Suatu saat Vino mengajakku bepergian ke
daerah pegunungan. Aku mengenakan celana skinnyku dengan atasan kemeja tanpa
lengan yang lekuk pinggangnya sangat memperlihatkan keseksianku. Daerah ini
sejuk dan membuatku sedikit kedinginan, disana banyak menyewakan villa, entah apa
yang terbesit pada benak kami, yang jelas kami setuju untuk menyewa satu kamar
“Terus, ngapain kita disini?” tanyaku
“Santai aja sayang, sini istirahat sama
aku” Vino memelukku di ranjang, pelukannya hangat, rasanya tak ingin kehilangan
dia
Aku mengganti-ganti channel Tv, tapi tak
ada yang menarik
“Say, bosen….” Keluhku
“Sini dong, peluk aku”
Aku merapat ke pelukan Vino, hangat dan
nyaman. Tangannya perlahan meraba tubuhku, perlahan naik ke dadaku dan ohhhh
dia meremas semangat, aku merasakan sekali kenikmatan ini, aku tak kuasa
menahan diriku, kulumat bibirnya dan dia juga membalasnya. Tangannya menyusup
masuk pada kemejaku dan menerobos bra ku, ‘glek’ dia menyentuhnya, langsung.
Ohhh….. aku semakin lemas, beberapa saat kemudian ia mengeluarkan tangannya
“Say, inget dulu janjiku?”
“Janji apa?” tanyaku berlagak lupa
“Ini” tangannya menuntun tanganku memegang
gundukan di celananya
“Hahahaha iya sayang, sini keluarin”
“Nih, habisin deh”
Aku langsung memegangnya dan mengocoknya
seperti yang ia ajarkan dulu, tapi sering ia benarkan gerakanku yang kadang tak
karuan
“Say, aku buka sekalian ya celanaku”
“Iya deh say”
Ia membuka celananya, namun kaosnya juga
ia lepaskan
“Nanggung say, hehehe”
Aku pertama kali melihatnya telanjang
bulat seperti ini, tubuhnya padat berisi, sedikit berkeringat namun aku semakin
bernafsu melihatnya
“Kamu juga buka dong”
“Apanya?”
“Semua lah sayang”
Tanpa menunggu aku menjawab, ia menarikku
dan menarik paksa kemejaku hingga dua kancingnya terlepas, lalu sedikit kesulitan
melepas celanaku yang sangat ketat. Bra dan cdku pun tak luput dari
serangannya, hingga kami berdua benar-benar dalam satu kata, telanjang
Aku memeluk pundakku, berusaha menutupi
dua gunung yang menyembul, perasaan malu masih menyelimuti, menghilangkan
ingatanku tentang bagian bawahku yang seharusnya juga aku tutupi.
“Udahlah say, buka aja, buat apa malu?”
“Belum biasa sayangku, pake selimut yuk?”
“Iya deh, sini” ia menarik selimut tebal
yang sudah disediakan
Aku lebih percaya diri dalam selimut, aku
berani memeluknya, dan meraba ‘milik’nya, berani menempelkan payudaraku ke
dadanya, hangat dan sensasinya luar biasa
Vino memutar badannya dan menaikiku, ia
menindihku dan menciumku, tangannya mendarat di atas dua gunungku, aku pun
mencakar-cakar punggungnya dan menjambak rambutnya, sebuah ekspresi kenikmatan.
Perlahan tangannya mulai turun kearah perut dan diteruskannya ke antara dua
kakiku, merabanya dengan penuh nafsu
“Say, masukin sini ya?”
“Ha… apanya? Burung?? Nggak mau ah”
“Bukan sayang, jari aja”
“Sakit nggak?”
“Nggak tau lah, coba aja”
“He’em” aku mengiyakan sekenanya, aku
percaya dia
Dalam kondisi seperti inipun aku tak mau
berhubungan suami istri, aku sadar belum waktunya. Aku percayakan dia
memasukkan jarinya, karena aku berpikir akan tetap perawan meskipun
selaputdaraku robek, karena aku belum pernah memasukkan penis laki-laki
kedalamnya.
Vaginaku mulai basah, ia mengelus
perlahan, dan mencoba menembus lubang kecilku, sedikit sakit, tapi aku juga
merasa nikmat, bibirnya terus menciumiku, menikmati hidangan di atas ranjang
yang memang kusediakan untuk dia. Jarinya perlahan menembus masuk, sakitnya
semakin menjadi
“Aahhhh, sakkiiittt…..” aku merintih pelan
“Sabar ya sayang, terusin apa nggak nih?”
“Terusin aja say, sekalian, nanggung” kataku
sambil mencengkeram bantal dibawahku
“Iya sayang, sabar ya”
“Aaaaarrrrggghhhhhh” sakit kali ini
berkali lebih sakit, perih bercampur rasa aneh, aku memeluk Vino tapi
melarangnya mengeluarkan jarinya
“Terusin say”
“Kamu sakit gitu”
“Nggak papa! Terussiiinnn!” kataku sambil
merintih
Aku tak tau harus apa lagi, setelah itu
aku mengajak vino ke kamar mandi, ingin membasuh vaginaku yang terasa sangat
sakit. Aku siram dan merabanya, ada bercak merah sedikit, mungkin itulah darah
keperawananku, aku tersenyum pada Vino, aku bahagia, aku melakukannya dengan
cinta. Sedihpun tertutup kebahagiaanku memiliki Vino, aku sayang dia
Penis besar yang mengacung sejak tadi
sampai tak aku hiraukan, aku memegangnya dan mengocoknya sambil bersimpuh di
depannya, sesekali aku masukkan ke mulutku, aku sangat menikmatinya
“Hmmmmmhhhh” Vino terlihat menikmatinya,
“Masukin lagi say, maju mundurin hhhmmmpppphhh”
Sekitar 15 menit aku merasakan sesuatu
hangat keluar, dan semakin banyak, asin dan sangat kental, aneh. Terpaksa aku
berlari dan memuntahkannya, aku tak kuat merasakannya.
“Hah, say, asin, kamu keluar ya?”
“Hehehe iya sayang, kok nggak kamu telan
aja?”
“Nggak kuat say, maaf ya, aku belum biasa,
suatu saat nanti aku abisin deh buat kamu”
“Iya sayang, kita balik yuk, istirahat
dulu, lemes nih”
“Iya sayang”
Vino menggendongku ke ranjang,
menidurkanku dan menyelimutiku, lalu ia masuk menyusup kedalamnya, dan
memelukku dengan mata terpejam. Aku memandangnya bahagia, dan mencium keningnya
lalu memeluknya, sengaja aku tempelkan payudaraku padanya.
Hampir dua jam kami tertidur, saat aku
bangun, aku merasa sesuatu yang mengganjal di vaginaku, ternyata Vino sudah
bangun dan ‘mengerjaiku’
“Hehehe say, nggak sakit kan kalau waktu
tidur?”
“Nggak kok sayang” aku tersenyum
“Duduk sini” aku bergerak duduk di tepi
ranjang
“Buka kaki kamu sayang” aku masih bingung
apa yang akan dia lakukan “Sekarang aku mau membayar kenikmatan yang tadi”
“Mau apa kamu sayang?”
“Udahlah say” Vino menenggelamkan
kepalanya diantara dua kakiku, dan membuka vaginaku dengan kedua jarinya,
lidahnya menyusuri vaginaku, aku merasa petir menyambarku, aku tak kuasa
menahan diriku, aku memegang apapun yang dapat kupegang. Rambut Vino kujambak
keras
“Nggak papa kan say aku tarik rambut
kamu?”
Vino tak menjawabku dengan suara, dia
hanya mengangguk, sepertinya ia sangat menikmati, sesekali ia masukkan jarinya.
aku merasa sangat lemas, sekitar 20 menit ia terus melakukannya, hingga aku
tergeletak di tepi ranjang
Kami tertidur lagi beberapa puluh menit,
setelah itu kami memutuskan untuk pulang, kulihat beberapa kancing atas
kemejaku terlepas, tapi tetap aku pakai, daripada aku pulang hanya dengan bra.
Sepanjang jalan aku bingung menutupi
belahan dadaku yang terlihat, tapi aku merasakan kenikmatan tersendiri jika ada
orang yang melihat dan tertarik padaku, tapi malu masih juga menghalangiku
Kami pergi ke tempat berkumpulnya pedagang
kaki lima, kami memilih satu tempat, untuk makan.
Beberapa mata nakal masih sempat mencuri
pandang kearahku, aku berusaha cuek dan menikmatinya, bra hitamku kadang
sedikit terlihat
“Say, berani nggak?”
“Berani apa say?”
“Lepas bra kamu” dia setengah berbisik
“Ha, disini?”
“Ya nggak lah, ke kamar mandi sana”
“Hmmm gimana ya?”
“Ayolah sayang, please”
“Iya deh sayang, tunggu sini ya”
Aku berjalan menuju kamar mandi, disana
aku melepas braku dan kumasukkan dalam ranselku, aku memang suka membawa ransel
saat pergi keluar, sama seperti Vino dan memang penampilanku cenderung ke
sporty daripada anggun. Keluar kamar mandi, aku melihat sekelompok anak muda,
yang memandang kearahku, kelihatannya penampilanku terlalu menonjol, bagaimana
tidak, kemeja tanpa lengan tanpa kancing atas ditambah lagi tanpa apa-apa lagi
didalamnya. Mereka terpaku melihatku, aku risih dengan tatapan mereka, aku
mempercepat lagkahku ke tempat
Vino duduk.
“Udah sayang, keliatan?”
“Iya sayang, bagus, makasih ya sayang”
“Sama-sama sayang”
Pulangnya aku mengenakan jaketku, aku tak
mau orang rumah berkomentar apa-apa, jangankan payudaraku terlihat, aku memakai
baju tanpa lenganpun tak terbiasa, tapi kalau keluar, semua akan kulakukan,
asal itu bersama Vino
Malamnya terjadi seperti malam-malam biasa, kami ‘ML’ seperti biasa, dan resikonya, aku meminta Vino meminum sendiri spermanya.
0 komentar:
Posting Komentar