Cerita Eksibisionis Sekretaris : Irma 3 Eksibisionis Lagi

Aku lihat jam dinding di hotel menunjukkan pukul 11 malam. Aku terus menggerakkan pinggulku maju mundur. Penisku sudah tak tahan menuju klimaks. Malam ini aku benar-benar horny melihat Irma mendesah-desah keenakkan. Baru kali ini kami berhubungan badan tanpa diawali dengan oral seks. Itu benar-benar di luar kebiasaan, karena aku tau sekali kalau Irma mencapai orgasme membutuhkan waktu lama, sehingga untuk mengimbangi permainannya, biasanya aku awali dengan oral seks atau sedikit rangsangan dg menonton Blue Film.
Sebelum mencapai klimaks, aku keluarkan penisku dari liang vagina Irma. Kucium bibirnya dan tanganku mempermainkan kedua puting Irma yang sudah sangat mengeras.
“masukin lagi mas!” pintanya. Aku hanya tersenyum, tangan kiriku menutup paksa kepala penisku agar tidak mengeluarkan sperma terlalu dini. Sambil menunggu sperma turun lagi, aku layani Irma yang sedang di “puncak” dengan memainkan klirotisnya dengan mulutku. Kemaluannya sudah sangat basah sekali. Aku tak ragu menjilat cairan lubricant yang keluar dari lubang kenikmatannya karena vagina Irma betul-betul sempurna. Berwarna kecoklatan, berdenyut-denyut seperti sedang mencengkeram, dan tidak berbau. Semakin cepat aku mempermainkan klirotis Irma dengan lidahku, semakin keras pula erangannya. Lalu aku suruh di untuk membalikkan badannya hingga tertelungkup. Aku cubit kecil pantat mulus Irma yang seolah menantangku. Dengan posisi kakinya dirapatkan, aku lakukan penetrasi lagi ke dalam vaginanya. Kini jepitan dinding vaginanya terasa lebih kencang karena ada bantuan tekanan dari kedua pahanya. Di posisi seperti itu memang yang paling merasakan nikmat adalah aku. Aku menghujamkan penisku pelan sampai ke dalam. Aku gerakkan pelan-pelan dan kemudian berangsur cepat. Irma mendesah dan mengatakan kalau dia hampir orgasme. Tangannya sambil memegangi payudaranya sendiri. Wajahnya ditelungkupkan ke bantal. Semakin cepat aku menggerakkan pinggulku, aku juga merasa semakin ingin mengeluarkan spermaku. Akhirnya aku mendahului Irma klimaks. Tapi aku tetap paksakan menggerakkan pinggulku walau ada rasa ngilu karena sperma sudah terbuang ke dalam rahim mojang cantik berwajah khas sunda itu. Sekitar 3 menit kemudian vagina Irma berdenyut kencang dan badannya mengejang. Aku keluarkan penisku dan aku masukkan jari tengahku ke vaginanya untuk membantunya mengeluarkan sisa-sisa orgasmenya. Lalu aku tidur di punggungnya dan memeluknya.



“makasih ya mas. Cuma sama mas deh aku bisa sering ‘keluar’ “ kata irma sambil memunggungiku. Aku diam saja dan mencium ringan pundaknya. Aku tahu banget kalau bukan hanya aku yang pernah meniduri sekretarisku itu, tapi juga calon suami dan mantan-mantannya dulu. Lalu kami tidur dalam keadaan telanjang. Selimut ku tarik ke atas, AC dan lampu aku matikan.
Pukul 6 pagi aku bangun. Saat itu adalah hari rabu, hari terakhir aku di jakarta. Karena nanti siang aku harus sudah terbang ke semarang lagi karena ada beberapa kerjaan yang harus aku selesaikan. Aku lihat di sampingku sudah tidak ada Irma. Aku dengar suara air di kamar mandi. Sepertinya Irma sedang mandi, dia akan berangkat kerja. Tak lama kemudian telpon hotel berbunyi, ternyata room service yang akan mengirimkan sarapan pagi. Lalu saat Irma keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk minimalis yang sudah disediakan pihak hotel, muncul ideku untuk kembali mengajaknya berksibisionis lagi.
“sebelum berangkat, buka-bukaan lagi mau ngga?” tanyaku
“nah ini aku belum pakai baju mas, tinggal dibuka aja kan?” sambil membuka handuknya Irma duduk di tepi springbed. “maksudku seperti tadi malam. Ntar kan ada yang mau kirim sarapan, kamu yang buka, tapi Cuma pakai nih handuk. Ntar aku pura-pura di kamar mandi. Terserah deh kamu mau ngapain.” Aku menjelaskan ide eksibku yang gila. Bukannya menolak Irma malah setuju. Memang Irma asli seorang eksibisionis, pikirku.
Tak lama kemudian room service sepertinya sudah di depan pintu kamar, karena terdengar bel berbunyi. Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Aku hanya bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan karena posisi pintu kamar mandi tidak menghadap ke pintu kamar.
“ooh, sarapan ya mas?” terdengar suara Irma basa basi
“eh..i..iya Bu, tapi Cuma satu, setau saya yang menginap di sini Cuma satu.”
“iya, orangnya lagi mandi mas. Saya temannya. Bawa masuk aja mas.” Irma menyuruh petugas hotel meletakkan sarapanku di meja dekat TV. Dari situ aku baru bisa mengintip dari kamar mandi, karena letak TV kamar hotel berhadapan dengan pintu kamar mandi.

“udah gini aja Bu? Ada perlu lain yang mungkin bisa saya bantu?” petugas itu seperti memperlama keberadaannya di dalam kamarku karena melihat Irma hanya mengenakan Handuk minim. “hmm.. duduk aja dulu mas, ngobrol-ngobrol dulu. Sibuk nggak?” tanya Irma
“ooh nggak Bu” tanpa ditanya 2x si petugas langsung menjawab.
Irma duduk menghadap arah kamar mandi sedangkan petugas hotel itu menghadap televisi.
“sudah lama kerja di sini mas?” irma memulai pembicaraan sambil menyilangkan kakinya. Gila, tinggal dikit lagi kemaluannya benar-benar terpampang nyata, kata syahrini. Berani juga nih cewek, pikirku. Pasti darah petugas hotel itu langsung bergejolak, begitu pula dedek di balik “layar”nya.
“baru 3 bulan Bu. Ibu sendiri saudaranya bapak yg di sini?”
“bukan, saya sekretaris kantornya” kata Irma
“ooh... gitu...” jawab si petugas. Lalu Irma berdiri dan mengambil baju kerjanya.”bentar ya mas aku ganti baju dulu. Aku mulai berpikir Irma akan ganti baju di hadapan petugas hotel itu. Dan benar aja! Irma membelakangi petugas hotel dan menghadap ke arah kamar mandi. Irma tersenyum melihatku menginip dari balik pintu kamar mandi. Lalu dia membuka handuk yang beberapa menit lalu masih memisahkan mata petugas hotel dan tubuh indah Irma.
“astaga...” tiba-tiba petugas hotel itu bergumam saat tubuh Irma bagian belakang yang cetar membahana badai terlihat telanjang tanpa sehelai benangpun.
“kenapa mas?” tanya irma tanpa membalikkan badan.
“ooh nggak apa-apa Bu. Ngga risih bu saya di sini? Apa saya keluar aja?”
“entar dulu, saya mau ngobrol sama mas dulu.” Jawab Irma sambil memakaikan baju dan rok kerjanya. Dan lagi-lagi Irma tidak mengenakan underwear. Aku kurang bisa melihat jelas ekspresi wajah petugas hotel itu karena terhalang oleh irma. Setelah selesai mengenakan baju, Irma kembali duduk lagi di depan TV.

“hehehe..pernah bu,tapi di film dewasa aja”
“ooh.. berarti tadi bilang astaga tuh karena kaget,seneng atau risih?”
“emm..ya tiga-tiganya bu.” Jawab petugas itu tertunduk malu

“emang ibu kalau pergi ngantor nggak pake beha gitu ya? Maaf lho bu kalau lancang.”
“kadang pake sih, tapi sering ngga pake. Sesak rasanya. Kamu kok sopan banget sih mas, emang umur berapa mas sekarang?”
“saya masih 19 Bu.” Jawab petugas itu, kali ini berani menatap mata Irma
“loh,ya selisih dikit dong, saya juga masih 22 tahun”
“ooh...beda 3 tahun doang yah...”
Lalu aku merasa ini sudah nggak menarik lagi, dan aku pura-pura keluar dari kamar mandi.
“lho mas, kok masih di sini? Ngobrol apa aja kayaknya seru amat tadi aku dengar dari kamar mandi?”
“ooh,Pak. Nggak kok pak, Cuma ngobrol biasa aja. Kalau gitu saya permisi dulu pak, itu sarapannya. Nanti kalau ada perlu bisa telpon bagian service. Mari Pak,Bu...” kata petugas itu lalu keluar kamar dengan langkah agak tergesa-gesa. Takut kepergok celananya sudah menonjol kali...
“hahaha....kamu kok ternyata berani gitu telanjang di depan anak bau kencur gitu?”
“iya, sekali-kali kasih pemandangan bagus ke orang lain kan bagus,Mas. Hahaha..” jawab Irma
“yaudah, tuh sarapannya buat kamu aja. Nanti aku langsung berangkat ke semarang aja ya. Nanti aku telpon kalau mau berangkat.”
“ke Jakarta lagi kapan,Mas?” Irma manyun saat aku bilang akan pulang semarang.
“belum tau, tergantung kebutuhan di sini. Kapan-kapan aku ajak kamu jalan-jalan ke semarang ya.” Aku mencoba menghiburnya.
Setelah Irma selesai sarapan, aku ajak dia untuk seks kilat di dekat jendela kamar hotel. Irma menghadap ke luar jendela, roknya yang hanya beberapa centi di atas lutut aku naikkan. Sambil mengamati pemandangan lalu lintas jakarta, aku melakukan penetrasi ke dalam liang rahim Irma.
Share on Google Plus

About Tina Novianti

Tentang Tina Novianti

0 komentar:

Posting Komentar