Istriku Ternyata Eksibisionis Part 9 : Demi Rumah Kontrakan
Prolog:
Cerita di bawah ini merupakan 80% kisah nyata yang direvisi oleh saya
Naryo selaku suami, bersama sahabat cyber saya bernama Raka (perlu
diingat bahwa Raka akan muncul di part selanjutnya dari kisah
berkelanjutan ini). Nama yang akan di tampilkan dalam sepanjang cerita
"Istriku ternyata Eksibisionis" ini adalah 100% nama pendek dan nama
panggilan dari nama asli kami.
Saya (Naryo) 32 tahun dan Istri (Yola) 29 tahun, kami sudah menikah
selama 7 tahun lamanya (Sejak Tahun 2005). Saat ini sudah tahun 2013,
Oktober. Sedikit bercerita tentang istri saya selaku tokoh utama dari
kisah nyata ini, ia memiliki penampilan cukup sederhana dan menarik,
sangat periang, dan memiliki banyak teman. Menurut Raka, istri saya
cukup cantik dan menarik jika diberi angka 1-10 ia memilih angka wajah
(7.5) dan badan (7). Dan ia seperti memiliki darah keturunan chinese
hanya sekitar 20% saja (tidak terlalu kelihatan).
Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya bahwa istri saya positif
sekali menyukai aksi Eksibisionis. Sedangkan saya sendiri sebagai
suaminya menjadi kesulitan untuk memuaskan hasrat istriku karena
ternyata aksi eksibisionis istriku membuat ejakulasiku menjadi sangat
dini, hasrat-hasrat sebagai suami terlepaskan seketika menjadi sang
pengintip istri yang melakukan aksinya.
Pada Part 9 ini, saya ingin menceritakan kisah yang kami alami setelah
kejadian Part 8 sekitar bulan Oktober-December 2006. Walaupun kisah di
part 9 ini tidak sepenuhnya benar tetapi sekiranya 40-50% dari cerita
Part 9 dari segi cara, sebagian tehnik bercinta, tokoh-tokoh pria,
maupun lokasi kejadian, serta sebagian kata-kata liar adalah benar
sesuai dengan kejadian nyata dan dapat di sangsikan kebenarannya.
Tetapi, tehknik pelecehan, kata-kata kotor yang berlebihan, kata-kata
melecehkan suami (saya sendiri), serta ke-kotoran semua hal yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh pria kepada istri saya, Yola, adalah karangan
dari Saya dan Raka untuk kepuasan para pembaca.
Setelah saya mengalami hal yang sungguh melecehkan nama baik kami pada
Part 8 sebelumnya. Yaitu, pemerkosaan terhadap Yola, istri saya, yang
dilakukan di rumah warisan dari leluhur saya. Saya merasa malu dan tidak
pantas lagi tinggal di desa ini. Terlebih lagi kalau sampai ada
tetangga yang mengetahui kejadian itu. Maka sayapun berinisiatif untuk
mencari tempat tinggal baru untuk kami. Entah saya pernah bercerita
sebelumnya atau tidak kepada para pembaca setia kisah Yola. Bahwa saya
pindah ke desa ini setelah menikah dengan istri saya dengan harapan
dapat membantu untuk mengolah tanah pemberian dari leluhur kami. Sudah 2
keturunan tahan ini di serahkan kepada keturuan keluarga kami dan kini
dipegang olehku. Sebelum ke desa ini, sebenarnya aku sudah mencoba
wawancara dengan beberapa perusahaan di kota. Hanya saja, masih belum
ada lowongan tersedia untukku dan lagi, aku masih belum memiliki tempat
tinggal yang layak di sana. Maka saya dan istri memutuskan untuk tinggal
di desa meneruskan lahan milik orang tua.
Melihat keadaan sekarang yang sudah menjadi separah ini (Kisah Part 8).
Saya memutuskan untuk mencari lowongan kerja lagi di kota tetapi kali
ini aku meminta pertolongan dari kerabat-kerabat ku yang sudah bekerja.
Hingga dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu aku sudah mendapatkan
panggilan di sebuah perusahaan cukup terkenal (dirahasiakan namanya).
Setelah melakukan interview dan beberapa tes kesehatan, tidak lama
setelah itu sayapun diterima bekerja di sana sebagai pegawai buruh
pabrik itu. Hanya saja ada yang kurang, kami belum memiliki rumah di
sana. Lalu aku teringat akan Pak Dahlan (baca Part 7), Pak Dahlan
merupakan salah satu orang yang cukup sukses di kota. Salah satu
pekerjaan yang ia lakukan adalah menyewakan rumah kontrakan. Maka dari
itu akupun memutuskan untuk mencari cara untuk berbicara dengan Pak
Dahlan agar bisa mendapatkan keringanan sewa kontrakan untuk beberapa
bulan karena aku baru saja diterima bekerja. Tetapi, jika saya melihat
ke sejarahnya Pak Dahlan, dia itu sangatlah pelit apa lagi terhadap
uang. Pernah ada tetangga saya yang berusaha mendapatkan keringanan atas
hutangnya. Tetapi dia sama sekali tidak memperdulikannya.
Akhirnya karena saya belum juga mendapatkan kontrakan, untuk sementara
saya harus bekerja pulang pergi ke kota dan desa. Saya pun berusaha
mencari kontrakan dengan kerabat-kerabat saya di pabrik. Hanya saja
tidak ada kontrakan yang murah dan layak untuk ditempati, saya yakin
istri saya Yola tidak akan mau. Setelah hampir 1.5 bulan mencari rumah
kontrakan yang tak kunjung ketemu, saya pun cukup putus asa. Sebelum
saya berceritera kembali tentang bagaimana saya mendapatkan Rumah
Kontrakan di kota. Kita coba melihat dan mengingat apa saja yang sudah
dilakukan oleh istri saya selama 2 bulan terakhir (setelah kejadian Part
8). Cukup aneh memang selama beberapa minggu awal saya bekerja antara
desa dan kota saya tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Pak Amir dan
teman-temannya di rumah kami lagi. Sebenarnya saya juga tidak tahu betul
apa yang terjadi di rumah karena saya pergi bekerja dari pagi-pagi
benar hingga malam karena jarak antara desa dan kota cukup jauh.
Hampir setiap pulang kantor saya mencoba memeriksa seluruh isi rumah,
saya tidak menemukan kejanggalan seperti bercak sperma, ataupun pakaian
dalam istriku yang terkena bercak-bercak sperma. Ketika aku pulang di
malam hari aku tidak melihat istriku, Yola, tampak seperti kelelahan.
Cukup aneh memang, pikiran saya terus berpikir memutar otak, kenapa
tidak ada yang meniduri istriku selama aku pergi. Mungkin kalian membaca
hal ini merasa bodoh sekali suami seperti saya kok malah mengharapkan
istrinya di tiduri orang. Tetapi bukan itu maksud pemikiran saya, maksud
saya adalah bagaimana mungkin orang-orang yang kurang ajar seperti
Amir, Bayu, dan Pak Rojali bisa melepaskan istri saya begitu saja selama
beberapa minggu ini. Bahkan sampai berganti bulan pun hingga November
2006, saya masih tidak menemukan tanda-tanda yang extreme atau
mencurigakan.
Semakin saya mencari-cari saya semakin bertempur dengan pikiran saya
sendiri dan terus berkata "tidak mungkin" semakin terasa gila saya
dibuatnya. Oleh karena itu, dengan segala kegilaan dipikiran saya, saya
memutuskan untuk berbicara dengan Pak Dahlan tentang kontrakan di kota.
Saya sangat berharap dia dapat membantu saya. Pada hari sabtu pagi, saya
berbicara dengan istri saya mengenai mencari rumah kontrakan di kota
dan mencoba mengusahakannya melalui Pak Dahlan. Istri saya nampak setuju
sekali dengan ide saya tersebut. Yola benar-benar antusias ingin pindah
ke kota.
Kemudian di siang hari kami pergi ke rumah Pak Dahlan bersama-sama
dengan harapan dapat membujuk Pak Dahlan mengenai rumah Kontrakan.
Sesampainya di rumah Pak Dahlan kami disambut baik oleh Pak Dahlan dan
dipersilahkan duduk. Setelah berbasa-basi menanyakan kemana Ibu Yeni,
istri Pak Dahlan, yang ternyata sedang pergi. Lalu, Pak Dahlan bertanya
kepada kami, "Ada apa nih kok tumben-tumbenan kalian datang ke rumah
saya?" Saya dan Yola saling bertatap muka kemudian sayapun mencoba
menjawab, "Begini pak, sebenarnya kami kemari ingin meminta pertolongan
bapak." Pak Dahlan pun berseru, "Oh ya!? Apa yang bisa saya bantu?" Saya
pun melanjutkan, "Kebetulan sudah hampir 2 bulan saya bekerja di kota,
dan sayapun terlalu lelah karena perjalanan terlalu jauh dari desa ke
kota. Setiap hari saya harus pergi subuh pulang pun cukup larut." Pak
Dahlan pun mengikuti, "Iya betul, yang saya dengar kamu diterima bekerja
di Pabrik X di kota yah. Memang cukup jauh perjalanan ke sana." Sambil
berkata seperti itu, Pak Dahlan melirik istri saya Yola. Saya tidak
mengerti apa arti tatapan itu. Tetapi saya berusaha tidak mengindahkan
hal tersebut.
Saya pun berbicara kembali, "Selama saya bekerja di kota, saya berusaha
mencari rumah kontrakan terdekat dengan pabrik tempat saya bekerja.
Tetapi sulit sekali mencari kontrakan yang memiliki harga yang dirasa
cukup dengan gaji saya, karena saya pun masih harus menempuh 12 bulan
bekerja hingga mendapatkan gaji yang lebih layak." Saya pun mencoba
meneruskan, "Saya dengar, Pak Dahlan memiliki usaha kontrakan di kota,
saya hanya berharap bapak bisa membantu kami untuk memberikan keringanan
kontrakan selama 9-10 bulan kedepan hingga saya mendapatkan gaji
tersebut." Pak Dahlan mulai cemberut dan berpikir sejenak. Kemudian ia
pun berbicara, "Hm... 10 bulan adalah waktu yang cukup lama Dik Naryo.
Saya cukup keberatan untuk waktu yang selama itu." Saya pun pasrah dan
berkata lagi, "Oh begitu ya pak, tidak apa, kami juga hanya mencoba
bertanya, tidak ada paksaan kok. Hanya saja jika bapak bisa membantu
kami, kami akan sangat berhutang budi atas bantuan bapak."
Tiba-tiba saja mendengar kata "berhutang budi", Pak Dahlan menatap istri
saya, Yola, lama sekali dan tersenyum. Istri saya tidak membalas
tatapan Pak Dahlan melainkan berusaha menundukkan kepala dan tersipu
malu. Sayapun berpikir, "Wah, jangan-jangan Pak Dahlan menginginkan
tubuh istri ku lagi seperti waktu itu." Saya tidak ingin hal tersebut
terjadi lagi oleh karena itu saya berpikiran mau membatalkan hal ini.
"Baik pak lebih baik kami pulang sekarang, terima kasih atas waktunya."
Setelah saya berkata seperti itu, tiba-tiba saja istri saya menarik
tangan saya dan berkata, "Kalau tidak salah ibu Yeni pernah berbicara
tentang membutuhkan karyawati di toko baju nya di kota kan, pak.
Bagaimana kalau saya turut membantu ibu Yeni, sedangkan bapak tidak
perlu menggaji saya cukup mengurangi biaya kontrakan kami?" Pak
Dahlanpun mulai tersenyum dan berseru, "Wah ide yang sangat cemerlang!
Dik Yola ini sudah cantik, pintar lagi." Sambil berusaha merayu istri
saya di depan saya. Pak Dahlanpun melanjutkan, "Kebetulan sore ini saya
akan ke kota untuk menjemput istri saya. Bagaimana kalau dik Yola ikut
saya ke kota, sekaligus berbicara dengan Yeni tentang hal ini. Kemudian
Dik Naryo bisa bersiap-siap di rumah karena besok atau lusa kita mulai
memindahkan barang-barang ke rumah kontrakan di kota."
Mendengar itu saya sangat senang sekali, tetapi saya berpikir ada hal
yang tidak beres, maka dari itu saya memutuskan untuk ikut ke kota, "Wah
Pak Dahlan baik sekali, tetapi jika berkenan bagaimana jika saya
mengantar istri saya ke kota sekaligus saya mau melihat toko ibu Yeni."
Lalu Pak Dahlan dan istri saya bertatap-tatapan lagi sejenak. Pak Dahlan
pun berkata lagi, "Saya hanya naik motor pak ke kota, jadi tidak
mungkin membonceng 2 orang." Sayapun berusaha menimpali, tidak apa biar
saya dan istri saya naik angkutan umum saja." Pak Dahlan berusaha
mencari akal lagi, "Sudah pak tidak usah repot, lebih baik bapak
beres-beres rumah persiapan untuk pindah karena itu tidak sedikit barang
yg dipindahkan. Sedangkan saya dan dik Yola biar menyelesaikan urusan
kami." Sambil tersenyum lebar melihat ke arah istri saya yang sedang
tersipu-sipu malu. Saya sendiri sudah kehabisan akal, saya tidak ingin
menyinggung perasaan Pak Dahlan atas tuduhan yang ada di pikiran saya.
Beberapa saat hening, dan tiba-tiba saja istriku memecahkan situasi
sambil memegang pundak saya dan berkata kepada saya, "Tidak apa mas,
sekarang mas pulang dulu aja nanti saya menyusul." Sambil meyakinkan
saya, istri saya pun menatap Pak Dahlan yang sedang tersenyum penuh
kesenangan. Saya yakin Pak Dahlan ingin mengauli istri saya lagi. Tetapi
apa daya saya sangat membutuhkan rumah itu. Akhirnya saya pun menyerah,
untuk merelakan istri saya untuk dipakai Pak Dahlan sebagai "Uang Muka"
untuk mendapatkan rumah kontrakan di kota nanti.
Setelah saya berpamitan, bukannya Pak Dahlan yang mengantar saya pulang
ke pagar depan, tetapi malah istri saya yang membukakan pintu dan
mengatar saya hingga keluar pagar. Saya hanya bisa diam seribu bahasa
dengan pikiran bercampur aduk menyaksikan istri saya memasuki rumah Pak
Dahlan dan terlebih lagi terdengar suara pintu dikunci. Setelah saya
melihat keadaan aman, saya mengambil inisiatif untuk berputar ke arah
belakang rumah dan mengendap-endap kembali ke rumah Pak Dahlan untuk
mencari tahu apa yang dilakukan oleh istri saya di sana bersama Pak
Dahlan. Sesampainya saya di jendela rumah Pak Dahlan bagian ruang tamu,
tempat tadi saya berbincang, saya melihat istri saya sedang duduk di
bangku tadi, sambil mengikat rambutnya. Pak Dahlan pun berkata kepada
istri saya, "Baik sekali ya dik suami kamu, mau meminjamkan istrinya
kepadaku. Hahaha..." Hatiku hancur mendengar kata-kata itu, benar saja
apa yang kutakuti akan segera terjadi. Istriku tidak menjawab apapun
karena ia sedang menggigit ikat rambutnya sambil berusaha menguncir
rambutnya.
Seusai istriku menguncir rambutnya, Pak Dahlan berkata, "Kamu cantik
sekali dik hari ini." Istriku pun berkata, "Ah Pak Dahlan bisa saja.
Kenapa panas sekali yah hari ini." Begitu sekiranya sambung istri saya,
dan Pak Dahlanpun tertawa sambil berkata, "Hahaha... Kalau panas dibuka
saja bajunya dik." Tanpa disuruh dua kali, istrikupun berdiri sambil
mendekat ke arah Pak Dahlan, dengan perlahan istriku melepaskan kaosnya
kuning dan celana pendek putih berbunga-bunga nya serta melemparnya ke
kursi tempat ia duduk tadi. Pak Dahlan hanya ternganga melihat tubuh
istriku yang ternyata tidak memakai Bra dan CD sama sekali. Saya sendiri
kaget, saya tidap percaya bahwa istri saya pergi ke rumah Pak Dahlan
tanpa mengenakan pakaian dalam sama sekali. Pantas saja dari tadi Pak
Dahlan menatap istri saya dalam-dalam apakah karena hal itu? Apakah hal
ini sudah di rencanakan oleh istri saya? Saya sendiri tidak tahu.
Pikiran berkecamuk di kepala saya. Tetapi apa daya saya tidak mampu
melakukan apapun dari sini. Pak Dahlan menatap tubuh istriku yang
berdiri didepannya polos tanpa sehelai benangpun. Cukup lama ia menatap
istriku sambil tercengang. Lalu istriku merasa malu dan berusaha
menutupi dadanya dengan tangan kanannya serta vaginanya dengan tangan
kirinya, sambil berkata, "ihhh... Pak Dahlan sudah dong... jangan
dilihatin terus, kan malu!"
Perkataan istriku itupun, membuyarkan lamunan Pak Dahlan. Akhirnya Pak
Dahlan berseru,"Wah kok tubuhmu makin bagus dik, sudah lama saya tidak
melihatnya tapi kok rasanya jadi makin sexy yah." Istriku tersipu malu
berusaha menutupi tubuh telanjangnya itu. Saya sendiri berpikir sudah
berapa lama yah saya tidak berhubungan intim dengan istri saya, dan saya
tidak begitu memperhatikan bahwa tubuh istri saya rasanya berubah,
menjadi lebih mulus dan sexy. Apa yang ia lakukan saya juga tidak tahu.
Pak Dahlan melanjutkan lagi, "Wah dengan tubuh sebagus itu, kamu mau
saya apakan dik?" Istriku nampak seperti melotot ke arah Pak Dahlan. Pak
Dahlan pun tertawa terbahak-bahak melecehkan istri saya yang sedang
telanjang bulat didepannya itu, "Hahaha... Hayo mau diapakan bilang
saja... Jangan malu-malu" Istri saya bernada kesal berbalik badan ingin
meraih pakaian nya dia. Lalu Pak Dahlanpun berseru, "Kalau kamu pakai
perjanjian kontrak rumah suami kamu batal loh yah!" Deg... Rasanya
kepalaku seperti digebuk batu beton, ternyata memang Pak Dahlan sudah
menginginkan ini sejak awal. Istrikupun berhenti melangkah dan berbalik
ke arah Pak Dahlan lagi sambil merengek, "Ya tapi jangan di pelototin
terus dong akh... Ayo kalau mau...!!!"
Pak Dahlan sambil tersenyum-senyum berkata lagi, "Ayo apa yah dik? Saya
kan tidak mengerti? Hehehe..." Istriku bernada sebal lagi,"ikhh!!! Sudah
ah! " Istriku berjalan dan duduk di kursi tempat aku duduk tadi masih
tetap dengan telanjang bulat hanya duduk saja di sana sambil membuang
muka dari Pak Dahlan karena sebal. Pak Dahlan masih tetap ingin menggoda
istri saya, "Lho! Kok marah, kalau marah hilang loh cantiknya! Dan juga
hilang loh rumahnya! Hihihihi... Kamu mau apa dik, bilang saja sama
saya, pasti saya kabulkan kok!" Istri sayapun melotot ke arah Pak
Dahlan, sambil berkata, "Saya mau pakai baju saya!" Sambil mengambil
kaosnya dan bersiap-siap memakainya. Pak Dahlanpun mencegah dengan
berkata, "Etisss... Ingat kalau pakai baju batal lho perjanjian kita!
Kan kamu sendiri yang datang ke sini dan melepas pakaianmu, apa lagi
sudah tidak memakai Bra dan CD sama sekali. Hayo..." Akhirnya istri saya
meletakkan bajunya kembali, dan terdiam tidak mampu berkata apapun. Pak
Dahlanpun berkata lagi,"Saya tanya lagi ya dik, kamu mau apa ke sini?
Hehehe..." Istriku dengan sebal menatap Pak Dahlan dan akhirnya menyerah
berkata, "Mau Bercinta!!! PUAS?!" Pak Dahlan tertawa
terbahak-bahak,"Hhuahahahaha... Gitu dong! Ayo sini saya berikan
kepuasan yang tidak dapat diberikan oleh suami kamu"
Tanpa disuruh keduakalinya, istri sayapun beranjak berdiri dan melangkah
ke arah Pak Dahlan. Lalu, istrikupun berjongkok di depan Pak Dahlan
sambil membuka sabuk dan reseleting celana jeans Pak Dahlan. Tidak lama
kemudian menyembulah senjata Pak Dahlan yang tegak dan keras berdiri
dengan gagahnya di depan muka lugu istriku yang manis ini. Seperti anak
kecil menginginkan permen, istriku langsung saja melahap senjata Pak
Dahlan itu dengan liarnya. Dengan cukup mahir Yola, istriku, memainkan
lidahnya di ujung kepala senjata Pak Dahlan. Menjulurkan lidahnya dan
menjilat senjata Pak Dahlan dari bawah ke atas sambil menatap Pak Dahlan
dengan genit dan melakukan gerakan sexy. Aku tidak menyangka sama
sekali bahwa Yola begitu mahir dalam melakukan itu. Padahal saya sendiri
tidak pernah mendapatkannya di rumah. Setiap kali saya suruh ia selalu
saja merasa jijik. Kuluman ini masih terus berlanjut, hingga beberapa
menit. Saya mulai terangsang melihat aksi ini, senjata saya sudah mulai
berontak di bawah sana.
Panas terik sekali di tempat saya mengintip. Keringat saya bercucuran
tidak karuan. Tetapi, ternyata bukan hanya saya yang berkeringat, begitu
juga Yola dan Pak Dahlan, memang sangat panas hari ini. Akhirnya Pak
Dahlan merasa kegerahan, iapun berinisiatif membuka kaos merahnya.
Sedangkan Yola berinisiatif untuk menurunkan celana Pak Dahlan dan
melepasnya. Kini terpampanglah kedua insan yang telanjang bulat di mana
istri saya sedang berlutut melayani dengan penuh keliaran atas senjata
tetangga saya. Sayapun memutuskan untuk mengeluarkan senjata saya dan
mulai bermasturbasi. Istriku melanjutkan kulumannya, tetapi kali ini
kuluman dan jilatan tersebut merambat dari bawah buah zakar Pak Dahlan
hingga dada Pak Dahlan yang cukup bidang itu. Sambil menjilati segala
keringat yang bercucuran dari tubuh Pak Dahlan istriku terus dengan
penuh ketelitian "melayani" dan menjilati seluruh tubuh Pak Dahlan.
Tidak lama kemudian sayapun meledak, tidak tertahankan lagi. Ejakulasi
pertama saya disertai sedikit hentakan karena terlalu nikmat. Pak Dahlan
dan istri saya nampaknya sedang asik sendiri tidak mendengar hentakkan
saya tersebut. Sambil meliuk-liukkan tubuh nya istriku berdiri dan terus
meliuk-liukkan pinggul dan menelusuri seluruh tubuhnya sendiri dengan
kedua tangannya di depan Pak Dahlan. Pak Dahlanpun berinisiatif untuk
memegang kedua pinggul istri saya yang sedang bergoyang-goyang sambil
tersenyum penuh kebahagiaan. Dengan sangat sexy istriku meliuk dan
menelusuri tubuhnya dengan tangannya sendiri dari pinggul hingga
dadanya, memuntir dadanya sendiri, meremasnya, lalu menjilat tangannya,
mengulum tangannya sendiri hingga rambutnya di sibakkan ke arah atas dan
dibuka ikatannya. Hingga rambut istriku terurai dengan sexynya. Tangan
Pak Dahlan pun beranjak dari pinggang hingga perut istriku dan mulai
meraba dada istriku. Istriku masi memainkan rambutnya beberapa saat lalu
membantu tangan Pak Dahlan untuk meremas dadanya lebih kencang lagi.
Jadi dada istriku diremas oleh Pak Dahlan, lalu tangan Pak Dahlan
dibimbing dan diremas oleh istriku sendiri. Semakin sexy dan semakin
liar istriku menjadi-jadi dan mendesah untuk pertama kalinya,
"uuaaahhh.... hmmm.... ssssshhh.... yeeaahhhhhh...."
Setelah puas memainkan dadanya bersama Pak Dahlan, istriku menuntun
tangan Pak Dahlan ke bawah ke arah Vaginanya sendiri sambil menaikkan
kaki kanannya ke arah bangku yang diduduki oleh Pak Dahlan. Tanpa harus
bersusah payah, mungkin karena sudah basah sekali, jari tangan Pak
Dahlan dengan mudahnya masuk ke vagina istriku. Istriku pun mendesah
penuh kenikmatan lagi, "oooohhhhhhh.......... ehghhhm...." Entah sadar
atau tidak, pinggul istriku mulai bergoyang mengikuti iriama jari Pak
Dahlan, disertai dengan tangan kanan istriku memainkan rambutnya sendiri
dan tangan kirinya memilin-milin putingnya sendiri. Dengan memejamkan
mata dan menatap ke langit-langit istriku mendesah lagi, "sssshhh....
gilaaa.... ohhhh.... ohhh... ughghhhh...." Pak Dahlan membuka perkataan,
"Enak yah dik? Kamu sexy sekali dik" Istriku sambil memejamkan matanya
dan mengadah ke atas mengangguk-anggukkan kepalanya. Saya melihat jam
dinding di rumah Pak Dahlan sudah menunjukkan pukul 14:50 sore.
Sekiranya permainan ini sudah berlangsung 30 menit lamanya.
Cukup lama mereka di posisi itu, lalu, istri saya nampak seperti cacing
kepanasan, "ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh............ ahhhhhhhhhh......"
Sepertinya istriku mengalami orgasme pertama kalinya hanya dengan jari
Pak Dahlan. Setelah terdiam beberapa saat, dengan masih posisi jari
menancap pada liang vaginanya, istriku terengah-engah dan tersenyum puas
menatap Pak Dahlan. Lalu Pak Dahlan membalas senyuman istriku sambil
menarik jarinya dari vagina istriku. Tanpa menunggu lama istrikupun
menunduk dan menjilati jari Pak Dahlan yang penuh cairan cintanya
sendiri. Aku tidak pernah melihat istriku seperti ini sebelumnya. Apakah
sekaran istriku telah berubah menjadi seliar ini, apa yang terlah
terjadi setelah pemerkosaan waktu itu? Saya benar-benar melihat istriku
perbedaan yang cukup besar pada istriku setelah pemerkosaan itu. Pak
Dahlanpun terkaget melihat tingkah istriku itu. Seusai membersihkan
tangan Pak Dahlan, istriku menarik Pak Dahlan untuk berdiri dan
menuntunnya ke arah pintu masuk rumah Pak Dahlan, di mana tempat tadi
aku pulang dan istriku mengunci pintu tersebut. Sambil berdiri di dekat
pintu itu, istriku mencium Pak Dahlan dengan liarnya mereka saling
berpangut lidah. Dengan keringat yang terus bercucuran terlihat dari
dahi mereka dan punggung mereka masing-masing. Keringat mereka
bersatu-padu menjadi sebuah pasangan dua sejoli yang sempurna.
Saya sendiri melihat aksi mereka berciuman seperti sepasang kekasih yang
telah lama tak jumpa. Jika suatu hari nanti istriku meninggalkanku
untuk menikah lagi dengan Pak Dahlan mungkin saya tidak begitu kecewa
karena saya melihat pasangan ini benar-benar sempurna. Begitu sekiranya
yang ada di pikiranku yang sedang kacau saat itu. Setelah berciuman
dengan liarnya, Pak Dahlan mendorong istriku ke arah pintu hingga pintu
itupun bergetar seperti ingin terbuka, karena daun pintu itu ada 2 kanan
dan kiri dan masih menggunakan kunci kuno, jika di dorong dari dalam
dengan kuat pasti akan terbuka. Entah mereka menyadari itu atau tidak,
tetapi saat ini yang ada dipikiran mereka hanyalah bercinta begitu juga
dipikiranku. Saya melihat istriku benar-benar bersandar dipintu itu
sambil menganggkat 1 kaki kiri nya berpijak pada pintu itu.
Tangan-tangan istriku meremas rambut Pak Dahlan yang sedang menciumi
leher dan pundak lalu beralih ke buah dada istriku, menjilatinya,
menghisapnya.
Dengan tetap menengadah ke langit-langit istriku memejamkan matanya
menikmati apa yang diperlakukan oleh Pak Dahlan terhadap tubuhnya.
Tangan Pak Dahlan pun bergerilya ke arah pantat istriku meremasnya,
mengguncangkannya, dan membukanya ke kanan dan ke kiri. Pak Dahlan
melakukan itu semua berulang-ulang terhadap istriku. Entah sudah berapa
menit berlalu, pandangan saya saat itu, serta pikiran saya, hanya
berharap agar istriku cepat-cepat dimasuki oleh senjata Pak Dahlan.
Entah mengapa pikiranku merasa ingin sekali melihat istriku puas oleh
senjata Pak Dahlan yang sedang mematung dengan kerasnya itu. Istriku
mulai menggeliat-geliat terbawa suasana yang panas ini, "Ohhh... Ughh...
owghhh..." Berulang-ulang terucap keluar dari mulut istriku menikmati
cumbuan Pak Dahlan terhadap tubuh telanjangnya yang mengkilat karena
keringat. Sepertinya istriku mulai tidak tahan, dengan sendirinya
istriku mengangkat kaki kanannya berpijak ke laci pendek yang ada di
dekat pintu itu. Dengan sendirinya tangan kanan istriku turun ke arah
vaginanya sendiri dan memasukkan jarinya ke sana. Semakin liar istriku
mendesah, "Yahhhh... yahhh... ssshhh.... oohhhh... yahhh..." Pinggul dan
pantatnnya mulai bergoyang mengikuti irama jarinya sendiri.
Entah sadar atau tidak, istriku meracau dan berkata kepada Pak Dahlan,
"Mashhh.... masukkk...in..." Pak Dahlan diam saja dan masih asyik
mengulum dada istriku tanpa memperdulikan racauan istriku. Sekali lagi
istriku meracau, "Masssshhh... ayooo... Yola sudah ndak tahan masshhh...
ouughhh..." Akhirnya Pak Dahlanpun berhenti mengulum dada istriku
bukannya segera memasukkan senjatanya ke dalam vagina istriku tetapi ia
malah berlutut di depan vagina istriku dan menjilatinya serta
menyedot-nyedot vagina istriku itu. Semakin gila istriku dibuatnya,
"Aahhhhhh...... sssshhhhh...... awwwhh... enakkk... sssh... enakkk...
ohhh... yahh ... terussshhh..." Saya melihat Jam dinding sudah
menunjukkan Pukul 15:15 sore, belum ada tanda-tanda pertarungan ini akan
berakhir. Sepertinya Pak Dahlan tidak akan mengembalikan istri saya
sebelum iya sedot habis cairan tubuh istriku hari ini. Akhirnya
istrikupun orgasme lagi untuk yang kedua kalinya, "Ampuuuunnnhhh......
ahhhhhhhhhhh..............." Setelah mendengar lenguhan panjang itu,
istrikupun terkulai lemas bersandar pada pintu. Dan Pak Dahlan
menghentikan sedotannya terhadap vagina istriku, sambil berdiri dan
menatap penuh kemenangan terhadap istriku yang terkulai lemas dengan
kaki tetap mengangkang menghadap dia.
Tetapi nampaknya Pak Dahlan tidak memberikan kesempatan istriku untuk
beristirahat karena melihat vagina yang ternganga dengan bebas di depan
mukanya, dengan kasarnya Pak Dahlan memasukkan senjatanya ke arah vagina
istriku yang terpampang dengan bebasnya. Setelah senajata Pak Dahlan
berhasil memasuki liang vagina istriku, ia mulai menggoyangkannya,
memaju mundurkan senjatannya di dalam vagina istriku. Hal ini membuat
tubuh istriku bergetar bersamaan dengan pintu itu, tetapi istriku masih
sangat lemas karena orgasme keduanya tadi. Tetapi apa daya istriku tidak
mampu menolak serangan bertubi-tubi dari Pak Dahlan ini. Pak Dahlan
menciumi bibir istriku, leher, dan menghisap-hisap dada istriku, dengan
bertubi-tubi, pintu Pak Dahlan bergetar-getar hebat. "Owgghhh....
ssshhh.... asssshh.... yaahhh......", begitu sekiranya racuan istriku.
Sekitar 15 menit mereka dalam posisi ini, Pak Dahlan berinisiatif ingin
memposisikan istriku menungging. Istriku meracau berulang-ulang,
"Ssshhh... hmpbhh.... yahhh...yahhh..." Lalu dengan kasarnya Pak Dahlan
menarik tangan kiri istriku dan diputarnya badan istriku menghadap
pintu. Dengan reflek cepat istriku menahan tubuhnya dengan kedua
tangannya pada pintu itu dan tanpa harus di suruh istriku merenggangkan
kedua kakinya agar mempermudah Pak Dahlan memasukkan senjatanya dari
belakang.
Dengan perlahan tapi pasti, senjata tersebut masuk ke dalam vagina
istriku dari arah belakang. Secara cepat Pak Dahlan menggenjot istriku
dari belakang, suara pintu semakin keras dan heboh, sepertinya ini
membuat nafsu Pak Dahlan semakin menjadi-jadi. Istrikupun menjerit
keenakan, "AHH... TERUSSSHHHH... YAHHH.... YAHHH.... MASSSHHH...."
Guncangan semakin kuat dan kasar, terdengar suara bertabrakan antara
kulit Pak Dahlan dan pantat istriku, "plok... plok..." Semakin cepat
guncangan itu, istriku dan Pak Dahlan seperti sudah diujung tombak,
kedua kekasih ini sangat mengharapkan ejakulasi dan orgasme mereka
sebentar lagi. Tiba-tiba saja pintu tersebut sudah tidak mampu lagi
menahan tubuh istriku dan hasilnya kedua daun pintu itu terdorong oleh
istriku dan terbuka lebar, istriku dengan tanggap tangannya bertumpu
pada kedua tembok pada kiri dan kanan sehingga tidak terjatuh ke depan.
Istriku berpaling ke arah Pak Dahlan sambil sedikit tertawa, mungkin ia
menyadari betapa hebohnya permainan mereka. Pak Dahlan melihat hal
tersebut bukannya segera menghentikan aksi gila ini, malah semakin
menjadi-jadi dan tersenyum ke arah istriku. Istrikupun tampak mengerti
keadaan mereka sangatlah tanggung, maka istriku sambil melihat ke arah
jalanan ke kanan dan ke kiri, jalanan tampaknya sepi pada sore ini.
Tetapi biasanya sore hari banyak orang yang akan lewat untuk pulang ke
rumah masing-masing setelah bekerja di sawah. Setelah dirasa aman
istriku semakin liar, mengikuti irama sodokan dari Pak Dahlan. Akupun
tidak tahan lagi bermasturbasi dengan hebohnya di posisi ini. Seperti
sudah tidak perduli lagi dengan lingkungan istriku memejamkan mata dan
menengadah ke langit-langit, begitu juga dengan Pak Dahlan dengan
hebohnya sambil memejamkan mata dan menengadah ke langit-langit. Tanpa
takut permainan gila mereka dilihat oleh orang sekitar, mereka semakin
gila dan heboh, istri saya semakin meracau, "Massshhh... enakkk....
iniiii....... gilaaaaaaaa... masshhh........ ohhh.......
terussshhhhhhhhh.... terushhhhhh.... gilaaaaaaaa..." Pak Dahlan semakin
menggila dan menampar Pantat istriku dengan kasarnya, istriku pun
semakin gila, "Aihhh... terushhhh... jangan berhentii..... ahhh...
lagii... lagiii..." Terdengar suara tamparan, Plakk.... "Lagi... masshhh
lagi... ohhh" Lagi-lagi tamparan Plakkk...., "Ohhh... keras... keras...
lagi..." Aku juga sudah tidak tahan lagi dan berlari ke arah belakang
rumah karena takut terdengar oleh mereka untuk mengeluarkan cairanku.
Setelah usai mengeluarkan cairanku aku melihat permainan mereka masih
berlanjut, tetapi aku mendengar suara langkah kaki dari sana, ternyata
itu adalah PakDe Sukiman. Dia adalah salah satu petani tua di desa ini,
dan juga anak buah saya yang bekerja di sawah saya, memiliki istri yang
juga sudah tua, serta satu orang anaknya sudah bekerja di kota. Dengan
tercengang PakDe Sukiman melihat istri saya digenjot dan dipukuli oleh
Pak Dahlan.
Tidak lama setelah itu Pak Dahlan nampak menyadari kehadiran PakDe
Sukiman, dan dengan hanya mengangkat tangan kanannya seperti mengucapkan
salam kepadanya, lalu kembali menggenjot istri saya. "JANGAN
BERHENTI!!! Ayooo dongg tampar lagi!!! Ssshshhh....", Nampaknya istri
saya belum menyadari hal itu, jika dari posisi PakDe Sukiman, saya yakin
dapat terlihat dengan jelas buah dada istri saya berguncang hebat
menghadap jalanan tempat ia berdiri. Tidak lama kemudian baik Pak Dahlan
maupun istri saya melenguh panjang dan berteriak dengan lantang,
"AHHHHHHHHHHHHHH......... GILAAAAAAAAAAAA.... PAAAKKKK
DAHLAAANNNNNNNNN............" Lalu menundukkan kepalanya sambil
terengah-engah karena orgasme yang di dapatkannya. Cukup lama istriku
kelelahan dengan posisi yang masih sama senjata Pak Dahlanpun di
lepaskan dari vagina istriku yang berceceran sperma dan cairan cintanya
sendiri. Lalu dengan tenangnya memanggil PakDe Sukiman, "PakDe, ada
perlu sama saya?" Tiba-tiba istri saya terkaget, dan melihat ke arah
jalanan, mendapatkan PakDe Sukiman sedang tercengan melihat tubuh
telanjang istriku yang mengkilat karena keringat serta rambutnya yang
acak-acakan serta cairan sperma yang menempel di vaginanya.
Dengan penuh kelelahan dan nafas yang tersengal-sengal, istri saya
berusaha untuk berbalik badan dan berlari ke arah dalam rumah, akan
tetapi di tahan oleh Pak Dahlan sehingga tubuh mereka berpelukan. Sekali
lagi Pak Dahlan memanggil PakDe Sukiman, "Mari masuk Pak Sukiman. Tidak
usah sungkan." Sayapun melihat PakDe Sukiman terlihat dengan mimik muka
seperti memiliki 1000 pertanyaan di benaknya, berusaha berjalan ke
dalam rumah Pak Dahlan melewati tubuh telanjang istriku dan Pak Dahlan
yang sedang berpelukan. Karena kursinya penuh dengan pakaian istri saya
yang berantakan dan tas istri saya, sehingga PakDe Sukiman bingung ingin
duduk di mana, maka Pak Dahlan menyuruh istri saya,"dik tolong rapihkan
pakaian dan tasmu PakDe mau duduk tuh." Sambil berusaha menutupi
mukanya dengan rambut istriku melepaskan pelukan Pak Dahlan, dan
berjalan secara perlahan melewati PakDe Sukiman, untuk mengambil
pakaiannya dan tasnya itu.
Ketika istriku ingin berjalan ke arah belakang, tangan istriku ditarik
oleh Pak Dahlan dan disuruh duduk di sebelah Pak Dahlan bersebrangan
dengan tempat duduk PakDe Sukiman. Dengan santainya Pak Dahlan yang
telanjang bulat penuh dengan keringat, serta cairan cinta istriku yang
menempel pada senjatanya yang coklat terlihat mengkilat, berkata kepada
PakDe Sukiman, "Ada keperluan apa yah Pak?". PakDe Sukiman terbangun
dari lamunannya memandangi istri saya dari ujung kaki hingga ujung
kepala. Seperti sedang menelanjanginya, hanya saja kini istriku sudah
dalam keadaan telanjang bulat tubuh penuh peluh keringat, dengan nafas
masih terengah-engah, serta ciaran sperma terlihat mengkilat di
vaginanya. Istriku menyadari bahwa tubuhnya sedang disorot seperti lampu
senter, sehingga ia merasa malu dan enggan terhadap PakDe Sukiman, lalu
istrikupun berusaha menutupi tubuhnya dengan tangan dan berbisik ke Pak
Dahlan. Mungkin ia minta izin untuk ke belakang dan berbenah.
Lalu Pak Dahlanpun, berkata, "Boleh, tapi pamit dulu dengan PakDe
Sukiman dong." Yola nampak sangat malu sekali, sambil berusaha menatap
wajah PakDe, ketika istriku ingin berkata sesuatu tetapi sepertinya
terlalu berat karena malu, PakDe memotongnya untuk memecah suasana. "Bu
Yola, tadi saya ke rumah loh, tapi tidak ada orang di sana. ", begitu
sekiranya kalimat dari PakDe Sukiman sambil tersenyum simpul. Istriku
berusaha menghiraukan dan berkata, "Lho!? Bukannya ada suami saya di
sana pak? Tadi suami saya sudah pulang ke arah rumah kok." PakDe pun
menyambung lagi, "Saya sudah ketuk berkali-kali, bu. Mau laporan kepada
Pak Naryo soal hasil panen sekalian minta gaji bulan ini. Eh... ternyata
tidak ketemu Pak Naryo malah ketemu Ibu di sini. Hehehe..." Sambung
istriku, "Oh... mungkin dia sedang ketiduran pak..." PakDe Sukiman pun
semakin berani, "Kasihan yah suaminya tidur sendirian sementara istrinya
sedang menemani tetangganya hehehe..." Istirku nampak sebal sekali dan
lalu ia berpamitan sepertinya ia ingin ke kamar mandi, "Saya permisi
dulu Pak"
Baru saja berdiri dari kursi tempat istri saya duduk, PakDe Sukiman
berkata, "Eh Bu Yola, itu ada yang ketinggalan..." sambil menunjuk kursi
tempat istri saya duduk. Istri sayapun berbalik dan menoleh untuk
melihat ada apa di kursi tersebut. Pak Dahlanpun tertawa terbahak-bahak
disusul oleh tawa dari PakDe Sukiman. Istri saya nampak malu sekali
mukanya memerah padam, bahwa di kursi itu ada cairan sperma Pak Dahlan
bercampur dengan cairan cintanya menetes di sana. Istri saya bertanya
kepada Pak Dahlan, "Lap atau Tissue ada di mana yah?" Pak Dahlan
menimpali lagi, "Biasanya kamu tidak membutuhkan Lap ataupun Tissue dik,
langsung kamu telan habis... Huahahahaha..." Lagi-lagi Pak Dahlan
melecehkan istriku. PakDe Sukiman pun menyambung, "Wah... Ternyata Bu
Yola ini suka sperma yah. Berbeda sekali dengan istri saya." Tanpa
berlama-lama lagi istriku membersihkan kursi itu dengan tangannya lalu
di bawanya dengan langkah jijik ke arah kamar mandi Pak Dahlan.
Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 16:00 sore, Saya melihat istri
saya sudah berada di dalam kamar mandi, sedangkan Pak Dahlan masih di
ruang tamu mengenakan pakaiannya di depan PakDe Sukiman, sambil berkata,
"Man, ada apa kamu ke sini?" PakDe Sukiman pun menimpali, "Mau ikutan
nyicipi Bu Yola. Hehehe..." katanya sambil bercanda. Lalu PakDe Sukiman
pun melanjutkan, "Sebenarnya saya tadi hanya berjalan pulang ke rumah
Pak. Tetapi kaget sekali saya melihat Bu Yola sedang melakukan atraksi
dengan bapak." Pak Dahlanpun tertawa terbahak-bahak, "Hahaha... Bisa
saja kamu... Saya rasa kamu dengan istrimu juga pernah melakukan atraksi
begitu." PakDe Sukimanpun berusaha meyakinkan lagi, "Ah tidak mungkin
pak istri saya mau diajak seperti itu. Menghisap itu saja saja tidak mau
pak." Pak Dahlan berkata lagi, "Wah kasihan kamu man... Apakah kamu mau
saya pinjami Bu Yola khusus hari ini saja?" Orang tua ini merasa kaget
kegirangan, "Ah... Yang benar pak? Masa ia dikasih bidadari cantik saya
menolak pak?" Pak Dahlanpun menimpali, "Tetapi kamu tidak bisa
melakukannya di sini, karena sebentar lagi istri saya pulang." Dalam
hatiku, "Berengsek ini Pak Dahlan, katanya tadi mau mengantar istriku ke
kota untuk ketemu dengan Bu Yeni, ternyata malah sebaliknya."
PakDe Sukiman pun meneruskan, "Wah tenang pak, di rumah saya sedang
tidak ada orang, istri saya sedang ke kota beberapa hari bersama anak
saya." Pak Dahlan dan PakDe Sukiman terus berbincang soal pinjam
meminjam istri saya, dan membanding-banding kan istri saya dengan
wanita-wanita di desa ini. Sementara di kamar mandi terdengar istri saya
sudah selesai mandi dan berjalan ke arah ruang tamu dengan hanya
mengenakan handuk. Pandangan tajam dan tersenyum lebar dilontarkan oleh
PakDe Sukiman kepada istri saya di sana. Dengan sangat canggung, istri
saya berkata, "Ma.. af..., baju saya ketinggalan." Setelah mengambil
pakaiannya, istri saya kembali ke kamar mandi. Pembicaraan antara Pak
Dahlan dan PakDe Sukiman masih berlanjut. Beberapa menit kemudian istri
saya kembali ke ruang tamu sudah berpakaian lengkap (mungkin masih tanpa
pakaian dalam, saya kurang jelas melihatnya dari sini). Istri saya
nampak sudah rapih, bersih, wangi (mungkin), dan siap dipakai lagi untuk
ronde selanjutnya.
Istri saya dipersilahkan duduk oleh Pak Dahlan tepat di sebelahnya, "Dik
sini duduk sini..." Istri saya pun menuruti untuk duduk di sana, lalu
Pak Dahlan kembali membuka topik, "Dik, kamu tolong bantu PakDe Sukiman
yah di rumahnya sekarang." Istri sayapun mengkerutkan dahinya karena
bingung, "Maksud mas?" Pak Dahlan melanjutkan lagi, "Jadi gini dik Yola,
PakDe Sukiman tidak pernah mengalami permainan bercinta liar seperti
kita tadi. Dia merasa iri sekali dengan kita. Saya prihatin kepada PakDe
Sukiman, akhirnya saya bilang saja kalau saya pinjami kamu khusus hari
ini. Besok kamu boleh pulang kok." Istriku melotot tajam kepada Pak
Dahlan, lalu melirik PakDe Sukiman dr ujung kaki hingga ujung kepala.
Seorang petani yang sudah tua sekitar 55-65 tahun, berbaju kotor penuh
tanah, bau keringat yang khas terpancar dari tubuhnya (setahu saya).
Setelah cukup lama ruangan itu dalam kondisi sunyi, istri saya, Yola,
akhirnya membuka mulut, "Tttaa... pi... Pak, saya kan harusnya membantu
Mbak Yeni." Pak Dahlan melanjutkan, "Sudah kamu tenang saja, kalau kamu
ikut dengan PakDe Sukiman, urusan rumah saya anggap beres semua. Kamu
tidak usah repot-repot membantu Mbak Yeni lagi. Bagaimana?"
Istriku terdiam cukup lama sambil menundukkan kepala, tidak lama
kemudian Pak Dahlan bertanya lagi, "Bagaimana dik? Kasihan tuh PakDe
Sukiman kamu sih tadi tidak menutup pintunya, malah dibuka lebar-lebar.
Hehehe..." Begitu kira-kira kata2 merendahkan dari Pak Dahlan terhadap
istriku. Istriku melotot sebal, "Idihhh bukan saya yang buka!? Pintunya
tuh yang tidak kuat menahan." Pak Dahlan dan PakDe Sukiman serentak
tertawa bersama-sama, "Hahahaha..." Istriku melanjutkan sebalnya,
"Iiikkkhhhh...... Apaan sich...!" Lalu PakDe Sukiman mencoba mendapatkan
istri saya dengan berkata, "Bu Yola, ibu ini wanita yang saya
idam-idamkan sejak dulu, kalau ibu rela membantu saya yang sudah uzur
ini, saya akan sangat berterima kasih dan berjanji tidak membocorkan hal
ini kepada Pak Naryo. Hehehe..." Dengan liciknya iya tertawa. Istriku
nampak pasrah tidak bisa mengelak lagi, akhirnya istriku menundukkan
kepala sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Pak Dahlan
dan PakDe Sukiman merasa senang sekali berhasil menaklukan istri saya.
Tanpa berlama-lama PakDe Sukiman berdiri dan berpamitan dengan Pak
Dahlan, "Baiklah Pak, terima kasih banyak atas hadiahnya! Saya berjanji
akan memperlakukannya dengan baik. Lagipula dia kan istri dari majikan
saya, kalau istrinya lecet sedikit kan saya bisa dipecat! Hahahaha...."
Pak Dahlan hanya ikut tertawa. PakDe Sukiman pun memanggil istri saya,
"Mari Bu Yola pergi ke rumah saya." Sebelum pergi saya melihat jam
dinding menunjukkan Pukul 17:00 sore, sebenarnya sekitar jam 18:00 saya
harus pulang dulu ke rumah untuk menyalakan lampu rumah jika tidak akan
sulit sekali saya menyalakannya nanti karena gelap. Aku memutuskan untuk
mengikuti istriku dulu hingga sampai di rumah PakDe Sukiman. Baru
separuh perjalanan, tiba-tiba saja langit bergemuruh dan hujan deras
sekali, Yola, istri saya dan PakDe Sukiman maupun saya sendiri basah
kuyub. Saya melihat kaos kuning istri saya basah kuyub, dan saya
teringat bahwa istri saya tidak memakai bra pasti PakDe dapat melihatnya
dengan leluasa bentuk payudara istri saya. Tak lama kemudian PakDe
menunjuk sebuah bale-bale di tengah sawah. Saya melihat istri saya dan
PakDe berlari-lari ke arah sana. Bale-bale ini memiliki setengah dinding
jerami di setiap sisi nya sehingga aman dan nyaman untuk berteduh, saya
dulu juga sering tidur siang di situ.Dan juga jika kita berposisi duduk
yang kelihatan dari luar hanya pundak sampai kepala saja, sisanya
tertutup oleh dinding jerami. Saya melihat PakDe dan Istri saya berteduh
di Bale-Bale dekat sawah situ. Saya tidak mungkin bisa mengikuti
mereka, karena bale-bale itu terletak di tengah-tengah sawah, jadi tidak
ada tempat untuk saya bersembunyi. Jadi saya hanya dapat melihat dari
jauh di balik pepohonan.
Dari kejauhan terlihat Ternyata mereka tidak sendirian di sana, ada
beberapa orang juga yg berada di sana tapi saya tidak bisa melihat
dengan jelas siapa orang-orang itu. Sejauh saya melihat ada 2 orang lagi
di sana sedang berteduh. Sepertinya petani yang baru selesai bekerja
dan berteduh di sana karena hujan. Sebenarnya sawah di sini juga ada
beberapa milik saya. Jadi memang beberapa petani di sini adalah temannya
PakDe Sukiman dan juga para petaninya saya. Saya tidak tahu apa saja yg
terjadi di sana karena saya tidak bisa mendengar percakapan mereka dan
hujan sangat lebat saya tidak bisa melihat dengan jelas apa yg terjadi
di sana. Sekitar 10 menit sudah berlalu, saya tetap tidak bisa melihat
apapun, tidak lama kemudian saya melihat baju kuning istri saya dijemur
di dinding jerami bale-bale tersebut, dan juga celana pendeknya. Dan
juga tidak lama kemudian ada 3 baju lain dan 3 celana lain menyusul
diletakkan di sebelah pakaian istri saya. Tetapi, bukankah istri saya
tidak memakai dalaman sama sekali? Lalu, apa yang terjadi mengapa
semuanya terlepas? Berarti Yola, istri saya sedang telanjang bulat tanpa
dengan ketiga petani tersebut? Saya benar-benar pusing tidak tahu harus
berbuat apa lagi.
Saya benar-benar terbakar oleh cemburu, saya tidak tahu lagi harus
bagaimana, karena saya tidak bisa melihat apapun dari sini, mendengar
suaranya pun tidak, hanya hujan yang keras yang terdengar olehku. Tetapi
samar-samar aku dapat melihat kepala dan bahu mereka dari kejauhan,
pada mulanya terlihat seperti istri saya berada di pojok belakang
bale-bale tersebut, sedangkan para pria ada di sisi lainnya. Tidak lama
kemudian, salah satu pria dari sisi lain tersebut menghampiri istri saya
di pojok sana. Terlihat kepalanya bergerak maju. Sepertinya kepala pria
itu ada di sebelah istri saya dan diam saja disitu, apakah mgkn pria
ini sedang memeluk istri saya sehingga tidak kedinginan, karena
pakaiannya sudah basah semua. Saya kemudian merasa tenang, sepertinya
mereka hanya berbagi kehangatan tubuh sehingga tidak perlu kedinginan.
Karena sejujurnya saya sudah mengigil di sini, tetapi karena nafsu yang
melanda di dalam diri saya sepertinya badan bagian dalam saya terasa
hangat. Mungkin itu juga yang sedang dirasakan istri saya bersama ketiga
pria di sana. Cukup lama pria itu di sebelah istri saya, saya tidak
tahu apa saja yang dilakukan oleh peria itu. Tetapi, kemudian nampak
kepala istri saya turun ke bawah sehingga saya tidak dapat melihat lagi
kepala istri saya, yang terlihat hanya kepala 3 pria itu.
Saya benar-benar tidak mengerti apakah istri saya sedang tiduran? Atau
sedang mengigil kedinginan? Beribu pikiran berkecamuk di kepalaku, tidak
lama kemudian salah satu dari kedua pria yang duduk di pojok sisi lain,
berjalan mendekati pojok tempat istri saya menghilang tadi. Lalu,
kepala pria itu juga ikut menunduk menghilang dari balik dinding
bale-bale tersebut. Semakin banyak pertanyaan di kepalaku. Beberapa
menit kemudian, pria yang terakhir tadi berdiri juga mendekat ke arah
sana, tetapi sepertinya dia duduk atau berlutut di sekitar istri saya.
Jadi saat ini yang terlihat hanya dua kepala pria yang satu berada di
pojok belakang yang satu berada di tengah bale-bale sedangkan istri saya
menghilang di antara kedua orang itu. Saya tidak tahu apa yang terjadi
raut wajah orang nya pun saya tidak bisa melihatnya.
Tidak ada tanda-tanda hujan akan reda sejauh ini, beberapa menit sudah
berlalu dan terasa sangat lama sekali. Tiba-tiba saya saya melihat salah
satu pria yang menghilang tadi berdiri, disusul dengan kedua pria
lainnya semua berdiri, dan kepala istri sayapun sudah terlihat berarti
dia dalam posisi duduk atau berlutut. Tidak begitu jelas apa yang
terjadi tetapi kepala istri saya nampak berpindah-pindah dari satu pria
ke pria yang lain secara berurutan. Kalau dari posisi saya mengintip
seperti sedang ngobrol, tetapi jika dipikir-pikir secara negatif, apakah
istri saya sedang melakukan blow job kepada ketiga pria ini? Yang benar
saja? "Ah yang benar saja, tidak mungkin dia begitu", dalam pikiran
saya tidak bisa mempercayainya. Pria yang berada di posisi paling pojok
tadi terlihat melangkah maju, dan dari jauh terlihat kepala istri saya
sedang menghadap ke arah dia, jika dilihat dengan seksama memang kepala
istri saya seperti sedang mengobrol dengan pria itu. Tidak lama kemudian
terlihat pria itu memegangi perutnya atau bawah perutnya, dan tiba-tiba
saja dia seperti bersikap menunduk, lalu seperti jatuh sambil duduk di
sekitar situ, kepalanya masih terlihat sedang melihat ke arah istri saya
yang masih terlihat seperti "ngobrol" dengan kedua pria lainnya.
Beberapa menit kemudian, salah satu pria duduk dan menghilang, seperti
sedang tiduran, dan pria satunya seperti sedang memegangi tangan istri
saya untuk membantunya berdiri ke arah pria yang menghilang tadi.
Setelah itu istri sayapun duduk di sekitar situ tetapi tidak seperti
tadi, kali ini duduknya istri saya terlihat lebih tinggi daripada
sebelumnya, di sinilah saya baru berpikir, "jangan-jangan istri saya
benar-benar sedang melayani nafsu liar ketiga pria ini? Karena demi
mencari kehangatan, hanya ini yang dapat istri saya lakukan." Dan benar
saja dugaan saya, pria yang satunya berdiri ke arah depan istri saya
lagi seperti posisi mengobrol tadi. Hilang sudah semua pikiran mengobrol
saya seketika melihat kepala dan pundak istri saya bergerak naik turun,
dan samar-samar dapat terlihat payudara 34C milik istri saya bergerak
naik turun juga. Saya langsung yakin bahwa pria yang berdiri di depannya
sedang menikmati mulut istri saya yang lembut. Cukup lama dalam posisi
ini, tiba-tiba pria yang dipojok tadi bangkit berdiri, ke sebelah kiri
istri saya dan ia berdiri saja di sana saya tidak begitu jelas
melihatnya. Mungkin istri saya sedang melayani senjatanya dengan tangan
kirinya, sambil mulutnya terus melayani pria di depannya, dan vaginanya
melayani pria di bawahnya.
Beberapa saat kemudian, istri saya sepertinya berhenti naik-turun,
setelah diam beberapa saat, kepala istri saya seperti melihat ke arah
bawah, dan lalu bangkit berdiri. Pria yang di bawah tadi sudah terlihat
kepalanya dan berjalan ke arah air hujan, seperti sedang membersihkan
dirinya. Lalu terlihat istri saya berlutut dan kemudian menunduk seperti
posisi merangkak, pria yang tadi di depan istri saya berpindah ke arah
belakang istri saya, sedangkan pria yang satunya sekarang berada di
depan istri saya. Sepertinya istri saya sedang dilayani oleh kedua pria
ini dari depan dan belakang. Beberapa menit kemudian, saya melihat hujan
sudah mulai reda, dan saya sudah dapat melihat dengan lebih jelas dari
remang-remang lampu petromax di sana, bahwa istri saya sedang dipompa
dari belakang. Tidak lama setelah hujan reda, pria yang sedang memompa
istri saya dari belakang sepertinya mencapai klimaksnya, karena terlihat
dia berhenti bergoyang dan menarik pinggul istri saya dengan kedua
tangannya untuk menancapkan senjatanya lebih dalam lagi. Setelah terdiam
dalam posisi yang sama beberapa saat, pria tersebut terlihat seperti
mencabut senjatanya dari belakang istri saya. Tetapi istri saya
sepertinya masih melayani pria didepannya, namun sepertinya istri saya
menghadap ke atas seperti mengatakan sesuatu kepada pria itu, lalu
kepala istri saya menghilang lagi, seperti sedang tiduran, sedangkan si
pria sepertinya sedang memposisikan dirinya di depan vagina istri saya.
Dan benar saja, beberapa saat kemudian, kepala pria itu menghilang juga,
kemudian beberapa saat lagi muncul lagi, dan menghilang lagi, dan
muncul lagi. Saya tidak begitu menyadarinya ternyata, bale-bale itu
bergoyang, saya kira tadi pria itu yang bergoyang, ternyata satu rumah
bale-bale itupun ikut bergoyang mengikuti irama genjotan pria ini
terhadap istri saya. Lama sekali pria ini diposisi tersebut. Saya sudah
mulai menggil kedinginan di sini, maka dari itu saya memutuskan untuk
bermasturbasi di sini agar terasa hangat lagi. Sambil memikirkan apa
yang sedang dilakukan para pria itu terhadap istri saya di bale-bale
itu. Terlihat bale-bale bergoyang semakin kencang, dan tiba-tiba saja
pria itu berhenti bergoyang lagi, dan menengadahkan kepalanya ke arah
atas melihat langit-langit bale-bale itu. Lalu, pria itu mundur dari
istri saya, dan terlihat istri sayapun duduk sambil seperti melambaikan
tangannya ke arah kedua pria tadi, seperti memanggil mereka, tiba-tiba
terdengar suara tawa mereka dari kejauhan. Dan, tak lama kemudian salah
satu pria itu berjalan ke arah istri saya dan menciumnya, dan tak lama
kemudian istri saya kembali menghilang seperti sedang tiduran. Beberapa
saat sudah berlalu, hujan pun sudah reda, jalanan dipenuhi genangan air.
Tiba-tiba pria tersebut terlihat seperti berlutut, dan menghilang
berlutut dan menghilang, sama seperti pria sebelumnya, bale-bale nya pun
terlihat bergoyang lagi. Dan, tanpa kuduga-duga, goyangan semakin
cepat, semakin tidak karuan, tiba-tiba saja terdegar teriakan orgasme
istri saya cukup keras, "Ouggghhhhh... .Ahhhh........
Yahhhhhhhhhhhhhhhhhh.........." Sepertinya istri saya mencapai klimaks
nya. Dan si pria jg sepertinya mengajak istriku separuh duduk sehingga
terlihat sedikit kepalanya, dan pria itu mengocok senjatanya sendiri di
hadapkan ke arah muka dan tubuh istri saya. Saya tidak dapat melihat
dengan jelas apakah sudah tercecer spermanya ketubuh istri saya. Tetapi,
pria itu sudah berjalan menjauh dari kepala istri saya tadi. Setelah
itu kepala istri saya pun menghilang sepertinya sedang tiduran
kelelahan.
Beberapa pria-pria lain sudah mulai berpakaian kembali, disusul oleh
pria yang baru saja klimaks tadi, tetapi belum ada tanda-tanda istri
saya berdiri ataupun bergerak dari posisinya tadi. Sepertinya kedua pria
berpamitan, dan meninggalkan seorang pria di bale itu bersama istri
saya yang masih juga belum bergerak dari posisinya. Tidak lama kemudian
saya melihat istri saya duduk sambil bersandar di dinding bale-bale itu.
Tetapi sepertinya dia masih belum juga berpakaian, apakah ia terlalu
lemas untuk berdiri? Terlihat mereka sedang berbicara, tetapi saya tidak
tahu apa yang mereka bicarakan. Cukup lama istri saya berbicara sambil
telanjang, akhirnya sekitar 5-10 menit kemudian, pria itu mengambilkan
pakaian istri saya dan memberikannya kepada istri saya. Tetapi ternyata
itu hanyalah pancingan saja, pakaian istri saya dibawa lari keluar oleh
nya. Dan seperti memanggil-manggil istri saya untuk keluar dari
bale-bale itu. Setelah keluar dari bale, saya baru tahu bahwa orang itu
adalah Pak Nizam (jika kalian masih ingat di cerita-cerita sebelumnya).
Lalu ke manakah PakDe Sukiman? Pikiran sayapun bercampur aduk. Setelah
itu, ia memberikan pakaian itu kepada istri saya. Dan mereka mulai
berjalan, sepertinya mereka menuju ke arah rumah Pak Nizam.
Saya dengan sangat lemas, mencoba bangkit berdiri dari tempat duduk saya
saat ini, dan mencoba secara diam-diam mengikuti mereka, langit nampak
sudah sangat gelap. Saya sendiri sudah kehilangan waktu, tidak tahu
sekarang jam berapa. Setelah beberapa menit berjalan, sampailah mereka
di rumah Pak Nizam. Rumahnya cukup kecil dan sempit, serta gelap sekali
karena sepertinya lampu rumahnya belum di nyalakan. Lalu aku sendiri
teringat, bahwa lampu rumahku masi mati, sudah malam, wah sepertinya
sudah saatnya saya harus pulang ke rumah. Dengan sangat berat hati, aku
meninggalkan Istriku, Yola, masuk ke dalam Rumah Pak Nizam berduaan,
seperti sepasang suami istri yang baru mendapatkan rumah baru.
Sesampainya di rumahku, gelap sekali keadaannya, dengan susah payah saya
berusaha menyalakan lampu seisi rumah. Setelah, itu saya memutuskan
untuk berbenah, mandi, dan makan malam. Entah istri saya sudah makan apa
belum saat ini, sayapun tidak tahu.
Sekiranya waktu sudah menunjukkan pukul 21:00, saya merasa lelah sekali
dan mengantuk, saya memutuskan untuk tiduran sebentar baru saya menuju
ke rumah Pak Nizam. Ketika saya bangun, saya kaget setengah mati, karena
hari sudah pagi dan cerah, Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi.
Saya buru-buru mandi, sarapan, minum kopi sedikit, dan langsung
berangkat ke rumah Pak Nizam. Sesampainya saya di rumah Pak Nizam, saya
tidak menemukan adanya tanda-tanda kehidupan dalam rumah itu. Saya
mencoba mencari dirumah PakDe Sukiman, tetap tidak menemukan adanya
istri saya. Saya coba ke Rumah Pak Dahlan, sepertinya tidak ada orang
karena semua pintunya di kunci rapat. Saya benar-benar berdebar-debar
karena tidak menemukan istri saya dimanapun. Ingin rasanya saat itu
mengamuk dan menangis, kenapa saya melakukan ini semua.
Akhirnya setelah mencari kemana-mana tidak ada hasilnya, maka saya
memutuskan untuk pulang ke rumah. Saya melanjutkan aktifitas sehari-hari
saya di hari minggu. Tidak banyak yang dapat saya lakukan karena
pikiran saya tertuju kepada istri saya terus. Apa yang sedang mereka
lakukan terhadap istri saya saat ini? Apakah istri saya sudah makan?
Apakah mereka mengizinkan yola beristirahat? Apakah dia baik-baik saja?
Beribu pertanyaan muncul di benak saya. Sehari ini rasanya lambat sekali
berjalan. Hingga akhirnya, sekitar pukul 19:00 malam, istri saya pulang
ke rumah di antar oleh Pak Dahlan. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan
pada istri saya, malah terlihat berbeda, lebih cantik karena make up
yang tertata rapih, rambut seperti dari salon, baju baru, dan celana
baru. Hanya saja wajahnya terlihat merenung dan kelelahan.
Setelah berbincang-bincang sebentar dengan Pak Dahlan, bahwa kami akan
mendapatkan rumah kontrakan di kota Jogjakarta. Saya sangat gembira
sekali, tetapi istri saya tidak menunjukkan ekspresi kegembiraan sama
sekali. Malahan ia mohon izin untuk beristirahat, memang waktu sudah
menunjukkan pukul 19.30 tetapi tidak biasanya ia beristirahat pada jam
segini. Tidak lama setelah itu Pak Dahlanpun berpamitan pulang, sayapun
penasaran dengan istriku, ketika saya melihat dia sedang tertidur pulas,
tidak ada banyak yang dapat saya tanyakan. Jadi ke mana saja dia hari
ini? Kemarin malam sama Pak Nizam bagaimana kisahnya? Tidak ada yang
tahu hingga saat ini, hanya dia dan Pak Nizam yang tahu bagaimana
kejadiannya. Sedikit rasa cemburu, dan amarah muncul dalam diriku.
Ditambah lagi aku sangat kesal tidak ada yang dapatku perbuat untuk
meringankan beban istriku ini.
Bersambung ke Part 10 yang menceriterakan perpindahan kami dari desa ke kota Jogjakarta.
Salam,
Naryo dan Raka
Mohon cerita tema begini dperbnyak nuansanya masuk bget mhn admin perbnyak wife slingkuh, wife nakal didpan mata suami aduh mantap
BalasHapuspart 10 nya mana kok ga ada ?
BalasHapus