POV : Fais
Masuk angin ini sungguh membuatku tak berdaya, mungkin karena aku
kemarin kehujanan saat mengintip persetubuhan mbak Aryanti dengan pak
Bono jadinya sekarang tubuhku seperti tidak bisa diajak berkompromi.
Padahal acara hari ini sudah aku tunggu-tunggu karena sudah lama aku
menjanjikan pada Disha untuk bertandem bareng.
“bapak anggota dari Dinas … ya?” Tanya seorang kru bukit ijen indah adventure
“iya, ada apa mas?” tanyaku pada pemuda tersebut
“begini pak, saya mau memberikan teropong terrestrial sama handy talky
siapa tau bapak ingin memantau kegiatan teman-teman dilapangan, untuk
frekuensinya sudah disetting pada frekuensi kami, jadi bapak tinggal
pakai saja” sahu t pemuda tersebut
“oh, iya terima kasih mas” balasku saat menerima kedua benda tersebu ditanganku
Benar saja, beberapa saat setelah pemuda paruh baya itu pergi, mulai
terdengar beberapa percakapan dalam radio panggil yang aku bawa itu.
Mereka saling mengabarkan kondisi masing masing serta cuaca dan arah
angin. Karena saat berada diatas, kita haruslah selalu waspada dengan
setiap hal kecil yang mungkin bisa membahayakan keselamatan. Dan mungkin
itulah kunci kesuksesan wisata alam ini. Semua kru tanggap terhadap
keselamatan dan kenyamananan konsumernya.
Itulah yang setidaknya aku bisa tangkap dari percakapan mereka lewat
radio panggil yang aku pegang ini. Setelah kurasa cukup, aku masukkan
radio panggil tadi dalam saku jaket yang berada di depan, supaya aku
mudah mendengar percakapan mereka. Kemudian aku mencoba teropong
terestrial yang diberikan, dan membantuku melihat parasut yang terbang
lebih jelas.
“itu Doni, Riyan, Dina, Ahmad” hitungku satu persatu pada teman temanku
yang terbang berpencar mengikuti arah angin dan juga menghindari
tabrakan antar parasut.
“oh, itu sepertinya Disha yang di ujung” gumamku saat melepas teropong dari mataku agar aku dapat melihat lebih luas
Namun betapa terkejutnya diriku saat aku melihatnya dengan teropong
terestrial yang diberikan tadi. Jantungku berdegup sangat cepat, bahkan
rasanyanya mau lepas. Kulihat Disha istriku yang cantik itu tengah
berciuman bibir dengan pendamping tandemnya.
Ciuman panas diatas awan, oh sungguh romantis namun juga mengiris
hatiku. Karena hal itulah sebenarnya yang ingin aku lakukan dengan Disha
hari ini. Namun istriku yang cantik itu tengah menikmati ciuman dengan
pendamping tandem yang aku tidak tahu namanya.
Mungkinkah ini karma karena aku kemarin mengintip persetubuhan mbak
Aryanti dengan pak Bono, dan juga aku sering membayangkan bisa
menyetubuhi mbak Aryanti sehingga kini aku kembali menyaksikan kebinalan
istriku.
Parasut yang dipakai istriku kulihat semakin menjauh, dan kudengar dari
radio panggil yang aku bawa, ternyata pendamping yang bersama istriku
bernama Dicky. Dari radio panggil itu kudengar jika terjadi tekanan
udara yang cukup tinggi ditempatnya terbang, jadi dia terpaksa terbang
agak menjauh dan menghimbau rekan rekannya tidak mengambil rute agar
tidak terkena tekanan udara diarea itu. Dan untuk selanjutnya, nanti dia
akan mendarat di sektor tenggara dekat air terjun coban rondo.
Aku yang mendengar hal itu mencoba mengingat-ingat lokasi yang
diberitahukan diradio panggil tadi. Karena akupun sering bertandem
diarea ini, sehingga sedikit banyak aku tahu spot spot pendaratan
darurat saat adanya turbulensi diudara sehingga tidak memungkinkan
mendarat diarea yang seharusnya.
Mumpung jarak belum terlalu jauh, aku ingin mencoba mengejar mereka.
Kupinjam motor kawasaki KLX inventaris dari wahana wisata alam ini untuk
mengejar mereka. Dan beruntung mas paruh baya tadi mengijinkan setelah
aku memberi alasan jika aku sakit perut hendak buang air besar.
Perasaan marah, cemburu, kecewa, dan terangsang berkecamuk dalam dada
saat aku memacu kencang motor KLX ini menembus belantara pepohonan
pinus. Ada rasa penasaran dalam benakku dengan apa yang akan terjadi,
meskipun secara garis besar aku sudah bisa mengira-kira jika Disha akan
kembali menyerahkan tubuh indahnya, dan membuka pahanya lebar-lebar agar
disetubuhi oleh Dicky pendamping tandemnya tadi.
Kulihat keatas, parasut yang mereka naiki sudah mulai turun perlahan,
memang sepertinya sudah dekat dengan lokasi yang dituju karena dari
kejauhan juga sudah kudengar gemericik air terjun. Setelah kurasa cukup
dekat, aku putuskan untuk berhenti memarkirkan motor KLX yang aku pakai.
Tidak lupa juga aku kunci ganda karena itu motor pinjaman. Meski hatiku
tengah porak poranda karena penghianatan istriku dihari ini, namun aku
tetap ingat jika itu adalah motor pinjaman.
Kulanjutkan perjalananku dengan sedikit berlari mengejar parasut mereka
yang semakin turun mendekati tanah. Dan tak lama kemudian mereka
benar-benar mendarat diarea yang sedikit lapang yang memang sengaja
disiapkan oleh paguyuban wisata paralayang sebagai spot darurat.
Aku mengambil tempat persembunyian dibalik semak rumput gajah yang
tumbuh sangat subur diarea ini karena memang sengaja ditanam sebagai
makanan ternak sapi perah. Ku yakin mereka tidak akan dapat melihatku
karena dari pertama mereka mendarat mereka tengah sibuk melepaskan diri
dari peralatan safety yang terpasang.
“dimana mas air terjun yang mas ceritakan tadi” tanya Disha pada Dicky
saat mereka sudah selesei merapikan parasut dan perlengkapannya.
“dibalik bukit itu Dish, tempatnya masih asli jadi jalan setapaknya juga belum ada” balas Dicky
“yuk mas kesana, aku pengen tahu” sahut Disha
“ayo Dish” balas Dicky singkat karena Disha dengan tiba-tiba mencium
bibir Dicky, dan Dicky tanpa sungkan lagi membalas melumat bibir Disha
Entah mengapa firasatku tidak enak soal ini, berbeda dengan saat istriku
Disha disetubuhi oleh mas Teguh di sungai, Pardi dikebun tebu, dan
tukang sayur didapur rumah kami. Kulihat saat ini Disha dengan Dicky
begitu akrab seolah mereka sudah saling kenal sebelumnya.
Dengan mesra Dicky mengamit lengan istriku Disha untuk mengikutinya.
Disha dengan hati ceria kulihat dengan ringan melangkahkan kakinya
mengikuti ajakan Dicky tadi. Aku menunggu beberapa saat untuk membuntuti
mereka, karena mereka saat ini tengah berjalan kaki. Tidak lupa
sebelumnya aku mengecilkan volume radio panggil yang aku bawa agar tidak
berisik dan membuat pengejaranku ini menjadi ketahuan, yang entah
mengapa justru aku sangat takut jika aksiku ini ketahuan mereka.
Mungkin, karena aku belum siap kehilangan istriku dan mungkin saja aku
tidak bisa mengambil sikap atas istriku itu.
Perlahan aku ikuti istriku dan Dicky dari belakang, cukup jauh namun
karena hutan pinus ini sepi sehingga aku bisa mendengar percakapan
mereka samar samar. Sepanjang jalan mereka bergandengan tangan layaknya
sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Jika bukan karena wanita
yang tengah digandengnya itu istriku, mungkin aku tidak akan terlaalu
menamatkan gerak gerik dan gestur tubuh mereka.
“duh mas, kamu kok ndak berubah ya, tetap suka gombal kayak dulu” ucap istriku saat mereka berjalan
“gombal itu kalau aku bicara tidak sebenarnya Dish, kamu dari dulu selalu mempesona kok sayangku” balas Dicky tidak mau kalah
“lagipula itu kan yang membuatmu mau menerima ku jadi pacar pertamamu dulu” tambah Dicky kembali
“yang benar cinta pertama mas” koreksi Disha dengan mengamit erat lengan kekar Dicky
Meski terdengar pelan, namun aku sangat yakin dengan apa yang aku dengar
dengan telingaku sendiri. Ternyata memang inilah yang membuat sikap
istriku Disha begitu berbeda memperlakukan laki-laki ini, karena Dicky
bukan sekedar mantan pacarnya dulu, namun dialah cinta pertama istriku.
Diperlakukan demikian, Dicky dengan mesra mengecup kening istriku tanpa
menghentikan langkah mereka. Tanpa kusadari, kami sudah semakin dekat
dengan tempat yang hendak mereka tuju. Sebuah air terjun yang masih
belum terjamah tangan manusia. Dari kejauhan aku dapat melihat puncak
dari air itu terjatuh bagaikan butiran berlian saat percikannya tersapu
cahaya matahari.
“Indah banget mas pemandangannya....” pekik kagum istriku setelah mereka akhirnya sampai ditempat yang dituju.
Kulihat Disha dengan seksama mengagumi setiap sudut pemandangan yang ada
disini, tingginya tebing air terjun, rindangnya pepohonan pinus,
bebatuan vulkanis yang besar besar di area air terjun dan terakhir
adalah airnya yang mengalir sangat jernih melewati kaki kaki mereka.
Aku sendiri sudah menemukan tempat yang bisa aku gunakan untuk
bersembunyi sekaligus memperhatikan setiap kegiatan yang mereka lakukan
juga apa yang mereka katakan meskipun cukup berisik karena riak air yang
jatuh menghantam bebatuan dibawah tebing.
“ayo turun kesana Dish?” tunjuk Dicky pada sebuah ceruk yang cukup dalam setinggi dada orang dewasa
“tapi aku ndak bawa baju ganti mas?” sahut Disha sedikit bingung
“dilepas aja pakaiannya Dish” saran Dicky pada istriku
“Nanti aku juga kok, ndak usah malu” tambahnya lagi karena dia melihat istriku tampak ragu
“baiklah mas” sahut istriku singkat
Disha lantas kembali ketepi menghampiri batu yang cukup besar yang akan
dia gunakan untuk meletakkan pakaian dan celananya. Dengan perlahan
Disha mulai melepasi satu persatu kancing bajunya sehingga payudara
istriku yang tertutupi BH berwarna salem terlihat menonjol didalamnya
dan meletakkan pakaiannyadiatas batu, begitu juga dengan celana diatas
lutut yang istriku kenakan, perlahan turun melewati lututnya sehingga
pangkal paha istriku yang tertutup CD berwarna senada dengan Bhnya tadi
dapat bebas terlihat. Yang mana selama prosesi istriku melepas
pakaiannya tadi, Dicky dengan seksama menatap nanar pada tubuh istriku
Disha, dan beberapa kali kupergoki kulihat Dicky menelan ludah layaknya
seorang yang dahaga.
Kini praktis, istriku hanya mengenakan pakaian dalam saja saat ini,
ditempat yang sepi jauh dari kehidupan manusia, berdua dengan cinta
pertamanya.
“mas kok masih berpakaian lengkap sih?” sergah Disha seusai melepaskan pakaiannya.
“oh, iya Dish. Aku tadi masih terpana melihat indahnya tubuh seorang bidadari” balas Dicky memuji istriku
“apaan sih mas, ayo atau aku ciprati air pakaian mas nanti biar basah” ancam istriku pada Dicky
Dicky hanya menanggapi dengan senyum ancaman dari istriku, dan dia
kemudian melepas juga kemejanya sehingga dadanya yang bidang dengan dan
perutnya yang sixpack seolah sengaja dia pamerkan didepan istriku.
Begitu juga dengan celaana jeans ¾ yang dia pakai pun juga dilepas
sehingga kini Dicky setengah telanjang didepan istriku hanya mengenakan
celana boxer.
Disha memandang tubuh Dicky dengan penuh kekaguman, matanya tidak
berkedip mengagumi tubuh atletis cinta pertamanya itu. Dicky kemudian
berjalan dan menyerahkan pakaiannya pada istriku yang oeh Disha kemudian
ditaruh disatu tempat dengan pakaiannya.
Mereka berlarian saling berkejaran dengan mecipratkaan air sehingga kini
tubuh mereka sudah basah oleh air. Payudara indah istriku terihat
berguncang dan seperti mau melompat keluar dari dalam BH saat dia
berlarian mengejar dan dikejar oleh Dicky, dan beberpa kali Dicky
menangkap istriku dan mendekapnya erat dalam pelukannya sehingga
kekenyalan payudara istriku bergesekan dan menekan dada Dicky yang
bidang hingga membuat tonjolan batang penis yang tertutup celana boxer
itu semakin keras mengacung.
“ampun..ampunn.. mas, aku capek” seru Disha saat berlari dari kejaran
Dicky, Disha berhenti untuk mengatur nafasnya tepat didepan air terjun.
Kulihat Disha memandangi puncak dari air terjun tadi dan seperti
mengkira-kira ada apa diatas sana.
“bagus kan Dish, seperti kamu, sempurna” ucap Dicky ditelinga istriku
sehingga membuatnya sedikit menggelinjang karena geli, kedua tangan
Dicky melingkar dipinggul istriku yang seksi itu dan memeluknya dari
belakang. Batang penis Dicky yang sudah keras mengacung tentu menekan
belahan pantat istriku Disha yang hanya tertutupi celana dalam saja.
“Benarkah mas, seperti aku?” balas Disha dengan sedikit menolehkan
wajahnya kebelakang yang langsung disambut dengan pagutan bibir oleh
Dicky, mereka untuk kesekian kalinya kembali berciuman didepanku,
suaminya hari ini.
Suasana mendadak hening, meskipun derasnya riak air yang jatuh menggema
ditempat ini. Aku memandangi mereka berdua dari balik rerumputan yang
hampir setinggi pinggang.
“I love you Dish” bisik Dicky saat melepas ciumannya
“I love you too mas” balas Disha pelan
Setelah itu, Disha memutar tubuhnya sehingga kini mereka berdua
berhadapan. Kedua tangan Disha melingkar dileher Dicky dan Disha ganti
memagut bibir Disha untuk kembali berciuman. Dicky membalas ciuman
istriku dengan sangat panas, ciuman untuk kekasih yang sudah lama tidak
dapat dia temui. Lidah mereka saling membelit seakan tidak mau
dipisahkan kembali yang membuat ciuman mereka menjadi semakin liar,
tangan Dicky yang sebelumnya melingkar dipinggang istriku mulai bergerak
aktif mengelusi punggung istriku dan sesekali meremasi dengan gemas
bongkahan pantat istriku yang montok. Kurang lebih 15 menit aku melihat
mereka berciuman dengan panasnya, dan Disha sangat menikmati ciuman itu,
sama sekali tidak kulihat keragu-raguan dalam matanya saat membalas
ciuman Dicky.
Dicky mengarahkan tangan kanannya kedepan, menyentuh payudara Disha
masih dari luar BH warna salem yang dipakainya dan meremasnya pelan.
Disha tersentak, terkejut menerima remasan Dicky pada payudaranya.
Dipandanginya lekat-lekat mata Dicky, dan kemudian menutup matanya yang
rupanya itu adalah sebuah ijin dari Disha untuk Dicky agar meneruskan
perbuatannya lebih lanjut. Dicky yang melihat istriku telah
memberikannya ijin kembali memagut bibir indah istriku dan juga
tangannya kembali meremasi payudara istriku yang mana tangan kirinya
telah membuka pengait BH istriku yang ada dipunggungnya. Sehingga kini,
payudara istriku yang kencang itu terbebas dan memudahkan telapak tangan
Dicky menyusup kedalamnya. Meremasi payudara istriku secara langsung
dan sesekali kulihat istriku menyeritakan dahinya mungkin dia merasa
geli saat Dicky memilin puting susunya.
Tangan istriku yang tadi melingkar indah dileher Dicky, kini mulai
meremasi rambut dan kepala Dicky menerima dan menikmati rangsangan yan
Dicky lakukan. Dengan perlahan, dicky melangkahkan kakinya maju sehingga
membuat Disha mau tidak mau mengikuti gerakan Dicky kebelakang dan
akhirnya pinggang istriku menyentuh batu yang cukup besar dan landai.
Dicky menghentikan memagut bibir istriku dan mulai mencumbu leher
jenjangnya. Dishaku mendongak dicumbu dengan lembut oleh Dicky, bibirnya
beberapa kali mengeluarkan desahan-desahan lirih menikmati cumbuan
Dicky pada leher dan remasan tangan Dicky dipayudara indahnya yang masih
tertutup BH yang tidak sempurna karena telah terlepas kaitnya dan
bahkan tali yang melingkar dipundaknya sudah turun hingga lengan.
Dicky perlahan merebahkan badan Disha pada permukaan batu yang landai,
dan dengan gampang tanpa penolakan dari istriku, Dicky menarik lepas BH
yang masih menutupi sekenanya kedua payudaranya dari tubuh istriku.
Dicky memandangi tubuh telanjang istriku yang tengah berbaring diatas
batu yang berada tepat didepannya, tubuh indah istriku yang tanpa adanya
cela sedikitpun ditubuhnya. Dicky kembali meneguk ludah mengagumi tubuh
istriku, payudara istriku begitu bulat membusung kencang dengan puting
berwarna coklat muda yang telah mengacung keras sementara pemiliknya
tengah menatap Dicky tanpa malu-malu dengan pandangan nanar penuh
gairah.
Tak bisa kupungkiri, aku yang tengah bersembunyi ini memang sangat
bernafsu melihat istriku Disha tengah siap disetubuhi oleh lelaki lain
meskipun aku juga merasakan sakit hati dan cemburu karenanya. Parasnya
yang cantik dan tubuhnya yang indah mempunyai daya tarik seksual yang
tinggi terhadap lawan jenisnya. Sehingga wajar saja apabila setiap pria
bermimpi dan membayangkan sedang menggaulinya dalam fantasi seks mereka.
Dicky membungkukkan badannya dan kembali memagut bibir istriku yang
disambutnya dengan panas. Ciuman Dicky turun menyusuri dan menjilati
leher istriku yang jenjang dan putih.
“aaahhh ahhhhh aahhhh” suara desahan Disha, sementara itu tangan Dicky
semakin berani menelusuri tubuh indah istriku, diremas-remasnya
bongkahan pantat Disha sehingga membuat istriku semakin keras
desahannya.
“aahhh ahhh masshh, aahhhh....”
Setelah Dicky puas menciumi leher istriku, kulihat Dicky melanjutkan
ciumannya pada payudara istriku yang indah itu. Diciuminya dengan
perlahan mulai dari pangkal payudaranya, dan lidahnya menyapu setiap
senti kulit mulusnya menuju puting susu istriku disertai lenguhan
lenguhan dari bibir Disha. Setelah mencapai puncaknya, Dicky menjilati
puting susu istriku, dan membuat istriku menekan kepala Dicky lekat
dalam payudaranya. Wajah istriku yang penuh nafsu tertutupi oleh
rambutnya yang tergerai sehingga aku kurang dapat melihat bagaimana
ekspresi istriku menikmati cumbuan Dicky, kecuali hanya desahan dan
lenguhannya yang seolah berlomba dengan derasnya riak air terjun.
“Aahhh... aahhh teruss masshh, mmmhhhp” desah istriku yang tengah
mendongakkan kepalanya menikmati perlakuan Dicky pada kedua payudara
indahnya itu
Dicky semakin bersemangat mendengar desahan manja istriku, dia semakin
bernafsu dan memperkuat hisapannya. Sesekali tangan Dicky meremas-remas
payudara montok istriku dan memilin puting susunya bergantian. Disha
yang menikmati perlakuan Dicky dengan tidak sadar menekan kembali kepala
Dicky dan kadang meremas-remas rambutnya. Sehingga kedua payudara
istriku menjadi merah dan beberapa membekas cupangan.
Disha terengah –engah mendapatkan serangan birahi dari Dicky, dia
memberi kode pada Dicky agar mengambil nafas sebentar karena jantungnya
berdegup sangat kencang. Dicky menghentikan cumbuannya pada tubuh
istriku Disha, dipandanginya kembali tubuh telanjang istriku yang telah
telanjang bagian atas tanpa sehelai benangpun itu.
Mata keduanya saling berpadangan penuh arti, dan tiba-tiba Disha istriku
yang cantik memeluk erat tubuh Dicky yang sudah bertelanjang dada itu.
“aku kangen kamu masss...” isak Disha ditengah pelukannya pada tubuh Dicky
“kamu jahat sama aku, hu... hu...” tangis Disha pecah sehingga pelukannya semakin erat
Dicky kemudian mencium kening istriku dan mengelus-elus rambutnya yang
panjang dan sehitam malam. menenangkannya, agar istriku tidak larut
dalam rasa sedih. Setelah tenang, kulihat Disha mencium pipi Dicky dan
ciumannya tadi turun menyusuri lehernya hingga kedadanya yang bidang.
Dicky yang tengah dicumbu istriku menikmati dan kedua tangannya sibuk
meremasi payudara serta bongkan pantat montok istriku.
“ah hmm aah...bagus Dish, mantapp” racau Dicky keenakan
Cumbuan Disha semakin lama semakin turun kebawah, Disha menutunkan
lututnya sehingga kini dia sejajar dengan batang penis Dicky yang
terlihat mengacung keras dibalik celana boxernya baru akhirnya Disha
mengehentikan cimannya. Ditatapnya mata Dicky, dan kemudian
dipelorotkannya celana boxer itu kebawah hingga mata kaki dan batang
penis Dicky langsung mengacung bebas dihadapan mata istriku karena Dicky
tidak mengenakan CD dibalik boxer yang dipakainya.
Penisku rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan milik Dicky
yang saat ini ada dihadapan istriku. Penis Dicky begitu panjang, besar
dengan urat-urat sebesar cacing tanah seolah melingkar pada batang
penisnya sehingga terkesan sangat garang. Aku menjadi minder karenanya,
sudah pasti istriku akan sangat puas bila disetubuhinya.
Bibir tipis Disha mengecup-kecup kepala penis Dicky yang berwarna
kecoklatan itu, diciuminya beberapa kali dan dijilatinya lubang
kencingnya sehingga membuat Dicky tersenyum menahan geli. Lidah Disha
menyapu seluruh permukaan batang Dicky yang besar dan panjang hingga
akhirnya basah oleh liurnya sendiri. Setelah istriku merasa pemanasannya
cukup dengan mantap dia membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukkan
batang penis dicky dengan memajukan kepalanya.
Kulihat istriku sampai tersedak yang menandakan batang penis Dicky sudah
menyentuh dinding tenggorokannya padahal kulihat itu baru setengah dari
keseluruhan penis milik Dicky. Dengan sabar, menunggu tindakan
selanjutnya Dicky mengelus rambut istriku yang sedang berjongkok dengan
batang penisnya didalam mulut istriku. Rupanya istriku sedang berusaha
menyesuaikan rongga mulutnya dengan penis Dicky yang rupanya menurutku
paling besar diantara yang lain.
Tak lama kemudian istriku mulai memaju mundurkan kepalanya, mulutnya
sibuk dengan aktifitas mengulum batang penis yang besar itu, dimundurkan
kepalanya hingga hampir telihat kepala penis dicky dan dengan cepat
dilahapnya lagi, kadang cepat kadang pelan. Begitu juga dengan tangan
kanan istriku yang juga sibuk mengocok dan meremas batang penis Dicky
yang tidak sampai masuk kedalam mulutnya.
Aku yang biasanya mendapatkan serangan semacam itu biasanya baru 5 menit
sudah keluar, namun rupanya setelah hampir 20 menit dicky masih
bertahan dalam posisinya. Hanya desahan dan pujian pada istriku yang
sering terucap dari bibirnya. Tangannya beberapa kali sibuk memrapikan
rambut istriku yang panjang menjuntai kedepan agar tidak mengganggu
aktifitas blowjob istriku pada penisnya.
“mas, kamu tetap kuat banget, gak berubah. Aku sampai capek blowjob in kamu” rajuk istriku manja pada Dicky
Dicky hanya tersenyum mendengar pernyataan istriku tadi ditariknya
tangan istriku dan dibantunya dia berdiri, namun aku yang juga
mendengarnya terkejut. Namun hal yang kemudian kudengar lebih membuatku
terkejut lagi karena...
“ayo mas, aku sudah tidak tahan lagi, aku kangen kamu setubuhi seperti
dulu mas” rayu Disha agar Dicky bergegas memuaskan dahaga birahinya,
celana dalam yang masih terpasang, pertahanan terakhir yang menutupi
liang surgawinya dia lepas sendiri hingga turun sampai mata kaki. Kini
kedua insan dimabuk birahi itu telah sama-sama telanjang, libido mereka
semakin memburu.
Bagaikan dihantam palu kepalaku, ternyata istriku saat aku nikahi sudah
tidak lagi perawan. Namun jika kuingat, dulu saat malam pertama aku
sangat kesulitan saat mencoba menyetubuhinya diranjang pernikahan kami,
begitu juga dengan Disha yang terlihat kesakitan saat penisku membelah
liang senggamanya yang sudah sangat basah karena terangsang dan saat
kucabut, memang penisku terdapat bercak darah.
Istriku kembali merebahkan badannya dipermukaan batu yang tadi, matanya
terlihat sayu karena dikuasai nafsu yang harus dituntaskan, diangkatnya
satu kakinya dan dia buka lebar-lebar sementara satu kaki kanannya masih
berpijak sebagai tumpuan. Istriku sungguh terlihat binal dalam pose
demikian, liang senggamanya yang rapat terlihat bersih dari rambut
kemaluan dan siap untuk disetubuhi.
“sudah siap aku setubuhi Dish?” tanya Dicky dengan senyum mesum menahan nafsu
“iya mas, aku siap..cepat masukin mas, setubuhi aku” jawab Disha bernafsu
“aaakhhh...ssaakitt masss, pellaann...” cercau Disha saat batang penis
dicky yang besar dan panjang itu menembus membelah liang senggamanya
yang hangat dan rapat, dahinya berkerut menahan sakit namun tidak
demikian dengan Dicky, raut wajahnya menunjukkan kepuasan saat penisnya
berhasil bersarang dalam liang senggama istriku.
Kulihat senti demi senti dengan perlahan batang penis Dicky memasuki
liang senggama istriku, dan setiap senti penis dicky memasuki liang
senggamanya, istriku memekik dan memejamkan matanya menahan sakit hingga
akhirnya mentok menyentuh dinding raminya dan tersisa sekitar 10 cm
yang tidak bisa masuk kedalam.
“masih rapet saja seperti waktu aku perawani dulu dish” puji Dicky saat
dia berhasil membenamkan batang penisnya hingga menyentuh dinding rahim
istriku.
Hatiku semakin sakit mendengar pujian Dicky yang memuji kelegitan liang
senggama istriku itu, ternyata Dicky bukan hanya cinta pertama istriku,
namun dia pula lah yang mengambil keperawanan istriku saat masih gadis
dulu. Rasanya aku begitu membenci dunia ini, kenapa hal seperti ini bisa
terjadi dalam hidupku. Dan tanpa aku sadari, aku menangis...aku
mencintai dia dan tak sanggup kehilangan cintanya. Aku yakin dalam
hatinya dia juga mencintaiku juga keluarga kami dan persetubuhan yang
dia lakukan sebelum-sebelumnya hanya didasari nafsu belaka, memenuhi
kepuasan libidonya yang memang tinggi sehingga aku tidak takut
kehilangan cinta dan dirinya.
Namun sekarang, aku melihatnya kembali disetubuhi oleh cinta pertamanya,
kekasih pertamanya dan yang pertama menikmati hangatnya jepitan liang
senggama, mengambil keperawanannya. Yang tentu saat ini yang terjadi
tidak hanya perasaan “just sex”, tapi sudah mulai main hati. Raut wajah
Disha yang tadi merasakan kesakitan, berangsur-angsur mulai terbiasa,
meskipun beberapa kali wajahnya masih menyeritkan dahi saat Dicky
menggerakan badannya yang tentu ikut bergerak juga batang penis yang
tengah bersarang diliang senggamanya.
“pelan-pelan sajah mas, batang mas besar dan panjangh” rintih Disha agar Dicky tidak tergesa-gesa dalam penetrasinya.
“iya Dish, siap ya...” balas Dicky
“aaakkhhhhh...” Disha mendesah panjang saat Dicky menarik setengah
batang penisnya dan mendorongnya kembali memenuhi liang senggamanya
dengan tempo pelan.
“ooohhh nikmat sekali memekmu Dish, terasa jepitannya” cercau Dicky
Disha tampak mulai menikmati penetrasi batang penis Dicky dalam liang
senggamanya, wajahnya yang tadi terlihat kesakitan mulai menunjukkan
ekspresi menahan nikmat, sensasi bersenggama dialam terbuka membuat
mereka semakin terbuai dalam hal tabu tersebut. Dicky membantu memegangi
betis kiri Disha agar tetap terbuka sementara tangan satunya sibuk
meremasi payudara Disha
“aahh ahh ehhhhm aahhh” desah Disha semakin kuat seiring dengan semakin
cepatnya tempo kocokan batang penis Dicky dalam liang senggamanya, dicky
tampak piawai sekali mengayun-ayunkan pinggangnya, menusuk dan menarik
batang penisnya dengan pola 2 kali tusukan dalam dan 1 kali tusukan
sedang sehingga tubuh Disha terlonjak lonjak, begitupula payudaranya
yang bebas tanpa pengahalang terlihat berguncang-guncang liar dan tidak
lama kemudian Disha mendapatkan orgasme pertamanya hanya dalam waktu
tidak kurang dari 5 menit.
“mmaassshh, aakuu mauu sampaaii” cercau Disha disaat liang senggamanya digempur habis-habisan oleh cinta pertamanya.
Tubuh Disha melengkung keatas, membuat kedua payudaranya semakin
membusung kedepan. Kedua tangannya melingkarkan dileher Dicky, dan
dengan sekenanya dia menciumi wajah pacar pertamanya itu. Dibawah, Dicky
merasakan jika batang penisnya yang masih mengaduk-aduk didalam liang
senggama istriku sedang disirami oleh cairan hangat hasil persetubuhan
mereka.
Home
Cerita Eksibisionis
Disha
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Disha : The Begining, Binalnya Istriku | Udara yang Membara Part 2
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar