“Kalian ini bisa aja mujinya… Tante gitu lho… hihihi, kan sayurnya udah bercampur cairan tante… ups..!”
“Hah….????”
Mereka yang terkejut dengan apa yang dikatakan Rasti tetap saja
melanjutkan makan mereka. Justru tambah semangat bersantap siang, meski
mereka sendiri tidak tahu benar apa tidak yang dikatakan Rasti, kalau
sayur-sayuran itu sudah bercampur cairan vaginanya. Rasti juga hanya
senyum-senyum sendiri membiarkan mereka berandai-andai.
Tidak ada kejadian mesum lainnya setelah makan siang itu. Mereka terus
ada di sana sampai Tedi pulang. Setelah beberapa saat ngobrol dan
bermain. Barulah ketiga remaja itu pamit. Tentunya dengan niat akan
segera kembali lagi. Mereka tidak akan pernah bosan untuk sering-sering
main ke sana.
……….
Benar saja, hanya dua hari kemudian, Riko, Romi dan Jaka kembali datang
main ke rumah Rasti. Katanya sih mau bikin PR bareng Tedi, tapi Rasti
yakin kalau tujuan utama mereka datang ke sini untuk ngacengin dia saja.
Bikin PR sih nomor dua.
Tentu saja, siapa sih yang tidak mau menghabiskan waktu berlama-lama di
rumahnya Rasti? Udah mama temannya itu sangat ramah, baik, cantik dan
seksi pula. Tiap main ke sana perut mereka pasti selalu kekenyangan
disuguhi makanan oleh Rasti. Mata mereka juga selalu dimanjakan oleh
penampilan Rasti yang selalu berpakaian minim, bahkan kadang
bertelanjang bulat.
“Udah selesai belum bikin Pe-Er nya? Udah malam lho… masak dari sore
sampai malam gini belum selesai-selesai juga sih?” tanya Rasti sambil
menyusui si bungsu.
“Eh, i..iya… bentar lagi selesai kok tante… iya kan Ted?”
“Iya Ma… ini bentar lagi selesai” jawab Tedi.
“Oohh… ya sudah. Bikin yang bener… jangan asik bergurau terus”
“I..iya tante…” jawab mereka serempak. Mereka memang sengaja berlama-lama, rugi kalau cepat-cepat selesai dan pulang dari sini.
“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan. Awalnya
Rasti mengira kalau itu Norman, tapi setelah pintu dibuka ternyata
tidak. Ada pak RT dan empat orang lainnya di depan pintu. Salah satunya
dia kenali sebagai pak Rahmat, anggota dewan suami dari ibu-ibu tetangga
yang dibikin kesal oleh Rasti beberapa hari yang lalu.
Rasti tidak tahu kalau aksi bugi di jalannya berbuntut panjang. Ibu
tetangga itu tidak terima dan memprovokasi suaminya untuk bertindak.
Tentu dengan ancaman akan membeberkan ulah suaminya ke media supaya
suaminya itu menurut.
“Malam non Rasti…” sapa pak RT.
“Malam pak, ada apa ya?” balas Rasti. Dia menemui mereka dengan pakaian
yang minim seperti biasa. Membuat mereka mupeng dan tidak jadi to the
point menyampaikan maksud kedatangan mereka ke mari.
“Eh… anu.. itu…” gagap pak RT tidak tahu bagaimana mengatakannya. Si
anggota dewan malah langsung nyosor menciumi Rasti. Yang lain jadi
saling berpandang-pandangan. Mencoba mengingatkan pak Rahmat sambil
mencolek-colek.
“Pak… Gimana dengan tujuan kita?” bisik mereka.
“Haduh… habis ini saja, kita garap dulu ni lonte… mubazir amat, daging segar di depan mata,” bisik pak Rahmat.
“Tapi pak…”
“Daaaah… nurut aja lo semua, muna banget lo? Ga ngaceng apa? kalau kita
to the point bisa jadi gak ada kesempatan lagi make ni lonte!” Akhirnya
mereka nurut saja. Memang di antara mereka pak Rahmat lah yang paling
berkuasa. Sehingga mereka segan bila tidak mematuhi keinginannya.
“Ada apa sih Pak bisik-bisik? Ada yang salah ya?” tanya Rasti heran.
“Hehe, gak ada kok sayang… boleh kita masuk?” pinta pak Rahmat.
“Boleh… silahkan bapak-bapak…” ujar Rasti. Baru saja mereka masuk,
mereka langsung nyosor beramai-ramai menciumi Rasti di depan teman-teman
Tedi dan anak-anaknya. Mereka lalu bergegas menyeret Rasti ke dalam
kamarnya lalu menutup pintu.
Rasti tidak dapat berbuat banyak karena langsung dikeroyok para pejabat
bejat ini. Dientotin tiba-tiba seenaknya tanpa ngomong terlebih dahulu,
padahal tadi si kecil Bobi belum selesai menyusu, terpaksa anaknya itu
ditinggalkan begitu saja di atas sofa. Meskipun begitu, Rasti tetap
melayani mereka sepenuh hati. Rasti digilir oleh mereka berlima. Namun
tidak sampai satu jam kelima pejabat itu sudah K.O. semua. Satu orang
paling lama hanya bertahan 10 menit. Pak Rahmat malah cuma 3 menit, udah
badannya paling gede, paling bernafsu, tapi burungnya paling kecil dan
yang paling cepat ngecrot pula, gumam Rasti dalam hati ingin tertawa.
Merekapun kembali ke ruang tamu setelah selesai mengosongkan isi
kantong zakar mereka. Saat disuguhi air putih dingin oleh Rasti, barulah
dengan kurang ajarnya mereka mengutarakan maksud, bahwa para ibu-ibu
komplek tidak nyaman dengan adanya Rasti. Mereka meminta Rasti pindah
dari situ.
“Lho? Kok gitu sh pak…!??” Rasti jelas tidak terima, dia membela diri.
Dia yakin tidak melanggar hukum. Itu rumah miliknya secara sah. Rasti
juga warga sah di daerah itu.
“Bukannya pak RT yang membuatkan saya semua surat-surat penduduk yang
diperlukan, serta menjamin keberadaan saya aman di sini?” kata Rasti
mengingatkan pak RT.
Pak RT diam saja tidak berani memandang wajah Rasti, begitupun yang
lainnya. Semua kena damprat Rasti karena semua yang ada di sana pernah
Rasti layani dengan cuma-cuma.
“Benar kan pak? Jadi salahnya dimana?”
“Ya.. ya… itu non… Ibu-ibu banyak yang protes,” ungkap pak RT.
“Memangnya ibu-ibu mana sih pak yang melapor?” tanya Rasti lagi. Rasti
yakin ibu-ibu yang dimaksud tidak mewakili semua. Karena komplek ini
memang komplek yang cukup mewah yang hampir semua penduduknya hedonis
dan tidak peduli satu sama lain. Tedi dan teman-temannya yang dari tadi
diam-diam menguping ikut merasa tegang dengan suasana pelik ini.
Rasti bersikukuh bahwa dia tidak melanggar apapun. Dia tidak mau tahu.
Semua orang itu akhirnya tidak bisa membantah Rasti dan bingung harus
berbuat apa. Karena mereka dulu berjanji akan melindungi Rasti setelah
dibayar dengan tubuhnya. Akhirnya merekapun hanya bisa mengalah dan
pasrah, mereka berjanji akan tetap menjamin keberadaan Rasti untuk
seterusnya di sini.
“Ya sudah non… maaf mengganggu. Kami yang salah…” ujar mereka hanya bisa meminta maaf pada akhirnya. Mereka lalu berpamitan.
“Bentar pak… biaya servisnya??” tahan Rasti menagih biaya servisnya
saat mereka hendak pulang. Rasti memang beberapa kali menggratiskan
servisnya untuk mereka, tapi tidak untuk selamanya. Rasti juga punya
gengsi, apalagi setelah kejadian barusan. Makin malulah mereka yang
ternyata kebingungan karena tidak menyiapkan uang. Mereka saling
menyalahkan karena memang tidak berencana memakai Rasti. Itupun
setelahnya mereka beranggapan bakal dapat gratisan lagi karena mengira
Rasti butuh pertolongan mereka untuk tetap bisa tinggal di komplek itu.
Namun asumsi mereka keliru, dan betapa malunya ketika uang yang mereka
bawa tidak cukup.
“A..anu… bo..boleh ngutang kan Rasti, hehe…” mohon pak Rahmat dan yang lainnya.
“Huh, ya sudah, boleh deh… Pejabat kok ngutang sih? Giliran setor peju
tunai…” ujar Rasti dengan nada mengejek, yang membuat mereka semakin
malu dan garuk-garuk kepala. Akhirnya merekapun pulang dengan malu.
Rasti memang merasa lega karena merasa menang, tapi tetap saja itu
mengganggu pikirannya. Setelah Rasti menutup pintu dan terduduk di sofa,
Tedi sebagai anak laki-laki tertua menghampiri Rasti. Tedi mencoba
mendiskusikan apa yang baru saja terjadi dan beberapa kemungkinan buruk
lainnya. Teman-teman Tedi ikutan nimbrung, tapi cuma jadi pendengar
setia.
“Gak apa kok sayang… udah… kamu gak usah khawatir…” ujar Rasti
menenangkan Tedi. Meyakinkan putra sulungnya itu bahwa semua akan
baik-baik saja.
“Mama malam ini jangan terima tamu dulu deh…” Saran Tedi. Rasti mengangguk.
“Iya… ini mama cancel 2 tamu yang rencananya mau datang malam ini… Udah gih sana lanjutin bikin PR kalian”
***
Hari semakin malam, anak-anak Rasti selain Tedi sudah mulai tidur. Norman sendiri tampaknya tidak akan pulang malam ini.
Gara-gara kejadian tadi, teman-teman Tedi mulai menanyakan beberapa hal
lagi pada Rasti. Terutama mereka penasaran bagaimana awalnya Rasti bisa
tinggal di komplek ini dan memperoleh surat-surat penduduk yang sah.
“Aduh… kalian ini minta didongengin lagi ya? Udah selesai belom PR-nya?” tanya Rasti.
“Udah kok tante…”
“Terus apa gak mau pulang? Ntar kemalaman lho… atau mau nginap lagi di sini?” tanya Rasti lagi.
“Gak boleh ya tante?”
“Tante sih gak papa, tapi gimana orangtua kalian?”
“Gak apa kok tante, udah biasa kalau aku” jawab Jaka.
“Kalau aku tadi udah bilang mau nginap di rumah teman tante” kata Riko.
“Aku juga…” ikut Romi.
“Hahaha… iya deh iya… Dasar, kalian emang udah niat pengen nginap di
sini lagi ternyata” kata Rasti sambil tertawa renyah. “Sana, ganti dulu
bajunya, masa dari tadi pake seragam sekolah terus, ntar kotor... Besok
kalian sekolah kan? Ted, pinjamin mereka baju kamu ya sayang” suruh
Rasti pada anak sulungnya.
“Iya ma…”
“Terus habis itu kalian tidur ya… kalau kemalaman ntar malah ngantuk besok pagi,” suruh Rasti kemudian.
“Yaahhh… ceritain dulu dong tante yang tadi…” pinta Romi.
“Cerita apaan sih?”
“Itu… gimana awalnya tante bisa tinggal di sini, ngurusin surat-surat, awal ngelonte di sini, hehehe” terang Romi mengingatkan.
“Ampun deh kalian ini, kalian ini mau tahu aja? atau mau tahu banget sih?”
“Ya penasaran aja tante… Pokoknya kami gak mau tidur sebelum tante cerita,” pinta mereka ngotot.
“Hah? Dasar… kok ngotot gitu sih? Ya sudah tante cerita, tapi habis itu
kalian harus segera tidur ya? Besok kalian sekolah” kata Rasti akhirnya
setuju.
“Ceritanya di kamar kami aja tante… sambil pengantar tidur” pinta Jaka.
“Nah lho… kok di kamar sih? Hayo mau ngapain? Pasti pengen cari-cari
kesempatan, ya kan?” tebak Rasti sambil senyum-senyum manis menggoda
para remaja itu.
“Ng..nggak ngapa-ngapain kok tante, cuma pengen dengar cerita tante aja
kok…” jawab mereka tergagap. Mereka jadi salah tingkah. Memang benar
tebakan Rasti, selain penasaran dengan cerita ibu teman mereka ini,
mereka juga ingin coba-coba cari kesempatan, siapa tahu dapat.
“Iya deh iya… Yuk deh, tapi ganti baju dulu sana, baru tante bakal
kasih dongeng sebelum tidur buat kalian,” ucap Rasti sambil tersenyum.
Senyum yang amat sangat manis. Senyum yang juga membuat penis mereka
tegang bukan main di balik celana.
Mereka yang tidak sabaran langsung masuk ke kamar Tedi, berganti baju
lalu menunggu Rasti. Namun Tedi sendiri tidak tidur di sana, dia memilih
tidur di kamar lain bersama adek-adeknya. Tidak nyaman juga rasanya
mendengar ibunya bercerita.
Saat Rasti masuk, mama temannya ini langsung merangkak ke tengah tempat
tidur, lalu duduk bersandar. Dia senyum-senyum manis lagi pada mereka
bertiga, tentu saja membuat mereka jadi tambah mupeng. Ooh… inikah
sensasi saat ada wanita cantik menunggu di ranjang? gumam mereka dalam
hati.
“Sini… katanya mau bobok…??” panggil Rasti sambil menepuk-nepuk ranjang
sebagai isyarat agar mereka bertiga segera ikutan naik. Tentu saja
mereka langsung nurut. Ibu muda cantik itu kini dikelilingi oleh ketiga
teman anaknya. Rasti sendiri cuma memakai sehelai piyama tanpa ada
apa-apa lagi di baliknya.
Teman-teman Tedi begitu senang, jantung mereka berdetak cepat, penis
mereka ngaceng pol. Kapan lagi kan bisa tiduran seranjang dengan Rasti,
ibu teman mereka yang super cantik dan hot ini. Tapi tentunya mereka
tidak berpikir untuk berbuat macam-macam dulu saat ini, bisa-bisa mereka
malah kena usir.
“Jadi gimana ceritanya tante?” tanya Jaka mulai mengambil posisi tidur,
begitupun dua temannya. Rasti lalu mulai bercerita layaknya cerita
pengantar tidur.
Waktu itu dia membeli rumah di situ karena memang berharap penduduk
sekitar yang hedonis dan cuek tidak akan mempermasalahkan keberadaannya.
Saat dia mulai menempati rumah itu, ia tidak langsung mengurus
surat-surat, tapi sudah mulai melonte.
“Sama siapa tante pertama? Pak RT?” tanya Jaka menyela.
“Bukaaan… tante gak ingat siapa orangnya, tante cuma ingat kalau waktu
itu dia muncratnya di dalam, hehe…” jawab Rasti nakal sambil memeletkan
lidah. Duh, baru mendengar itu saja mereka sudah mupeng.
“Tante baru ngurus KTP sama pak RT setelah 3 minggu di sini…” sambungnya lagi.
“Ooh… dia langsung ngentotin tante di depan anak-anak tante nggak?” kata Jaka lagi-lagi menyela.
“Ya nggak langsung gitu juga kali…. Ih, kamu ini. Kan tante yang datang
ke tempatnya pak RT, bukan dia yang datang ke rumah tante”
“Ohhh… gitu”
Rastipun melanjutkan ceritanya lagi. Waktu itu dia ditanyai pak RT
tentang keluarganya, pekerjaan, jumlah anak, dan yang lainnya.
…..
“Mmm maaf… non Rasti pekerjaannya apa ya…?” Tanya pak RT ketika itu ragu-ragu.
“Wiraswasta pak…”
“Ooh… mmm wiraswastanya apa ya…?”
“Kenapa memangnya pak?”
“Ng… nggak… soalnya bapak lihat… mm… Oh ya, suami non yang mana ya?”
“Yang mana?” Rasti mulai kegelian dengan tingkah pak RT yang malu-malu. Dia bisa menebak arah pertanyaan pak RT.
“Ya, yang mana? Soalnya saya lihat banyak laki-laki yang…”
“Mmm, iya, semua bukan suami saya pak, saya ga punya suami”
“Oooh… mm.. jadi…”
“Saya lonte pak…” jawab Rasti santai. Pak RT langsung memerah mukanya
mendengar jawaban Rasti yang terus terang. Rasti tertawa kecil
melihatnya. Pak RT makin memerah, dia menengok kanan kiri memastikan
ruangannya benar-benar sepi.
“Ja..jadi… untuk pekerjaannyaa…?” tanya pak RT setelah menengok kanan kiri memastikan ruangan benar-benar sepi.
“Ya, tulis saja di situ ‘lonte’ kalau memang bisa…?” Jawab Rasti geli
menekankan kata lonte. Yang dimaksud adalah kolom pekerjaan di KTP.
“Aduuh… jangan bu, eh, non… mm saya tulis wiraswasta aja yah…?”
“Lha iya kan dari tadi saya sudah bilang itu pak...” Jawab rasti
cekikikan geli. Pak RT hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Dia benar-benar terlihat bingung dan salah tingkah
bagaimana harus bereaksi. Akhirnya dia memilih untuk menganggapnya biasa
saja. Setelah semua urusan selesai, Rastipun berpamitan ingin pulang.
“A..anu non… tadi serius?” tanyanya malu-malu.
“Apanya pak?”
“I..itu… soal lonte…”
“Ya serius dong pak, masa saya bercanda soal begituan…”
“Oh… ya..ya sudah… mmm…. Baik”
“Mari pak…”
“Ma..mari… eeh, anu non… sebentar”
“Ada apa lagi pak?”
“Mmm… a..anu.. be..berapa yah non?” tanya pak RT. Rasti tertawa lepas yang membuat pak RT makin merah padam mukanya.
“Kalau bapak mau silahkan datang aja malam ini… Bisa? Soal tarif nanti
saja lah, masa diobrolin di sini, hihihi… Jangan khawatir pak… saya lagi
promo kok… nanti diskon super spesial deh buat bapak…” jawab Rasti.
…..
“Nah… akhirnya malamnya tante dientotin pak RT deh,” ujar Rasti pada teman-teman Tedi.
“Di depan anak-anak tante?” tanya Jaka lagi.
“Iya… seperti yang kamu bilang, tante dientotin di depan anak-anak
tante, hihihi.. puas? Kok kayaknya kamu suka banget sih kalau dengar
tante dientotin di depan anak-anak tante? Ngebayangin ya? Dasar!” tanya
Rasti geli ke Jaka.
“Eh, ng..nggak kok tante… terus tante?”
“Ya… malam itu tante melayani pak RT dengan gratis, tentu dengan
deal-deal tertentu. Terutama soal jaminan keamanan dan keberadaan tante
di sini. Tapi karena tante masih butuh ngurus surat-surat lainnya, jadi
tidak hanya dengan pak RT saja”
“Orang-orang yang tadi ya tante?” tanya Romi.
“Benar… Orang kelurahan, anggota dewan, dan orang-orang terkait
lainnya. Semuanya harus tante layani sampai posisi tante di komplek ini
benar-benar terjamin. Iya Jaka…. Mereka juga ngentotin tante di depan
anak-anak tante kok… rame-rame pula, tuh silahkan kamu bayangin…” ujar
Rasti cekikikan berkata lebih dulu sebelum Jaka bertanya. Membuat Jaka
jadi cengengesan garuk-garuk kepala dibuatnya.
“Makanya tadi tante tidak terima waktu mereka tiba-tiba datang nyuruh
tante pergi dari sini. Kalian setuju kan sama tante?” lanjut Rasti
bertanya pada teman-teman Tedi.
“Iya tante… udah dikasih gratis padahal” ucap Riko mengiyakan.
“Duh… tapi enak banget yah bisa ngentotin tante gratis, hehe…” kata Jaka.
“Hayo… horni ya?” tanya Rasti menggoda. Selama bercerita tadi tangan
mereka memang sudah masuk ke dalam balik celana. Mungkin bukan hanya
karena cerita Rasti saja, tapi juga karena keberadaan Rasti yang
bersama-sama dengan mereka di atas tempat tidur. Sebelumnya mana pernah
mereka dekat-dekat dengan wanita cantik, di atas tempat tidur pula.
Suara Rasti, ekspresi dan gaya berceritanya, serta aroma tubuhnya yang
wangi, semuanya itu membuat mereka sangat konak. Peju mereka sudah
terkumpul dan butuh segera untuk dikeluarkan.
“I..iya tante… horni, hehe…”
“Horni horni…. Kalian kan yang nagih cerita porno? Mulai mesum lagi tuh
kan kaliannya? Tante ini mama teman kalian juga tau, masak horni sih?
gak sopan namanya…” ujar Rasti cekikikan, mereka juga cengengesan.
“Tante, kenapa sih tante jadi lonte?” tanya Romi dengan lugu, membuat Rasti tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.
“Kamu ini… ya karna tante suka banget dientot dong…” jawab Rasti binal. “Udah ah… tidur sana… Tante banyak pikiran nih…”
“Yaah tante, jam 11 malam kok baru…”
“Jam 11 malam kok baru, kalian besok sekolah tau! Awas lho kalo kalian
jadi pengaruh buruk buat Tedi anak tante… Ga bakal tante bolehin main ke
sini lagi!” ancam Rasti serius tapi tetap dengan senyum manisnya.
“Hooaammm…” Rasti menguap. “Tuh, kan… malah tante yang ngantuk… kalian
sih…” kata Rasti yang sudah kewalahan menyuruh mereka tidur.
"Hehehe, tante tidur sini aja sama kita-kita... kita kelonin deh..." ajak Riko untung-untungan.
"Huuh… dasar kalian nakal banget sih? Enak aja... ayo tidur ah sana, udahan ya..."
"Yaah janjinya kan cerita sampai kita tidur tante..." kata Jaka menahan.
"Iyaa, tapi kaliannya ngelunjak gak tidur-tidur..." cubit Rasti gemas pada Jaka.
“Kalau gitu cerita lagi dong tante, hehe”
“Cerita apa lagi sih?”
“Itu… Kenapa tante jadi lonte…?”
“Udah ya sayang… tante udah ngantuk… bersambung besok aja ceritanya….
Dasar kalian bandel, jelek!” sungut Rasti mulai kesal yang akhirnya
membuat mereka diam. Namun Rasti tidak langsung beranjak dari situ. Dia
memutuskan untuk tidur-tiduran sebentar. Sifat binalnyapun kembali
datang. Dia menginginkan aksi nakal. Dia penasaran juga bagaimana
rasanya tidur dikelilingi para remaja tanggung ini. Apa dirinya akan
dicabuli beramai-ramai yah? pikirnya nakal.
Akhirnya Rasti pura-pura ketiduran di situ. Dia coba memejamkan matanya
yang memang juga sudah ngantuk. Walau demikian, dia tidak ingin
benar-benar tidur.
Mengira Rasti sudah ketiduran, mereka bertiga jadi berbisik-bisik.
“Wah bro, tante Rasti ketiduran, gimana nih?” tanya Jaka.
“Ya gimana emang? Emang lo berani macam-macam?” jawab Romi.
“Bener tuh… ntar kalau dia kebangun, marah, terus kita diusir dan gak
boleh main ke sini lagi gimana coba? Gue gak mau,” sambung Riko.
Mereka betul-betul galau. Penasaran dengan tubuh wanita didekatnya tapi
juga tidak berani untuk berbuat macam-macam meskipun sedari tadi batang
mereka sudah sangat tersiksa butuh pelampiasan. Sedangkan Rasti yang
masih terjaga berusaha menahan tawa mendengar bisik-bisik mereka. Dia
menanti dengan deg-degan dengan apa yang akan dilakukan teman-teman Tedi
padanya.
“Ahh… gak tahan gue..!” kata Jaka sambil menurunkan celana berserta celana kolornya.
“Gila lu! Mau ngapain lu?” seru kedua temannya kaget.
“Cuma pengen ngocok doang…”
“Gila, tetap aja kan? Lu mau kena usir? Tapi gue juga udah gak taha sih…”
Begitulah, mereka terus saling berdebat apa yang mesti dilakukan.
Mereka takut, tapi siksaan birahi pada penis mereka sangat kuat. Hingga
akhirnya setan mesumlah yang menang. Mereka semua akhirnya nekat
menurunkan celana berserta kolornya, lalu ngocok bareng-bareng di sana,
di dekat ibu teman mereka yang mereka pikir tengah tidur.
Meskipun perbuatan mereka sangat kurang ajar, Rasti sendiri tidak
marah. Dia paham kenapa mereka sampai berbuat begitu. Lagian salahnya
juga sampai mereka berbuat cabul seperti itu padanya. “Duh… kalian ini,
horninya sampai segitunya amat,” gumam Rasti dalam hati. “Apa ku bantu
ngocokin mereka saja ya?” Pikirnya semakin nakal. Tapi dia putuskan
untuk terus menunggu apa yang akan mereka perbuat selanjutnya.
“Aaahh… tante…” Mereka semakin bernafsu mengocok penis mereka
masing-masing sambil sesekali menyebut-nyebut tante Rasti. Mata mereka
menatapi tubuh Rasti yang terbaring di depan mereka. Wajahnya, tonjolan
payudaranya, pinggulnya, juga kaki Rasti mereka telanjangi dengan
mata-mata nakal mereka. Setiap inci bagian tubuh Rasti sungguh membuat
mereka bernafsu walaupun masih mengenakan piyama.
Sampai saat ini mereka masih tidak berbuat lebih jauh dari itu, namun
malah itulah yang membuat Rasti sedikit kecewa. Dia ingin mereka sedikit
menaikkan level perbuatan cabul mereka terhadapnya, tapi tak kunjung
jua dia dapatkan. Tampaknya mereka masih terlalu sopan untuk tidak
menggerepe-gerepe badan ibu teman mereka sendiri secara diam-diam,
bahkan berkata-kata kotorpun tidak. “Apa aku harus pura-pura bangun
saja? Lalu membantu mereka onani?” pikir Rasti. Sekarang malah Rastilah
yang galau karena menginginkan aksi mesum.
Rasti lalu menggeliat sambil menguap pura-pura terbangun. Terang saja
teman-teman Tedi kaget bukan main. Mereka tertangkap basah, mereka tidak
sempat menaikkan celana mereka. Yang sempat menaikkan celanapun sudah
keduluan kelihatan oleh Rasti apa yang dia tadi lakukan.
“Kalian ngapain??” tanya Rasti pura-pura terkejut.
“A…anu tante, ki..kita…” mereka tergagap tidak tahu harus berkata apa.
Penis mereka jadi layu. Mereka takut Rasti memarahi dan mengusir mereka.
Tapi tentu saja Rasti tidak akan melakukannya, dia malah menahan tawa
karena melihat wajah pucat dan ekspresi mereka yang salah tingkah.
“Kalian coli ya? Ya ampun… segitunya banget sih? Makanya… siapa suruh
dengar dongeng sebelum tidur, hihihi” kata Rasti kemudian mencairkan
suasana.
“Ta..tante nggak marah?”
“Yaah… kesal juga sih, masa kalian tega cabuli ibu teman sendiri, kalau
ketahuan sama Tedi gimana coba?” jawab Rasti, padahal dia memang
berharap sebuah aksi cabul dari mereka.
“Ma..maaf tante…”
“Iya tante… kita minta maaf”
“Ya udah… gak apa, tante paham kok… Kalian pasti sudah menahan horni
dari tadi, jadi kali ini tante bolehin deh kalau kalian emang masih
pengen lanjut”
Bagai disambar geledek, mereka tidak menyangka tante Rasti akan berkata
demikian. Mereka mengira tadinya akan dimarahi habis-habisan oleh tante
Rasti. Namun apa yang mereka dengar barusan sungguh membuat penis
mereka ngaceng kembali dengan maksimal.
“Kok bengong? Udah gak nafsu lagi? Ya udah tante balik ke kamar tante…” kata Rasti pura-pura akan pergi.
“Jangan…!” larang mereka serempak.
“Hihihi… Ya udah buruan, tante beneran udah ngantuk tau”
“I..iya tante…”
Ahhh… mimpi apa mereka semalam, akhirnya dibolehin beronani-ria di
depan mama teman mereka yang super cantik dan seksi ini. Segera mereka
bertiga ngelanjutin lagi acara mengocok yang sempat terhenti, tentunya
dengan lebih bernafsu. Sensasinya sungguh berbeda dari yang tadi sewaktu
tante Rasti tertidur. Kali ini Rasti sadar dan menatap mereka langsung!
Pandangan mata tante Rasti menemani setiap ayunan tangan mereka pada
penis mereka sendiri. Sungguh nikmat luar biasa!
Rasti sendiri juga merasakan sensasi yang luar biasa. Menyediakan
dirinya sebagai objek onani teman-teman anaknya sendiri, melihat
bagaimana para remaja ini berusaha meraih kenikmatan dengan mengocok
penis mereka sambil menatap lekat-lekat dirinya.
“Ntar kalau udah mau keluar, buruan lari ke kamar mandi ya…” suruh Rasti ditengah-tengah keasikan mereka.
“I..iya tante… Gak boleh muncrat di sini ya? Ntar belepotan ya?” tanya mereka balik.
“Iya, masa muncrat di sini sih? Belepotan dong kasur Tedi kena sperma-sperma kalian. Tante ntar yang susah ngebersihinnya…”
“Kalau gitu muncrat ke badan tante aja…” kata Jaka kurang ajar, namun Rasti bukannya marah, malah tertawa geli menanggapinya.
“Hihihi, apaan sih porno banget… Kebanyakan nonton bokep nih kamunya…
dasar! Udah cepetan…” suruh Rasti lagi. Mereka bertiga tertawa, memang
mereka berharap bisa melakukan persis yang ada di film-film bokep pada
ibu temannya ini.
“Hehe… Anu, tante… kalau boleh itu…”
“Itu apa sih?”
“I…tu… boleh pegang-pegang gak tante?”
“Tuh kan, kalian malah ngelunjak… nggak boleh ya…” tolak Rasti halus.
Rasti sebenarnya tidak keberatan dengan permintaan mereka, tapi dia rasa
cukup seperti ini dulu untuk saat ini. Biarlah mereka tetap penasaran,
mungkin nanti ada waktu yang lebih pas untuk mewujudkan permintaan
mereka itu.
“Ka..kalau gitu, boleh nggak kita lihat tante telanjang lagi?” pinta Romi.
“Hah? Lihat tante telanjang? Mau ngapain? jangan aneh-aneh deh… tante udah ngantuk”
“Nah, karena itu tante… kalau tante telanjang kan kita makin nafsu,
jadi bisa lebih cepat keluarnya… habis itu tidur deh,” jawab Romi.
“Kamu ini, pandai banget cari-cari alasan. Tapi ya udah deh… kali ini
aja tante turutin…” setuju Rasti akhirnya yang membuat mereka girang
bukan main.
Rasti mulai melepaskan kancing piyamanya satu persatu. Semua itu
bagaikan slow motion bagi mereka. Sungguh membuat mereka tergoda dan
semakin horni. Apalagi Rasti melakukannya sambil sesekali berhenti lalu
senyum-senyum manis menatap mereka. “Buka lagi?” tanyanya setiap akan
membuka satu kancing. Siapa yang gak greget coba? Enak banget Tedi punya
mama seperti ini, bisa dijadikan objek onani tiap coli, pikir mereka.
Kini seluruh kancing sudah terlepas, namun baju piyama itu masih
menggantung di bahunya, hanya mengekspos kedua buah dada Rasti yang
putih mulus, urat-urat hijau sampai terlihat karena saking beningnya
buah dada itu. Rasti sengaja tidak langsung melepaskan bajunya untuk
menggoda mereka.
“Lepasin yang benar dong tante…” pinta mereka akhirnya.
“Iya iya… dasar kalian ini banyak maunya” kata Rasti akhirnya
melepaskan baju itu dari bahunya. Akhirnya dia kini sudah benar-benar
topless di hadapan mereka.
“Udah kan? Puas? Tapi cuma bajunya saja ya… cukup kan untuk bahan coli
kalian?” ujarnya geli. Seluruh bagian atas tubuh Rasti kini terpampang
dengan bebas. Semata-mata hanya untuk memanjakan mata-mata nakal para
remaja ini. Aaah… pemandangan yang sangat indah, batin teman-teman Tedi.
“Buruan…” seru Rasti menyadarkan mereka yang terbengong, “padahal udah berkali-kali ngelihat juga” lanjutnya.
“Eh, i..iya tante…” walaupun sudah berkali-kali, tapi tetap saja ini pemandangan yang tidak akan pernah bikin bosan.
Merekapun lanjut mengocok lagi. Kali ini dengan nafsu yang semakin
menggebu-gebu. Jaka yang merasa kurang nyaman dengan posisinya
sebelumnya, kini berdiri tepat di depan Rasti yang sedang bersimpuh.
Hanya berjarak sekitar tiga puluh senti dari dirinya. Posisinya seperti
akan melakukan bukkake saja, sungguh mesum. Gilanya, Riko dan Romi malah
mengikuti Jaka. Namun Rasti tidak mempermasalahkannya. Jadilah dia kini
bersimpuh dikelilingi para remaja tanggung yang sedang mengocok
bareng-bareng.
“Ingat ya… kalau mau keluar, cepetan ke kamar mandi. Tante gak mau
kalian muncrat sembarangan” kata Rasti mengingatkan. Mereka hanya
mengangguk. Tidak ingin berkata-kata banyak karena nafsu mereka yang
sudah diubun-ubun.
Hingga akhirnya Riko turun dari ranjang dan berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ah… aku juga gak kuat” kata Romi ikutan beranjak. Sekarang hanya tinggal Jaka, si nafsunya paling gede dan yang paling ngotot.
“Kamu belum Jaka?” tanya Rasti pada Jaka.
“Be..bentar lagi kok tante…” jawab Jaka sambil terus mengocok. Rasti
hanya balas tersenyum. Jaka memang menunjukkan tanda-tanda akan
ejakulasi, namun dia tidak kunjung juga ke kamar mandi, malah tubuhnya
semakin dia dekatkan ke arah Rasti, penisnya kini hanya berjarak sekitar
lima belas senti dari wajah Rasti. Ini anak mau ngapain sih? batin
Rasti makin deg-degan. Namun dia berusaha tetap tersenyum pada Jaka.
“Ahhh… tante…” erang Jaka makin mempercepat kocokannya. Dada Rasti
makin berdebar kencang, dia yakin kalau Jaka berniat menumpahkan
spermanya ke tubuhnya, tepatnya ke wajahnya.
“Jaka, ingat, kalau mau keluar, keluarin di…”
“Crooooottt….” terlambat, belum selesai Rasti bicara, penis Jaka sudah
menembakkan spermanya. Isi buah zakarnya muncrat bertubi-tubi menyemprot
wajah cantik ibu temannya ini.
“Jaka… kamu… ngghhh… jangan di muka…” erang Rasti berusaha mundur, tapi
kini malah badannya yang terkena muncratan sperma Jaka, tepatnya buah
dadanya, di tempat anak-anak Rasti biasa minum. Rasti tidak bisa berbuat
banyak, dia pasrah saja tubuhnya akhirnya yang jadi sasaran tembak
peju. Baru kali ini dia merasakan kulitnya diceceri peju muda selain
milik Norman anaknya. Tedi saja belum pernah berbuat seperti ini
padanya. Kalau Tedi tahu mungkin dia bakalan ngambek.
“Duh.. Jaka, kamu ini… udah tante bilang kan kalau mau keluar cepat ke
kamar mandi” kata Rasti kemudian saat seluruh sperma Jaka yang tadi ada
di kantong zakarnya, kini berpindah tanpa sisa ke tubuh ibu temannya.
Wajah cantik Rasti, buah dadanya yang sekal, dan beberapa bagian tubuh
lainnya berceceran sperma Jaka. bahkan ada yang mengalir turun menuju
vaginanya.
“Maaf tante, khilaf…” ujar Jaka lemas. Jaka juga baru kali ini berejakulasi senikmat ini.
“Udah sana… buruan ke kamar mandi. Nanti teman-temanmu malah cemburu
kalau mereka tahu kamu ngepejuin tante. Ntar kalau mereka juga minta
ngecrot di wajah tante kan repot juga, hihihi” suruh Rasti sambil
mengelap wajah dan tubuhnya dengan tisu, lalu membasuh sebisanya dengan
air yang ada di gelas di atas meja.
“I..iya tante…” Jakapun akhirnya turun dan menyusul teman-temannya ke
kamar mandi, tapi dia ke sana hanya untuk mencuci barangnya saja. Untung
saja teman-temannya tidak tahu karena ketika Jaka ke kamar mandi Riko
dan Romi sudah selesai.
…….
“Makasih tante… tante udah cantik, seksi, baik banget lagi… hehehe”
goda mereka saat kembali ngumpul di dalam kamar. Rasti sudah mengenakan
piyamanya kembali.
“Gombal! Iya… anggap aja itu tanda terima kasih tante karena udah
banyak bantu-bantu di sini” jawab Rasti dengan senyum manisnya.
“Wah, kalau gitu kita mau dong bantu-bantu terus di sini, iya nggak
bro?” ujar Jaka. Rasti melolot pada bocah itu. Padahal dia baru saja
mendapat lebih dibandingkan teman-temannya, dasar.
“Huuu… maunya! Udah sana tidur. Tante juga mau tidur” kata Rasti.
“Tidur di sini aja deh tante…” pinta Jaka. Rasti menatap mereka, apa
lagi sih yang mereka mau? belum puas apa? Baru coli juga. Tapi Rasti
pikir tidak ada salahnya kalau cuma tidur bareng, setidaknya menemani
mereka sampai tertidur saja. Kan nanti tengah malam dia bisa bangun dan
pindah ke kamarnya sendiri, pikir Rasti.
“Hmm… iya deh iya… yuk tidur” ajak Rasti dengan senyum manis meluluhkan.
“Yeeee….” Sorak mereka kesenangan.
“Hush…! Jangan berisik, ntar anak-anak tante kebangun!”
“I..iya, maaf tante…” jawab teman-teman Tedi senyum-senyum penuh harap.
“Aaaahhh… ini baru akan dimulai” batin mereka bertiga.
“Dasar abg, gak ada puasnya…” batin Rasti.
Riko, Romi dan Jaka niatnya ingin mengulangi lagi berbuat mesum pada
Rasti, tapi ternyata mereka sudah terlalu ngantuk karena kelelahan
akibat onani barusan. Akhirnya merekapun tertidur.
“Huh, pas tidur aja tampang mereka polos-polos semua. Kalau sudah
bangun mulai lagi pornonya, hihihi” gumam Rasti tersenyum melihat
mereka. Dia lalu bangkit dari sana untuk pindah tidur di kamarnya.
“Selamat tidur…”
“Klik…” suara kontak lampu dimatikan.
….
“Jadi kenapa tante jadi lonte?” tanya teman-teman Tedi di suatu hari
kemudian ketika main lagi ke rumah Rasti. Lagi-lagi saat mereka
berkunjung, Tedi sedang tidak ada di rumah. Saat itu cuma ada
anak-anaknya Rasti yang masih kecil-kecil.
“Hihihi, kalian ini… masih ngingat-ngingat aja ya pertanyaannya. Kan
sudah tante jawab, karena tante suka ngentot…” jawab Rasti.
“Masa gitu aja tante?”
“Hehehe, iya dong… duh kalian belum ngerasain sih ya enaknya ngentot.
Duuuhh dijamin bakal ketagihan deh, seperti anak tante tuh si Norman…”
“Tante sih gak mau kasih…” kata Jaka.
“Yeee… maunya”
“Ta..tapi kan kalau suka aja kenapa harus jual diri?” tanya Romi penasaran.
“Maksud lo? Jadi tante harus ngasih gratisan ke semua laki-laki getoh??” ujar Rasti balik nanya dengan gaya anak abg.
“Ya nggak sih tante, maksudnya kan bisa pacaran aja gitu…”
“Hmm… Kalian gak pernah nonton film Batman ya? Tuh ada kata-katanya si
Joker: ‘if you’re good at something, never do it for free.’ Jadi gak
bisa kasih gratisan dong… tante kan ahli begituan, hihihi”
“Hah? Masak gituan aja pake keahlian?” tanya mereka polos, bingung dengan ucapan Rasti.
“Hahaha… kelihatan banget tuh kalian lugunya… awam sih kalian tentang
seks. Hati-hati lho kalau kalau lugu begini bisa-bisa istri kalian besok
kabur sama laki-laki lain lho… hihihi…” tawa Rasti menakuti mereka. “Ya
jelas lah seks itu butuh keahlian, butuh teknik, skill, dan tante
pinter banget di situ. Tante gak pinter yang lain-lainnya sepinter tante
ngentot. Dulu di sekolah nilai tante jeblok terus. Hampir nggak ada
pelajaran yang tante kuasai, yang tante pikirin cuma gituan aja sama
pacar tante dulu…” terang Rasti kemudian.
“Waah, jadi tante dulu sempat sekolah dan pacaran juga?”
“Ya iya lah… cantik cantik gini tante juga sekolah dong…”
“Bukannya tante dulu waktu SMP udah drop out gara-gara hamil?”
“Iya sih…”
“Terus?” Mereka sungguh penasaran.
“Hmm… Kalian pengen tante berdongeng lagi nih ceritanya?” tanya Rasti.
“Iya tante… sambil bobok siang aja tante, hehe” pinta mereka mesum
berharap dapat mengulangi kejadian waktu itu, bahkan berharap
mendapatkan lebih.
“Huh! Maunya, nggak ah, enak aja.. Di sini saja deh… Duduk manis kaliannya kalau pengen dengar,” kata Rasti.
Mereka yang memang penasaran dengan cerita-cerita ibu teman mereka ini
akhirnya duduk berjejer rapi. Siap mendengarkan kisah hidup tante Rasti.
“Hmmm… mulai dari mana ya ceritanya… Oke, dari awal saja” Rasti mulai
bercerita. Bagaimana semuanya bermula. Bagaimana hidupnya bisa menjadi
seperti sekarang ini. Rasti mengambil nafas panjang.
“Jadi gini…..”
******
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar