Berhubung banyak yang meminta kisah sampingan diluar cerita Nafsu Birahi
Citra (NBC), maka dengan itu, ane keluarin kisah ini. Citra Side Story
(CSS)
Enjoiy.
Citra Side Story part 1 | Bantuan Benih Ekonomi
Para pemeran di serial ini :
1. Citra Agustina (26), Seorang wanita cantik berambut hitam panjang
sepunggung, berkulit putih, tubuh kurus namun memiliki payudara ekstra
besar berukuran 36 D
2. Utet (52), Lelaki tua mesum yang sangat jatuh cinta kepada Citra.
3. Darjo (46), Pemilik kontrakan mesum tempat Citra tinggal
Berulangkali Darjo menatap layar handphonenya, berharap ada balasan sms
dari Citra Agustina, istri Marwan Sudiro, penghuni rumah kontrakannya.
Namun, tetap saja NIHIL. Sama sekali tak ada respon darinya.
"Telatnya sudah mau dua bulan... " Ucap Darjo kesal, "Kalau tak segera
ditagih, mau sampai kapan mereka akan menunggak...?" tambahnya lagi
sambil berjalan menuju rumah Citra.
Darjo, adalah seorang pria tengah baya beristri 3. Berusia 46 tahun yang
tak lain adalah pemilik komplek rumah kontrakan tempat Citra, Seto dan
beberapa tetangganya tinggal saat ini. Tubuhnya gemuk, kulitnya hitam,
dengan tinggi rata-rata kebanyakan orang pribumi.
"Janjinya minggu depan... Preeeettt.... Ini sudah hampir lewat seminggu
dari janjinya, eh belum juga memberi kabar...." Gerutunya di jalan,
sambil berulang kali melihat layar handphonenya.
Memang, akhir-akhir ini sepertinya Marwan dan Citra sedang mengalami
masalah ekonomi, namun bukan berarti hal itu bisa selalu dijadikan
alasan buat menunggak bayar sewa kontrakan.
Kembali otak Pak Darjo mengingat-ingat sosok Citra. Dari awal
kepindahannya, wanita gemulai itu memang langsung menyita tempat di
hatinya. Wajah cantiknya, senyum manisnya, suaranya yang lemah lembut
membuatnya selalu betah jika berlama-lama main kerumahnya. Tubuhnya yang
ramping, kulitnya yang mulus, ketiaknya yang tak berbulu dan aroma
tubuhnya yang wangi, juga membuat dirinya tak ingin cepat-cepat
meninggalkan rumahnya. Terlebih, ketika melihat ukuran payudara
besarnya, wah bakal membuat celana dalam lelaki manapun menyempit. TETEK
ITU BESAR SEKALI.
Namun , sayang sekali, Citra telah menikah. Menikah dengan Marwan,
lelaki bermasa depan suram yang memiliki banyak hutang disana-sini.
Seorang calo tanah yang tak pernah tahu kapan ia akan mendapatkan
penghasilannya.
***
Sebenarnya, Citra tahu jika ia di sms oleh Pak Darjo. Namun, karena
Marwan belum juga memberikan hasil dari pekerjaannya, Citra sengaja tak
membalas semua sms dari Pak Darjo. "Toh, ujung-ujungnya, ntar juga ia
bakal datang kerumah..." Batin Citra setiap kali Pak Darjo sms.
Citra dan Marwan sudah tinggal cukup lama dikontrakan Pak Darjo, dan
selama itu pula ia jarang sekali telat. Entah kenapa, hanya akhir-akhir
ini suaminya agak sedikit kesulitan untuk bisa menyediakan uang bayaran
kontrakan tepat waktu. "Mungkin karena banyak sekali saingan sehingga
mas Marwan sering kalah tender.." Pikir bijaknya lagi.
Dan memang benar, Pak Darjo juga mengakui hal itu. Citra dan Marwan
adalah pasangan yang cukup kooperatif dalam hal pembayaran. Oleh karena
itu, mereka agak dijadikan sebagai anak mas olehnya. Berbeda dengan
tetangga lainnya yang harus membayar, buat Citra dan Marwan hampir bisa
mendapatkan semua fasilitas perumahan dengan tanpa menambah bayaran
sepeserpun. AC, TV, Kulkas, semuanya ditambahkan oleh Pak Darjo dengan
gratis, walau pembayaran listriknya tetap diharuskan membayar.
"Tapi kalo misalnya Marwan tetap tak bisa bayar... Apa aku harus
mengusir neng Citra ya..?" bimbang Pak Darjo, "Istri Marwan itu terlalu
cantik untuk dilewatkan begitu saja..."
Berulang kali, otak mesum Pak Darjo memikirkan segala kemungkinan yang
terjadi jika Marwan tak mampu membayar uang kontrakan. Bingung dan
galau. Pak Marwan, yang walaupun sudah memiliki 3 orang istri, tetap
saja selalu tergiur setiap kali ia berkunjung ke rumah Citra. Tak
jarang, ia mencuri-curi pandang untuk sekedar menikmati kemolekan tubuh
istri Marwan itu. Dan Citrapun Citra pun seolah mengerti jika Pak Darjo
sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu terlalu mempedulikan.
Bahkan akhir-akhir ini, supaya berhasi merajuk mood lelaki gemuk itu
supaya mau memperlunak tagihan rumahnya, Citra semakin berani memamerkan
bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang hasrat birahi lelaki gemuk
itu. Tak jarang, ketika Pak Darjo melirik aurat-aurat tubuhnya, Citra
balas menatap lirikan mesum Pak Darjo sehingga akhirnya mereka berdua
saling bertatapan.
"Cantik sekali tubuhmu Mbak... Andai aku bisa menjadi suamimu... " Kata
Pak Darjo dalam hati sambil berulang kali menelan air ludah birahinya.
Melihat tatapan matanya dibalas oleh Citra, Pak Darjo hanya bisa
tersenyum kecut.
***
Tak lama, Pak Darjo tiba di pekarangan kompleknya. Dengan santai, ia
berjalan sambil melihat-lihat komplek perumahannya. "itu dia, rumah
wanita idamanku... rumah nomor 2 dari ujung..."
TOK TOK TOK
"Mbak Citra...? Mmbakkk...?” panggil Pak Darjo.
Sepi. Tak terdengar kehidupan apapun.
“Padahal ini hari sabtu, seharusnya mereka ada dirumah...” Batin lelaki
tua itu yang tahu jika sabtu minggu adalah hari libur kantor Citra.
Namun setelah beberapa kal mencoba mengetuk pintu rumah citra namun sama
sekali tak ada respon, ia mulai merasa putus asa,"Wah sia sia nih aku
datang kesini... "
TOK TOK TOK
"Mbaaaak....?" panggil Pak Darjo lagi.
"Apa mungkin neng Citra ada dibelakang ya...?" Dengan ragu-ragu Pak
Darjo memutari rumah Citra, menuju pintu belakang dan mencoba mencoba
mengetuk pintu lagi.
TOK TOK TOK
Tetap saja hening. Namun tak lama kemudian, terdengar suara Maryati,
istri Sunarto, penghuni sebelah rumah kontrakan Citra berteriak dari
samping rumahnya
"Eh Pak Darjo... Nyariin mbak Citra ya...?"
"Iya bu Mar... Tahu nggak Mbak Citra pergi kemana...?"
"Kayanya sih tadi sedang pergi makan siang bareng Pak Utet...."
"Pak Utet...?"
"Iya... Pak Utet.. Ojek pribadi Mbak Citra...”
”Masuk sini aja pak... Tunggu di dalam rumah saya... Mbak Citra mungkin sebentar lagi pulang” ajak Maryati.
”Nggak apa-apa bu... Saya tunggu didepan saja” jawab Pak Darjo kembali keteras rumah Citra.
Benar, Tidak begitu lama terlihat sebuah sepeda motor butut muncul dari
ujung komplek, seorang lelaki tua membonceng wanita jelita.
“Busyet... Pakaiannya seksi sekali...” batin Pak Darjo. Sambil melihat ke arah wanita itu tanpa mengedipkan mata.
Siang itu, Citra hanya mengenakan sebuah daster bali berkain katun tipis
warna warni yang pendek. Saking pendeknya, bawahan dasternya tak mampu
menutupi paha mulusnya dengan sempurna.
"Bentar ya pak saya mau turun... Tahan... Jangan digoyang-goyang motornya... Ntar saya jatuh..." Pinta Citra pada pak utet.
"Hak hak hak .... Kalo digoyang mah yang ada mah moncrot keluar neng... Bukan jatuh..." Balas Pak Utet mesum.
"Idih... maunya tuh moncrot terus... Khan barusan juga udah dapet... Ntar abis tuh peju..."
"Yaaa.. Namanya juga nafsu Neng... Pasti minta dikeluarin terus...
Apalagi kalo maennya ama Neng Citra... Sampe nginep-nginep juga bapak
mau neng.."
"Bener yaaaa... Awas aja kalo nanti tau-tau minta pulang.... Hihihi..."
"Nggak bakalan neng... hak hak hak...."
Beruntung, karena melihat sosok Citra lekat-lekat, Pak Darjo tak
mendengar perkataan mesum Citra dan Pak utet. Melihat Citra yang turun
dari motor, Mata Pak Darjo seolah mau lepas dari tempatnya. Selain itu,
karena Citra menurunkan beberapa macam belanjaan dari motor, membuat ia
berulang kali harus menundukkan badannya. Dan dari depan jaket kain
Citra yang tak tertutup rapat, Payudara besar Citra seolah turut
menyapanya. Payudara tanpa bra itu kelihatan bergoyang-goyang seiring
gerakan Citra.
"Busetttt tuuh teteeeekkk.... pasti enak tuh kalo dikenyot-kenyot...."
"Ehem.... Pak Darjo... " Kaget Citra yang sama sekali tak menyadari jika
diteras rumahnya ada bapak pemilik kontrakan, "Tumben Pak dateng
kesini..." Selah Citra membuyarkan lamunan lelaki gemuk itu ketika
melihat kearah payudaranya.
"Eeh iya mbak..."
"Ada perlu apa ya...?” Sapa Citra berusaha sopan sambil melewati Pak
Darjo yang sedang duduk di bangku teras rumahnya, membuka rumah lalu
mengambil air putih, suguhan ala kadarnya buat Pak Darjo dan Pak Utet.
Lagi-lagi, ketika Citra menyuguhkan air minum itu, Pak Darjo melihat
payudara Citra yang bergelantungan manja dari luar dasternya yang
berleher rendah.
"Uuuhhh... Jadi ngaceng aku melihat tubuh semok ini..." ujar Pak Darjo
sambil membetulkan benda yang mulai mengeras diselakangannya.
Citra sebenarnya tahu jika maksud kedatangan Pak Darjo adalah untuk
menagih rumah , cuman demi menjaga hubungan baik mereka, tetap saja ia
harus menyembunyikan wajah kurang menyenangkannya. Dan dari ekor
matanya, ia juga tahu jika sedari awal tadi, Pak Darjo tak
henti-hentinya menatap mesum kearahnya.
"Silakan diminum pak... " Kata Citra mempersilakan tamu-tamunya
menikmati suguhan air putih sambil duduk di kursi teras diseberang kursi
Pak Darjo. Karena dasternya yang pendek, membuat paha putih mulus Citra
kembali terlihat.
"Pak...?" Tanya Citra sambil melambai-lambaikan tangannya kewajah Pak Darjo. Membuyarkan lamunannya yang sudah mulai absurd.
"Ehh.. Eh iya mbak... Begini..." kembali Pak Darjo membetulkan
selangkangannya. "Begini mbak Citra yang cantik... Maksud kedatangan
saya kemari adalah... Sekedar Silaturahmi, sekaligus, ingin menagih
janji mbak Citra....
"Oooo.. mau menagih duit kontrakan...?"
"Hehehe... Iya mbak... Berhubung si Srinah, tahu Srinah khan...?" Jelas Pak Darjo sok akrab.
Citra menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Si Srinah, istri ketiga saya akan melahirkan, otomatis saya harus
menyiapkan segala macam kebutuhan buat biaya lahiran.... Nah oleh sebab
itu saya kemari.... " Kata Pak Darjo menjelaskan dengan meta jelalatan
menatap lawan bicaranya. ".... Mau minta bayaran sewa rumah dua bulan
kemaren..."
Lagi-lagi mata mesumnya melirik tajam kearah selangkangan Citra yang
sedikit terbuka. Mencoba merekam setiap jengkal paha mulus itu di dalam
benaknya.
"Ooohhh gitu ya pak... Sebenernya sih saya mau bayar... Cuman kok ya,
saya masih belum ada duit yang bisa dibayarkan... " Jelas Citra.
"Memangnya suami neng nggak pernah kasih duit...?"
"Ngasih sih pak... Cuman khan hanya buat hidup sehari-hari...."
"Lalu duit kontrakannya...?"
"Yaaah... boro-boro ngasih duit kontrakan pak... Wong buat makan aja
kadang susah... Apalagi, akhir-akhir ini malah Mas Marwan juga jarang
pulang.."
"Loooh...? Kok bisa jarang pulang....?"
"iya..."
"Berarti mbak Citra kesepian dong..." Celetuk Pak Darjo berusaha melucu.
"Enggak juga sih pak.. Khan masih ada Pak Utet yang menemani..." Jawab
Citra lagi sambil menujuk ke arah Pak Utet yang sedari tadi sibuk
mengelapi motor bututnya. Pak utet yang merasa namanya dipanggil Citra
segera menengok sambil tersenyum kearah Pak Darjo.
"Mas Marwan masih sibuk dengan kerjaannya pak... jadi belum banyak bisa ngasih duit...."
"Masa kerja mulu tapi ga ngasih duit. Aneh..
"Ya gitu deh pak... Namanya juga pekerja lapangan.. Jadi ya jarang dirumah..."
"Lalu kira-kira kapan saya bisa dapet kepastian tanggal Mbak Citra bisa bayaran kontrakannya..?"
Tak menjawab, Citra hanya bisa menarik nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya.
"Waaduuuhhh... Ya ngak bisa gitu juga mbak... Saya udah tidak bisa
memberikan toleransi lagi mbak.. Mbak sudah menunggak duit kontrakan
lebih dari dua bulan.... Otomatis kalo mbak nggak bisa mbayar, mbak
harus angkat kaki dari rumah ini secepatnya...." Ancam Pak Darjo.
"Ayolah pak...Saya mohon ya pak..."
"Nggak bisa Mbak... Orang yang mau nempatin rumah ini sudah banyak yang mengantri.."
"Janji deh pak... Beri saya waktu seminggu lagi....."
"Hmmm... Gimana ya... Sebenarnya saya juga senang mbak... Rumah
kontrakan saya ditempati oleh Mbak Citra yang cantik ini. Tapi kalo
terus-terusan menunggak begini, bisa digoreng saya sama si Srinah dan
istri-istri saya lainnya..."
"Saya bakal usahakan pak... Seminggu lagi mas Marwan pasti udah dapat duit buat bayar kontrakan kok... Percaya deh..."
"Kalo misalnya belum dapet duit juga...?"
Terdiam, citra tak mampu mengatakan apa-apa. Masalah ekonomi memang
selalu menjadi masalah pelik buatnya. Terlebih saat ini, ia sudah tak
memiliki barang berharga lagi. Dengan menarik nafas panjang, Citra
menawarkan sebuah solusi yang tak mungkin dapat ditolak oleh Pak Darjo.
"Hhhmmm.. Kalo minggu depan saya masih belum bisa bayar duit
kontrakan..." Citra menarik nafas lalu menghembuskan pelan, "Terserah
bapak mau apakan saya..."
"Mau apakan gimana neng..?"
"Ya saya bersedia melakukan apapun pak... "
"Apapun...? Termasuk......."
Citra mengangguk. Mengiyakan. "Terserah bapak. Daripada saya harus tinggal dijalanan..."
Merasa percakapan antara pak Darjo dan Citra mulai mengarah ke arah yang kurang jelas, pak Utet langsung turun tangan.
"Memangnya tagihan kontrakan Neng Citra berapa pak? " Tanya Pak Utet dengan nada cukup lantang.
Pak Darjo menatap tajam kearah Pak Utet dengan tatapan merendahkan. "Utangnya banyak pak... " Jawab Pak Darjo ketus.
"Sebanyak apa...?" Tanya Pak Utet lagi.
"Duit kontrakan rumah ini sebulannya 600 rebu... Ini mbak Citra sudah
menunggak lebih dari dua bulan, dan sekarang mau masuk tagihan bulan
ketiga.... " Jelas Pak Darjo, "Kenapa pak... Bapak mau bayarin...? Kaya
sanggup saja...." Tambah Pak Darjo melecehkan.
Sambil tersenyum, Pak Utet mengeluarkan beberapa lembar uang dari
kantongnya. "Ini saya ada duit 400 rebu, buat sekedar jaminan...." Kata
lelaki tua itu sambil menyodorkan gepokan uang receh pada pa Darjo,
"Santai saja pak... Neng Citra pasti bakal bayar kok...."
"Pak Utet... Gak usah repot repot pak..." cegah Citra sambil menahan tangan pak Utet mendekat ketubuh Pak Darjo.
"Nggak apa-apa neng... Santai saja..." Ucap Pak Utet sambil tersenyum, "Ini pak terima saja uangnya..."
Dengan perasaan malu, Pak Darjo segera menyembar semua uang receh dari
tangan Pak Utet. Lalu, ia memperiksa lembara-lembaran uang itu sambil
beberapa kali menerawang uang tersebut ke arah langit.
"Kampret... Gara-gara lelaki tua sialan, aku jadi gagal mendekati istri
Marwan itu.." Gerutu Pak Darjo sambil beranjak pergi ," Okelah kalo
begitu... Saya pergi dulu...." Tutup Pak Darjo sembari langsung beranjak
pergi menginggalkan Citra dan Pak Utet.
"Pak... Makasih ya... " Ucap Citra sambil tak henti-hentinya tersenyum simpul.
"Makasih apaan neng...?"
"Makasih udah mbantuin aku.... Seharusnya bapak nggak perlu ngelakuin
itu semua... Aku yakin kok bentar lagi mas Marwan pulang bawa banyak
duit...."
"Hak hak hak... Halaaah...Gausah dipikirin Neng.."
"Kalo gitu saya balas dengan MPPPFFF...."
Kecup Citra melahap habis bibir tebal Pak Utet, sambil menggiringnya masuk kedalam rumah.
***
"Semprul...Kakek-kakek kampret....." Ucap Pak Darjo berulang kali sambil
menyeruput secangkir kopi panasnya yang sudah mulai dingin.
"Ada apa toh mas...? Kok mukanya kusut gitu...?" Tanya Limun, si pemilik warung kopi.
"Berantakan Munnn... Pokoknya... Berantakan..."
"Opone yang berantakan mas..?" tanya Limun lagi.
"Aku baru saja dipermalukan oleh tukang ojek jeleknya si Citra...?" Jelas Pak Darjo.
"Dipermalukan...? Maksudnya...?"
"Iya... Gara-gara lelaki kerempeng itu, aku tak bisa mendekati si Citra...."
"Owalaaahh... Emangnya bapak naksir istri Mas Marwan itu ya....?" Tebak Limun.
"Kekekekekek.... Kenapa kamu...? Kaget...?" Tawa Pak Darjo lagi, "Boleh
donk aku perlihara wanita jelita itu... Toh dia sering diterlantarkan
oleh suaminya... Bayangin, punya bini secantik Citra, ga bakalan aku
bolehin jalan kemana-mana... Sepanjang hari kerjanya cuman....
Kekekekekek ...."
"Hahahaha... Ngimpi kowe mas...."
"Wah.. gara-gara mbayangin si Citra, aku jadi ngaceng... Udah-udah
Mun... Berapa totalannya... Aku mau pulang ke istri-istriku saja kalo
gitu...."
Segera saja, Limun menghitung semua pesanan Pak Darjo, "Cuman lima belas ribu aja mas..."
"Eh... Mun... Sek sek... Handphone aku mana ya...?"
Sambil kebingungan, tiba-tiba ingatan Pak Darjo kembali ke rumah Citra.
Sepertinya handphone itu tertinggal disana. Pak Darjo buru-buru membayar
kopinya dan segera balik lagi kerumah Citra.
***
Tak berapa lama, Pak Darjo sudah sampai didepan pintu pagar rumah Citra.
"Kok sepi ya...?" Kata Pak Darjo sambil celingukan, "Tapi pintu depannya
kok masih terbuka...?" Tambahnya lagi sambil celingukan.
"Nah itu dia Handphone aku..." Girang Pak Darjo yang melihat telephon genggamnya masih berada di atas meja teras.
Tanpa mengetuk pintu pagar, Pak Darjo masuk ke halaman rumah Citra,
mengambil handphonenya lalu memasukkannya kedalam saku celana. Melihat
pintu rumah yang melompong begitu saja, membuat keisengan pak Darjo
muncul. Ia ingin mencari tahu, istri Marwan yang cantik jelita itu
sedang apa di cuaca yang panas seperti ini.
"Neng Cit...."
Tak sempt menyelesaikan panggilannya, mata Pak Darjo seketika itu
langsung melotot. Terbelalak lebar menatap pemandangan dibalik pintu
ruang tamu. Nampak, kedua insan yang bertelanjang bulat itu sedang
melakukan sebuah permainan yang sangat melanggar norma-norma kesopanan.
Tubuh Pak Utet rebahan di kursi sofa, sementara Citra duduk diatas
selangkangannya. Pinggulnya dengan lincah bergerak maju mundur sambil
kedua tangannya meremas-remas payudaranya yang menggelantung besar,
mulutnya menceracau tak jelas sambil terus menjilati payudaranya yang
besar.
Karena terlena melihat persetubuhan Citra dan Pak Utet, Pak darjo
membuka pintu depan itu lebih lebar lagi. Namun tak dikira, ternyata
pintu itu bersuara berisik sekali.
KKKRRRRIIIEEETTTT....
Mendengar suara pintu rumahnya terbuka makin lebar, Citra buru-buru
menengok ke arah suara itu berasal. Setelah tahu jika ada seseorang yang
sedang mengintip perselingkuhannya, buru-buru ia meloncat, mencabut
tusukan penis Pak utet yang masih bersarang di vaginanya, lalu berlari
kedalam kamar. Begitu pula dengan Pak Utet. Sadar jika tunggangannya
berlari panik, ia juga ikut-ikutan lari tunggang langgang menyusul Citra
kedalam kamar.
"Mampus aku Neeeeng... Yang punya kontrakan dateng..." bingung Pak Utet.
"Tenang pak.... Tenang... Mungkin Pak Darjo tidak melihat kita..."
"Nggak mungkin Neng... Pasti bapak itu tadi melihat persetubuhan
kita.... Bapak langsung pergi saja ya Neng... Khawatir bapak itu
memanggil seluruh warga kampung..."
"Mbak...? Mbak Citra....? Permisi...." Suara panggilan Pak Darjo dari
arah ruang tamu, "Mbak... Saya masuk ya... Ada yang ingin saya
omongkan..." ucap Pak Darjo lagi.
Dan beberapa saat kemudian, sosok lelaki itu sudah berada di depan pintu
kamarnya. Perlahan, jemari gempal Pak Darjo menyibak horden.
Seketika, mata Pak Darjo kembali melotot ketika melihat pemandangan yang
nampak di dalam kamar tidur Citra. Wanita seksi itu, hanya berdiri kaku
sambil termenung bingung menatap sosok tua yang sedang tergesa-gesa
mengenakan pakaian didepannya. Seumur-umur, Pak Darjo tak pernah melihat
wanita dengan tubuh sesempurna Citra.
Untuk sesaat, mereka bertiga hanya bisa saling memandang satu dengan
yang lain. Saling terkesima. Pak Darjo terbelalak menyaksikan
pemandangan Citra dan Pak Utet yang masih dalam keadaan telanjang, Pak
utet masih kaget karena perselingkuhannya tertangkap basah, dan Citra
hanya diam seribu bahasa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.
"HEH BANGSAT... SEDANG APA KAMU DISITU.." Teriak pak Darjo lantang
sambil menyerbu masuk kekamar Citra. Dengan satu gerakan, Pak Darjo
langsung membekuk Pak utet yang masih berusaha mengenakan pakaiannya.
"KAMU SEDANG MEMPERKOSA ISTRI MARWAN YA...?"
"Memperkosa..?" Tanya Pak Utet bingung. Dengan sekuat tenaga, ia
berusaha melepas cengkraman tangan besar Pak Darjo sambil terus memakai
semua pakaiannya. "Enak aja... Saya nggak memperkosa.. Neng Citra yang
ngajak ngentot..."
Kaget sekaget-kagetnya, Pak Darjo sama sekali tak menyangka jika wanita
secantik dan seanggun Citra, mau mengajak bercinta lelaki tua renta
seperti Pak Utet. Seketika, Pak Darjo merasa kalah. Namun karena gengsi
untuk meminta maaf, Pak Darjo tetap saja memelintir tangan lelaki tua
itu.
"BANGSAT... NGGAK MUNGKIN... MBAK CITRA NGGAK MUNGKIN MINTA DITIDURIN
OLEH LAKI-LAKI RENTA SEPERTIMU.... AYO... IKUT AKU KE KANTOR POLISI...."
"Jangan Pak... Jangan lapor ke kantor Polisi..." Tiba-tiba Citra
mendekat dan menyentuh lengan tebalnya, ia seolah berusaha membebaskan
Pak Utet dengan rayuannya. Luluh, Pak Darjo lalu melepaskan cengkeraman
tangannya. Setelah bebas, buru-buru Pak Utet melanjutkan memakai
pakaiannya lagi.
"Waduh, nggak bisa Mbak... Saya tak bisa membiarkan rumah kontrakan saya
dijadikan sebagai tempat mesum oleh lelaki tua ini..." Jawab Pak Darjo
dengan intonasi nada rendah.
Lagi-lagi, Citra menarik nafas panjang. " Maafin Pak Utet Pak.. Memang saya kok yang mengajak dia meniduri saya..."
Kembali, pak Darjo kaget. Ia benar-benar tak mengira jika wanita yang
sedang bertelanjang bulat didepannya itu bakal senakal itu.
"Enggak Mbak. Saya tetap harus melaporkan kejadian ini.. Paling tidak, saya harus melaporkan kepada Pak RT atau Pak RW..."
".... Waduh Neng... Gimana nih...?" tanya Pak Utet bingung, "Kita bakal diarak warga keliling kampung..."
"Sebentar-sebentar... Nama anda siapa pak...? Anda sepertinya bukan warga sekitar sini khan...?"
Tak menjawab, pak utet terus saja mengenakan semua pakaiannya dengan buru-buru.
"Heh... Pak tua... JAWAB PERTANYAANKU..." hardik Pak Darjo sambil mendorong pak utet jatuh kearah kasur.
"Aku pulang saja ya Neng..." kata Pak Utet tak menggubris pertanyaan Pak
darjo. Dengan batang penisnya yang masih berlumuran cairan vagina
Citra, ia terus mengenakan pakaiannya. Dan setelah semuanya terpakai,
dengan buru-buru Pak Utet pergi meninggalkan Citra. Dengan kecepatan
super cepat, Pak Utet sudah bertengger di motor, siap-siap mengengkol
mesin motor bututnya.
Merasa tak digubris, Pak Darjo langsung naik pitam. Ia buru-buru
menghambur keluar rumah dan menangkap Pak Utet yang hendak kabur. "HEH
BANGSAT... SINI.. JANGAN KABUR...."
Tak ingin insiden ini semakin panas, Citra pun segera mengejar Pak Darjo
keluar rumah dan memeluk tubuh lelaki gemuk itu. Dengan tak
mempedulikan tubuh telanjangnya, ia menarik tangan Pak Darjo supaya
melepas Pak Utet pergi.
"Pak... Jangan pak... Tolong biarin Pak Utet pergi...." Cegah Citra sambil memeluk tubuh pak Darjo dari belakang.
"Tidak bisa Mbak... Saya tetap harus melaporkan lelaki BANGSAT ini ke pihak berwajib...."
Pak Darjo heran dengan apa yang dilakukan Citra. Mengapa wanita cantik itu begitu ingin dirinya melepaskan lelaki tua ini.
"Pak jangan Pak.... "
Tanpa mendengar teriakan Citra, Pak Darjo terus saja mencekik leher pak
Utet dan menyeret tubuh lelaki tua itu supaya turun dari motornya.
Merasa usahanya sia-sia, Citra lalu melepaskan pelukannya lalu
merentangkan tangannya lebar-lebar, mencegat kedua pria itu supaya tak
bertengkar semakin panas.
"PAK DARJO... TOLONG LEPASIN PAK UTET...." teriak Citra lantang.
"Minggir Mbak..."
"Aku mohon pak... Lepaskan Pak Utet..."
Citra sadar jika usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. Ia juga
sadar, jika Pak Darjo tetap tak mau melepaskan selingkuhannya,
keributan ini bakal menjadi lebih panjang, dan bisa menarik perhatian
tetangga sekitarnya. Sehingga ujung-ujungnya, banyak orang yang tahu
jika selama ini Citra sudah berbuat serong dengan lelaki lain.
Merasa tak ada jalan keluar, Citrapun akhirnya menggunakan jalan
satu-satunya. "Jika bapak sudi melepaskan Pak Utet... Bapak boleh
memilikiku jika bapak mau..."
Kalimat terakhir Citra sepertinya sangat ampuh meredam amarah Pak Darjo.
"Ke... Kenapa Mbak...?" Tanya lelaki gemuk itu seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar tadi.
"Barusan... Mbak bilang apa...?"
"Pak Darjo boleh memilikiku jika mau..."
Bak memenangkan undian togel, hati pak Darjo mendadak berbunga-bunga.
Sebuah senyuman terukir di wajah gelap Pak Darjo. Lebar sekali, hingga
ujung bibirnya bisa menyentuh telinga. "Mimpi apa ya aku semalam? Citra
agustina akhirnya menyerahkan dirinya padaku.."
"Kamu sadar khan mbak maksud dari perkataanmu barusan....?"
Tak menjawab, Citra hanya menganggukkan kepala.
Perlahan, ia melepas cengkraman tangannya pada leher Pak Utet,
membiarkan lelaki tua itu kembali pergi. Tak ingin mensia-siakan
kesempatan ini, Pak Utet buru-buru menstater motornya, lalu kabur
meninggalkan komplek rumah kontrakan Citra.
"Sudah mbak.... Aku sudah melepaskan lelaki bajingan itu... " Kata pak
Darjo sambil terus-terusan mengembangkan senyum liciknya, "Lalu....
Sekarang gimana...?"
Masih dengan diam, Citra buru-buru membalikkan badannya, lalu melangkah
masuk kedalam rumahnya, dengan wajah kusut. Tampak kebingunan di wajah
cantiknya. Ujung kedua alisnya bertaut. Dan kerut didahinya benar-benar
terlihat jelas. Wanita jelita itu benar-benar bingung. Ia tak menyangka
jika perselingkuhannya dengan Pak Utet bisa ketahuan karena
ketelodarannya.
Mendadak, terlintas di benak Citra semua akibat dari perselingkuhan yang
terlah ia lakukan. Mas Marwan murka, dan langsung menceraikan dirinya.
Nama baiknya rusak. Tak ada kepercayaan lagi oleh orang sekitar terhadap
dirinya. Dikucilkan dari masyarakat.
Duduk di sofa ruang tamu, Citra hanya diam. Dewi keberuntungannya kali ini sama sekali tak bisa membantu masalahnya ini.
Melihat Citra yang sedang bingung, Pak Darjo buru-buru mendekat kearah
Citra. Ia lalu mengajak Citra pergi ke kamar tidurnya. Masih dalam
kondisi bingung, Citra menuruti permintaan lelaki gemuk itu. Dan
sesampainya di dalam kamar, Pak Darjo segera menubruk tubuh ramping
Citra. Ia memeluk tubuh wanita cantik itu erat-erat, sambil mulai
mengecupi kening dan pipi mulusnya.
Seketika, Citra tahu apa yang sedang pak Darjo mulai lakukan pada
dirinya. Itu adalah konsekwensi dari kalimat terakhirnya. Iya, ia harus
menyerahkan semua kehormatan dirinya kepada pemilik kontrakan bertubuh
tambun ini.
"Kehormatan....?" tanya citra dalam hati, "Memangnya aku masih punya kehormatan...?"
"Setelah bersetubuh dengan Pak Utet, Seto, dan sekarang Pak Darjo...
Masih adakah kehormatan dari diriku yang masih tersisa...?"
Dalam menit-menit terakhir, akhirnya Citra menyerah. Setelah susah-susah
berusaha mencari jalan keluar dari semua masalah yang menimpanya,
mendadak Citra tersenyum.
"Tak apalah, jika aku harus melayani para lelaki-lelaki hidung belang
itu... Karena paling tidak, aku tak harus pusing-pusing memikirkan beban
ekonomi yang harus aku tanggung...."
Melihat wanita yang sedang dipeluknya mendadak senyum-senyum sendiri,
Pak Darjo kembali menatap raut wajah dan tubuh telanjang Citra
dalam-dalam.
"Akhirnya aku bisa mendapatkan dirimu mbak..." Ucap Pak Darjo sebelum akhirnya ia memeluk kembali tubuh jelita Citra lagi.
Citra dapat merasakan desah hembusan nafas birahi lelaki gemuk itu
menerpa keningnya, matanya, pipinya, hingga lehernya. Tak ingin terlihat
malu-malu, Citra lalu memejamkan mata , tak tau harus menolak atau
menikmati kecupan mesra lelaki gemuk itu. Perlahan, birahi Citrapun
mulai terusik kembali, apalagi setelah kecupan Pak Darjo mulai merambat
sampai pada bibir tipisnya.
"Hangat sekali kecupanmu... Pak Darjo..." batin Citra sambil mulai
mempersilakan lidah lelaki tua itu bermain dalam mulutnya. Tangan nakal
Pak Darjo pun tak tinggal diam, mulai merayapi payudara, perut, pantat,
vagina hingga paha Citra. Mencoba meresapi kehalusan kulit istri Marwan
itu.
"Ehhhhmmm....." Desah Citra, menikmati usapan dan belaian serta kecupan bibir Pak Darjo.
Melihat Citra hanya diam pasrah, Pak Darjo semakin bersemangat. Dari
gerakan yang awalnya hanya mengusap dan membelai, hingga pada akhirnya
ia mulai meremas, memilin dan mencubit. Apa saja ia remas, pantat,
perut, pinggul hingga payudara Citra tidak luput dari remasannya. Hal
ini semakin membuat Citra menjadi lemah tidak berdaya, nafsunya yang
sempat padam karena ditinggal oleh lelaki pengecut seperti Pak Utet,
perlahan mulai terbakar lagi.
Sedikit demi sedikit Pak Darjo mendorong tubuh Citra ke arah kasur.
Citra yang sudah dimabuk birahi itu hanya bisa menurut saja ketika ia
diminta Pak Darjo untuk menurunkan tubuhnya dan duduk dikasur. Pak Darjo
lalu mengikuti Citra duduk ditepi tempat tidur dan mulai memainkan
lidahnya diseputar puting payudaranya.
Dengan sekali dorong, Pak Darjo merebahkan tubuh indah Citra kebelakang.
Membuatnya telentang. Sekali lagi, lelaki tua itu mengamati keindahan
tubuh Citra. Mengagumi setiap pori-pori kulitnya yang mulus tanpa luka.
Mengagumi payudara besarnya yang membuncah indah. Mengagumi bibir vagina
Citra yang gemuk seperti kue apem
Dalam diam, Citra mulai mengapai tubuh pak Darjo yang masih berdiri di
samping tempat tidurnya. Berusaha meraih tonjolan daging yang tumbuh
diselangkangan Pak Darjo.
"Buka bajunya pak..." Ucap Citra lembut.
Melihat Citra mulai berinisiatif, Pak Darjo segera memelorotkan celana
panjang beserta dalemannya. Tak lupa ia juga melucuti kemeja lusuhnya
dan melemparnya ke sudur kamar.
Pada akhirnya, tampaklah oleh Citra, tubuh hitam nan gemuk milik Pak
Darjo. Walau penisnya tak terlalu panjang, tetap saja Citra merasa kagum
akan kegemukannya. Irip ubi jalar. Kepalanya kecil, tapi batangnya
benar-benar besar.
Perlahan, Pak Darjo mulai mengulik vagina Citra. Menggelitik mesra,
sambil sesekali menjilat klitorisnya. Citra tak mengira jika gaya
pemainan lelaki yang temperan itu benar-benar sopan. "Sepertinya, Pak
Darjo bisa berlaku romantis juga... " Kata Citra dalam hati. Tak seperti
permainan seks mas Marwan yang asal gabruk, tubruk, tusuk, dan akhirnya
ambruk. Seruntulan.
Tidak puas hanya dengan hanya mengusap vaginanya, Pak Darjo mulai
menusuk-nusukan jemarinya kevagina Citra yang telah basah oleh cairan
birahinya.
"Eeehhmmm....Pak..." Panggil Citra pelan
"Hmmmm...."
"Jangan laporin kejadian tadi ke Mas Marwan ya pak...."
"Kekekekek... Kita lihat saja nanti... " Kekeh lelaki gemuk itu.
"Tolong ya pak.... Jangan...."
"Trus kalo aku nggak lapor ke suamimu, aku dapet apa...?"
"Apa aja pak..."
"Apa saja itu gimana..? Aku nggak ngerti...."
CLOK CLOK CLOK.
Rupanya vagina Citra sudah benar-benar basah, karena tak terasa, kocokan
jemari Pak Darjo sudah diiringi oleh lendir-lendir liang vaginanya.
"Aku rela pak jadi MADUMU...."
"Kekekekekek .... Kalo aku nggak mau gimana...?"
"Kamu nggak mau pak...?"
"Buat apa wanita tukang selingkuh sepertimu dijadikan maduku...?" Ejek Pak Darjo.
Citra hanya diam.
"Kamu pasti wanita murahan.... Sama lelaki tua aja mau diajak ngentot.."
"Ayo coba ngaku, kamu sudah berselingkuh ama berapa orang..?"
Lagi-lagi Citra diam, tak menjawab,
"Kekekekekek.... Aku yakin kamu sudah dipake banyak orang..." Ejek Pak
Darjo sambil terus mengocok vagina banjir Citra cepat-cepat.
CLOK CLOK CLOK
"Dasar LONTE.... "
Mendengar hinaan Pak Darjo, Citra buru-buru bangkit. Ia langsung berdiri
dan meninggalkan pak Darjo. Walau ia sudah benar-benar bernafsu, namun
panggilan Pak Darjo buat dirinya tadi membuatnya emosi.
"Heh... Lonte.. Mau kemana...?" Tanya Pak Darjo sambil mengamit tangan
kecil Citra. Dengan sekali kibas, lelaki gemuk itu membanting tubuh
kecil Citra keras-keras ke kasur.
"Aaaawww.... Pakk..." Rintih Citra begitu tubuhnya terhempas ke atas kasur, "Kasar banget kamu pak..."
"Jangan sok suci Mbak.... Lonte sepertimu harusnya tak aku perbolehkan tinggal di sini..."
"Lepasin...!"
"Udahlah Mbak... Ga usah banyak bacot... "
"Aku bisa teriak pak..."
"Kekekekek... Teriak saja mbak... Biar sekalian orang kampung tahu,
betapa binalnya dirimu... " Ujar Pak Darjo, "Udah nggak bisa bayar
kontrakan, pamerin tubuh telanjang biar nggak jadi ditagih duit sewa..
Gitu ya...? Orang-orang pasti bakalnya berpikir seperti itu..
Kekekekekek...."
"Sialan.... Apa yang dikatakan lelaki busuk ini ternyata cukup masuk akal..." Gerutu Citra.
"Ayo... Sekarang kamu nungging..." Pinta Pak Darjo kasar. "Kalo kamu mau
jadi MADUKU.... Kamu harus layani aku dengan segenap hatimu.... LONTE
MURAHAN...."
Tak pernah seumur-umur Citra dilecehkan seperti ini. Lonte. Dengan
tatapan penuh amarah, Citra tak menjawab pertanyaan Pak Darjo, ia hanya
terus menatap tajam kearah lelaki gemuk itu.
"Gimana...? Mbak Citra Agustina yang terhormat.... Apakah kamu mau kamu
jadi lonteku...?" Goda Pak Darjo semakin mempercepat kocokan jemarinya
ke liang kenikmatan Citra.
CLOK CLOK CLOK
"Jawab...!" Bentak Pak Darjo lagi. "Mau nggak kamu jadi lonteku...?"
Tanpa menunggu jawaban Citra, Pak Darjo segera membekuk tangan Citra
kesamping tubuh rampingnya. Lalu dengan satu tangan lainnya, ia menindih
dan memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan istri Marwan itu
dalam-dalam. Vagina Citra yang sudah benar-benar basah, segera saja
menyambut penis gempal pak Darjo.
CLEP...
Tak mampu bergerak, Citra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
menggigit bibir bawahnya. Dalam penolakannya, ia berusaha merasakan
kenikmatan tusukan kasar dari penis gemuk Pak Darjo. Walau penis itu tak
sebesar dan sepanjang penis Pak Utet, tetap saja, mampu membuat
birahinya kembali menggelegak.
Tak lama, kemaluan Pak Darjo berhasil melesak seluruhnya. Sejenak,
mereka terdiam sambil saling merasakan kenikmatan persetubuhannya,
"Gimana mbak....? Kamu mau jadi LONTEKU...?"
Tak menjawab. Citra hanya diam sambil terus menatap tajam kearah Pak
Darjo. Citra sama sekali tak mengira, jika lelaki yang dihormatinya itu
bakal melakukan tindakan hina seperti ini. Pak Darjo tega memperkosa
Citra di rumahnya sendiri, di atas kasur yang biasa ia gunakan untuk
bersetubuh dengan suaminya.
"Nggak usah kamu jawab juga aku sudah tahu mbak..." Ucap Pak Darjo penuh
keyakinan. "Liat aja memek kamu yang membanjir seperti ini, aku tahu
jika kamu suka diperlakukan seperti ini ya...? Kekekekek...."
Sekali lagi, Citra dibuat malu oleh lelaki gemuk itu. Apa yang dikatakan
oleh lelaki gemuk itu benar. Walau wajahnya menunjukkan penolakan
terhadap apa yang sedang dilakukan Pak Darjo pada dirinya, tubuhnya
tidak sama sekali. Tubuh moleknya justru menikmatinya.
"Aku tahu... Kamu bakal bersedia Mbak... Kekekekek..." Tawa Pak Darjo.
Dengan kecepatan tinggi, lelaki gemuk itu mulai menggenjot penisnya
keliang vagina Citra. Menusuk dan mencabut batang gemuknya dengan
kecepatan tinggi.
"Wuuuoooooo.... Sempit banget memekmu mbak... " puji Darjo, yang
seumur-umur belum pernah merasakan vagina sesempit milik Citra. Walaupun
ia telah sering menikah, tak satupun dari ketiga istrinya yang memiliki
vagina seperet Citra. "Aku nggak ngira... Lonte Cantik sepertimu punya
memek yang menggigit seperti ini...."
"Ehhmmm.. Ssshhshhhhsss...."
Mendapat tusukan cepat seperti itu, mau tak mau membuat Citra akhirnya
mulai mendesah keenakan. Rupanya ia tak kuat juga menahan gempuran
birahi penis Pak Darjo. Perlahan, erangan dan desahan kenikmatan
meluncur dari bibir tipis Citra.
"Kekekek.... Kenapa mbak...?" Goda Pak Darjo yang tiba-tiba mencabut penisnya dari vagina Citra.
"Ooohhh...." Erang Citra, " Paakk....."
"Kenapa mbak....? Pengen lagi..."
CLOP. Pak Darjo kembali menusukkan penisnya lalu mencabut kembali.
"Ooohhhmmm.... Ssshhh... Pak..."
"Kekekek... Mukamu lucu sekali mbak...."
CLOP. Lagi-lagi Pak Darjo menggoda Citra. Dengan santai ia menghujamkan
penis gemuknya lalu mencabutnya kembali. "Kekekekekek...."
Merasa dipermainkan seperti itu, membuat Citra meronta-ronta nikmat.
"PAK DARJO... ENTOT AKU PAAKK... JANGAN PERMAINKAN NAFSUKU... " Jerit Citra.
"Kekekekekek.... Gimana Mbak...? Kamu bersedia jadi LONTEKU..?"
"Ooohh.... Iya pak... "
"Iya Apa...?"
"IYA PAAAKK.. AKU BERSEEEDDDIIIAAAAA...." Erang Citra lagi.
"Kekekekekek..."
Mendengar lawan bercintanya mulai mendesah-desah, Pak Darjo pun semakin
cepat menggerakkan pinggulnua. Menghujamkan batang penisnya dalam-dalam
ke vagina sempit Citra.
"Enak ya mbak...?"
"Ehhmmmm...."
"Kekekekek.... Dasar lonte..."
Suhu Sabtu siang yang sudah panas, semakin dibuat panas oleh kelakuan
bejat mereka. Dan tak lama kemudian, desahan lantang pun mulai
terdengar nyaring di komplek yang sedang sepi begini.
Mendengar panggilan kasar Pak Darjo kali ini, entah kenapa tak membuat
Citra sakit hati. Malah, ia semakin bernafsu untuk dapat mengalahkan
stamina lelaki gemuk yang sedang mencucuki vaginanya.
Namun apa daya, persetubuhan dengan Pak Utet sebelumnya, cukup membawa
dampak besar bagi Citra. Terbukti, gelombang orgasmenya langsung
menerpa. Dari pangkal pahanya, rasa panas mulai menjalar naik ke
rahimnya, membawa sengatan-sengatan orgasme semakin mendekat.
Begitupun oleh Pak Darjo, gelijang tubuh Citra yang hendak orgasme
sangat terasa olehnya. Istri Marwan itu lalu berulang kali mengangkat
tubuhnya tinggi-tinggi disertai gerakan kepanya yang tak terkontrol. Dan
benar, beberapa detik kemudian, tubuh Citra bergetar hebat, disertai
cengkraman kukunya pada punggung gemuk Pak Darjo.
"Pak... Aku keluar.... AKU KELUUUUAAAARRRR PAAAAKKKK.."
CREET CREET CREECETT.
Semprotan lendir birahi keluar dari vagina sempit Citra, diiringi oleh kedutan hebat dinding-dinding rahimnya.
Merasakan pijatan vagina yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, Pak
Darjo pun tiba-tiba merasa ingin orgasme. Dengan kecepatan maksimal ia
kemudian memacu gerakan pinggulnya naik turun, sembari menindih dan
memainkan payudara Citra yang nampak tak berdaya sama sekali setelah ia
mendapatkan orgasmenya.
"Aku juga keluar Mbak... AAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRGGGGGGGGGGHHHHHHHHH...."
CROT CROT CROCOOOT....
Tak terbayangkan nikmat yang dirasakan Pak Darjo ketika menyemburkan
benih-benih kejantanannya kedalam rahim Citra. Nikmat di ujung penisnya
berasa langsung menyebar ke seluruh penjuru syaraf tubuhnya.
Menghantarkan getaran-getaran enak yang tak mampu terlukiskan dengan
kata-kata.
"Ini adalah orgasme terhebatku. Orgasme yang tak pernah aku dapatkan
dari ketiga istriku..." Batin Pak darjo sembari menghempas-hempaskan
pinggul gemuknya, memerah semua spermanya untuk masuk kedalam rahim
Citra. Sejenak, Pak Darjo terdiam. Sambil terus menatap wajah ayu Citra
yang damai karena baru mendapatkan orgasmenya, Pak Darjo pun tersenyum
penuh arti.
Keduanya nampak begitu capai. Terkulai lemas. Hingga akhirnya Pak Darjo
menghempaskan tubuh gemuknya disamping tubuh raming Citra. Tak lama
kemudian, mereka berdua tertidur di bawah panasnya udara siang yang
begitu menyengat. Tertidur dengan tanpa mengenakan selembar pakaianpun.
Tertidur dengan pintu depan yang masih terbuka lebar.
Bersambung
By :
Tolrat
Home
Cerita Eksibisionis
Citra
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Citra : Citra Side Story part 1 | Bantuan Benih Ekonomi
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar