“Riki, could you please do me a favor? I left my doctor’s
prescription in my left drawer, could you please take it with you?
Tomorrow is Saturday and I don’t wanna go to office just for taking that
simple thing” dering sms dari Mbak Vira di hapeku tiba-tiba berbunyi,
membangunkanku dari lamunan panjang video underdesk buatanku sendiri.
“Piece of cake” jawabku.
Tak sadar sudah pukul 4.30 sore, dan dua jam lagi dinner dengan si
Pinoy sudah di mulai di Rolling Stone Café, Kemang. Aku baru sekali
pergi ke kafe itu, dan waktu itupun sound system untuk band sedang
bermasalah, sehingga kunjungan kedua kali ini tidak terlalu membuat
bersemangat bagiku. Apalagi suasana kafe itu agak gelap, jadi tidak
mungkin untuk membuat video underdesk.
Mobil genio civic ku meluncur ke Rolling Stone Café, Kemang. Aku
lebih suka lewat Pejaten Village untuk pergi ke daerah ini, karena
biasanya tidak terlalu macet. Kali ini aku berangkat sendiri ke kafe,
karena Mbak Vira pergi entah kemana sejak selesai meeting siang tadi.
Mbak Vira ternyata sangat suka dengan mobilku, walaupun sudah tua,
tetapi masih bernuansa muda, dengan dua pintu di kiri dan kanan, Mbak
Vira suka diantar pakai mobilku ke daerah Kemang, padahal mobilnya
sendiri jauh lebih keren, Nissan Terrano!!!
“Hai Riki, selamaat mallaann… “ sambut si Pinoy dan satu temannya
yang ternyata sudah berada di halaman parkir kafe. Mereka mencoba untuk
akrab, dengan cara mengucapkan salam, walaupun salah pengucapannya.
“Hi, Mr. Tim, it’s selamat malam, not malan… how’s the traffic?” balasku singkat kepada salah satu Pinoy itu.
“Ah, Jakarta is no different from Manila, every car’s honking their
damned horn all the time. By the way, where’s your sexy boss?”
“She’s on the way.”
“Oh, so she’s on the way… I hope she’s not going to bring his monkey, hahahaha”
Si Pinoy ini menyebut pacar dengan istilah “monkey”.
“Well, who knows?” jawabku cepat, padahal aku tahu Mbak Vira tidak
punya pacar, meskipun usianya sudah 34 tahun. Mungkin waktunya sudah
habis di kantor dan tempat gym.
Kami melangkah ke dalam kafe, langsung menuju ke lantai atas, di meja
dekat jendela kaca. Orang-orang Filipina ini langsung memesan Bir
Bintang, bir khas Indonesia (best beer in the world, I said), dan
menurutku itu pilihan yang tepat, daripada bir San Miguel khas Filipina
yang rasanya mirip kencing kelinci (rasa kencing kelinci aja ga tahu
kayak apaan). Mereka berdua sepertinya hendak mabuk-mabukan sampai
teler, terlihat dari daftar pesanan minuman yang ditambahkan kemudian,
yaitu Tequila 1 botol, Grey Goose Vodka 1 botol, dan Bols rasa lemon 1
botol. (Anjiiir, aku minum dua gelas aja udah mual..)
Malam itu sound system untuk band ternyata tidak ada masalah. Home
band mulai menghidupkan dan setting alat2nya, kemudian mulai memainkan
lagu pertama, “About a Girl”, lagunya Nirvana. Aku lebih suka melamun
dan terbawa suasana lagu daripada berbincang dengan si Pinoy.
“Hi guys… “ tiba-tiba suara Mbak Vira mengagetkanku.
Bau wangi dan segar, berarti dia dari setelah meeting sempat pergi ke
rumah untuk mandi dulu. Baju yang dikenakan mbak Vira agak berbeda kali
ini, serba putih! Blouse putihnya agak rendah (seperti yang biasa
dipakai Agnes Monika saat jadi juri Indonesian Idol 7) sehingga belahan
dadanya sedikit terlihat. Bra nya yang berenda juga tercetak samar-samar
dibalik blouse yang tipi situ. Rok putih yang dia pakai tetap rok
selutut (ga pernah sekalipun Mbak Vira pakai rok mini), dan high heels
putih makin menambah tinggi tubuhnya. Mbak Vira termasuk wanita yang
tidak suka make up berlebihan, dia bahkan jarang menggunakan lipstick,
meskipun begitu bibirnya sudah berwarna merah muda.
“Ah, my lady…. Where’s the lucky guy” si Pinoy menanyakan pacar Mbak Vira.
“He’s not that into activities like this” mbak Vira menjawab seakan-akan dia punya pacar.
“Oh well, so this night we are now the lucky bastards, hahahahaha” si Pinoy ngakak sangat keras, benar2 memalukan saja.
“Come on, sit next to me” pinta si Pinoy, yang di iyakan oleh Mbak Vira.
Diam-diam aku merasa iri, karena pasti mereka ingin bersentuh-sentuhan dengan Mbak Vira saat kami semua sudah mabuk.
Aku tidak tahu kapan si Pinoy memesan makanan, tiba-tiba saja makanan
pilihan mereka sudah terhidang di meja untuk kami. Dan astaga, semuanya
escargotttt!!! Buset ini orang, kita disuruh makan bekicot, padahal
sama-sama pemakan nasi. Akhirnya aku tetap makan juga, walaupun dengan
hati yang tidak bersemangat, dan tentunya juga tidak berasa kenyang
kalau tidak ada nasi.
“Riki, come on, one shot whit us, hahaha” pinta Pinoy.
Aku langsung mengangkat gelas kecil untuk minum tequila, dan
melakukan toss dengan si Pinoy, kemudian toss dengan mbak Vira, dan
langsung minum satu shot.
“Tim, Riki would drive me home, so he would not have many shots” Mbak Vira mengingatkan kepada si Pinoy.
“Aaaah, too bad… you should celebrate this night with us…” si Pinoy
yang bernama Tim mulai meracau karena dia menambahkan sendiri tequila ke
dalam gelasnya, sehingga dia lebih mabuk daripada yang lain. Mbak Vira
terkesan enggan untuk ikut mabuk-mabukkan dengan mereka, dan dia
menghindari minuman beralkohol itu.
“My dear Viraa… I have a game for you… take 10 shots with your hands
tied off on your back, and I’ll guarantee you our order for your company
for 14 months!!!! Hahahaha, come on, I know you can do it” tiba-tiba si
Pinoy bernama Tim yang duduk di sebelah Mbak Vira menantangnya untuk
minum di gelas dengan kondisi tangan diikat ke belakang (mbak Vira harus
menunduk, menggigit gelas, dan menengadah ke atas untuk meminumnya).
“Ah, no no, I’m not that strong..” Mbak Vira secara halus menolak,
meskipun dia tahu, keputusan rapat siang tadi adalah jaminan order
produksi selama 5 bulan, dan 14 bulan berarti bonus besar, cuti tambahan
20 hari, dan kenaikan pangkat.
“Ah come on, I know you can do it… hahahahaha, come on”.. paksa si Pinoy.
Mbak Vira sejenak memandangku dengan ragu.
“No cheating, OK?” Mbak Vira menuntut si Pinoy utuk tidak ingkar janji.
“I’m a man of my word” si Pinoy menepuk-nepuk dadanya.
“Tomorrow I’ll sign the deal for 14 months order” lanjut si Pinoy.
Si Pinoy kemudian memesan 10 gelas baru yang diberi sedikit garam,
kemudian menyusunnya berjejer di meja, dan mengisikannya dengan tequila
(4 gelas terakhir di isi dengan grey goose vodka, karena tequilanya
sudah habis). Mbak vira sedikit memajukan posisi duduknya dan
menyilangkan kedua tangannya ke belakang, kemudian si Pinoy menggenggam
kedua tangan mbak Vira, seperti polisi yang sedang menahan penjahat
wanita, pikirku.
Mbak vira menundukkan kepalanya untuk menggigit gelas pertama,
kemudian perlahan-lahan menengadah dan meminum tequila yang sedikit
tumpah mengalir lewat samping bibirnya, dan menetes langsung ke payudara
kirinya. Aku terkesima melihat pemandangan itu. Renda Bra mbak Vira
sedikit tercetak dari blouse yang terkena tetesan tequila.
“hahaha, first shot, good start, come on honey… “si Pinoy mulai memanas manasi.
Mbak Vira kemudian menunduk dan menggigit gelas kedua, kemudian
menengadah lagi dengan cepat untuk meminumnya. Sepertinya Mbak Vira
ingin agar cepat selesai.
“Hey hey… slow down.. baby… take it easy… “ si Pinoy gila itu mulai menikmati permainannya.
Gelas ketiga mulai digigit mbak vira, akan tetapi saat dia
menengadah, gelas itu tidak tepat berada di tengah-tengah mulutnya, dan
setengahnya tumpah ke payudara kirinya. Si Pinoy memelototi payudara
Mbak Vira dari dekat penuh nafsu. Tangan Mbak vira hendak berontak untuk
membasuh badannya yang sedikit basah, tetapi si Pinoy makin menggenggam
dengan kencang.
Mbak Vira mulai berhati-hati dengan gelas keempat, dia meminumnya
dengan pelan-pelan. Si pinoy yang satunya tertawa sangat keras dan
bertepuk tangan, dan si Tim yang bertugas memegangi tangan Mbak Vira
tetap memelototi payudara kiri Mbak Vira.
Sebelum mbak Vira menunduk untuk gelas kelima, si pinoy yang satunya
beranjak dari tempat duduknya dan berpindah ke sisi kanan mbak Vira,
sementara si Tim makin mengencangkan pegangannya. Si pinoy yang satunya
itu memegang kepala Mbak Vira dan membimbingnya untuk menunduk dan
menggigit gelas kelima, kemudian menjaga supaya semua tequila di gelas
itu tidak ada yang tumpah. Aku melihat leher mbak Vira yang menelan
semua minuman itu sambil terengah engah, sementara keringat mulai muncul
di keningnya.
“Oh shit!!!” teriak Mbak Vira saat gelas keenam diminum.
Mbak Vira tersentak kaget, karena kali ini bukan tequila, tetapi
greygoose vodka. Meskipun kadar alkoholnya tidak jauh berbeda, tetapi
Mbak Vira sepertinya kaget dengan rasa yang berbeda. Gelas keenam itu
lepas dari gigitannya dan jatuh menumpahi payudara kirinya. Kali ini
payudara sebelah kiri Mbak Vira benar-benar basah, renda-renda bra nya
tercetak dengan jelas. Mata Mbak Vira mulai memerah. Si Tim kemudian
mengambil tissue dan tiba-tiba membasuh payudara Mbak Vira yang basah.
Mbak Vira sama sekali tidak berontak.
“Easy honey… it’s ok… come on, you can do it…” bujuk si Tim orang Pinoy berotak kotor itu.
Aku benar-benar terkesima dengan pemandangan itu, si Tim memegangi
payudara kiri Mbak Vira dengan tissue, dibasuhnya dengan pelan-pelan,
jelas telihat dia tidak bermaksud membasuh, tetapi membuat supaya bra
mbak vira semakin tercetak di blousenya yang basah. Dan bra mbak vira
memang lama-lama makin tampak dibalik blouse tipisnya.
Mbak Vira segera menggigit gelas ketujuh, dan meminumnya. Jelas
terlihat mbak Vira ingin segera menyelesaikannya. Tim masih belum
melepaskan tangannya dari payudara kiri Mbak Vira, sementara tangan
satunya tetap menggenggam tangan Mbak Vira dengan kencang. Tiba-tiba Tim
mencium leher Mbak Vira. Mbak Vira memejamkan mata, sama sekali tidak
membuka matanya saat lehernya dicium Tim, sementara tangan Tim sudah
tidak hanya memegang, tetapi mulai meremas remas payudaranya.
Mbak Vira mulai merebahkan badannya ke sandaran kursi di belakang
sambil terengah-engah. Matanya memerah, bibirnya gemetar. Masih ada tiga
gelas lagi di hadapannya. Tiba-tiba si Pinoy yang duduk di sebelah
kanan Mbak Vira memandang kebawah dan tangan kanannya membuka kedua paha
Mbak Vira, dan mulai mengelus-elus paha di balik roknya. Mata Mbak Vira
terpejam lagi, bibirnya sedikit terbuka, dan mengerang-erang halus,
seakan-akan menikmati sentuhan-sentuhan di payudara dan pahanya.
Sejurus kemudian saat Mbak Vira akan menunduk lagi untuk gelas kedelapan, pinoy yang satunya itu mencegahnya.
“Not that fast, sweetheart… enjoy the game…” ucap si pinoy yang satunya itu tadi, yang entah siapa namanya aku tidak tahu.
Si pinoy itu menunduk sedikit, tangannya seakan hendak merengkuh sesuatu
yang jauh, kemudian pinggul Mbak Vira terangkat sedikit, dan kembali
bersandar lagi beberapa saat kemudian. Si pinoy itu ternyata menarik
celana dalam Mbak Vira dan melepasnya! Celana dalam itu dilemparkannya
di meja di hadapanku. Putih, berenda-renda, hanya kali ini tidak
berlubang di tengahnya. Aku cepat-cepat mengambilnya dan menyimpannya di
saku celanaku supaya tidak terlihat orang dari jauh.
Mbak Vira mulai membuka matanya, dan menunduk untuk menggigit gelas
ke delapan. Saat dia menengadah, si Pinoy yang di sebelah kanan Mbak
Vira mulai merogoh lebih dalam lagi. Mbak Vira terkejut, dan tidak
sempat terminum semuanya… gelas ke delapan itu tumpah ke samping. Si Tim
sudah mulai masuk ke dalam blouse untuk meraba-raba isi payudara Mbak
Vira, sedangkan si Pinoy satu lagi sudah menjamah kemaluan Mbak Vira
yang sudah tak terlindungi celana dalam. Mbak Vira mulai terengah-engah
sambil memejamkan matanya. Bibirnya semakin bergetar hebat. Aku sedikit
melihat kebawah, dari situ hanya terlihat ujung high heel Mbak Vira.
Dari situ aku dapat menyimpulkan, kedua kaki Mbak Vira benar-benar
membuka lebar. Aku lumayan terkejut, seharunya jika Mbak Vira tidak
menikmati permainan itu, dia menutup rapat kedua kakinya, tapi saat ini
kedua kakinya benar-benar membuka lebar!
“Two more shots… two more shots … and I will get 14 months order…
okay?” tiba-tiba Mbak Vira berbicara sambil memejamkan matanya.
“Go on honeey…. Take your shot, hahahaha” timpal Tim.
Tangannya sudah masuk ke blouse putih Mbak Vira dan mengelus-elus
putingnya. Sementara si Pinoy satu lagi mulai menggetarkan tangannya di
dalam rok Mbak Vira. Mbak Vira membuka matanya, bibirnya bergetar,
tangannya tersilang kebelakang tak berdaya. Dia mulai membungkukkan
badan, menggigit gelas kesembilan, dan mulai menengadah. Saat gelas
kesembilan itu terminum semuanya, dia kemudian melihat ke depan, ya
kearahku! Matanya sudah sangat merah, bibirnya bergetar. Sejurus
kemudian, Mbak Vira tersenyum kepadaku, dan mengedipkan mata!
Aku benar-benar tak tahu kode apa yang diberikan Mbak Vira kepadaku. Aku
benar-benar terdiam terpaku, sementara di depanku, atasanku yang cantik
sedang digarap oleh dua pinoy. Kemaluanku sudah berdiri dan mengeras
sedari tadi.
“Oke… this is the last shot, alright? If you lie, then you’re dealing
with the wrong woman!” ucap Mbak Vira tiba-tiba kepada Tim.
“told you before… I’m a man of my word, honey, hahahaha” balas si Tim.
Kemudian Mbak Vira menunduk untuk menggigit gelas terakhir, sementara
si Pinoy yang satunya makin menggetarkan tangannya di dalam alat
kemaluan Mbak Vira.
Saat alkohol mulai melewati bibirnya, tiba-tiba mbak Vira mengerang
hebat… badannya menegang ke depan, tubuhnnya kaku selama 2 detik,
kemudian menggelinjang hebat. Gelas yang dia minum terjatuh, Mbak Vira
memejamkan mata, wajahnya menoleh jauh ke kiri belakang, bibirnya
sedikit tergigit, menunjukkan rasa nikmat mencapai titik orgasme
“Aaaaaaaahhhhhhhhh….. oooohh mmmyyyyyyy……” Mbak Vira mulai meracau…
napasnya memburu dan mulai tersengal-sengal…. Orgasmenya tercapai
diiringi pengaruh alkohol dan sentuhan-sentuhan pada payudara dan liang
kemaluannya.
Mbak Vira terduduk lemas. Tim melepaskan tangannya, dan si Pinoy yang
satu lagi mengangkat jarinya yang basah. Mereka kemudian langsung pergi
meninggalkan Mbak Vira yang terduduk lemas di kursi, dengan menyisakan
satu botol Bols rasa lemon yang belum sempat diminum.
“Riki… take me home”… pinta Mbak Vira memelas.
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Vira Chang
Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 2: Vira Chang – The Execution
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar