“Attention please… we’re now going to our R&D Lab. This way
please” ucap Mr. Lu. Kali ini acara ke laboratorium R&D tidak
dimulai dengan tepat waktu. Seharusnya setelah makan siang, kami segera
beranjak ke laboratorium, tetapi ternyata Mr. Lu ada meeting sebentar
selama satu jam, sehingga baru pukul 2 siang kami bisa pergi dari tempat
makan siang. Cukup kebetulan, pikirku, setelah aku dan Cik Annie
berhubungan intim di bilik telepon, kami masih memiliki kesempatan untuk
makan siang, meskipun menunya hanya pizza. Untung saja pizza yang
disajikan bergaya Amerika, rotinya tebal dan mengenyangkan, meskipun aku
lebih suka pizza Italy yang lebih tipis.
“Ladies and gentlemen, before going through this gate, we have to
wear Safet Helmet and Safety Glass. Please grab it from the desk on your
left!” pinta Mr. Lu. Kami pun menurut, memakai helm yang menurutku
mirip helm proyek berwarna kuning, lalu mengenakan kacamata transparan
yang biasa dipakai orang tambang atau konstruksi.
“Oh, and don’t forget to wear the Lab Suit” tambah Mr. Lu, Pakaian
yang dia maksud adalah jubah putih semacam baju jas praktikum. Aku
merasa sangat kikuk saat memakainya.
Sesaat kemudian kami di bawa masuk ke sebuah ruangan yang sangat
besar, di dalamnya terdapat peralatan-peralatan aneh. Di ujung kanan
terdapat tiang besar yang di ujungnya terdapat bola-bola perak kecil
yang berkumpul membentuk sebuah bola besar, mirip lampu diskotik,
pikirku. Sedangkan di ujung kiri terdapat dua menara kecil yang mirip
menara SUTET, kedua menara kecil itu tersambung dengan kabel. Dan di
tengah-tengah kami terdapat empat kubikel yang membentuk bujur sangkar,
sangat kontras ukurannya dibandingkan dengan ukuran ruangan ini.
“This is Dr. Karapish, he’s the Master of our product superiority”
ucap Mr. Lu memperkenalkan seseorang dengan cara yang berlebih-lebihan.
Orang yang disebut Dr.Karapish tadi hanya tertawa kecil. Menurutku,
namanya sangat aneh, entah dari negara mana dia datang. Aku baru
menyadari di ruangan sebesar itu hanya ada dia seorang diri.
“Hi, I’m Karapish, you don’t have to call me Doctor. I’m the R&D
Lab Head, I lead every equipment testing in this room.” ucapnya sopan.
“Right now my team is doing a maintenance work in another plant, so
unfortunately you could only meet me right now”, sambung Dr. Karapish.
Dr. Karapish ini adalah seorang laki-laki pendek berambut putih
berkacamata bundar. Wajarlah dia bertampang seperti itu, seperti
layaknya orang pintar, pikirku.
“At the right corner, we have a lightning simulator. This instrument
could simulate a lighning striking our high voltage instrument.” Ucap
Dr. Karapish sambil menjelaskan tiang besar dengan bola-bola perak yang
mirip lampu diskotik tadi.
“At the left corner, we have a Durability test for our high voltage
instrument. As you can see that we have two mini high voltage towers.”
Jelas Dr. Karapish.
“Did you mention Durability test? So you’re testing our instrument
like… 5 years mabye? As we know our cable must have long time
durability, right?” tanya Sarah yang tiba-tiba ada di belakangku.
Rupanya Sarah ini memang wanita cerdas. Aku langsung terbayang apa yang
kami lakukan di pinggir kolam kemarin malam.
“Good question, lady…? “tanya Dr. karapish.
“I’m Sarah from Phillipine.” Jawab Sarah.
“Ah, Sarah from Phillipine. Look, we don’t have to wait for 5 years
to test the durability. We have a test method to represent that 5 years
durability. We name it Reliability and Durability Test, the RDT. We will
apply much higher voltage than it should for a week to represent that 5
years durability.” Jelas Dr. karapish.
“Oh I see. So that will represent 5 years of usage, right?” tanya Sarah.
“Beautiful genius you are, Madame.” jawab Dr. Karapish sambil
menggoda. Aku hanya mengangguk-angguk meskipun tak tahu kenapa bisa
seperti itu.
Kami kemudian diajak berjalan-jalan mengelilingi pojok lain dari
laboratorium itu, dan aku pun semakin tak mengerti apa yang dijelaskan.
Hanya saja ada satu yang aku tahu, ternyata di China memakai rating
tegangan 145kilovolt, sedangkan di Indonesia memakai 150 kilovolt,
seperti yang aku sering lihat di gardu induk di Jakarta. Perbedaan
rating tegangan itu menyebabkan instrumen-instrumen dari China tidak
bisa serta merta langsung dipakai di Indonesia, dan harus dilakukan
modifikasi.
“Alright guys. That’s all from me. Don’t hesitate to call me if you
have any issue on equipment testing” pungkas Dr. Karapish. Aku merasa
lega karena kunjungan kali ini terasa sangat lama sekali.
“Ah, one question. Where are you from? Your name doesn’t sound
familiar” tanyaku tiba-tiba. Aku juga tak menyangka akan menanyakan
pertanyaan ini.
“Hahaha… yes I know, you’re not the first person asking that
question. I’m from Ukraine. A beautiful country” ucap Dr. Karapish. Aku
langsung mengangguk-angguk. Yah, hanya satu pertanyaan itu saja yang
dari tadi ada di benakku.
“Alright ladies and gentlemen. It’s already 5.30pm, time to go home.
The bus is already waiting. Put back your clothes, safety helmet and
glasses on the desk” pinta Mr. Lu.
“Mr. Lu, i need to have further discussion with Dr. Karapish, along
with Riki and Sarah, so we won’t join you going home by bus. We’ll take
taxi from here.” Ucap Cik Annie pelan ke Mr. Lu, namun aku bisa
mendengarnya.
“Alright Annie, are you sure you know how to order taxi from here?” tanya Mr. Lu.
“Yes” ucap singkat Cik Annie yang dibalas dengan anggukan singkat Mr.
Lu. Sejenak dia melihat ke arah Sarah yang ada di belakangku dengan
pandangan yang misterius, kemudian beranjak pergi.
“Dr. Karapish, could we have a discussion with you? It’ll take 30 minutes only.” Pinta Cik Annie.
“Oh sure,please, come to my desk” ucap Dr. Karapish ke arah kubikel
kecilnya di tengah-tengah lab. Cik Annie, aku, dan Sarah mengikuti di
belakangnya. Aku masih terheran-heran, kenapa Sarah juga diharuskan ikut
meeting oleh Cik Annie.
“It’s like this, Doctor. As you know that our voltage rating is
150kV, and we are currently selling many instruments which is originated
by China Team but already modified by you, so it could be used in 150kv
system.” Ucap Cik Annie.
“Ah, yes, I know Indonesia use 150kV. I modified many instruments for
you about 3 years ago. So, what can I do for you?” tanya Dr. Karapish.
“Well, we see so many new products at R&D Office this morning,
and we are about to sell it in Indonesia. The question is, how long will
you take to modify it?” tanya Cik Annie.
“Aahh.. yes yes, that question. Well, actually, it depends. If we are
in a tight schedule doing job for other country, then I can’t promise
you anything. But normaly It will take 40 days. 2 weeks for modification
job, a week for Reliability and Durability Test, and the rest is
administration job. After that, you can request for a mass producton.”
Ucap Dr. Karapish.
“Are you now doing job for other country?” tanya Cik Annie.
“Well, yes, for Vietnam project, but somehow they cancelled the job.
So, I think if you already created the proposal and approved this wek,
next week we could start the job.” Balas Dr. Karapish.
“Very Good Dr. Karapish. This request actually came from Vira, my
partner.” Balas Cik Annie. Aku melihat gelagat yang aneh di wajah Sarah
begitu mendengar nama Mbak Vira disebut. Dia merasa sedikit gelisah.
“Ah, that beautiful lady. Yes, I know her, about 3 years ago she came
to me asking for the same question for the products that you are
selling right now. Yes, Vira. Hahahahahaaaaa…..” tawa Dr. Karapish
sangat keras. Aku merasa aneh mendengar tawa Dr. Karapish. Pikiranku
langung menuju ke hal-hal yang buruk, jangan-jangan dulu Mbak Vira
bersedia berhubungan intim dengan Dr. Karapish supaya produknya segera
di tes.
“Alright, Doctor. And one more thing actually.” Cik Annie tiba-tiba
mengeluarkan Blackberry Porsche Design nya, mengutak-atiknya sebentar,
kemudian memberikannya kepada Dr. Karapish. Dr. Karapish menerimanya dan
membaca sambil mengerutkan kening, kemudian beberapa saat dia tertawa
lebih keras lagi.
“Hahahahahahahahaaa…… Oh My God you Vira… smart lady you are…
hahahahahahahaa….. and you are Sarah, right? Sarah from Phillipine,
right?” ucapnya sambil menunjuk Sarah yang ada di sampingku. Aku baru
menyadari bahwa pagi tadi kami juga duduk berdampingan. Jas putih
besarnya menutupi blazer yang dia kenakan, tetapi blouse putihnya yang
rendah benar-benar mengalihkan perhatianku.
“Yes” ucap Sarah lirih. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
“Hahahahaha…. You’re smart, beautiful lady. But maybe this is not
your time. Next year, maybe. I will wait for both of you coming to me
here. Hahahahahahaha…. “tawa Dr. Karapish.
“Alright Annie, I need to finish some work with my tools. You can use
any place here but not that tower, OK!” ucap Dr. Karapish sambil
menunjuk ke tower yang menurutku mirip lampu diskotik tadi.
“Thanks, doctor” ucap Cik Annie sambil berjabat tangan dengan Dr. Karapish.
“Riki, Sarah, follow me!” ucap Cik Annie. Kami pun mengikutinya
menuju ke salah satu pojok laboratorium tempat peralatan yang mirip dua
tower mini tadi. Aku sedikit menoleh ke belakang, Dr. Karapish sedang
menghidupkan peralatannya, dan beberapa saat kemudian terdengar
dengungan listrik yang misterius.
(suara tamparan pipi) “Plakkkkk” Cik Annie tiba-tiba menampar pipi
Sarah dengan keras. Helm proyek berwarna kuning dan kacamatanya hampir
jatuh. Sarah mengerang pelan. Aku benar-benar terkejut.
“Riki, slap her!” perintah Cik Annie. Aku kebingungan.
“Don’t hurt me..” ucap Sarah lirih.
“Riki, slap her, will you?” perintah Cik Annie dengan keras.
(suara tamparan pipi) “Plakkk” tamparku pelan-pelan ke pipi Sarah. Aku benar-benar tidak tega.
“Harder Riki! This is order!” perintah Cik Annie. Aku benar-benar
merasa kebingungan, akhirnya aku memberanikan diri untuk menampar dengan
keras.
(suara tamparan pipi) “Plaaaakkkkk…”
Aku menampar Sarah dengan sangat keras. Sarah terjatuh ke lantai dan
mulai menitikkan air mata, sambil tangannya memegangi pipinya yang
kutampar. Aku benar-benar merasa bersalah, meskipun aku sedikit bisa
melihat celana dalam Sarah pada saat dia terbaring.
“Now Sarah, you know what to do. Do it know!” perintah Cik Annie. Cik
Annie mengeluarkan lagi blackberry nya dan mulai merekam kami berdua.
Sarah bangkit dan berjalan ke arahku. Kemudian dia melepaskan ikat
pinggang warna hitamnya, memberikannya kepadaku, aku menerimanya dengan
kebingungan. Lalu Sarah menyibakkan rok mini putihnya ke atas dan
melepas celana dalamnya, melepas kaca mata laboratorium, dan mengikatkan
celana dalamnya sendiri di kepala untuk menutupi matanya, lalu berbalik
membelakangiku sambil menjulurkan tangganya kebelakang, seakan-akan
meminta untuk diikat.
Aku melirik ke arah Cik Annie. Cik Annie yang dari tadi melihat ke
arah blackberrynya yang digunakan untuk merekam, kemudian berpaling
kepadaku, memberi tanda untuk mengikat Sarah. Aku kemudian mengikatkan
ikat pinggang itu ke tangan Sarah yang sudah dijulurkan ke belakang.
“Don’t hurt me please..” ucap Sarah lirih. Dari belakang tubuh Sarah
sama sekali tidak terlihat karena tertutupi jas laboratorium putih.
Kusibakkan jas itu ke atas, dan mulai kuraih liang kemaluan Sarah dari
belakang.
“Ahhhh “ lenguh Sarah pelan. Suaranya yang lirih itu semakin
membuatku berani untuk mengeksplorasi liang kemaluannya. Dari belakang
aku bisa melihat Sarah yang menikmati permainan tanganku, kepalanya yang
ditutupi helm proyek menengadah ke atas.
“Rape her, Riki, Rape her!” tiba-tiba Cik Annie berteriak keras. Aku
kemudian semakin bersemangat untuk menggetarkan jari-jemariku di liang
kemaluan Sarah.
“Ahhh… slow down pleasee… aahh.. aaaahhhhhhhhhhh… Riki….. pleaseeeee…
slooow dowwn…. Aahh..” racau Sarah menahan nikmat. Bunyi
kecipak-kecipak terdengar dari tanganku yang kupermainkan di liang
kemaluan Sarah yang mulai basah.
“Rikiii… aaaahhh… slow dowwwn pleaseee….. aahh… riki…..
pleeeeeasee…….” Aku hanya bisa membayangkan wajah Sarah karena posisinya
yang membelakangiku. Selama 10 menit kupermainkan jari-jariku di liang
kemaluannya.
“Ooooooohhh…… aaahhh.. .aahhhh… ahhh…aaahhhh… rikiiiii…. Iiiii’mm
cummiiiinngggg……… aaaaahhhhh aaahhh aaahhhh …” badan Sarah mengejang
menahan orgasme, wajahnya mendongak ke atas, sementara kedua tangannya
yang terikat menggenggam dengan erat.
“Hahahahaha….. take that, you bitch! Hahahahahaaa….” Tawa Cik Annie dengan keras begitu melihat orgasme Sarah.
Kemudian aku membalikkan badan Sarah, dan menurunkan blousenya ke
bawah. Kedua payudara yang tidak dilindungi bra itu menyembul dengan
gagah. Kubelai lembut puttingnya sebelah kiri, sambil kucium perlahan
bibirnya. Helm proyek yang kami kenakan membuatku sedikit repot untuk
berciuman, karena ujung dari helm kami saling beradu. Aku harus
memiringkan wajahku supaya dapat meraih bibir Sarah.
Sarah membalas ciumanku dengan lemah, bibirnya bergetar setelah
mengalami orgasme tadi. Sebenarnya aku ingin melihat matanya, tetapi
mata yang tertutup oleh celana dalam itu semakin membuat libidoku
semakin naik. Kemudian aku membaringkan Sarah ke lantai dalam keadaan
telentang. Aku melepaskan celanaku, meskipun masih memakai jas lab. Aku
jadi teringat video porno tentang dua dokter yang masih mengenakan jas
kerja putih dan berhubungan intim di ruang praktek.
“Riki… slowly please…. “pinta Sarah lirih. Tangannya terikat ke
belakang, blousenya tertarik kebawah tanpa mampu menyembunyikan kedua
payudaranya, sementara rok mininya terangkat ke atas, menyingkap liang
kemaluannya yang menantangku.
“Aaaaaahh…… Rikiiii…. Aaaahhhhhh….” Racau Sarah saat batang penisku
masuk ke liang kemaluannya. Kumasukkan lebih dalam lagi dan Sarah
mendongakkan kepalanya di lantai. Suara helm proyek nya yang terantuk di
lantai terdengar di telingaku.
“Go Riki! Go!” ucap Cik Annie yang masih memegangi blackberrynya
untuk merekam adegan kami. Dia berjongkok menghadapku untuk merekam
lebih dekat. Celana kain bagian pangkal paha nya basah tanda Cik Annie
pun ikut terangsang.
“Slep slep slep slep slep slep!” Aku sengaja dengan tiba-tiba mempercepat hujaman batang penisku ke liang kemaluan Sarah.
“Aaaaaahhhhhhh…. Rikiiiiii… slowlyyyyy aaahhhhhhh…. Pleaasee………
pleaasee…. Aahhhhh… ahh ahh ahh ahh ahhh” racau Sarah. Aku semakin liar
memacu batang penisku ke dalam liang kemaluan Sarah, sementara bibirnya
bergetar menahan nikmat.
“Rikiii…. Aaah aaahh aahh ahh ahhh…. I’m cumming again rikiiii…..
aaaaahhhhhh” racau Sarah, liang kemaluannya semakin menjepit batang
penisku.
“Aaaaaaahhhhh… rikiiiii……aaaaaaaaahh………..i’m cummiiinnnnn… aahhhhh”
Sarah mengalami orgasmenya yang kedua. Badannya mengejang lagi. Nafasnya
memburu tak beraturan.
“Hahahahaha… you slut! Doesn’t take long time to feel orgasm again? You damn slut!” umpat Cik Annie sambil tetap merekam kami.
Aku kemudian mengangkat badan Sarah, dan melepaskan ikatan tangannya,
kemudian kugiring dia menuju ke salah satu dari tower mini tadi, dan
membimbingnya supaya berposisi membungkuk, sementara kedua tangannya
berpegangan ke tower mini. Kemudian dari belakang aku menyibakkan lagi
jas lab putih itu, dan menghujamnya dari belakang dengan batang penisku.
“Hahahaha…. Nice Riki….. doggy style!” tawa Cik Annie dengan keras.
“Aahhhh… aaahhh… aahhh…. Ahhhhhhhh….” Lenguh Sarah menahan nikmat.
Belum pernah aku menghujamkan batang penisku secepat ini di liang
kemaluan wanita.
Selama beberapa saat aku terus menghujam Sarah tanpa henti, Sarah
beberapa saat menoleh ke belakang, meskipun dia tak bisa melihat apa-apa
karena matanya tertutup celana dalam. Badannya terdorong-dorong ke
depan akibat hujamanku yang tak henti-henti.
“Slap her, riki! Slap her!” perintah Cik Annie. Aku yang diawal tadi
merasa tak tega kepada Sarah kini berani menampar pantatnya yang putih.
(suara tamparan) “Plakkkk… Plakkkk… Plakkk..” aku menampar pantat
Sarah, sementara Sarah bukannya mengerang kesakitan, tetapi tetap
melenguh lenguh menahan nikmat.
“Aaaaaaaaaahhhhh rikiiii………..” lenguh Sarah dengan liar. Aku semakin
mendekati puncak orgasmeku, sementara Sarah tetap melenguh lenguh liar.
“Slep slep slep slep slep slep slep slep slep” hujaman batang penisku
semakin liar di liang kemaluan Sarah. Aku semakin tak tahan lagi dengan
kejaran orgasme yang semakin ke puncak.
“Aaaaaaaaahhhhhhh riikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…..aaahhhhhh……………
……” lenguh Sarah panjang, liang kemaluannya membanjiri batang penisku
yang ikut memuntahkan sperma. Badan kami menegang beberapa saat,
kemudian terengah-engah menahan nikmat.
Badan Sarah melemas, nafasnya berangsur-angsur memelan, sementara aku
berusaha mengatur nafas sambil mencabut batang penisku yang berada di
liang kemaluan Sarah.
“Riki, good job! Come with me, we’ll go home!” ucap Cik Annie. Dia
memasukkan blackberry nya ke dalam tas, lalu beranjak pergi. Aku mencium
kening Sarah yang terbaring lemas di lantai laboratorium, kemudian
pergi meninggalkannya. Ya, meskipun dalam hati aku tak tega
meninggalkannya dalam posisi seperti itu.
*Di kamar hotel*
Sambil berbaring kelelahan aku membuka handphone ku, dan mendapatkan satu email dari Mbak Vira:
From: Vira Taniasari
To: Riki Waworuntu
Date: July 3, 2013, 06:35:47 pm
Hai Riki… Gimana kabarmu di Shanghai? Baik-baik aja kan?
Riki… ada beberapa hal yang belum aku beritahukan kepadamu, sehinggga akhir-akhir ini kamu kebingungan.
Aku dan Sarah pertama kali bertemu di Vietnam, saat Indonesia dan
Filipina bersaing untuk memperebutkan proyek power plant di sana. Sarah
mengambil strategi yang menurutku konvensional, yaitu dengan menunjukkan
Success Story perusahaannya di negara-negara lain kepada Project
Leader, waktu itu Mr. Lu, mungkin kamu sudah bertemu, sehingga dia yakin
akan berhasil di Vietnam. Sedangkan pendekatanku berbeda, aku lebih
cenderung bekerja sama dengan kontraktor besar di Vietnam untuk
menggunakan jasa Engineer Indonesia dalam membangun power plant di sana,
sehingga engineer-engineer tersebut lebih memilih produk dari pabrikan
Indonesia. Waktu itu aku menang telak, dan Sarah merasa sangat iri.
Beberapa bulan yang lalu aku mendengar bahwa Vietnam menghentikan
kontrak dengan engineer-engineer dari Indonesia, sehingga proyekku
berhenti. Aku dengar, Sarah melakukan pendekatan “khusus” ke Mr. Lu
sehingga dia berhenti menggunakan jasa orang Indonesia. Aku merasa
sangat marah waktu itu dan melabrak dia sewaktu kami mengadakan
conference call antara Aku, Sarah, dan Mr. Lu. Akhirnya aku mengancam,
proyek di Filipina yang seharusnya adalah daerah kekuasaan Sarah pun
akan aku incar juga. Sarah pun membalasnya dengan taruhan, siapapun yang
dapat memenangkan proyek besar di Filipina, boleh berkuasa selama 14
bulan tanpa diganggu, dan yang kalah akan dijadikan budak seks oleh yang
menang.
So Riki… aku sebenarnya mengirim kamu ke Shanghai supaya Sarah
menjadi budak seksmu selama di sana. Do you enjoy it, Riki? I hope you
do
Regards
Vira Chang
Aku menghela nafas begitu membaca email Mbak Vira.
“It all make sense” ucapku lirih.
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Vira Chang
Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 7: The Shanghai Meeting – It All Make Sense
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar