“Hey young boy Riki, come over here..!!!” Tim memanggilku untuk mendekat ke bagian kasir.
Sejenak aku melihat ke arah Mbak Vira yang terduduk lemas dan masih
memejamkan mata. Sejurus kemudian aku pergi mendatangi Tim, walaupun
merasa tidak enak meninggalkan Mbak Vira sendirian.
“Here it is, young boy, the golden-14-month contract. We’ve got to
catch our flight sooner, so next week we won’t meet you in the office”.
Tim menyodorkan hardcover kepadaku, dan aku membukanya. Memang benar,
kontrak 14 bulan order produksi ke pabrik kami, hanya aku sedikit
heran, kenapa tanggal surat itu tidak tertanggal hari ini, melainkan
tanggal kemarin. Seingatku mereka akan memberikan kontrak 14 bulan ini
besok, sesuai yang dijanjikan Tim tadi, tetapi rupanya dia memberikan
kontrak itu lebih awal. Aku tak perduli, toh kontrak sudah ada di
tangan. Setelah membaca setiap detail, kata2, tanda tangan, materai, dan
sebagainya, aku mengembalikan kartu kredit yang tadi Tim berikan
padaku.
“Thanks Tim” ucapku singkat dan enggan.
“Hey boy… I tell you li’ll secret. Kiss her neck, right at the bottom of her ear, then she’ll go crazy. Hahahahahahaha!!!”
“Uhm… she’s my boss” timpalku
“Hehehehe, that doesn’t matter, young boy. Maybe she’s been being too
hard for herself doing the job, you have to ease her pain sometimes…
and I know… she’s not the type of one-squirted woman, she needs to
squirt more this night… that’s your job, young boy… Hahaahahaha”
Aku kurang mengerti dengan istilahnya “one-squirted”, dan aku juga enggan menjawab ucapannya.
“OK, young boy… Good Luck for tonight, we’ll have to rush to your damned airport… Byeee”
“Byeee” jawabku singkat.
Aku kembali ke meja sambil membawa kontrak dari Pinoy tadi. Aku heran, Mbak Vira sudah tidak ada di sana.
“Mungkin sudah ada di parkiran mobil” pikirku dalam hati.
Samar terlihat di balik kaca dinding kafe Rolling Stones, Mbak Vira
yang sedang mengepulkan asap rokok, sambil memandang kosong di langit
kejauhan. Sangat anggun, wanita cerdas yang satu ini. Melihat sorot
matanya yang menerawang jauh, membuatku merasa bahwa dia memiliki power
yang luar biasa di tim manajemen kami, menggerakan semua orang untuk
bekerja dengan pintar, dan memenangkan deal-deal besar, seperti yang
terjadi malam ini.
“Mbak, ternyata mereka sudah menandatangani kontraknya, tinggal kita
mintakan tanda tangan dari Managing Director” sahutku memecah kesunyian.
“I know… “ tegas Mbak Vira singkat tanpa menoleh kepadaku.
Aku terkejut dengan jawaban Mbak Vira, tapi kemudian dia berjalan
menuju mobil, tanda bahwa ada hal yang dia tahu dan aku tidak boleh
mengetahuinya.
Aku menghidupkan mobilku dan menghidupkan AC, tetapi Mbak Vira terus
menghisap rokok merek Raison nya, tanda bahwa AC tidak perlu kuhidupkan,
dan jendela kaca harus dibuka. Entah kenapa dia sangat suka rokok
Raison dari Korea Selatan, bagiku itu rokok yang sangat ringan, hanya 9
kali hisap saja habis.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba hape Mbak Vira berdering.
“Yes Annie, my flight is tomorrow at 11.30 am, I’ve got it all
prepped. I’ve just had my visa approved this day…” ucap Mbak Vira di
telepon.
“OK, I won’t let you down, my friend. I know you’re expecting the unexpected. I’ll see you soon. Byee”. ucap Mbak Vira lagi.
“Riki…” panggil Mbak Vira kepadaku, kali ini sangat halus, tidak biasanya dia begitu.
“Ya Mbak” timpalku.
“Besok senin kamu jadi cuti kan?” tanya Mbak Vira.
“Iya”.
“Aku akan pergi ke Shanghai besok Sabtu, dan baru pulang hari Selasa
malam. Hari Rabu minggu depan kita harus presentasi ke Managing
Director, sekalian minta tanda tangan di kontrak yang kamu bawa itu.
Silahkan nikmati cutimu hari Senin, akan tetapi hari Selasa pagi kamu
harus membuat presentasinya. Presentasi ini jangan hanya berisi kontrak
yang kita menangkan, akan tetapi juga berisi apa yang harus dilakukan
semua pihak, Engineering, Procurement, Finance, Research Team,
Production, dan juga that damned Quality Control team” urai Mbak Vira
panjang lebar.
“Wah, mbak, gimana bikinnya? Itu kan isinya bakalan banyak banget, yang harus ditulis apa?” jawabku putus asa.
“Semuanya ada di kepalaku saat ini, ki. Aku akan merekam suaraku
dengan hapemu, akan aku jelaskan apa saja yang harus kamu tuliskan di
powerpoint. OK? I know I can count on you”.
“Hmm, OK mbak” jawabku singkat.
Tiba-tiba Mbak Vira memegang pahaku dan mengambil hapeku yang masih
aku kantongi. Aku tidak menyangka dia akan merekamnya sekarang di dalam
mobil. Tangan Mbak Vira menggengam dulu hapeku di dalam kantong kiri
celanaku yang berbahan kain sebelum mengambilnya. Tiba-tiba mobilku
melintasi polisi tidur yang tidak diberi penanda, dan mobil sedikit
berguncang. Badanku sedikit terhuyung ke depan. Mbak Vira terkejut,
tangan kirinya terlepas dari paha kiriku dan reflek berpegangan ke
pangkal pahaku, sedangkan tangan kanannya terjebak di kantong celana
sebelah kiri. Aku merasa batang kemaluanku tergenggam.
“Ah, maaf mbak, maaf, ga liat polisi tidurnya” aku gugup sambil malu.
Mbak Vira masih dengan wajah yang agak terkejut, membetulkan posisi
duduknya, dan mengambil hape dari kantongku tanpa menjawab satu katapun.
“Oh iya Mbak, tadi celana dalam Mbak aku simpan, di saku celanaku”
ucapku memecahkan keheningan, karena Mbak Vira dari tadi termenung
memikirkan sesuatu.
“You can keet it for yourself, young boy” ucap Mbak Vira nakal. Mendengar hal itu, batang kemaluanku mengeras lagi.
“Ki, ini hapemu android ya? Dimana voice recordingnya?” tanya Mbak Vira. Dia sepertinya terbiasa menggunaan iPhone miliknya.
“Pilih saja tombol di tengah bawah, lalu dari ikon2 yang banyak itu ada menu Voice Recording” jawabku.
“OK, here we go”
“The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines is a company
established in 2006. established what is envisaged to be the fourth
largest shipyard in the world, in Subic – Zambales, Philippines. As of
September 2011, HHIC Phil is the largest shipyard and one of the largest
private employers in Philippines.”
“This company is having a contract of 14 month High Voltage Insulator
for Shipyard production with our Company to supply their shipyard
needs.”
“We can win the 14-month order since this company are convinced well
with our production capacity and tight quality control” ucap Mbak Vira
sambil menoleh kepadaku sambil tersenyum. Aku sedikit membalas
senyumannya. Sebenarnya kontrak luar biasa ini dimenangkan oleh Mbak
Vira sendirian malam ini, bukan karena kehebatan orang produksi dan
quality control, yang pada kenyataannya amburadul hasil kerjanya.
“Dealing with stable-14-month production order, Production Team must
rearrange their production line to focus on producing HV (High Voltage)
Insulator for Hanjin Shipyard’s Power Plant. The warehouse must
recalculate the storage capacity to support this, in spite of our bad
JIT (Just in Time) execution.”
Di tengah-tengah suara Mbak Vira merekam suaranya dengan hapeku, aku
membayangkan bagaimana bobroknya setiap hasil pekerjaan yang ada di
masing-masing bagian.
“Riki, gimana caranya mendengarkan hasil recordingku tadi?” tiba-tiba Mbak Vira membuyarkan lamunanku.
“Hmm, biar mudahnya sih, coba dari menu Gallery, pilih folder Voice, pilih file recording yang terakhir dibuat.” Balasku.
“Oh, salah, ini bukan Voice, tapi Video, sama-sama depannya huruf V” balas Mbak Vira sambil mengutak atik hapeku.
Mbak Vira terdiam sebentar. Dia terkesan bingung. Aku sejenak tidak
sadar apa yang terjadi, kemudian. Astaga… rekaman video underdesk ada di
folder Video!!! Aku berkeringat dingin, jangan-jangan Mbak Vira membuka
folder Video dan menemukan rekamanku mengintip celana dalamnya!!!
Beberapa saat kemudian terdengar suara hasil rekaman Mbak Vira. Aku
merasa lega. Mbak Vira sepertinya tidak sadar dengan file2 video di
hapeku.
“Engineering team must learn from the Mexico Buyer case. The high
production order would come into unstable production process if it’s not
supported with robust engine.” Mbak Vira meneruskan rekamannya.
Aku menyetir mobilku hingga tak terasa sudah sampai ke daerah Kebon
Jeruk. Halaman depan rumah Mbak Vira sudah terlihat. Di kebunnya tumbuh
ratusan kaktus-kaktus mini di dalam pot, dan beberapa kaktus besar.
Selera yang aneh, menurutku.
“Sudah sampai mbak” timpalku memotong recording Mbak Vira.
“Yah ki, masih ada pembahasan untuk team-team lainnya yang belum aku rekam…” jawab Mbak Vira.
“Gini aja, kamu masuk ke rumahku aja sebentar, silahkan ambil minum
sendiri, sementara aku selesaikan recordingnya di ruang tamu” lanjut
Mbak Vira.
“OK mbak” jawabku enggan.
Ruang tamu Mbak Vira tidak terlalu besar, tapi didesain serba putih.
Di dinding ada lukisan bergambarkan tulisan Cina besar yang tidak aku
tahu artinya. Tidak ada satu fotopun yang terpajang, hanya sofa putih,
meja kaca bening, pot hias berwarna putih, dengan bunga lily putih di
dalamnya.
“Riki, kamu duduk aja dulu di sofa, aku ganti baju sebentar, blouseku
basah kuyup.” Ucap Mbak Vira sambil meletakkan iPhone nya di sofa di
samping aku duduk. Mbak Vira ini memang cukup sembarangan dalam
meletakkan handphonenya. Atau, memang dia sangat percaya kepadaku?
Entahlah.
Aku tidak menjawab, sambil melihat sekelilingku. Terlihat koper
traveler yang besar, rupanya Mbak Vira sudah siap berangkat ke Shanghai.
Aku menunggu dengan bosan, karena tidak ada satuhalpun yang bisa
dilakukan. Bahkan tidak ada majalah di meja tamu.
Tiba-tiba Mbak Vira melintas dari satu ruangan ke ruangan yang lain, hanya berbalut handuk!!!
“Buseet ini orang, cuek banget!!!” pikirku dalam hati. Aku buru-buru
menutup pintu rumah depan supaya Mbak Vira yang hanya berhanduk tidak
terlihat dari luar.
“Riki” panggil Mbak sambil berjalan ke arah ruang tamu.
“Berapa biaya yang kita harus bayar untuk product reject di kasus Mexico Buyer? Kamu ingat?”
“Hmm, USD 175 ribu mbak” jawabku, sambil kemudian menoleh ke arah Mbak Vira, dan tampaklah pemandangan itu.
Berbalut baju tidur warna putih berenda, setengah dari payudara
bagian atas menyembul, dan puting susunya tercetak jelas yang tidak
terlindungi oleh bra. Pahanya yang putih mulus terlihat jelas karena
gaun tidur terusan itu hanya menutupi sampai setengah paha. Aku
terkesiap melihatnya. Mbak Vira terus mengatakan sesuatu di depan
hapeku, sambil bersandar di dinding tanpa melihat ke arahku. Dia
kemudian berjalan menjauh lagi dari ruang tamu menuju ruang lainnya.
Kemudian sambil terus berbicara di depan hapeku, dia berjalan lagi ke
arah ruang tamu.
Jantungku berdetak kencang, semakin menjadi jadi begitu melihat lagi
tubuh Mbak Vira berbalut baju tidur. Mbak Vira duduk di sofa, merebahkan
punggungnya kebelakang, kemudian menyilangkan kedua kakinya sambil
wajahnya menghadap ke atas, tidak menghiraukanku yang sedang
memelototinya. Terlihat Mbak Vira sedang berpikir keras, dia sama sekali
tidak menyadari pandanganku. Jarak kami hanya sekitar setengah meter,
dan Mbak Vira duduk si samping kananku.
“Oh Shit!!!” teriak Mbak Vira.
Hapeku rupanya terlepas dari tangan Mbak Vira. Aku secara spontan
mengambil hapeku yang terjatuh ke lantai bekarpet putih gading, dan
ternyata Mbak Vira juga spontan melakukan hal yang sama. Kami sama-sama
menunduk. Aku terkejut dan tidak bergerak. Beberapa saat kemudian baru
kusadari posisi kami. Tangan kiri Mbak Vira secara spontan berpegangan
ke badanku, akan tetapi terlepas karena jari-jemarinya gagal
mencengkeram lenganku, dan kini tangan kirinya itu ternyata berpegangan
ke pangkal pahaku. Wajahku dan wajah Mbak Vira berdampingan dan hampir
bersentuhan, telinga kirinya berjarak 4cm dari hidungku. Kami sejenak
kaku dan terdiam, menyadari posisi kami.
Jantungku berdetak kencang. Bau wangi tubuh Mbak Vira benar-benar
terasa. Otak kotorku tak kuasa untuk semakin mendekatkan wajahku dan
mencium telinganya. Perlahan-lahan kusentuhkan bibirku ke telinga,
kemudian turun ke leher Mbak Vira. Aku merasa cengkeraman tangan kiri
Mbak Vira di pangkal pahaku semakin keras, seiring batang kemaluanku
yang semakin keras juga.
“Riki… hmmmm… eeghhh” Mbak Vira sedikit mengerang saat ciumanku
menyusuri lehernya. Mbak Vira tiba-tiba melepaskan ciumanku dari
lehernya, kemudian mengambil hapeku yang terjatuh. Aku merasa sangat
malu, karena ternyata Mbak Vira melepaskan ciumanku.
Mbak Vira berdiri menghadapku yang masih terduduk, kemudian mendorong badanku ke sandaran sofa.
“Riki! Finish what you’ve started!!!!” ucap Mbak Vira. Mbak Vira
menaikkan kaki kirinya ke sebelah kananku, dan kaki kanannya di sebelah
kiriku, kemudian duduk di atas pangkuanku dengan kedua pahanya terbuka
lebar ke samping kiri dan kanan. Pangkal paha Mbak Vira beradu dengan
batang kemaluanku yang masih terlindungi celana panjang berbahan kain.
Perlahan-lahan Mbak Vira menggesek-gesekkan pangkal pahanya maju
mundur diatas batang kemaluanku yang sudah mengeras. Aku merasa makin
berani, dan mulai menyentuh kedua payudara Mbak Vira.
“Quality control team must follow the rule. The ISO 2859 Quality
standard which is… aaaahhhh” Mbak Vira melanjutkan rekamannya sambil
sedikit mengerang karena pangkal pahanya bergesek-gesek dengan batang
kemaluanku, dan payudaranya aku belai lembut sambil menggesek-gesekkan
jariku ke putingnya yang masih terlindungi baju tidur tipis.
Perlahan-lahan aku mengesampingkan tali yang menggantungkan baju tidur
itu di bahu Mbak Vira. Perlahan-lahan kulihat payudara putih mulus itu,
dan puting susu yang coklat merah muda. Kubelai-belai kedua payudara
itu.
“The ISO 2859 which is the master rule for inspection must be
educated to all quality control member…” Mbak Vira masih melakukan
recording sambil sedikit mencondongkan badannya kedepan, memberikan
kedua payudaranya untuk kucium.
“The basic concept of Quality Control must be understood and applied in every step of … aaaaaaahh… Rikiii… “
Mbak Vira mengerang saat payudara kanannya kukulum dengan lembut,
sedangkan tangan kananku membelai-belai payudara kirinya. Tangan kanan
Mbak Vira memegangi hapeku, sedangkan tangan kirinya merangkul kepalaku,
seakan-akan menjaga supaya ciumanku ke payudaranya tidak boleh
terlepas. Aku perlahan-lahan mengalihkan tangan kananku ke pantat Mbak
Vira dan mulai meraba-rabanya.
“Riki! I’m your boss, OK! Never do anything without my permition!”
Mbak Vira tiba tiba menyela sentuhanku ke pantatnya. Kemudian dia
berdiri dari pangkuanku, dan duduk di sofa di sebelah kananku.
“Riki sayang… maaf aku marah-marah. Minta tolong lepasin CDku dong, dan ciumin itu ku ya” pinta Mbak Vira dengan sangat ramah.
Aku bangkit dari sofa, kemudian berlutut di depan Mbak Vira.
Perlahan-lahan kusingkap gaun tidur terusan berwarna putih itu, kemudian
kuraih tali samping kiri dan kanan CD Mbak vira yang berenda-renda, dan
perlahan-lahan kucopot CD Mbak Vira. Pandanganku kuarahkan ke kaki Mbak
Vira saat mencopot CD nya menyusuri kedua kaki itu kebawah, tanpa
berani melihat alat kemaluannya. Kemudian perlahan-lahan aku menyusuri
lagi kedua kaki itu keatas, lutut, dan pahanya yang sangat mulus. Mulai
dari atas lutut, kusentuhkan bibirku mengelus pahanya, hingga hampir ke
alat kemaluan Mbak Vira.
“The lesson we got from Mexican Buyer where the quality control team
did not follow the rule, had taught us how important of understanding
the basic concept of quality is.” Mbak Vira tanpa henti merekam apa saja
yang terlintas di pikirannya.
Ciumanku semakin memburu, dan akhirnya sampailah ke pangkal paha, dan
vagina merah muda berambut tipis-tipis itu benar-benar berada di
hadapanku. Kucium ringan alat kemaluan kemaluan Mbak Vira dengan lembut,
kemudian mulai kujilat pelan bibir vaginanya.
“Production process must apply… oooohhh…. Hmmmmffftt.. aaaah… Riki…
aahh.. .. must apply quality… aaaaahhh…ahhh…. “ erang Mbak Vira tak
tahan dengan ciumanku di vaginanya.
“must apply ooh… must apply quality control items on… aaah aaah aaah…
on each assembly steps… aaah… Riki honey, go get it tiger!!! Aaaaahhh…
eat my cunt… eat my cunt… aaaaaaahh…”
Ciumanku semakin memburu di vagina Mbak Vira yang semakin lama
semakin basah. Ujung lidahku membelai-belai lubang vagina itu semakin
dalam. Cairan yang berasa asin sedikit demi sedikit mulai keluar dari
lubang vagina itu. Seluruh lubang vagina Mbak Vira kini berwarna merah
muda dan basah
“The Hanjin heaa… the hanjin of …. The hanjin Heavy Industries of …
oooohhh … shit! Aaaaahhh…. Aaaaahhh….” Mbak Vira begitu menikmati
ciumanku di vaginanya hingga tidak bisa mengucapkan nama perusahaan si
Pinoy itu.
“We’ve got to.. we’ve… the production… aaaaaahhh… Riki!!!! I’m gonna
cum.. I’m gonna cum… Riki….. I’m cummmmiiiinggg……. Aaaaaaaahhhhhhhhh”
Badan Mbak Vira terdorong ke atas dan kaku selama dua detik, kemudian
badannya bergetar-getar hebat, tanda puncak kenikmatan sudah tercapai.
“Riki, get naked and sit down!” pinta Mbak Vira dengan suara lirih sambil terduduk lemas di sofa.
Aku kemudian melepas kemeja, celana panjang dan celana dalamku. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak dan keras.
“Don’t wanna be rough, but I’m still your boss. I don’t wanna get
fucked by my boys. I want to be the one who fuck. I always wanna be on
top” ucap Mbak Vira sambil sedikit tersengal-sengal mengatur nafasnya
yang masih memburu tetapi masih sempat tersenyum manis kepadaku.
Mbak Vira berdiri, duduk lagi ke pangkuanku seperti posisi yang
semula, hanya kini tidak ada lagi satu helai benangpun yang melindungi
alat kemaluan kami.
“The blue print of production system for this product must be updated
with detail of each component. The machinery must be explained and
every spare part must be traceable.” ucap Mbak Vira di dekat hapeku yang
masih dipegangnya untuk merekam.
Mbak Vira menyentuh alat kemaluanku, mendekatkannya ke pangkal
pahanya, dan menggesek-gesekkannya ke bibir vaginanya. Tangan kiri Mbak
Vira kemudian berpegangan ke pundak kananku, sedangkan tangan kanannya
masih memegang hapeku. Sungguh pemandangan yang sangat indah dari tubuh
Mbak Vira yang berbalut baju tidur, dengan tali gaun yang sudah tidak
menggantung di pundaknya sehingga payudaranya menyembul keluar dengan
gagah, dan bagian bawah gaun yang tersingkap ke atas menunjukkan vagina
yang sedang bersentuhan dengan alat kelaminku. Gaun tidur Mbak Vira kini
hanya terlipat-lipat dan menggantung di pinggangnya, tanpa satu
bagianpun melindungi payudara dan vaginanya.
“The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines would have their
product requirement prepped within 1 week. After receiving that, we
would be able to start designing our production line” ucap Mbak Vira.
“Riki… go get in…” pinta Mbak Vira.
Perlahan-lahan kupandu batang kemaluanku ke lubang vagina yang dari
tadi terus bergesekan. Setelah ujung kemaluanku tepat di mulut vagina,
kupegang pinggang Mbak Vira dan mulai mendorongnya ke bawah.
“High Voltage Insulator may have big risk when… oooooohhhhhhh….
Mmmmyyyyyyyy…. Aaah aaah aaah aaah aah aaah aaah aaah…” badan Mbak Vira
naik turun, lubang vaginanya menelan batang kemaluanku dalam-dalam. Aku
merasa kenikmatan yang luar biasa dari lubang yang hangat dan basah itu.
“Slep slep slep slep slep” terdengar suara alat kelaminku yang beradu dengan alat kelamin Mbak Vira.
Kedua payudaranya kupegangi sambil kubelai-belai, sedangkan Mbak Vira
semakin mengatur ritme gerakanku. Mbak Vira tidak membiarkan satu
gerakanpun diatur olehku. Hentakannya naik turun benar-benar membuatku
semakin mendekati puncak.
“The .. aaah aaah aaah aaahh aaaahh… The risk of producing… aah aah
aaah aah… producing insulator.. aaaahh aah aah aah aaaaah … mmmmmmm aaah
aaah aah… The risk is coming from… aaah aah… the damage on the… aaaah
aaah… on the surface… ooooohhh… Riki… aaaaahh aaah aah”
(Ringtone) “he’s a smooth operator… smooth operator….. smooth operator…. Smooth operator”
Aku terkejut, suara ringtone dari iPhone Mbak Vira yang ada di
sampingku tiba-tiba berbunyi. Mbak Vira segera mengambilnya sementara
batang kelaminku masih berada di dalam liang kemaluan mbak Vira.
“Yes Andrew… ada apa?” ucap Mbak Vira ketus. Dia kemudian
mendengarkan dengan seksama, raut mukanya mengerut, sedangkan badannya
masih terrsengal-sengal.
“Iya, saya sedang jogging di treadmill, makanya napas terengah-engah.
Lagian kamu juga telpon malam-malam.” Ucap Mbak Vira dengan sengit.
“OK, ndrew, well noted. Aku ke Shanghai besok, semuanya sudah siap, you
can count on me. Hanya saja kemarin aku harus marah-marahin orang
Quality Control sialan itu. Hampir saja data kita bocor ke tangan orang
lain” ucap Mbak Vira lagi. Sepertinya Mbak Vira hendak berbincang lama
dengan Andrew, dia sedikit mengangkat badannya untuk duduk ke sofa, dan
batang kelaminku hampir keluar dari liang kemaluannya.
“Whatt?? Are you kidding me?? Aaaaahhh…. Oohh ohh… sorry sorry, I
slipped from my treadmill”. Badan Mbak Vira yang tadi terangkat,
tiba-tiba menghujam lagi kebawah karena Mbak Vira marah-marah di
telepon, tetapi hal itu membuat batang kelaminku semakin tertelan
seluruhnya ke liang kemaluan Mbak Vira. Mata Mbak Vira melihat kepadaku
dengan sayu, masih sambil menelepon, akan tetapi bibirnya bergetar
hebat.
“Ok ndrew… whatever… I’ll kick them in the ass. We’ll see what we got on Saturday, okey. Bye!” putus Mbak Vira.
Sejurus kemudian dia meraih lagi handphoneku.
“Ricky, sampai dimana kita tadi?” Tanya Mbak Vira.
“Ini mbak, sampai di kerusakan produk kita yang terlihat di permukaannya, alias appearance defect” balasku.
“Smart boy” senyum Mbak Vira, sambil menciumku kecil. Wow, luar biasa,
dicium oleh bosku yang cantik. Saat bibir kami masih menyatu, pinggul
Mbak Vira mulai naik turun lagi, dan dia melepas ciuman kami, serta
melanjutkan rekaman tadi.
“The damage on High voltage…. aaah aah.. insulator mmmm aaaahhhh
Riki…. Ooooohh…. The damage will come to condition where…aaaaaah aah aah
aaah… the corona could come out of…. Fffffffuuuuckkkk….. oooh my….
Aaaah aaah…” teriak Mbak Vira dengan liar.
“Mmmmmmhh…. Ah ah ah ah ah ah ah…. Oh Ricky… I can’t concentrate
anymooooree… aah ahh ahh… go fuck me Ricky…. Fucck meeee…. Aah aah
aahhh….”
Jantungku berdetak sangat kencang. Puncak kenikmatan sepertinya
sedang berlari seiring liang kemaluan Mbak Vira menelan habis batang
kemaluanku. Mbak Vira mulai mempercepat ritme gerakan naik turun.
“Rikiii… ooooh… aku udah ga kuat lagii…. Aaaaaahhh I’m gona cum riki…. Aaaaaah aah aaah aaah aaah aaaahhhh….”
“Mbak, aku sebentar lagi sampai mbak… aaah.. aahh.”
“Rikiii… aaaahhh.. keluarin aja di dalam… aaaaah aaaah… Rikiii…. Aaaaahh”
Gerakan Mbak Vira semakin cepat, jarinya menggenggam erat pundakku.
Wajah Mbak Vira menghadap ke atas, bibirnya terus bergetar sambil
meracau, sementara tanganku memegang pinggulnya dan menggerakan badannya
naik turun semakin cepat.
“Rikiiii…. Aaaaaaaaaah…. Rikiii…. Aaah aaah aaah aaah aaaahhhhh aaahh I’m cummmmiiiingggggg…….”
Mbak Vira mencapai puncak seiring batang kemaluanku menyemburkan cairan
orgasme yang saling bercampur dengan cairan kenikmatan Mbak Vira. Mbak
Vira menggelinjang hebat selama dua detik sebelum terduduk lemas di
badanku. Mbak Vira memelukku dengan lemas. Nafas kami masih saling
memburu, liang kemaluannya masih berkedut yang dapat kurasakan dari
batang kemaluanku, tetapi berangsur-angsur mereda.
*PAGI PECAH DI LANGIT*
From: Vira Taniasari
To: Riki Waworuntu
Date: June 1, 2013, 07:35:47 am
Hai Riki… Good morning tiger!!!
You’re so awesome last night, I believe you’re very experienced in that “thing”, hehehehe
Go work on the presentation I requested, based on the recording I made.
Well, there will be so many “ah ah ah ah” voice in it, just try to
focus, hihihi.
I’ll be in the office to present your presentation on Wed, June 5 in
the morning, without any review before the show. So, make it perfect,
honey!
Regards
Vira Chang
P.S:
Your underdesk video is cute, hehehe.
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Vira Chang
Cerita Eksibisionis Vira Chang : THE OFFICE – Chapter 3: Vira Chang – The Final Report
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar