” kata Rasti sambil tersenyum manis.
“Ingat ya ma, taruhannya tetep. Kalo mama dibuat ngecrot sampe lebih dari 3 kali, uangnya buat norman 100%!" kata Norman terkekeh.
“Iih... Kamu curang deh, kalo lawan 3 orang ya jelas mama bakal K.O, udah deh anggap aja mama udah kalah, ambil deh sana uangnya untukmu semua” kata Rasti mendengus manja. Norman makin terkekeh. Uang jualan ibu kandungnya betul-betul untuk dirinya semua malam ini!
“Gitu dong mamaku sayang, itu baru lonte yang baik..." ujarnya sambil menowel susu Rasti. Lalu mengecup bibir ibunya sendiri. Rasti pura-pura menolak dan merajuk manja.
“Udah sini suruh temenmu masuk” kata Rasti kemudian. Norman dan teman-temannyapun masuk. Teman-teman Tedi yang tadi mengantuk kini jadi melek kembali, mereka penasaran dengan apa yang akan terjadi di sini.
Rasti berkenalan dengan ketiga pelanggannya ini, Toyo, Baron dan Suib. Tampang mereka tentunya jauh dari kata tampan. Mereka tidak memiliki pekerjaan tetap, lebih sering hanya menagih uang setoran dari para pedagang pasar. Mereka adalah senior-senior di gengnya Norman. Norman sebenarnya ngasih ibunya supaya bisa diterima dengan posisi yang lebih baik di geng itu.
Orang-orang yang sudah membuat rusak anaknya kini malah akan dilayani Rasti setulus hati menggunakan tubuhnya. Rasti yang memang sangat ramah bahkan menyuguhkan minuman kepada para berandal itu layaknya tamu istimewa.
Sebelum masuk ke kamar, Rasti berpamitan pada teman-teman Tedi.
“Kalian tidur gih, udah malam… Tante mau dientotin mereka dulu”
“Be..belum ngantuk tante” jawab Riko, yang lain ikut mengangguk.
“Lho, kalian tadi kayaknya sudah ngantuk berat, tapi denger tante mau dientot kok kayaknya jadi melek begini...?” ujar Rasti tertawa.
“Tante mau digangbang ya?” tanya Jaka.
“Hihihi... Gak tau deh mereka mau menggilir tante atau mau langsung ngeroyok. Tante sih nurut-nurut aja mau diapain. Kenapa? pingin liat ya?”
“I..iya tante... kan tadi janji kapan-kapan boleh liat tante digangbang, hehe… Boleh ya tante? Please..." ujar mereka memohon. Tentunya akan menjadi pengelaman luar biasa bagi mereka bila bisa melihat ibu muda secantik Rasti dientotin rame-rame, di rumahnya sendiri pula.
“Duh… jangan dulu deh, kapan-kapan aja yah… Kalian kan tadi udah ngantuk berat, tidur aja gih. Jangan macem-macem lho…! nanti malah gak bisa tidur repot. Lagian ini kan pelanggan baru tante, tante gak tau gimana orangnya. Kalo tante sih dilihat mau aja, tapi kan belum tentu mereka mau? Pelanggan tu biasanya mintanya privasi... Udah deh kalian ini segitunya amat sih? besok tante ceritain deh..."
“Yaahh tante…” sungut mereka kecewa. Rasti tersenyum saja sambil meninggalkan mereka, lalu masuk ke dalam kamarnya bersama ketiga pelanggannya. Malam itu Rasti tegas melarang teman-teman Tedi menonton dirinya. Teman-teman Tedipun pasrah, mereka akhirnya juga masuk ke dalam kamar mereka untuk tidur, tapi tetap saja mereka tidak bisa tidur karena membayangkan apa yang terjadi di kamar Rasti. Suara erangan serta rintihan nikmat Rasti menggema sampai ke kamar mereka.
Jam 2 pagi anak bungsu Rasti yang masih bayi terbangun dan menangis keras. Teman-teman Tedi itu berebut mengintip keluar kamar ingin melihat apa yang akan terjadi. Mereka melihat si bungsu digendong oleh kakaknya, Bram, anak kelima Rasti yang masih berumur 5 tahun. Bram sambil terkantuk-kantuk mengetuk pintu kamar Rasti memanggil mamanya.
“Ma… mama…?”
Norman yang juga ikut terbangun karena terganggu suara tangisan Bobi dengan kesal mencegahnya, "Gangguin aja kamu dek, mama lagi kerja tau gak? Tuh suruh diem dulu, diminumin susu pake dot kek!”
“Susu di dotnya habis kak...”
Karena berisik dan tidak enak sama tamunya, Rasti pun keluar kamar dalam kondisi telanjang bulat. Melihat hal itu teman-teman Tedi langsung konak lagi. Rasti terlihat agak berantakan dengan rambut kusut dan badan berkeringat, namun hal itu malah semakin membuat Rasti terlihat menggairahkan.
“Bobi nangis ya?” tanya Rasti.
"Iya… Mama belum selesai dientotnya?" tanya Bram. Ternyata anak Rasti yang satu ini sudah hafal kata 'entot', tidak seperti Cindy yang menyebut mamanya sedang himpit-himpitan.
"Belum, masih nanggung nih sayang… Tuh teman-teman kakakmu nakal banget, Mama dikeroyok...”
“Masih lama ma?”
“Iya… kamu bisa gak kamu jagain adekmu dulu? Kayaknya dia bukannya mau nenen deh, paling kebangun aja. Coba deh kamu tidurin lagi..."
"Tapi ma..." Bram hendak memprotes, tapi salah satu teman Norman keluar dan menarik Rasti.
"Lama amat lu lonte... ngapain aja sih? ayo lanjut!" hardiknya sambil mengocok penis besarnya. Pria itu tidak mau peduli kalau anaknya Rasti sangat membutuhkan ibunya saat ini.
"Bisa kan ya sayang? Kamu gendong-gendong dulu ya... Ini papa-papamu belum puas ngentotin mama... Tolong ya… nanti mama kasih kamu tambahan uang jajan deh..." ujar Rasti cepat karna dia ngomong begitu sambil tangannya ditarik masuk kamar dengan kasar. Pintu kamar Rasti pun dibanting oleh pria itu, tepat di depan kedua anak Rasti. Si bungsu semakin keras saja tangisnya karena terkejut kerasnya suara bantingan pintu. Mau tak mau Bram harus mendiamkan adiknya bersama kakak-kakaknya yang lain yang juga ikut terbangun. Kecuali Norman yang kembali tidur ke kamarnya, semua anak-anak Rasti kini sedang sibuk mengurusi si kecil Bobi, sedangkan si ibu kewalahan melayani nafsu binatang para pria hidung belang.
Teman-teman Tedi kembali menghempaskan diri ke kasur. Pikiran mereka makin melayang-layang. Meski miris, namun kejadian itu juga membuat penis mereka bertiga ereksi maksimal. Mereka konak berat dan ingin beronani namun rasanya tidak ada tenaga. Meski merasa susah tidur karna terus terbayang-bayang, toh akhirnya tanpa sadar mereka tertidur juga.
……
Pagi-pagi mereka terbangun mendapati Rasti sedang menyusui bayinya. Rasti terlihat segar, tampaknya dia baru saja selesai mandi. Rasti menyapa mereka ramah,
“Udah bangun kaliannya? Mandi dulu gih sana, nih sarapannya udah tante siapin”
“I..iya tante” Mereka terkagum-kagum, Rasti benar-benar ibu yang hebat, pikir mereka. Setelah mandi mereka semua siap di meja makan. Rasti tampak baru hendak selesai menyusui bayinya.
"Duh, enaknya pagi-pagi sarapan susu segar" ujar Jaka nyeletuk. Romi dan Riko juga berkata hal yang sama.
Rasti tersenyum mendengarnya, “tuh kalian juga udah tante siapin susu," katanya menunjuk beberapa gelas susu di atas meja.
“Yaah, kan beda susunya tante...”
"Hihihi… Kalau susu yang ini sih buat anak-anak tante aja... dasar kalian!" balas Rasti tertawa.
Tak disangka-sangka setelah si bungsu selesai menyusu, anak Rasti yang lain, Kiki, berlari dari dalam kamar dan menubruk Rasti lalu memeluknya, "Ma..." panggilnya. Mulutnya mencaplok susu Rasti dan mengenyotnya. Rasti tertawa dan melayaninya, membiarkan Kiki juga menetek padanya.
"Duh… anak mama yang satu ini sudah besar” ucap Rasti. Teman-teman Tedi terbelalak. Mereka terkejut bukan main. Anak itu mungkin kelas 1 atau 2 SD, seharusnya sih sudah tidak menyusu lagi pada ibunya, pikir mereka. Sungguh pemandangan yang ganjil, yang tentunya membuat mereka sangat konak!
Mereka semakin terheran lagi ketika anak-anak Rasti yang lain, Dion, Bram, bahkan Cindy juga datang dan minta nenen juga.
“Sabar ya sayang... susu mama kan cuma dua..." ucap Rasti sambil tertawa. Dia kemudian dengan sabar menyusui anak-anaknya secara bergantian, 2 anak sekaligus dalam sekali waktu. Selesai 2 orang, segera diganti dengan 2 anak Rasti yang berikutnya. Mata teman-teman Tedi sangat dimanjakan dengan pemandangan ini. Sangat ganjil tapi begitu erotis. Apa Tedi si sulung juga masih menyusu ke ibunya? tanya mereka dalam hati. Sepertinya sih iya. Mereka sungguh iri pada anak-anak Rasti. Ingin sekali mereka ikutan, merasakan nikmatnya air susu segar dari sumbernya langsung.
"Ngapain kalian malah nontonin anak-anak tante sarapan? sarapan kalian tuh dianggurin, ayo dimakan! Nanti dingin... tante udah capek-capek masakin..." kata Rasti pura-pura merajuk.
"I..iyaa tante" jawab mereka tergagap. Mereka hampir lupa kalau sedang lapar. Karena saat ini yang mereka rasakan memang cuma satu, horni. Namun begitu mereka tetap menghabiskan sarapan mereka meski ada perasaan tidak nyaman dari balik celana.
Selesai sarapan, teman-teman Tedi membantu membereskan meja makan dan mencuci piring. Memang sepatutnya mereka sedikit membantu karena telah banyak diberikan banyak ‘kesenangan’ oleh Rasti.
“Duh, rajinnya… makasih ya..." ucap Rasti tulus sambil masih menyusui anaknya. Tinggal Bram yang masih asik menetek. Setelah selesai membereskan meja, teman-teman Tedi kembali ke meja makan dan asyik nontonin Rasti yang memanjakan anaknya dengan susu. Setelah beberapa lama, Bram pun melepaskan kulumannya dari buah dada sang ibu.
"Sudah sayang? sana sekarang mandi ya..." ucap Rasti pada anaknya itu. Bram masih saja bermanja-manja pada Rasti dan enggan beranjak dari pelukannya. Bibir dan pipi anaknya itu sesekali masih mengelus-ngelus ke puting buah dada Rasti. Teman-teman Tedi yang melihatnya masih juga berhayal, mereka ingin merekalah giliran selanjutnya.
“Sudah ya sayang… mandi dulu gih…” bujuk Rasti sekali lagi pada anaknya ketika salah seorang dari teman Norman, Baron, keluar kamar telanjang dada. Baron hanya memakai celana kolor. Rambutnya masih acak-acakan baru bangun tidur. Karena memang setelah menggangbang Rasti tadi malam, mereka kecapekan lalu tidur di kamar Rasti.
Rasti tersenyum pada Baron, “Sudah bangun? mau sarapan?" tanyanya ramah. Melihat kondisi Rasti yang payudaranya masih terekspos, Baron lalu menghampiri Rasti. Mengelus payudaranya dan memagut bibir Rasti. Rasti melayaninya tanpa segan. Bibir mereka saling berpagutan, sementara anak Rasti masih berada di pelukan Rasti!
Baron berusaha menyingkirkan Bram dari pelukannya. Anak Rasti ini meski enggan menyingkir, tapi tenaganya tentunya kalah kuat. Rasti sendiri tidak mencegah anaknya dienyahkan dari pelukannya oleh Baron. Bram akhirnya terpaksa mengalah, hanya bisa melihat mamanya dicumbui Baron setelah dia disingkirkan seenaknya oleh pria hidung belang ini. Bram pun pergi mandi tidak lama kemudian.
Setelah memagut beberapa saat, Baron mengeluarkan penis besarnya dan menyodorkan pada Rasti. Rasti tersenyum dan melirik teman-teman Tedi yang melongo.
"Giliran tante yang sarapan nih..." ucapnya binal mengedipkan mata pada teman-teman Tedi.
Adegan blowjob pun terjadi tanpa tedeng aling-aling. Di depan teman-teman Tedi dan di depan anak-anak Rasti. Hanya saja, anak-anak Rasti sudah biasa dan tidak memperhatikannya. Mereka telah asik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yg mandi, nonton TV, main, dan sebagainya. Ada juga yang berebut mainan dan hampir berkelahi. Rasti berhenti sejenak dari blowjobnya dan meneriaki anak yang mau berkelahi itu.
"Hayooo jangan nakal ya... kakak ngalah sama adik... Pagi-pagi kok sudah ribut sih?" tukasnya kesal, kemudian melanjutkan nyepong sampai si Baron ngecrot di mulutnya. Rasti menelan peju kental itu, beberapa muncratan ada yang mengenai wajahnya dan ada yang meleleh keluar dari mulutnya. Dengan jari tangannya Rasti mengusap lelehan sperma itu, memasuk-masukannya ke mulutnya dan menelannya. Pemandangan yang sangat menggetarkan dada. Teman-teman Tedi cuma bisa menelan ludah dan menahan konak dibuatnya.
“Kalian lihat apaan? Kalau sarapan tante harus mengandung protein tinggi kayak gini nih, biar tante gak gendut.. biar tetep seksi, hihihi..." ucap Rasti pada teman-teman Tedi.
"Enak ya Ma?" tak disangka Cindy memperhatikan juga dari tadi. Rasti agak terkejut, lalu tersenyum menjawab pertanyaan anaknya sambil sedikit tertawa. "Enak dong sayang, tapi ini hanya untuk orang dewasa ya... Cindy belum boleh..." ucap Rasti. Cindy manggut-manggut polos.
Baron sesudah puas menuntaskan birahinya ngeloyor begitu saja setelah mengecup Rasti. Dia pergi merokok di teras depan, yang mana tetangga-tetangga Rasti tentu bisa melihatnya dan tahu kalo dia adalah salah satu pria hidung belang yang baru saja ‘mempermak’ Rasti semalam. Tapi Rasti cuek saja tidak mencegahnya, si berandal hidung belang ini juga cuek.
“Tante, cerita dong ngapain aja semalam...” pinta salah satu teman Tedi. Rasti tersenyum kecil.
“Iih, pagi-pagi sudah nagih cerita mesum aja... Ntar ya… Tante masih mau beres-beres rumah. Kalian bantu gih…" tolak Rasti halus yang membuat remaja ini semakin penasaran.
Pagi itu teman-teman Tedi sekali lagi melihat ketangguhan Rasti sebagai ibu rumah tangga dan single mother. Dia membereskan rumah, beberapa anaknya yang sudah cukup besar dikomando membantunya. Rasti bisa tegas memerintah mereka sehingga mereka menuruti segala yang diminta Rasti. Menyapu, membereskan kamar, dan sebagainya. Sementara anak-anaknya yg masih kecil sedang asik bermain dan menonton TV, kadang rewel. Di sela-sela kesibukannya Rasti meladeni kerewelan mereka dengan sabar dan sayang. Sementara Norman si calon preman dengan nikmatnya ngorok di kamarnya. Rasti membiarkannya saja. Yah… untuk Norman, Rasti memang tidak berdaya mengurusnya.
Teman-teman Tedi pun ikut membantu, tentu sambil cuci mata. Karena pemandangan ibu muda secantik Rasti yang sedang beres-beres rumah seperti ini sangat sayang untuk mereka lewatkan. Kadang Rasti harus basah-basahan mencuci, ngepel, dan sebagainya. Semua itu Rasti lakukan hanya mengenakan daster tipis minim dan tanpa dalaman sama sekali. Sehingga di beberapa bagian membuat lekuk tubuhnya tercetak, memperlihatkan apa yang ada di balik daster tipis itu, terutama buah dadanya.
Di tengah-tengah kesibukan beberes rumah, teman-teman Norman kini semua sudah bangun lalu memakan sarapan yang sudah dipersiapkan Rasti untuk mereka. Selesai sarapan, mereka lalu bersama-sama ngeloyor pulang setelah sebelumnya menjamahi Rasti dengan nakal. Rasti membiarkan saja perlakuan mereka, bahkan Rasti berinisiatif memagut bibir mereka sebagai salam perpisahan. Rasti biasa melakukannya pada semua hidung belang saat mereka hendak pamit.
"Makasih ya, kalian puas kan? Datang lagi ya.... Kapanpun kangen ngegenjotin memek aku" ucap Rasti sambil kecup-kecup mesra di teras depan rumah, dan lagi-lagi hal itu dapat dilihat oleh tetangga-tetangganya.
Semua pekerjaan rumah kini sudah beres. Rasti menghela napas panjang agak capek.
“Huuuh… capeknya” katanya sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangannya. Keringatnya bercucuran. Dia beranjak ke ruang tamu, membuka pintu lebar-lebar membiarkan angin masuk. Rasti melepaskan dasternya begitu saja hingga tubuhnya pun polos tanpa sehelai benang pun.
Kemudian Rasti menghempaskan dirinya ke sofa di ruang tamu. Mengistirahatkan dirinya di situ sambil mengeringkan keringat dengan membiarkan angin dari luar membelai-belai tubuh bugilnya. Teman-teman Tedi menahan napas melihatnya. Penis mereka menegang sejadi-jadinya. Siapa yang tidak tahan melihat wanita secantik Rasti telanjang bulat? Apalagi bermandikan keringat begitu yang membuat tubuh Rasti menjadi mengkilap. Dengan malu-malu mereka menghampiri Rasti, ragu hendak ikut duduk di ruang tamu.
"Hayo... udah mupeng lagi? Tante gerah tahu, pengen bugil... Sini duduk sini temenin tante telanjang..." ajaknya ramah sambil tersenyum manis pada mereka. Tanpa perlu disuruh dua kali mereka pun berebut duduk di kursi tamu, tapi tidak berani menjejeri Rasti karna salah satu anak Rasti, Dion, sudah mendahului menghampiri mamanya dan ngelendot manja di sampingnya, menyandarkan kepalanya di atas payudara Rasti yang terbuka. Rasti merangkul dan membelai-belai anaknya itu dengan penuh kasih sayang.
Teman-teman Tedi menghela napas. Hari masih pagi. Hari minggu ini masih panjang. Apa yang akan terjadi hari ini?
***
Anak-Anak Rasti
1. Tedi, umur 14 tahun.
2. Norman, umur 13 tahun.
3. Cindy, umur 11 tahun. Satu-satunya anak perempuan Rasti, cantik seperti mamanya.
4. Kiki, umur 7 tahun.
5. Bram, umur 5 tahun.
6. Dion, umur 3 tahun.
7. Bobi, umur 9 bulan.
0 komentar:
Posting Komentar