Aku wanita 24 tahun, tinggal di Yogya, sudah menikah punya satu anak
lelaki yang September ini genap tiga tahun usianya. Akhir-akhir ini aku
merasakan ada sedikit kelainan seksual dalam diriku. Kalau dibilang aku
itu seorang eksibisionis kupikir kurang tepat juga walaupun Aku
terkadang suka memamerkan bagian-bagian tubuhku. Dikatakan kurang tepat
karena kelakuanku mempertontonkan tubuh hanya pada kondisi khusus dan
hanya kepada lelaki tertentu saja. Selain itu, aksiku ini “bermanfaat”
bagi kehidupan seksual bersama suamiku tercinta.
Anda jangan ketawa dulu soal “manfaat” tadi. Begini, setelah
menjalankan aksi eksibisi itu aku merasakan menjadi “bersemangat” untuk
kemudian aku jadi panas dalam melayani suamiku, sehingga akan berdampak
pada tercapainya kepuasan luar biasa pada kami berdua dalam berhubungan
seks. Suamiku sampai terheran-heran terkadang aku begitu “bersemangat”
di ranjang, padahal pada umumnya berjalan biasa-biasa saja. Bahkan
terkadang agak malas melayani. Semangat tadi muncul karena ada pemicunya
yaitu sebelumnya aku telah melakukan eksibisi seksual. Tentu saja
suamiku sama sekali tidak tahu kelakuanku yang rada menyimpang ini. Tapi
Aku berpikir, sepanjang kelakuan anehku itu berguna bagi kami berdua,
fine-fine saja bukan ?
Yang kumaksudkan “kondisi khusus” itu ialah peristiwa eksibisi
terjadi begitu saja tanpa perencanaan. Ide untuk melakukan pameran
tiba-tiba saja timbul setelah aku mendadak menemukan kesempatan untuk
melakukan. Kesempatan itu ada karena ada “pemicunya” (kalau Anda kurang
menangkap apa yang kumaksud dalam kalimat-kalimat pada alinea ini, nanti
akan menjadi jelas setelah Aku menceritakan peristiwanya, mohon
bersabar dulu).
Tadi aku menyebutkan memamerkan tubuh hanya kepada lelaki tertentu,
karena memang tidak kepada setiap lelaki yang menarik perhatianku,
misalnya karena dia ganteng, macho, atau lainnya. “Sasaranku” bisa
lelaki manapun asal sudah “terkondisi” dan masih usia remaja ! Ya, hanya
kepada anak lelaki belasan tahun. Bukan karena aku seorang pedofil
ataupun penggemar “brondong”, Aku punya alasan yaitu demi keamanan.
Kalau aku memamerkan buah dadaku misalnya kepada seorang lelaki
dewasa, aku khawatir akan diartikan berbeda. Dalam pikiranku, lelaki itu
akan punya sangkaan bahwa aku menginginkannya. Lebih celaka lagi kalau
dia akan menganggapku sebagai perempuan murahan. Tentu saja aksi pamer
diri ini kulakukan seolah-olah secara tak sengaja. Aku tak mau lelaki
sasaranku tahu bahwa aku sengaja mempertontonkan tubuhku. Aku adalah
tipe perempuan setia, selama ini aku hanya berhubungan seks dengan
suamiku seorang.
Kalau misalnya ada pertanyaan bagian tubuhku yang mana yang paling
kusukai, tanpa ragu aku akan menjawab buah dada dan kakiku. Aku bangga
dengan bentuk buah dadaku yang membulat dan mulus, meskipun tak begitu
besar. Blouse atau kaus yang ngepas di badan akan makin mempertegas
“kebulatannya”. Bila aku sedang jalan-jalan di mall misalnya, setiap
lelaki yang berpapasan denganku selalu “tertangkap” oleh mataku sedang
menatapi dadaku. Selain dada, aku baru menyadari memiliki sepasang paha
yang “bulat” setelah suamiku mengatakannya sewaktu kami pacaran.
“Engga ah, mayan panjang gini dibilang bulat” bantahku.
“Maksudku, penampangnya. Kalo dipotong di sini … (sambil merabai paha
atasku), penampangnya berbentuk lingkaran nyaris sempurna”. Semuanya
makin diperindah karena memang dasarnya kulitku yang langsat. Bila
sedang bertelanjang, ketika mandi atau ganti pakaian di kamar, tak
puas-puasnya aku mengagumi tubuhku sendiri di depan cermin. Mungkin ini
jenis kelainan lagi? Semacam narsis atau apa gitu?
Ada banyak aksi eksibisi yang pernah kulakukan, tapi aku hanya
menceritakan dua peristiwa saja yang paling mengesankan bagiku dan punya
“efek” paling besar pada aksi ranjang bersama suamiku. Peristiwa
pertama mengesankan karena itu adalah pertama kali aku pamer tubuh, dan
peristiwa kedua adalah memang benar-benar mengesankan…
******
Siang agak sore itu aku terjaga dari tidurku karena terdengar suara
ribut dari ruang tengah. Kudengar suara percakapan adik bungsuku bersama
paling tidak dua anak lainnya. Oh ya, ada empat orang yang tinggal di
rumah. Aku dan suami (siang itu masih di kantor, tentu saja), adik
lelakiku, si bungsu yang masih kelas dua SMP, dan seorang pembantu.
Dengan malas Aku bangkit dari tempat tidur, ingin ke kamar kecil.
Aku keluar kamar, di ruang tengah memang ada adikku dan dua orang
temannya, semuanya masih dengan seragam putih biru. Adikku sedang di
depan desk top mengetik sementara seorang kawannya berada di samping
dia, dan seorang lagi sedang duduk nonton TV.
“Udah pada makan belum?” sapaku.
“Udah” jawab mereka berbarengan, lalu mereka kembali asyik dengan
kegiatannya masing-masing. Aku berjalan menuju kamar mandi di belakang.
Selesai dari kamar mandi aku ke ruang tengah lagi menuju mini bar
yang letaknya di samping ruang makan dan agak berdekatan dengan letak
pesawat TV. Ruang tengah dan ruang makan memang tak ada penyekatnya. Aku
membuat minuman teh manis panas kesukaanku setelah terasa agak
kedinginan karena AC kamar tidur yang aku stel suhu rendah sebelum aku
tidur tadi. Selesai bikin teh aku duduk di salah satu dari dua kursi
tinggi di dekat mini bar, menikmati teh. Kebiasanku menikmati teh masih
dalam keadaan panas, aku seruput sedikit demi sedikit. Teh manis panas
berkhasiat menyegarkan tubuh yang sedang lesu, begitulah paling tidak
pengalamanku selama ini.
“Ngetik apa” tanyaku sambil menikmati teh pada adikku.
“Ada tugas kelompok, Kak”jawabnya.
Dua anak sedang asyik di depan komputer sementara seorang lagi
santai, matanya tak lepas dari TV. Nonton TV? Tidak juga rupanya. Ketika
aku mengalihkan pandangan ke anak yang santai ini, ternyata matanya tak
sedang ke TV tapi menatapi kakiku. Tapi secepat kilat matanya kembali
ke TV setelah “tertangkap” olehku. Kelihatannya anak ini dari tadi
menatapiku, ketika sedang membuat teh tadi aku merasa ada sepasang mata
yang memperhatikan gerakanku.
Aku baru sadar telah membuat kesalahan. Bangun tidur tadi aku tak
mengganti pakaian tidurku. Pakaian tidur yang tipis, pendek pula dan
berkancing di dada, sehingga ketika Aku duduk di kursi bar yang tinggi,
hampir seluruh pahaku dan kakiku yang jenjang terbuka. Bahkan mungkin
pandangan anak ini bisa menerobos ke sela-sela pahaku untuk menatapi
celana dalamku. Celana dalam? Kadang Aku tak mengenakan pakaian dalam
ketika tidur. Aku melirik, untunglah … Aku mengenakannya, juga bra.
Kuletakkan gelasku ke meja bar, aku turun dari kursi dan ke kamar hendak
berganti pakaian. Ekor mataku menangkap anak itu terus menatapiku
sewaktu aku berjalan menuju kamar.
Kulepas baju tidurku dan kuambil daster dari lemari pakaian. Seperti
biasa sebelum mengenakan pakaian aku mengagumi tubuhku di depan cermin.
Buah dadaku yang masih bulat tegak ke depan walaupun aku menyusui anakku
(dan suamiku hehe), sepasang pahaku yang mulus dan berpenampang nyaris
lingkaran sempurna, sepasang kakiku yang panjang dan mulus dengan
ditumbuhi bulu-bulu halus. Mendadak ada perasaan aneh menyelinap, dadaku
berdesir, teringat akan adegan film VCD “Private Teacher” yang
dibintangi oleh Sylvia Kristel, bintang seksi yang juga main dalam film
serial “Emmanuelle” yang erotis.
Cerita tentang anak lelaki umur 12 tahun yang suka ngintip perempuan dewasa yang sedang berganti pakaian.
Suatu saat perempuan itu menangkap basah si pengintip. Bukannya dia
marah tapi malah menyuruh anak itu masuk ke kamarnya disuruh duduk.
Mulailah perempuan itu mencopot bra-nya dan memamerkan buah dadanya.
Hari berikutnya tak hanya bra yang dilepas, tapi celana dalamnya juga.
Lalu kesempatan berikutnya dia jadi ‘guru’ yang mengajarkan anak polos
itu bagaimana caranya berhubungan seks, lengkap dengan “praktikum”.
Ingatan pada adegan film itu menjadikan Aku untuk berbuat rada nekat.
Aku tak jadi berganti pakaian. Dengan tetap berbaju tidur aku keluar
kamar menenteng majalah dan duduk di kursi tadi, pura-pura membaca. Dari
balik majalah aku menangkap anak tadi menatapi pahaku. Inilah pertama
kalinya aku merasakan “nikmatnya” eksibisi seksual. Aku terrangsang
justru ada lelaki lain yang matanya menikmati tubuhku. Kusilangkan
kakiku sehingga membuat bagian bawah pakaian tidurku semakin naik dan
makin banyak pahaku yang terpampang. Melakukan gerakan tadi dengan
mataku tetap tertuju pada majalah. Aku tak perlu khawatir adikku dan
kawannya yang sedang di komputer akan menyaksikan pameranku, sebab
mereka duduk membelakangiku.
Duduk di kursi bar yang tinggi dengan posisi kaki menyilang begini
mustinya celana dalamku terlihat sedikit. Tapi aku tak yakin. Aku ingin
dia bisa melihat celana dalamku juga. Untuk meyakinkannya aku menurunkan
kakiku yang menyilang, duduk biasa dengan paha sejajar. Lalu beberapa
saat kemudian aku menggoyang-goyangkan kaki kananku, layaknya dilakukan
orang kalau sedang asyik membaca. Gerakan yang membuat pahaku membuka
dan menutup bergantian dengan cepat. Dengan begitu anak itu bisa
mengintip celana dalamku sekelebatan tapi berulang-ulang. Nah pas lagi
posisi membuka Aku menghentikan goyangan pahaku. Kuberi kesempatan kawan
adikku itu menikmati pangkal pahaku lebih leluasa. Dari tepi majalah
kuintip sekejap mukanya. Benar, pandangan matanya lurus ke arah pangkal
pahaku. Wajah itu merah padam. Usahaku berhasil ….
Mendadak suatu aliran hangat menyebar ke seluruh tubuhku. Kurasakan
mukaku juga menghangat, dadaku berdesir. Beberapa saat kemudian seluruh
tubuhku terasa panas. Aku mengenali perubahan tubuhku yang seperti ini
adalah ketika aku terrangsang. Ini sungguh suatu reaksi yang tak kuduga
sama sekali. Aku jadi terangsang ketika sedang beraksi memamerkan
tubuhku kepada anak lelaki remaja. Selangkanganku membasah. Aku begitu
menikmati kondisi seperti ini. Ingin rasanya aku mencopoti pakaianku
sekarang juga di depan anak itu. Untunglah, Aku masih mampu
mengendalikan diri. Ada adikku di situ.
Dalam keadaan terrangsang begini kadang muncul bermacam ide nakal.
Aku tak ingin anak itu hanya melihat celana dalamku, Aku ingin dia bisa
melihat lebih. Membuka kaki lebar-lebar? Ah, akan kelihatan sekali
pamernya. Kuingin aksi pamer ini terjadi seolah-olah Aku tak sengaja.
Masuk kamar dulu, lepas celana, dan duduk lagi di sini ? Ini juga akan
terkesan sengaja. Jadi bagaimana? Aha!
Pahaku tetap membuka sedikit dan Aku tetap pura-pura membaca. Tangan
kanan memegang majalah sementara tangan kiriku mulai membuka
kancing-kancing di dada. Gerakan tanganku membukai kancing ini tentu
saja tak terlihat oleh anak itu karena sengaja kututupi majalah. Hanya
dua biji kancing yang kubuka, dan hanya satu sisi belahan baju saja yang
kuturunkan, agar memberi kesan tak sengaja. Walaupun begitu buah dada
kiriku cukup terbuka dengan sedikit ‘penampakan’ pinggiran bra. Siap
eksyen.
Kuturunkan majalah dan kuletakkan ke pahaku untuk tetap membaca,
sehingga tubuhku sedikit membungkuk. Ini akan memperjelas penampakkan
sebelah buah dadaku kepada anak itu. Sebenarnya aku ingin melihat
wajahnya untuk menangkap reaksi atas aksiku ini, tapi tak usahlah,
biarkan saja dia menikmati suguhanku. Lagi-lagi kurasakan desiran di
dada serta aliran hangat yang menjalar ke seluruh tubuh. Kali ini
rangsangannya lebih hebat. Ingin rasanya Aku bertelanjang bulat sekarang
juga di depan anak itu. Ada yang meledak-ledak di dalam tubuhku. Aku
ingin kelembaban di bawah sana bisa “diselesaikan”.
Anehnya, aku tak ingin anak itu yang menyetubuhiku. Aku menginginkan
suamiku! Ah… kemanakah dia? Masih lamakah dia pulang kantor? Tak tahan
Aku bila membara terus seperti ini. Akupun gelisah. Aku turun dari
kursi. Tanpa kusengaja tepi pakaian tidurku ada yang nyangkut di kursi
sehingga sewaktu kakiku mendarat di lantai seluruh tubuh bagian bawahku
terbuka, di depan anak itu! Cepat-cepat aku tutup kembali pakaian yang
tersingkap itu. Mataku refleks menatap anak itu, dan dia tertangkap
sedang melotot fokus ke celana dalamku yang tadi seutuhnya terbuka….
Aku melangkah masuk kamar. Aku ingin tahu apa saja yang telah
terlihat oleh anak itu. Kusingkap pakaianku di depan cermin. Kira-kira
tadi tersingkap sebatas ini, berarti anak tadi sempat melihat sebagian
perutku yang putih, dan… tentu saja termasuk celana dalamku yang
membasah di bagian bawahnya yang membuat isinya ‘tercetak’ jelas. Aku
tak tahu gimana reaksi anak itu. Yang jelas justru sekarang aku yang
horny…
Dalam kondisi yang gelisah dan “megap-megap” begini apalagi yang bisa
aku harapkan selain kedatangan suami. Setiap terdengar suara mobil yang
mendekat rumah, aku berharap itu mobil suamiku. Kalau kemudian ternyata
itu bukan dia makin membuatku gelisah. Akhirnya penantian berakhir
ketika suara mobil diikuti dengan suara terbukanya pintu garasi.
Aku langsung memeluknya kencang begitu suamiku masuk kamar.
“Eh…eh… ada apa nih…”serunya.
Aku tak menjawab, langsung meraba-raba selangkangannya. Batang itu
terasa memanjang. Kulepas ikat pinggangnya dan kubuka rits celananya,
lalu kupelorotkan sekalian celana dalamnya. Batang itu sudah keras
mengacung.
Tubuhku didorongnya sampai rebah ke ranjang. Dengan sekali renggut
baju tidurku terlepas. Dengan bernafsu diciuminya buah dadaku. Aku
senang suamiku menjadi buas begini. Inilah yang dari sejam lalu
kutunggu. Dipelorotkan celana dalamku untuk menciumi isinya, lalu
dijilatinya. Inilah yang Aku suka dari suamiku. Tubuhku berkelojotan
bagai ular diganggu.
“Masukin …. sekarang …. Mas ….”desahku.
Dia taruh palkon-nya ke pintu liangku lalu digesek-gesekkan gerak
vertikal, kebiasaanya memang begitu sebelum penetrasi. Memang sedap sih,
tapi Aku sekarang ini butuh “diisi”, bukan stimulasi lagi.
Pas sapuan palkon sampai dipintu, aku tarik pantatnya, masuklah
kepalanya. Lalu dia mulai menusuk sampai mentok, dan merebahkan tubuhnya
di atas tubuhku.
“Dah gak tahan lagi ya say….”bisiknya.
Pertanyaannya kujawab dengan menggoyang pinggulku …
******
Jumat pagi, suamiku yang sedang mengikuti seminar di Bandung
menelepon, Aku disuruh nyusul ke Bandung. Gembira aku mendengarnya sebab
memang Aku sudah lama mengimpikan jalan-jalan ke kota berhawa sejuk
itu. Banyak yang bilang belanja pakaian di Bandung harganya murah dan
banyak pilihan. Segera Aku menelepon kesana-kemari untuk mendapatkan
tiket. Pesawat Yogya – Jakarta memang banyak dan harga bersaing, tapi
yang ke Bandung hanya satu, dan dengan tarif ‘normal’ pula, tiga kali
lipat dibanding harga tiket Yogya-Jakarta. Aneh, padahal Yogy-Bandung
lebih dekat. Naik KA, ada 3 pilihan, aku kirim SMS ke suamiku tentang
transportasi ke Bandung.
“Kalo yayang mau lebih baik pake KA, sebab sore cuaca jelek”. Okay,
Aku putuskan naik KA Mutiara Selatan saja. Aku sering takut kalau
mendarat dengan cuaca buruk. Berangkat jam 12 tengah malam, tiba di
Bandung pukul 07 pagi, begitu yang tertulis di tiketnya. Suamiku akan
menjemputku di stasiun Bandung.
Kukemas dua stel pakaianku ke dalam travel bag ukuran sedang supaya
aku mampu mengangkatnya sendiri, plus baju hangat menjaga kalau-kalau AC
di KA terlampau dingin. Untuk perjalanan kupilih blouse warna cream
berkancing dari bahan katun supaya nyaman, dipadu dengan celana panjang
casual warna coklat muda. Aku mematut diri di depan cermin. Paduan warna
atas dan bawahan membuatku tampil cerah, kulitku tampak makin putih.
Model blouse dan celana yang ngepas di badan membuat tonjolan-tonjolan
seksi, terutama di dada dan pinggulku. Baju hangat yang kupilih adalah
model menyerupai blazer tapi lebih santai, bahan casual juga dan dan
berwarna senada dengan celanaku. Terbayang, suamiku nanti pasti akan
mengomentari, ”Yayang seksi banget …”, lalu diikuti dengan ciuman dan
rabaan nakal, perlucutan pakaian satu persatu dan diakhiri dengan
hubungan seks yang bersemangat dan menyenangkan. Terbayang pula
berpasang-pasang mata lelaki yang akan melotot mengikuti kemana aku
bergerak, seperti selama ini kualami ketika Aku keluar dari rumah.
Membayangkan seperti itu cukup membuatku bergairah… Aku berangkat ke
stasiun Tugu diantar oleh adikku.
Benar saja, di stasiunpun entah sudah berapa lelaki yang melototiku.
Dulu sih Aku merasa risih, tapi lama kelamaan aku sudah terbiasa, dan
selalu bersikap acuh, seolah tak menyadari kalau banyak pasang mata
sedang mengamati dadaku. Bahkan akhir-akhir ini aku justru “menikmati”
kalau menyadari bahwa banyak mata menontoni tubuhku. Di dalam keretapun
begitu. Sewaktu Aku jalan di gang mencari-cari nomor tempat dudukku,
hampir semua lelaki yang kursinya kulewati menatapiku. Seperti biasa Aku
acuh saja seolah tak tahu.
Kutaruh tasku di bawah saja supaya Aku nanti tak repot kalau
mengambil baju hangat. Nomor seat-ku memang di dekat jendela yang
sengaja kupilih agar aku bisa tidur nanti. Aku berharap kereta segera
berangkat sebab sementara ini tempat duduk di sebelahku kosong sehingga
nanti Aku bisa berselonjor kaki. Tapi rupanya harapan tinggal harapan,
seorang ibu datang menanyakan apakah benar ini nomor 5 B.
“Benar, Bu”sahutku.
“Sini, Le …”kata Ibu itu melambaikan tangannya.
Datanglah seorang anak muda yang tergopoh-gopoh meletakkan tas
lumayan besar ke rak di atas lalu duduk di sebelahku. Ibu tadi lalu
membuka obrolan basa-basi denganku. Dikatakan anak muda ini adalah anak
pertamanya yang baru saja lulus SMU, akan berangkat ke Bandung untuk
kuliah. Dia suruh anaknya berkenalan denganku. Lalu ketika terdengar
pengumuman kereta segera berangkat, Ibu tadi bilang, “Titip anak saya ya
Mbak …” Titip ? Memangnya Aku mirip Ibu panti asuhan ?
“Iya Bu”basa-basi saja.
Aku masih berusaha untuk mencari tempat duduk yang kosong supaya bisa tidur lebih nyaman. Ketika kereta berangkat Aku bangkit.
“Permisi ya Dik …”
Anak itu menggeser kakinya memberiku jalan. Tadinya anak itu menunduk
menatap lantai, tapi begitu Aku melewatinya, matanya langsung melotot
ke arah dadaku. Karena memang ketika Aku bergeser mau keluar dari kursi,
dadaku berada tepat di depan hidungnya. Aku jalan ke belakang sambil
meneliti kursi mana yang kosong. Tak kupedulikan tatapan mata
lelaki-lelaki. Tak ada yang kosong. Memang ada 3 kursi yang hanya berisi
masing-masing seorang. Seandainya Aku punya keberanian untuk meminta
salah satu penghuni kursi yang sendirian itu untuk bergabung ke penghuni
sendirian yang lain, Aku akan dapatkan kursi kosong. Tapi Aku tak
berani. Atau anak itu saja yang kusuruh pindah ? Ah, sungguh Aku tak
enak. Apa boleh buat, terima saja apa adanya. Aku kembali ke tempatku.
Lagi-lagi mata anak muda itu memelototi tubuhku. Dan masih saja tak
melepas tatapannya meskipun Aku sudah kembali duduk.
Sering dia mencuri-curi pandang. Menoleh kesamping menatap wajahku,
lalu turun ke dadaku, dan kembali kedepan. Kalau Aku melongok keluar
melalu jendela, dia seolah punya kesempatan untuk menatapi tubuhku.
Tingkahnya inilah yang membuatku punya ide nakal. Anak ini akan
kuberi “pelajaran”, seperti yang pernah kulakukan pada teman sekolah
adikku. Kalau memungkinkan malah seperti Sylvia Kristel di film “Private
Teacher”. Dadaku berdesir membayangkannya. Mulailah kulakukan
pendekatan, ajak ngobrol basa-basi. Rupanya anak ini pendiam, hanya
bicara kalau ditanya. Mungkin pemalu dia. Aku memikirkan rencana apa
yang akan kulakukan dalam show-off ini. Dia tertarik dengan dadaku, okay
akan kuberi Dik. Tapi nanti ya, setelah penumpang lain pada tidur dan
mas-mas pembawa makanan-minuman itu tak lagi lewat. Sementara ini Aku
akan pura-pura tidur dulu. Ternyata Aku tertidur beneran …
Aku terbangun karena kereta berguncang berhenti mendadak dengan suara
rem berdenyit. Refleks aku menoleh kesamping ke “teman tidurku” si anak
muda baru lulus SMU. Gotcha ! Mata anak itu baru saja beralih dari
dadaku ! Ketangkap basah elo ! Tapi justru Aku yang kaget. Kulihat
kancing blouseku yang paling atas sudah lepas. Bagian dadaku begitu
terbuka sehingga menampakkan sebagian bulatan dadaku. Pantes saja anak
ini memilih tak tidur karena mendapatkan pemandangan yang (mungkin)
lebih indah dari mimpinya kalau dia tidur. Matanya yang segar tidak
memerah menandakan dia belum tidur.
Rasa dingin AC menyergap tubuhku. Kuambil baju hangat dari tasku dan
memakaikannya. Segala gerakanku dari mengambil baju sampai mengenakannya
tak lepas dari lirikan curi-curi matanya. Aku coba mengingat-ingat
kembali sebelum tidur tadi. Aku yakin sekali tadi tidak melepas
kancingku. Apakah lepas sendiri ? Rasanya tidak mungkin. Lubang kancing
ini masih kuat, tidak longgar. Apakah anak ini yang melepasnya ? Inilah
satu-satunya kemungkinan. Seberani itukah Si pemalu ini ? Mungkin saja.
Dibalik sifatnya yang pemalu mungkin saja sesungguhnya anak ini nakal.
Kalau benar demikian, aha … Aku merasa mendapat tantangan !
Kereta berhenti cukup lama, sunyi, bukan berhenti di stasiun.
Pandangan ke luar gelap gulita. Jam menunjukkan pukul dua lebih
seperempat. Rasanya semua penumpang sudah tertidur, tak terdengar
obrolan hanya samar-samar terdengar dengkuran yang bersahutan. Rasanya
semua penumpang sudah tertidur, kecuali anak di sebelahku ini. Show time
!
Sengaja aku membiarkan kancing blouseku tetap terlepas, hanya
mengatupkannya saja. Sedangkan baju hangat hanya menutupi kedua lengan
dan bahuku saja, bagian dada tetap terbuka. Aku bersandar dan mulai
memejamkan mata, pura-pura tidur sebenarnya untuk membuktikan sangkaanku
tentang kenakalan anak ini.
Kereta belum juga jalan, keadaan masih senyap sehingga dengan
mengeluarkan suara dengkuran halus cukup untuk mengelabui anak ini.
Cukup lama aku “mendengkur” belum ada kejadian (memangnya aku
mengharapkan kejadian apa?). Tapi tunggu dulu … serasa ada yang
menyentuh blouseku. Aku deg-degan, tapi tetap pura-pura mendengkur.
Benar. Terasa olehku ada yang membuka belahan blouse yang tadi
kukatupkan. Siapa lagi kalau bukan anak nakal di sebelahku ini. Aku
makin berdebar, membuat dadaku makin naik-turun. Rasanya belahan
blouseku sudah terbuka lebar, lalu Aku menunggu aksi dia berikutnya.
Perkiraanku dia akan menyusupkan telapak tangannya kedalam blouse
yang sudah terbuka. Aku menunggu, dengan dada yang berdegup. Kalau benar
dia akan merabai buah dadaku, apa reaksiku ? Menampik tangannya diikuti
dengan kemarahan besar atau justru membiarkannya ? Let see. Tapi aksi
itu tak kunjung muncul. Penasaran aku dengan amat hati-hati membuka
sedikit mataku. Benar. Dari sela-sela bulu mataku Aku bisa melihat
blouseku sudah terbuka lebar, bulatan buah dada kiriku hampir seluruhnya
tampak. Mengetahui keadaan ini tubuhku menghangat, darahku serasa lebih
cepat mengalir. Aku mulai gelisah.
Sampai kereta jalan lagi tak terjadi apa-apa. Anak ini hanya ingin
melihat saja rupanya, silakan Dik, nikmati buah ranum kebanggaanku ini.
Rasanya Mbak akan keberatan bila engkau ingin merasakan kehalusan kulit
dadaku, atau ingin merasakan sintalnya buah kembarku ini dengan
meremasnya. Aku ingin engkau tahu bahwa putingku sudah mengeras …
silakan. Tapi sekian menit Aku menunggu lagi, keberanianmu tak muncul
juga … Atau engkau akan membuka kancing blouseku lagi ? Lakukan saja.
Aku akan diam tak berreaksi.
Sayangnya aku memakai celana panjang. Bila saja aku memakai rok, tak
segan aku akan mengangkat kakiku hingga tersibak dan engkau akan tahu
Aku memiliki sepasang paha yang selain putih mulus juga berpenampang
bulat. Lampu ruangan kereta yang cukup terang mungkin cukup buat kamu
untuk mengamati bulu-bulu halus di pahaku. Khayalanku buyar ketika
kurasakan sentuhan di dadaku. Berdebar aku menunggu apa yang akan
diperbuat oleh anak yang tampaknya alim tapi ternyata nakal ini. Tapi
aku tetap memperdengarkan dengkuran halusku.
Nah…. kamu nekat juga akhirnya. Bisa kurasakan kain blouseku
tertarik-tarik. Sedang apa dia? Perasaanku dia sedang membukai kancing,
meneruskan pekerjaan yang tadi tertunda. Ayo, setelah terbuka kancingku
satu lagi, apa yang akan kamu lakukan… Ternyata tak ada apapun.
Dinginnya AC kereta menyapu ke dadaku yang 3 kancingnya terbuka. Setelah
beberapa saat tak ada sentuhan apapun, kubuka ujung kelopak mataku
sedikit. Belahan blouseku memang telah tersibak ke kanan-kiri, sebagian
bra-ku tampak, juga belahan dan bagian bulatan kedua buah dadaku. Selain
itu, ada juga bayangan yang menerpa wilayah dadaku. Perkiraanku, anak
nakal ini duduknya lebih mendekat ke arahku sedang menikmati hasil
usahanya. Artinya, Aku telah berhasil mencapai tujuanku mempertontonkan
tubuhku kepada remaja ini. Silakan, nikmati sepuasmu, Nak … Seperti yang
pernah terjadi, kondisi seperti ini membuatku “gerah”, yaitu awal dari
perasaan terrangsang.
Dan, kurasakan sentuhan di dada kiriku. Aku mengintip melalui
sela-sela bulu mataku. Tampak jari-jari anak ini menyentuh buah dadaku.
Awalnya hanya jari telunjuk, kini keempat jarinya sudah mengusapi buah
dadaku. Kegerahanku mulai merambat naik, kurasakan di bawah sana mulai
melembab. Aku bimbang, akankah anak ini kubiarkan terus menjamah buah
dadaku atau aku stop dengan elegan ? Entah kenapa kali ini aku tak
keberatan jika anak ini nantinya akan meremasi buah dadaku. Cuma yang
aku khawatirkan, dalam kondisi yang telah terangsang begini tentu saja
puting dadaku telah mengeras. Lulusan SMU ini kemungkinan besar telah
tahu arti mengerasnya puting buah dada. Aku tak mau dia tahu bahwa Aku
telah terrangsang.
Sementara ini masih kubiarkan dia mengelusi buah dadaku di wilayah
yang terbuka saja. Kalau nanti dia berani menyusupkan jari-jarinya ke
balik bra, baru Aku akan bertindak. Tapi …. kini ujung jarinya telah
menyentuh pinggiran cup bra-ku. Harus ada tindakan sekarang. Bagaimana
caranya supaya tak kelihatan aku sedang pura-pura tidur? Okay,
kupejamkan mataku, lalu kupalingkan kepalaku sedikit ke arahnya.
Berhasil. Dia menarik tangannya dari wilayah dadaku. Rupanya dia tak
berani lagi menjamah, setelah sekitar seperempat jam kemudian tak ada
lagi tangan dia. Kuperkirakan dia sekarang hanya berani memelototi saja.
Beberapa saat berikutnya kurasakan kursi kereta ini
berguncang-guncang kecil dan teratur. Aku yakin ini bukan guncangan
gerbong kereta, tapi “gempa lokal”. Dan “epicentrum gempa” ada di
sebelahku, tidak puluhan kilo di bawah permukaan laut tapi hanya
beberapa senti di atas permukaan kursi kereta. Ukuran gempa tak sampai
satu skala Richter. Apa yang sedang dia lakukan sekarang dengan nafasnya
yang memburu? Tak sampai dua menit gempa tiba-tiba berhenti. Lalu
beberapa detik berikutnya hidungku menangkap aroma khas, aroma yang sama
ketika suamiku menginginkan variasi oral dengan diakhiri “membasuh”
mukaku.
Aku jadi penasaran ingin meyakinkan sangkaanku. Kalau sangkaanku ini
benar, alangkah beraninya anak ini. Kubuka kelopak mataku sedikit
seperti tadi. Ternyata perkiraanku benar. Samar-samar kulihat penis
tegang anak ini nongol dari rits celananya, dan di ujung batang yang
membasah ini telapak tangan kirinya sedang menampung tetesan-tetesan
akhir pancaran cairan yang beraroma khas tadi … Kututup mataku sebelum
dia menoleh. Gerakan-gerakan tubuhnya menunjukan dia sedang sibuk
berberes. Lalu sunyi, tak ada gerakan apa-apa. Kubuka lagi kelopak
mataku, dia tak ada. Mungkin sedang ke toilet. Aku tersenyum penuh
kemenangan ….
Aku berberes sedikit, hanya mengatupkan sibakan blouse tidak
mengancingkannya. Belahan blazer masih teribak. Lalu aku mengubah posisi
duduk dan pura-pura tidur lagi. Setelah kurasakan dia kembali duduk,
aku pura-pura terbangun dan mengatupkan blazer dan menoleh ke arahnya.
Lagi-lagi dia tertangkap mata mengamati dadaku. Aku tak merapikan
kancing-kancing blouse-ku yang terbuka sebab aku harus tetap bersikap
seolah tak terjadi apa-apa. Nanti akan kurapikan di toilet saja. Aku
bangkit.
“Permisi ya…”
“Oh…. silakan, Tante”
Kakiku melewati ujung dengkulnya dengan sedikit membungkukkan
tubuhku. Tentu saja dadaku melewati hanya beberapa senti di depan
hidungnya. Dengan blouse yang belum terkancing, dia bisa menikmati buah
dadaku dari jarak yang amat dekat. Nikmati sepuasmu, ini adalah sajian
terakhir, kataku dalam hati. Di toilet Aku merapikan blouse-ku, terlihat
putingku masih menegang.
******
Di stasiun suamiku sudah menunggu sejam, keretanya memang terlambat.
Aku menolak semua usul suamiku untuk mampir ke FO atau ke restoran.
“Langsung ke hotel aja, mo mandi dulu”kataku. Padahal sebetulnya Aku
ingin cepat-cepat sampai di hotel agar penis suamiku bisa langsung
“mengisi” di bawah sana yang masih lembab dan megap-megap.
Begitu kamar pintu hotel tertutup, Aku langsung menubruk suamiku, kupeluk erat-erat, sangat kencang.
“Katanya mo mandi dulu…..”katanya.
“Engga, mo ini dulu”kataku sambil menjamah selangkangannya. Batang yang dari semalam kurindukan mulai memuai.
“Aku juga pengin banget….”katanya.
Suamiku langsung melepas seluruh pakaiannya dengan cepat sampai
telanjang bulat. Aku baru sempat melepas celana panjang dan CD-ku saja
ketika suamiku membopong tubuhku dan “melempar”kannya ke ranjang.
Ditindihnya tubuhku. Dirabanya kelaminku.
“Uh…. dah basah….”katanya.
Dia bangkit, bertumpu pada kedua lututnya dan lalu menusuk masuk. Aku
menikmati pompaannya. Tubuhku serasa melayang-layang… Tak sadar Aku
merintih dan melenguh lebih keras dari biasanya sampai suamiku menutup
mulutku ….
Suatu persetubuhan yang sungguh begitu nikmat.
Kami baru menyadari bahwa ternyata pintu kamar belum tertutup rapat.
Entah ada orang kebetulan lewat atau tidak ketika kami tadi bersetubuh.
Yang jelas suara rintihanku tadi pasti nyampai ke mana-mana.
Dia bangkit hendak menutup pintu. Aku cegah sehingga kelamin kami masih bertautan.
“Biarin ajalah, Mas…”kataku.
“Entar ada yang lewat …..”
“Sayang mo dilepas”kataku.
Sebelum mandi kami melakukan lagi, maklum sudah 3 hari tak ketemu.
Juga dengan pintu yang kubiarkan tak rapat tertutup, tanpa suamiku tahu.
Dasar eksibisionis …..
Malemnya, Aku diajak ke suatu pertemuan reuni kawan sekolah suamiku
di suatu ballroom di hotel Jalan Asia Afrika. Tak kusangka, Aku ketemu
dengan kawan lama, Lina namanya, yang datang bareng suaminya. Mereka
tinggal di Jakarta. Dia masih cantik seperti dulu, dan kulitnya tambah
putih saja. Setelah ngobrol-ngobrol lama,
“Udah berapa anakmu?”tanyaku.
“Belum …. ”
“Tapi masih rajin bikin ‘kan ?”
“Iya dong ….”
“Perasaan elo jarang keluar kota deh….”kataku.
“Iya, sekarang kan ada keponakan suami yang tinggal di rumah, jadi
gue bisa bebas kemana aja. Kaya’nya elo tahu deh keponakan suamiku. Yang
dulu gue kenalin waktu gue nikah”
“Yang mana ya….”Aku coba mengingat-ingat.
“Didin, yang kekar itu…”
“Oh iya, gue inget. Anaknya Kang Sastra kan?”
“Yup”
“Gimana sekarang dia?”tanyaku.
“Masih kekar, tinggi lagi. Sekolah di SMU XX”
“Tambah ganteng dong dia”
“Pasti …. kuat lagi…”katanya sambil mengedipkan mata penuh arti.
Aku sih maklum saja. Aku tahu gimana Lina, selalu “haus” ….
TAMAT
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Seorang Wanita Dewasa
Cerita Eksibisionis Pengalaman Pribadi : Cerita Eksibisionis Wanita Dari Yogyakarta
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar