(Suara ring tone) “I … need an easy friend… I do with… an ear to lend…”
Aku terbangun oleh lagu Nirvana yang menjadi ringtone ku. Pukul 06.00
pagi. Aku masih merasa malas untuk bangun, di pikiranku masih terbayang
wajah Sarah dan apa yang kami lakukan tadi malam. Tapi akhirnya aku
bangun juga, karena Cik Annie memintaku untuk bersiap pukul 07.00 pagi
di lobby. Aku segera mandi kemudian menyetrika kemeja Escuche ku warna
hitam serta celana panjang The Executive yang berwarna hitam juga.
Lagi-lagi aku berdandan seperti mau ke pemakaman. Serba hitam.
Pukul 06.45 aku sudah berada di lobby hotel. Aku segera memanggil taksi
untuk bersiap berangkat pukul 07.00. Taksi di Shanghai ini memang aneh,
entah kenapa kursi sopir dilindungi oleh dinding akrilik transparan
tebal, mungkin di kota ini sering terjadi perampokan supir taksi,
pikirku.
“Morning Riki! How’s your dinner with Sarah?” tiba-tiba Cik Annie
muncul di belakangku saat aku menunggu di lobby. Blazer hitam, Blouse
abu-abu, entah apa merknya. Dan celana panjang kain hitam. Aku menganga
melihat pemandangan itu, tak pernah kukira seorang wanita yang
mengenakan celana panjang kain warna hitam bisa seseksi itu. Pantatnya
benar-benar terbentuk di celana itu. Pikiranku langsung terbang ke
penyanyi Madonna yang sering tampil dengan mengenakan setelan jas ala
pria, tetapi makin seksi saja.
“Emmhh,… It was fine” jawabku singkat dan asal, karena membayangkan hal
yang tidak-tidak saat melihat cara Cik Annie berpakaian hari ini.
“Fine? You don’t like it?” tanya Cik Annie.
“Well… great, actually” jawabku sambil tersenyum kecut.
Cik Annie hanya memicingkan mata kepadaku, kemudian segera berjalan
ke arah taksi yang baru saja datang. Aku hanya diam dan mengikutinya.
Cik Annie berbicara dalam bahasa china kepada sopir itu, kemudian kami
segera membelah jalanan kota Shanghai.
Cik Annie lama mengutak atik handphone nya. Dia duduk di sebelah kiriku
di tempat duduk bagian belakang. Sepertinya dia membeli kartu lokal,
sehingga bisa tetap tersambung dengan internet, meskipun sedang di
jalanan. Aku memilih untuk menoleh ke luar melihat pemandangan kota.
Tiba-tiba Cik Annie memegangi pangkal pahaku.
“Riki… kamu memakai celana dalam?” tanya Cik Annie. Astaga! Aku lupa
untuk tidak memakai celana dalam seperti yang diperintahkan Cik Annie
tadi malam!
“Oh iya Cik, maaf, aku lupa. Maaf!” aku benar-benar lupa karena kelelahan tadi malam.
“Lepas celana panjangmu, dan lepas celana dalammu. Sekarang!” pinta Cik Annie.
“Eh, sekarang Cik? Kalau nanti setelah sampai saja bolehkah? Aku akan segera ke toilet” pintaku.
“Now!” ketus Cik Annie. Matilah aku. Melepas celana panjang dan
celana dalamku di dalam mobil di tengah keramaian kota? Tetapi aku tak
berani untuk melawan, terpaksa aku melepas celana panjangku. Saat celana
panjangku kulepas, Cik Annie berbicara dengan bahasa China ke sopir,
kemudian sopir itu tertawa keras sambil menolehku, entah apa yang mereka
bicarakan.
“Your underwear, please!” perintah Cik Annie.
Aku kemudian melepas celana dalamku. Entah kenapa batang penisku
mengeras, mungkin karena aku sambil melihat wajah Cik Annie, padahal
sudah aku tahan sekuat mungkin untuk tidak membayangkannya, tetapi
bayangan diriku yang membelai-belai pangkal paha Cik Annie yang masih
dibalut celana panjang kain itu tak bisa lepas.
“Kamu menegang, bayangin siapa?” tanya Cik Annie. Saat aku hendak
menjawab, tiba-tiba handphone Cik Annie berbunyi, ringtone handphone itu
menyuarakan lagu China yang tidak aku mengerti.
“Stop right there!” perintah Cik Annie. Aku menunda untuk mengenakan
celana panjang kainku. Aku malu dan menutupi batang penisku yang
mengeras, kawatir ada orang di luar taksi yang melihatku.
“Riki, ini atasanmu, Vira. Dia mau bicara” ucap Cik Annie. Aku agak
terkejut, kemudian mengambil handphone itu. Terpaksa batang penisku
tidak bisa kututupi dengan kedua tangan.
“Ya mbak, ini Riki. Ada apa mbak?” tanyaku.
“Hi Riki…. Gimana kabarmu? Baik-baik saja di Shanghai kan? Aku mau
merepotkanmu sedikit saja bolehkah? Ada data yang mau aku minta dari
kamu, data Buyer Complain History 2012, aku ingat kamu menyimpannya di
drive D lalu di folder Buyer. Aku boleh minta password komputermu?”
tanya Mbak Vira.
“Oh boleh mbak, passwordnya…aaahhhh…..” aku kaget. Tiba-tiba Cik
Annie menggenggam batang penisku dengan tangan kiri, sementara tangan
kanannya merangkul pundakku. Dia melepaskan satu tanganku yang masih
kugunakan untuk menutupi batang penisku, lalu perlahan-lahan mengocoknya
dengan lembut.
“Kenapa riki?” tanya mbak Vira.
“Oh, gapapa Mbak… Hmm…. Passwordnya, tapi Mbak Vira jangan marah ya?” ucapku sambil menahan nikmat.
“Kenapa riki? Buruan dong, aku butuh datanya segera” pinta Mbak Vira.
“Passwordnya, viralovely.” jawabku sambil merasa malu.
“Hahahahaha….. kamu ah, ada- ada saja… oke Riki, thanks ya, salam buat Annie, bye!” putus mbak Vira di telepon.
“You player!” jawab Cik Annie pendek. Aku tak menghiraukan, tetapi
nafasku mulai tersengal-sengal. Aku tak tahan untuk menjamah pangkal
paha Cik Annie, meskipun masih terbalut celana kain panjang. Kuusap-usap
pangkal paha itu, dan, ternyata dapat kurasakan langsung lekukan liang
kelamin Cik Annie. Ternyata dia tak memakai celana dalam!
Cik Annie mebuka lebar kedua kakinya dan menikmati belaianku, sementara tangannya mengocok batang penisku dengan makin cepat.
“Aaaahh.. riki…. Right there… yessss…aaaahh” racau Cik Annie. Aku mulai
menyadarai bahwa celana itu sedikit basah di bagian yang aku belai.
“Aahhh… rikiii…. Pleaase stopp, please stop, we’ve reached the hotel…
“ pinta Cik Annie sambil menahan nikmat. Cik Annie sebenarnya mampu
saja mengusir tanganku di pangkal pahanya dengan tangannya, tapi tidak
dia lakukan, dia hanya memintaku lewat ucapannya. Di luar terlihat
gerbang Shanghai Manhattan Business Hotel, Cik Annie segera merapikan
rambutnya, sedangkan aku mengenakan celana panjangku dan merapikan
pakaianku. Tiba-tiba Cik Annie meraih celana dalamku yang kubuang di
lantai mobil, kemudian dia membuka kaca mobil, dan melemparnya keluar.
Aku hanya bisa termangu melihatnya.
“Come on, we can’t afford to be late!” perintah Cik Annie untuk
segera bergegas. Aku keluar dari taksi dan segera menuju ke ruangan
meeting.
“Ladies and Gentlemen, today we will go to our research and
development center. It’ll take 45 minutes to get there by bus. Please go
to the lobby, the bus is already waiting” ucap Mr. Lu. Kami akan pergi
ke bagian R&D. Hari ini pasti akan sangat membosankan, pikirku,
karena aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang produk asesoris
tegangan tinggi.
“Hi Riki!” ucap Sarah singkat, yang kemudian duduk disebelahku. Aku
benar-benar terkejut, tiba-tiba saja Sarah muncul lagi, setelah semalam
kami berhubungan intim di pinggir kolam.
“Oh, hai!” jawabku singkat. Sarah tetap mengenakan blazer hitam,
tetapi kali ini blouse nya berwarna putih, dipadu dengan rok mini putih.
Hanya saja kali ini dia mengenakan ikat pinggang besar warna hitam.
Sarah kemudian mengeluarkan earphone nya dan mendengarkan musik,
tanpa memperhatikanku. Sialan, pikirku, 45 menit kedepan kuhabiskan
dengan melamun saja, tanpa ada yang bisa diajak bicara.
“Here we go, ladies and gentlemen, first of all, we’ll go to our
R&D Design Center, then we’ll go to R&D Lab. Follow me please.”
ucap Mr. Lu yang bergaya bak pemandu wisata.
R&D Design Center yang kami kunjungi sebenarnya tak ubahnya
kantor seperti biasa, hanya saja layar komputernya jauh lebih besar,
karena mereka menggunakan semacam aplikasi 3D untuk menggambar
komponen-komponen yang aku tak begitu mengerti gunanya. Meja-meja diatur
memanjang, dan tak dipisahkan oleh kubikel.
Kami diperkenalkan dengan Mr. Radu, R&D Leader, seorang laki-laki
keturunan India. Orang ini berbicara bahasa Inggris dengan sangat
cepat, sehingga aku sama sekali tak tahu artinya. Kami diperkenalkan
dengan Mr. Radu supaya setiap ada permintaan perubahan desain dapat
ditanggapi dengan cepat.
Setelah diperkenalkan dengan Mr. Radu, kami diajak untuk
berjalan-jalan lagi menyusuri ruangan berikutnya, yaitu Ruangan Customer
Quality Control, yang dipimpin oleh Mr. Wang. Aku benar-benar
memanfaatkan kesempatan ini, karena memang pekerjaan ku sangat berkaitan
dengan divisi ini. Setiap keluhan dari pelanggan disimpan di data
center yang mereka miliki, kemudian dipelajari dan dijadikan learning
point untuk manufaktur di setiap subsidiary.
“Oke guys, time to have lunch. Today we’ll have pizza for lunch” ucap
Mr. Lu. Mendengar menu makan siang itu aku langsung tak berselera.
“Riki, come on” ucap Cik Annie tiba-tiba sambil menarik tanganku. Aku
sedikit terhuyung, kemudian berjalan mengikuti Cik Annie yang menarik
tanganku. Dia mengajakku ke lorong yang kemudian berujung di Telephone
Room yang terdiri dari beberapa bilik. Kami masuk ke salah satu bilik
itu. Rupanya ini adalah ruangan khusus untuk menelepon ke luar negeri,
tampak dari poster di dinding bilik yang menunjukkan cara untuk
menelepon ke luar negeri. Di dalam bilik itu ada satu kursi dan meja,
serta satu pesawat telepon.
“Sebentar lagi Andrew akan mengadakan conference call, kamu ikut
mendengarkan saja ya!” perintah Cik Annie. Aku diam saja, sementara Cik
Annie menekan tombol di pesawat telepon sesuai petunjuk di poster. Cik
Annie menekan tombol speaker, sehingga conference call dapat dilakukan
tanpa perlu memegang gagang telepon, karena suaranya akan diperkeras
lewat speaker. Sesaat kemudian terdengar nada panggil.
“Hi, It’s Andrew here. Who has joined us?” tiba-tiba dari pesawat telepon terdengar suara Mr. Andrew.
“It’s Annie speaking from Shanghai” jawab Cik Annie yang tiba-tiba
membungkuk, kedua tangannya bersandar ke meja serta wajahnya didekatkan
dengan pesawat telepon supaya suaranya terdengar jelas, sementara aku
tetap berdiri di belakangnya. Posisi kami seperti membentuk posisi doggy
style.
“Oh Annie, how’s Shanghai? Still fucking hot right there?” tanya Mr. Andrew.
“Well, I’m still hotter than the weather” jawab Cik Annie sekenanya.
Sesaat kemudian beberapa orang terdengar bergabung di conference call
siang itu. Cik Annie tak sadar bahwa tepat dibelakangnya aku sedang
berdiri sambil memperhatikan pantatnya yang seksi dibalik balutan celana
panjang berbahan kain itu.
“OK guys, Let’s get it started. I want the report from every
division, like usual.” Ucap Mr. Andrew di telepon. Orang dari tim
produksi memulai berbicara di telepon. Sedangkan aku sudah tak tahan
lagi melihat pemandangan itu. Cik Annie membungkuk, pantatnya sedikit
digoyangkan ke kanan dan ke kiri, sementara kedua tangannya bersandar di
meja. Aku kemudian memberanikan diri menyentuh pantat itu. Kubelai
lembut kedua pantat yang seksi itu, yang mulus tanpa garis celana dalam.
Cik Annie sedikit menoleh kebelakang, kemudian kembali menoleh kedepan
untuk berkonsentrasi di conference call yang sedang berlangsung.
Perlahan-lahan kini mulai kubelai pangkal pahanya. Masih terasa
seperti pagi tadi, aku benar-benar menikmati belaian itu, sementara Cik
Annie mulai melebarkan kedua kakinya.
“Annie, could you please help me? I need you to meet Radu, we’re
gonna have a design change to fulfill our customer’s requirement.”
Tiba-tiba Andrew berbicara dengan Cik Annie.
“Just provide me the detail, I’ll meet him this afternoon” jawab Cik
Annie singkat. Aku semakin liar membelai-belai pangkal paha itu.
Kemudian Cik Annie menekan tombol Mute di pesawat telepon, tetapi tetap
berkonsentrasi tanpa menoleh kebelakang. Aku semakin memberanikan diri
untuk membelai pangkal paha itu.
“Aaaaaahhh rikiii….. mmh… yes, right there riki….. “ Cik Annie mulai
sedikit mengerang menikmati belaianku. Aku kemudian membuka ritsluiting
celanaku, tanpa membuka ikat pinggang, sehingga batang penisku segera
mencuat keluar. Aku masukkan batang penisku di pangkal paha Cik Annie
yang masih terlindungi celana panjang itu. Cik Annie kemudian sedikit
menutup kedua kakinya, sehingga batang penisku sedikit terjepit.
“Hahahaha… you naughty young boy…. Come on, shoot your load on me,
naughty boy!” ucap Cik Annie mulai liar. Batang penisku bergesekan
dengan celana kain Cik Annie yang terasa sangat lembut. Aku menggerakkan
batang penisku maju mundur. Sensasinya bagaikan dibelai oleh kain sutra
yang terlembut. Gerakanku semakin cepat.
“Aaaaahhh…. Hmm… hmm… that’s right riki…. Aaaahhh aaaah aaah aaah…..”
racau Cik Annie. Aku terus menggerakkan pinggulku maju mundur, dan
batang penisku bergesekan dengan kain yang lembut itu, tetapi sama
sekali tak terasa sakit. Nafasku terengah-engah menahan nikmat.
“Belum sampai puncak kan ki?” ucapnya sambil tersenyum nakal.
“Belum cik” jawabku asal.
“Hahahaha, that’s my boy. Sekarang, lepas celanaku ya, lalu masukin
dong penismu!” perintah Cik Annie. Aku kemudian membuka ritsluiting Cik
Annie dan melepas kaitnya, lalu celana panjang itu otomatis terjatuh ke
bawah. Terlihat liang kemaluan Cik Annie dari belakang, merah muda
ditumbuhi rambut tipis-tipis.
“This time you can touch my boobs, honey.” Goda Cik Annie. Aku belum
memasukkan batang penisku, karena benar-benar penasaran dengan payudara
cik Annie yang kemarin tak bisa kusentuh sama sekali. Dari posisiku di
belakang Cik Annie, tanganku kujulurkan ke depan, masuk ke blousenya
dari bawah, lalu tersentuhlah payudara yang sangat lembut yang tidak
dilindungi oleh bra. Rasanya sungguh luar biasa, menyentuh payudara
tanpa pernah melihatnya sama sekali. Kedua tanganku memilin-milin
putting Cik Annie.
“Aaahh… hmmm… yes, ki….. hmmmmhhh….” Racau Cik Annie saat
kupermainkan puting payudaranya. Tangan kanannya kemudian ke belakang
sambil meraih batang penisku, untuk dimasukkan ke liang kemaluannya.
“Go on riki… now pleaseeee…” pinta Cik Annie. Batang penisku yang sudah dibimbingnya kemudian kudorong, perlahan-lahan.
“Aaaaah…..aaah aaah aaah aaahhh….hmhhhhh….. yes, riki, right there pleaseee… aaaaaahhh…” Cik Annie mulai liar berbicara.
“Annie, please report. Any progress from Vietnam project?” dari
conference call yang kami acuhkan dari tadi tiba-tiba terdengar Mr.
Andrew berbicara memanggil Cik Annie. Cik Annie segera mematikan fitur
Mute, lalu mendekatkan wajahnya ke pesawat telepon.
“Sorry ndrew, dua hari ini saya belum diskusi dengan tim Vietnam,
I’ll get you updated soon” ucap Cik Annie singkat. Entah kenapa aku
tiba-tiba ingin mendengar Cik Annie melenguh menahan nikmat dan
terdengar di pesawat telepon. Kemudian kupercepat gerakan maju mundur
batang penisku ke dalam liang kelamin Cik Annie.
“Aaaah.. Damn you Riki!” teriak Cik Annie, sambil menoleh ke
belakang. Kemudian dia menutup mulutnya dengan tangan supaya lenguhannya
tidak terdengar, sementara batang penisku tetap maju mundur dengan
cepat.
“What’s up Annie? What did you say?” tanya Mr. Andrew yang saat itu sedang berbicara dengan divisi maintenance.
“Ahh.. no no.. nothing… I’m just reading a report and there’s
something wrong with it. Sorry.” Balas Cik Annie cepat lalu menekan lagi
tombol Mute supaya tak terdengar di conference call.
“Damn you Riki…. Can’t you aaaaaaaaahh… aaahhhh… ahhhh…” Cik Annie tak kuasa menahan nikmat karena ritme ku semakin cepat.
“OK Annie, now could you please tell me how is it going with your
visitation?” ucap Mr. Andrew berbicara lagi ke Cik Annie, sementara
tombol mute masih menyala.
“Aaahhh. Riki…. Ampuuunnn… aaahhh… aaahhh.. ahhh…. Please stop for a
while, I need to report to Andrew…. Aaaaahhh aahhhhh…” entah kenapa aku
merasa menjadi pihak yang berkuasa kali ini, dan Cik Annie memohon-mohon
kepadaku untuk berhenti sebentar, akan tetapi aku merasa sangat senang.
“Annie, are you still with me?” teriak Mr. Andrew.
“Riki…. Pleeeeeaseeeee……. Just for a while pleaaseee… aaahhh
aahhhhhhh…” pinta Cik Annie. Akhirnya kupelankan ritmeku tanpa
menghentikan gerakan maju mundur. Cik Annie kemudian mematikan tombol
Mute.
“OK Andrew…mmmhh.. hmm… the visitation is going well… Me and Riki are
now in The R&D Office. We had a lot of information to be applied on
our production system… aah.. hmm… One thing I notticed is… we could use
china design for our product in Indonesia, even though we have
different voltage rating.. hmmhh..” jawab Cik Annie sambil sedikit
menahan nikmat, karena batang penisku tetap menghujamnya meskipun
ritmenya pelan.
“OK Annie, you seem to be very exhausted. Get some rest, you still
have 3 days left in Shanghai. Grab as much opportunities as you can,
OK?” jawab Mr. Andrew.
“Well noted” jawab Cik Annie, yang kemudian segera menyalakan fitur
Mute lagi. Aku segera menaikkan ritme gerakan batang penisku lagi.
“Aaaaaaaahhh… rikiii…. Aaah…. This time you’re the bosss…. Aaah
aahhhh… fuck meee … fuck meee… aaahhhh…” racau Cik Annie dengan liar.
Batang penisku semakin cepat menghujam liang kemaluan Cik Annie tanpa
ampun, sementara orgasme keduaku semakin mengejar.
“Aaaaaaahhhh… riki….. I’m cumming riki…… fasterrrr pleaaseee… fuck
meeee….. aaaahhhh… rikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii….” batang
penisku menghujam semakin cepat, sementara orgasme telah mengejarku.
“Rikiiiiiiiiii……… fuuuckkkkkkkkkkkkmeeeeeeee aaahhhhhhhhh…” Cik Annie
mencapai orgasme nya, cairan di liang kemaluannya membasahi batang
penisku yang ikut memuncratkan sperma. Badan Cik Annie mengejang selama
beberapa detik, kemudian bergetar seiring nafasnya yang memburu.
Jari-jemarinya erat menggenggam sambil menahan nikmat. Beberapa saat
kemudian nafas kami yang memburu berangsur-angsur normal.
“Riki. Thanks for the punishment.” ucap Cik Annie sambil tersenyum kepadaku.
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Vira Chang
Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 6: The Shanghai Meeting – The Punishment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar