Lanjutan cerita...
Hampir setiap hari kini aku suka mengawasi depan rumahku sendiri seperti
orang yang paranoid. Kejadian terakhir di mana kak Alyaku digagahi
sungguhan oleh Pak Amin benar-benar membuatku menjadi terbayang-bayang
setiap saat. Bahkan yang tak bisa kulupakan benar adalah ketika kak Alya
dipaksa oleh bandot tua itu untuk memuaskan nafsu bejatnya di dalam
kamar mandi. Yang mana aku hanya kebagian melihat ekspresi wajah kak
Alya yang sengaja melongok keluar dari celah pintu ketika mereka
melakukan hubungan badan berdua denga heboh.
Seolah terjawab sudah semua rasa penasaranku selama ini, bahwa kakakku
yang cantik, berjilbab, sopan dan terhormat memang benar-benar melakukan
semua persetubuhan itu dengan orang-orang yang tak jelas asalnya itu
secara diam-diam. Dari tukang antar makanan, sopir tak jelas, sampai
tukang nasi goreng bahkan bandot tua peminta sumbangan juga ambil
kesempatan menyerobot untuk menikmati tubuh indah dan bening kakak
kandungku.
Yang tadinya kakakku hanya menjadi objek fantasiku saja kini benar-benar
seperti ingin mewujudkan semua keinginanku. Hanya saja kini aku malah
seperti tidak rela. Tapi entah tak rela karena tak ingin kakakku
digagahi orang-orang asing seperti mereka-mereka, atau memang aku yang
ingin juga ikut merasakan tubuh seksi kakakku juga..
Melihatnya berseliweran di rumah hanya mengenakan tanktop, celana pendek
dan ketat, membuat pikiranku tak hanya terbang untuk membayangkan
andaikan aku dapat menggagaghi kakakku sendiri, tapi laki-laki seperti
apa lagi yang akan beruntung menindih paksa kakakku yang memang suka
kecentilan sama orang-orang aneh itu. Tak heran mereka pasti
terkonak-konak menghadapi gaya manjanya kak Alya.
Setelah pertemuan terakhir dengan Pak Amin aku belum melihat kak Alya
didatangi orang tua itu ataupun pergi untuk urusan bakti sosial lagi.
Walau jujur aku tak suka melihat Pak Amin memaksa untuk menuntaskan
hasratnya pada kakakku, tapi tak bisa kupungkiri melihat kekontrasan dua
tubuh berbeda strata itu saling bergerak terguncang ketika bersetubuh
selalu membuatku jadi ingin melihat lagi. Dan apabila memang suatu saat
nanti akan mengunjungi tempat yayasan yang Pak Amin kelola, aku jadi tak
tahu harus mencegah kak Alya, atau malah aku ingin menonton kakak
kandungku diperlakukan seperti itu lagi. Aku sangat kesal bila harus
selalu berada di posisi tersiksa seperti ini. tapi aku tak bisa
memungkiri aku juga menikmatinya.
Senakal-nakalnya kak Alya menyiksa birahiku, ia juga tetap kakakku.
Apalagi sudah beberapa hari ini kak Alya sengaja tidak keluar rumah
hanya untuk menemaniku di rumah saja. Habis sudah kakak aku crotin
seperti aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bersama dengan kak
Alya sampai-sampai kak Alya tidak ikut kuliah beberapa hari. Yang mana
aku sengaja bolos sekolah juga demi tak mau melepas kesempatan untuk
berduaan saja bersama kakakku. Kak Alya memang marah apabila aku tak
sekolah, tapi aku berjanji untuk ikut les siang ini agar tak ketinggalan
amat pelajaran sekolah.
“Diminum dulu deh, masa udah mau pulang aja, minumannya cuman diliatin aja”
“Iya, makasih yaa... nih pada kita minum”
“Tapi makasih banget loh ya, Fahri, Echi, Lala, sama Rudi... udah pada jauh-jauh kesini nengokin Alya...”
“Ah, biasa aja kali Alya, namanya juga temen sekampus... ya udah kita
pada pamit dulu yah Alya.. yuk Aldi, kita pada pamit yah...” sapa teman
kak Alya ketika mereka semua hendak pamit setelah datang menjenguk
kakakku yang sudah beberapa hari ini tidak mengikuti jadwal kuliah di
kampus.
Beberapa hari ini kak Alya sengaja hanya ingin berada di rumah saja dan
tidak ingin keluar kemana-mana. Aku sendiri tidak tahu apa maksudnya,
tapi kesempatan berduaan dengan kakakku tentunya tak akan kulewatkan.
Penampilannya sekarang pastinya berbeda dengan bila hanya berdua
denganku yang kadang nyaris tanpa pakaian. Saat ini dia menerima tamu
teman-teman kampusnya dengan busana serba tertutup, berjilbab, kemeja
lengan panjang, dan rok yang menutupi sampai ke bawah mata kaki. Kak
Alya terlihat sangat cantik dan anggun.
Aku yang sedang asik bermain PS di ruang tengah hanya mendengar saja
pembicaraan mereka di ruang tamu hingga akhirnya tamu-tamu kak Alya
pamit dan memanggilku. Fiuh, akhirnya mereka pulang juga. Aku ingin
segera berduaan dengan kak Alya lagi.
“Adeek, temen-temen kakak mau pamit niih.. sini dooonk...”
“Hehehe... iya kaak...” susulku keruang tamu sambil cengengesan berdiri di samping kak Alya.
“Balik dulu yah Aldi... kamu jagain tuh kakakmu, jangan ampe Alya
kecapean ngurusin kamu doank, hihihi...” ujar salah satu teman kak Alya
yang namanya Echi itu. Manis juga sih kalau dilihat, sama-sama
berjilbab, dan imut juga, hanya saja kak Alya tetap yang tercantik dan
terseksi buatku. Dan yang pasti kakak ternakal dalam hidupku.
“Tuuuh deeek... dengerin kata temen-temen kakak, ngurusin semua
keinginan kamu udah kayak pengen ngelahirin ajah, hihihi...” jawab kak
Alya bercanda sembarangan yang disambut tawa teman-temannya.
“I-iya deh kak..” aku menjawab malu, tapi segera merapatkan tubuhku tepat di sebelah kakakku.
“Iya iya doank kamunya tuh Aldi... makanya cari pacar donk biar nggak
gangguin kakakmu terus, hihihi...” celetuk mereka yang makin lama makin
menyudutkanku seolah aku seperti anak manja yang hanya bisa mengganggu
saja. Tapi apa yang dilakukan oleh kakakku berikutnya benar-benar
membuatku tak kusangka. Tiba-tiba kak Alya merangkulku sambil
mengacak-acak rambutku dan tersenyum manis.
“Hihihihi... namanya juga Aldi, Chi... Apa jadinya dia kalau ngga ada kak Alya disampingnya, iya yah dek?”
“Hehehe... kakaak..” sambil tersenyum malu makin merapatkan tubuhku
dalam rangkulan kak Alya yang mengakibatkan kepalaku semakin menekan ke
payudaranya. Rasanya sungguh lembut serta empuk sekali. Hampir mimisan
aku dibuatnya.
Sambil masih berangkulan di teras rumah mereka akhirnya pulang bersamaan
dan meninggalkan kami berdua yang masih saja saling mendekap. Aku
rasanya tak ingin lepas dari situasi yang hangat ini.
“Adeeeek... mereka udah pulang tuh deek...”
“Hehehe.. iya tuh kak, tinggal kita berdua deh..” kataku sambil mulai
melingkarkan tanganku pada pinggang kakakku yang ramping. Dan perlahan
tapi pasti otongku yang mulai menegang keras kutempelkan pada pinggul
kak Alya.
“Iiih... mulai deeeh... kayak ada yang nohok-nohok kakak nih di bawah, hihihi... apa tuh yaaa?”
“Kak Alyaaa... pengeeen... boleh yaaa..” ucapku memelas sambil
cengengesan melihat kakakku yang tersenyum pura-pura risih kuperlakukan
seperti ini.
“Adek tuh pengen apa siiih?”
“Pengen lagi kaaak...”
“Haduuuh.. kamu tuh yaaa...” dengan gemas kak Alya mencubit hidungku
sambil melanjutkan, “abis deh pakaian-pakain kakak kalo kayak gini...
kamu mau jadi kayak anjing yah nandain semua pakaian kakak pake peju
kamu, hihihi... dasar mesum...”
“Hehehe.. kan mesumnya sama kak Alya doang... pliss donk kaak, lagiii...”
“Tapi beneran yah abis ini kamu les bimbel... pake bolos sekolah segala kamu tuh... mau jadi apa sih nanti gede?”
“Mau jadi suami kakak, hehehe... kak Alya jadi istriku deh...”
“Hihihi... gila kamu dek, lucu dong ada adek yang nikahin kakaknya sendiri. Kamu pengen yah nikahin kakak?”
“Mau banget kaaak! Mauuu!” jeritku sambil memeluk tubuh kak Alya makin kencang.
“Iya dek... boleh nikah... tapi gak boleh kawin, hahaha!” tawa kak Alya
meledak menurunkan kesenangnaku dalam sekejap. Tapi justru membuatku
makin gemas karena tingkahnya yang suka menggodaku itu.
“Aahh! Kak Alya nakaal!”
“Iiih adeeek! Lepasin doonk.. geli nih deek! Hihihi! Adeeek!” kami
bercanda sambil aku masih memeluk kak Alya dari belakang yang akhirnya
kami terduduk di kursi teras dengan kak Alya terpangku di atas dudukku
hingga menjepit kontiku karena kedudukan pantat kakak dengan agak keras.
Sambil masih memeluk kakak kami malah jadi terdiam berdua. Dengan
suasana siang hari di mana di luar pagar rumah banyak orang lalu lalang.
Ada yang berjualan, ada anak-anak pulang sekolah, juga ada rombongan
ibu-ibu yang sedang ngerumpi sambil berjalan melewati depan rumah kami.
Memikirkan semua aktifitas di luar dengan posisi seorang kakak yang
sedang menduduki adik kandung dengan penisnya yang sedang menegang keras
membuatku makin tak tahan untuk menggoyang-goyangkan pinggulku hingga
menggesek-gesek belahan pantat kak Alya. Walau masih mengenakan rok, aku
bisa merasakan belahan itu seolah aku langsung menyentuhnya.
“K-kaaak...”
“Adeeek... kamu ngapain kakak deek?”
“A-aku lagi... lagiii...” jawabku terputus-putus menikmati semua perbuatan cabulku pada kakak kandungku sendiri.
“Adek lagi mau menodai kakak kandungnya lagi yaah? Kayak tadi malam?
Hihihi...” ucap kak Alya balik tanya dengan nada manja dan genit yang
sengaja mengundang hasrat kelakianku untuk terus menggesek pantat kak
Alya makin kuat.
“Uuugh... i-iya kaak.. abis kakak nakaal... kakak jahat sama aku..”
“Adeeek... kok kakak dibilang gitu siih?”
“Kak Alya mau-mauan aja dientot sama orang-orang gak jelas seperti mereka-mereka yang pernah gangguin kakak..”
“Lagian kamunya juga sih dek... pake punya fantasi yang aneh-aneh tentang kakak sendiri”
“Iya sih kak. Tapi kan... aku gak rela kaak.. Aku gak suka kakak digituin sama mereka..”
“Ya udah, kalo emang itu mau adek... kakak gak ngelakuin lagi deh..”
“Hah?! Beneran kak?” seruku girang mendengar ucapan kakak yang masih di atas pangkuanku itu.
“Ummm iya ngga yaah? Tapi kamu gak boleh mesumin kakak lagi yah, hihihi...”
“Yaaah, kak Alyaaa! Jahat aaah!”
“Hihihi... adeeek! Udah ahh... kamu kan janjinya mau les kaan?”
“Gak mau kak, mau di sini aja..”
“Adeeek...” kak Alya sambil melepaskan pelukanku lalu menghadapku dan
mengecup keningku dengan cukup lama dan lembut sekali, “... kakak gak
bakal kemana-mana kok... yah?”
Melihat senyum kakak yang hangat membuatku langsung padam rasa kesal dan
sebalku padanya. Seperti terbawa suasana aku lalu memberanikan diri
memajukan wajahku untuk mengecup bibirnya yang ternyata kak Alyapun
menyambutku. Kamipun berciuman mesra di teras dengan suasana cukup ramai
siang itu.
“Kak Alyaaa... hehe..”
“Cabul kamu... kakak sendiri dicium, hihihi... sana berangkat les...”
“Iya kak Alyaku yang baik dan cantik... pokoknya jemput aku yah, aku gak bawa motor loh kak... hehe”
“Iyaa.. nanti belajar yang rajin yah dek...”
“Iya deh kak..”
“Nah gitu donk, jangan bayangin kak Alya yang engga-engga sama penjual somay depan gedung bimbel kamu yah.. hhihi...”
“Aahh! Tuh kan kakaak!”
“Iya iya adeek... kakak becanda kok!”
***
Hari sudah sore banget. Setelah mengikuti les bimbel yang cukup
membosankan itu aku membeli minuman soft drink di luar bangunan bimbel.
Uang yang kulihat di dalam dompet benar-benar pas-pasan. Andai tidak
dijemput kakakku sebentar lagi, pastinya aku akan pulang berjalan kaki
karena merelakan uang naik ojek ini untuk melepaskan dahaga di sore
hari. Tapi untungnya kak Alya akan menjemputku sore ini. Aku benar-benar
tak sabar untuk bertemu dengan kak Alya lagi dan menghabiskan sisa
waktu hari ini untuk memeluknya dan berguling-gulingan lagi. Apalagi
siang ini aku masih merasa sangat kentang. Aku sangat merindukan
masa-masa mesum ketika tengah berduaan dengan kakakku.
Setelah kutunggu cukup lama, entah kenapa kak Alya belum muncul-muncul
juga. Apa kak Alya ada kenapa-kenapa di perjalanan menuju kemari? Aku
sampai membayangkan peristiwa yang membuat kak Alya harus berurusan
dengan orang asing lagi yang berujung… Ah, segera ku tepis dan membuang
jauh-jauh pikiran itu. Kak Alya pasti datang kemari. Kecuali bila kak
Alya ada urusan mendesak yang akhirnya membuat kakakku tertahan hingga
belum bisa berangkat menjemputku.
Untuk membuang pikiran itu aku segera menghubungi kak Alya, dan langsung tersambung.
"Kak, kok belum jemput aku sih?" tanyaku di telpon yg belum juga di
jemput kak Alya dari tempat bimbel, karena motorku sedang rusak jadi aku
minta tolong sama kak Alya.
"Iya dek, ini juga rencananya pengen jemput..”
“Aku udah nunggu dari tadi nih kaak..”
“Hihihi... adek kangen yah sama kak Alya?”
“Iya nih kak, buruan doonk..”
“Ummm... tapi teman-teman adek tiba-tiba pada datang ke rumah nih..." jawab kak Alya dengan agak gelisah di sana..
"Hah?! Siapa sih?”
“Siapa lagi kalo bukan teman-teman mesum kamu itu tuh...”
“Aduh! Suruh mereka tunggu aja deh kak, kakak ke sini dong cepetan jemput aku.."
"Iya.. tapi.... uuugghhhh...." mendadak suara kak Alya melenguh manja dengan tiba-tiba.
"Kak? kak Alya?"
".... teman-temannya nakal tuh dek... sshhhh... adeeeek... eegghhhh,
baju kak Alya jadi robek tuh kan! Jangan donk Do... geli... kamu juga
Bono. Feri, Yanto, tangannya pada nakal banget sih?" ujar kak Alya tak
sadar bicara sendiri menghadapi mereka semua ketika berbicara denganku.
"Kak? Kak Alya ? Kakak!?"
"Aduh dek, gimana nih? Kayaknya kakak gak bisa jemput kamu deh...
teman-temenmu nakal banget sih... kamu bisa pulang sendiri kan?”
“Loh?! K-kok?”
“Tapi buruan yah dek, liatin deh mereka ngapain aja ke kakak nih, bandel
banget loh, hihihi..." tiba-tiba panggilan terputus. Aku kini semakin
panik. Kakakku kembali dicabuli oleh teman-temanku!
Segera aku cari pangkalan ojek terdekat. Aku ingin segera menyelamatkan
kakakku dari teman-temanku, tapi uangku habis. Terpaksa aku jalan kaki
ke rumah. Cukup jauh tentunya bila berjalan. Kak Alya... tunggu aku, aku
tak rela kalau kakak diapa-apain oleh mereka!
Aku berlari pulang. Di tengah jalan aku coba hubungi kak Alya lagi, tapi tetap tak diangkat.
Aku sungguh geram memikirkan kejadian ini, tapi entah kenapa aku malah
penasaran seperti apa dan sejauh mana mereka memperlakukan kak Alya.
Padahal baru saja aku tak ingin kalau kakakku diapa-apakan lagi oleh
orang-orang yang tak jelas. Kini celanaku mendadak semakin sesak. Kak
Alya…
Tak lama tiba-tiba kak Alya menghubungiku.
“Kak??” sahutku cepat.
"Sorry ni ya bro, kita sampe dirumah duluan, hehe.. abis lo rajin banget
sih pake bimbel segala.." suara Dado? kenapa dia yang pakai HP kakakku?
Kelewatan lama-lama ni orang.
"Heh! Lo ngapain di rumah?" aku membentak Dado karena khawatir apa yang dia lakukan pada kak Alya.
"Ya maen lah bro, sekali-sekali namu kak Alya bro kasian sendirian di rumah, masa namuin lo melulu, hehe.." tawanya cengengesan
"Do, lo kurang ajar ya pake HP kakak gw sembarangan.. mana kak Alya?" tanyaku tak sabar menghadapi tingkah menyebalkan Dado.
"Hehe, kakak lo lagii.. lagi makan bro.. hehe, makan siapa ya?” Dado
sengaja menggodaku dengan ucapan-ucapan tak jelas sengaja membuatku
penasaran.
"Do, awas lo ya macem-macem ma kakak gue!"
"Heheh, kaga bro, bukan gua. Si Bono tuh, lagi ngasi bon bon ke kakak
lo, hahaha!" terdengar suara tawa Dado dan temanku yang lain, sepertinya
panggilanku diloudspeaker.
"Iye bro, kakak lo lagi sibuk nih ama Bono.. Bon, ngomong donk! Diem aja
lo dari tadi" terdengar suara yanto ikut nimbrung disana.
".. egh.. bro.. sshh.. sumpah enak bener.." Bon bon bersuara terputus-putus seperti sedang merasakan sesuatu.
"Bon! Lo apain kakak gua?"
"Uhuk.. uhuk.. sakit Bono.. pelan-pelan donk.." akhirnya terdengar suara
kak Alya yang sedang terbatuk-batuk. Kenapa kak Alya sampai batuk-batuk
gitu?
"Deek... si Bon bon jelek ni, jahat ma kakak…" di tengah batuknya kak Alya masih berusaha untuk bicara.
"Kak alya! Duuh... kak Alya lagi diapain sih kak?" teriakku tidak rela
dan kesal atas perlakuan teman-temankuku yg kedengarannya sedang
melecehkan kakakku, tapi aku hanya bisa menduga-duga sedang diapakan
kakakku karena aku memang tidak ada di sana.
"Bro.." potong Bono, "mending.. eghh.. lo kesini dah.. liat sendiri..
rasain sendiri.. hehe.. ugghh, kak Alya" Bono seperti terengah-engah
menahan sesuatu sambil berusaha bicara denganku.
"Bon! kampret lo ya.. lo apain kakak gue?" tanyaku tak sabaran.
"Bukan gua bro yang ngapa-ngapainin.. hehe.. kakak lo yang ngapa-ngapain
gue, hehe.." terdengar suara ramai disana, sepertinya mereka meledekku
dan kak Alya.
".. Aduuh.. adeek, rambut kakak dijambak niih.." kak Alya yang
sepertinya sedang diperlakukan tak senonoh malah merespon dengan manja
seperti tidak merasa dilecehkan oleh teman-temanku.
"Jadi lonte gak boleh berisik, hehe.." terdengar suara Feri dan disertai
tawa temanku yang lainnya, sangat merendahkan derajat kakakku dan
membuat telingaku panas, tapi membayangkan situasi kakakku yang sedang
dikelilingi teman-teman jelekku di sana kenapa malah membuat otongku
perlahan semakin keras.
"Eh! Enak aja.. Siapa yah yang panggil kakak lonte tadi?" terdengar kak Alya menghardik.
"Feri kak.. Feri tuh!" seru temanku lainnya serempak, sepertinya heboh sekali disana.
"Eh! Bangke lu ya Fer, lo panggil apa kakak gua?" seperti tidak terima
aku juga ikutan menghardik Feri. Memanggil kak Alya dengan sebutan
"lonte"? Tiba-tiba terbayang kak Alya sebagai seorang lonte. Lebih
rendah lagi, lonte yang dikerjai, tidak dibayar, hanya dijadikan mainan
untuk teman-temanku yang bermuka mesum. Budak pelampiasan. Aduuh,
celanaku semakin sempit, aku tak bisa berdiri tegak lagi.
".. Adeek.. cepet pulang ya dek.. masa kakak diperkosa sama temen-temen
adek sendiri sih? Nakal bener nih, dapet temen dimana sih dek? Hihi..
aduh! jangan tarik-tarik kepala kakak dong Bon.." kak Alya yang tengah
bicara denganku seperti dipaksa untuk melakukan sesuatu.
"Nganggur nih kak.. buruan donk.." Bono seperti memaksa kak Alya untuk melakukan sesuatu.
".. Adeek.. cepet pulang yah.. kakak lagi disuapin bonbon item dekil
nih, bau lagi, uughh.. mau liat ga dek? Hihihi.." terdengar suara
manjanya dibuat-buat semanis mungkin.
"Kak Alya! Bon bon item apaan sih?" aku tak mengerti, maksud bon bon itu permenkah? Tapi bon bon hitam, dekil, dan bau?
"..." sunyi tak ada jawaban.
"Kak!" panggilku dengan keras.
"..." tetap sunyi tak terdengar apa-apa.
"Bro, jalan pulangnya lama-lama aja yak, kapan lagi bikin senang temen
sendiri, hehehe.. Lagian keliatannya kakak lo suka banget tuh bro..
keliatan gak? Hehe, kakak lo mangapnya gede bener ampe ga muat,
hahaha.." tawanya agak merendahkan kak Alya.
"Do!" teriakku tak tahan lagi.
".. kak Alya.. nganggur nih.. jejalin dua bonbon yak?" tiba-tiba telpon ditutup dari sana.
Kucoba hubungi semuanya langsung pada tidak aktif. Aku tak dapat
berpikir apa-apa kecuali membayangkan kak Alya yg sedang dikerjai dan
dlecehkan oleh teman-temanku di rumahku sendiri. Untuk kedua kalinya!
Bahkan aku saja belum memperlakukan kak Alya lebih jauh dari
sebelum-sebelumnya seperti yang sedang dilakukan teman-temanku yang
jelek dan tak layak buat kak Alya ini.
Ugh, kak Alya, aku gak terima! Tapi kok aku penasaran bagaimana seperti
apa pemandangan kak Alya dikerjai oleh teman-temanku yg jelek dan dekil
itu. Bahkan untuk kejadian terakhir ketika kak Alya bersama mereka saja
tidak sejauh ini. Secepat kilat aku ambil langkah seribu untuk pulang
kerumah.
Dengan jantung berdebar-debar kepalaku terus terbayang akan kak Alya ku
yg cantik, putih, bersih, dicabuli oleh teman-temanku sendiri.. bahkan
mengingat kejadian terakhir seperti dengan suka rela.. Tunggu aku kak
Alya!
-------------------------------
Sambil pegang BB sedari tadi aku mondar-mandir di ruang tamu. Sampai jam
segini kak Alya belum pulang-pulang juga. Mana kak Alya belum masak
apa-apa lagi. Untung masih ada sisa beberapa mie instant di lemari
dapur. Kalau tidak aku sudah pingsan kelaparan.
Sesekali aku intip lewat jendela kalau-kalau kak Alya sudah pulang.
Padahal sudah jam 9 malam, tapi sama sekali tidak ada kabar. Kemana aja
sih kak Alya?
Aku mengingat kembali kejadian tadi sore. Kak Alya seperti sedang
digodain teman-temanku. Dado, Feri, Yanto, dan Bono. Dan ngga ada
satupun yang keliatan enak dipandang kalo berdiri berjajar dengan kak
Alya. Terlalu jauh kelasnya. Tapi kak Alya seperti terima-terima aja
digangguin seperti itu. Bahkan aku ingat ketika kak Alya menanyakan
padaku, “apakah aku mau melihat apa yang dia lakukan atau tidak?”
Sepenggalan kata-kata yang kuingat adalah “pakaian kak Alya robek”,
“rambut kak Alya dijambak”, “kak Alya makan bonbon item dekil”, dan yang
terakhir Dado bilang “jejalin dua bonbon”
Baru saja siang ini kami bicara dan kakak janji tak akan melakukan
kenakalan-kenakalan ini lagi. Tapi membayangkan kak Alyaku yang sedang
dikuasai oleh mereka-mereka ini, kenapa justru aku yang galau dan
seperti kembali ke fantasi-fantasi yang pernah aku inginkan dulu.
Padahal seharusnya aku tak rela.
BBku mendadak bergetar, muncul nama panggilan masuk dari kak Alya.
“Kak Alya!” aku langsung mengintip lewat jendela.
“Adeek.. kakak udah pulang niih, tolong bukain gerbangnya donk?” agak
lega akhirnya mendengar kembali suara kak Alya, tapi agak sebal juga
karena membiarkanku khawatir tanpa kabar. Terutama kejadian tadi sore.
“Kak Alya buka aja sendiri, masa bisa keluar ga bisa masuk sendiri? Lagian adek males keluar” ucapku dengan sebal.
“Iih.. adek kok gitu siih? Sini doonk keluar.. bukain, kakak capek
niih.. pliiss, hihi..” kak Alya masih sempat-sempatnya bernada manja,
memang kak Alya capek habis ngapain?
“Hihi, adek marah ya kakak ga jemput tadi.. maaf ya deek.. Sebagai
gantinya, kakak buka sendiri deh gerbangnya.. tapi bener niih, adek ga
mau liat kakak buka gerbang diluar?”
“Hah? Maksud kak Alya?” tiba-tiba aku menjadi penasaran dari kata-kata kak Alya. Apa yang mau kak Alya tunjukkan padaku?
“Eh Adek.. tau kan kalo sehari-hari tuh kak Alya selalu pake jilbab?” tanyanya membuatku bingung
“Iya, semua orang juga tau” jawabku masih sok ketus.
“Dan Adek tau donk kalo diluar kakak biasanya dikenal rapi dan sopan?”
lanjut kak Alya seolah mengarahkanku ke sesuatu yang aku masih belum
tau.
“Iya.. Aldi tau kok kak..” jawabku semakin penasaran.
“Hmm.. Adek mau tau ga rasanya kalo liat kakak keluar dari mobil cuma
pakai kemeja seragam SMU dan celana dalam putih saja.. hihi” jawab kak
Alya membuatku panas dingin.
“Rambutnya nanti kakak gerai deh.. pasti adek suka liatnya, hihihi.. ayo
adeek, sinii..” undang kakakku dengan centil. Tanpa menunggu-nunggu aku
langsung keluar menuju teras dan merapat ke pagar sambil melongokkan
kepala keluar agar dapat melihat aksi nakal kak Alya.
Dengan jantung berdebar aku menunggu kak Alya keluar dari mobil. Kulihat
pintu mobil terbuka dan sosok kak Alya yang ternyata hanya menggunakan
kemeja dan celdam putih dengan santai berjalan menuju ke pintu gerbang
dan menggesernya sendiri. sudah sejak lama terakhir aku meminta kak Alya
mengenakan seragam SMU sambil aku crot di hadapannya.
Gila! Kak Alya bahkan tidak melihat kanan kiri dulu, bagaimana bila ada
orang sekitar yang melihat tingkah kak Alya. Kak Alya benar-benar makin
nakal.
Bahkan sebelum akhirnya kak Alya masuk ke mobil lagi, ia sempat bergaya
imut kearahku dengan memiringkan kepala dan menempelkan telunjuknya ke
pipi yang ia gembungkan.
“Uugh.. kak Alya.. kakak kok binal banget siih..” aku tak kuat melihat gaya imutnya.
Sampai mobil masuk kedalam rumah, baru aku menghampiri kak Alya.
“Hihi.. adeek, sorry yaa..kakak tinggal tadii..” gaya imut kak Alya keluar saat sedang meminta maaf.
“Kak Alya tu kemana aja sih?” aku mulai membuka serangan pertanyaan.
“Iya deek, kak Alya tu tadinya mau jemput adeek.. tapi tadi tau-tau
temen adek pada dateng, berempat lagi..” jawab kak Alya memasang tampang
pura-pura sebal.
“Ngapain sih pada dateng? Ga bilang-bilang lagi. Sialan tu anak-anak” gerutuku.
“Tadinya mereka tuh nungguin adek, tapi karena kasian nunggu kelamaan, jadi kakak deh yang ngeladenin mereka.. ”
“Trus tadi mereka ngapain sih kak? Kakak digangguin lagi ya sama mereka?” tanyaku penasaran.
“Hmm.. iya sih, mereka gangguin kakak terus, dek. Mau mandi.. ga boleh,
mau angkat BB ada telpon masuk.. ga boleh, mau ganti baju juga ga boleh.
Mana kakak tadi cuma pake kimono sutra waktu mau mandi.. robek lagi”
katanya pelan dengan gaya manja.
“Hah?? Pada kurang ajar tuh! Kuhajar nanti kalau ketemu. Makin ngelunjak
semuanya” padahal jantungku sudah berdebar tak karuan untuk
mendengarkan cerita lanjutan kak Alya.
“Iya tuh dek.. hajar aja nanti kalo ketemu, hihi.. ya udah dek yaa,
kakak mau mandi dulu.. lengket ni badan.. mana bau lg kak Alyanya..” kak
Alya berjalan gontai kedalam rumah menuju kamar mandi.
“Kak Alya, tunggu dulu.. kak Alya darimana aja ampe jam segini baru pulang?” aku masih penasaran kemana saja kak Alya pergi.
“Hehe.. kakak tadi jalan-jalan.. dek”
“Jalan-jalan? Sama siapa kak? Jangan-jangan sama mereka berempat ya?”
“Iyaah.. tapi nanti aja ya ceritanya, kakak capek ni dek dari tadii.. kakak mandi dulu ya..” kak Alya memohon dengan memelas.
“Nanti dulu kek kak, udah dianggurin ampe cuman makan mie doank, udah mau ditinggal mandi aja..” aku mulai merajuk.
“Ihh adek nii.. iya deh, adek mau tau tadi kak Alya ngapain aja? Eh!
Lebih tepatnya siih.. diapain aja kak Alyanya, hihi..” kak Alya
megerling padaku.
“Hah?” aku pasang tampang melongo.
“Hayoo! Mupeng deh adeekk.. jelek tau..” pinggangku dicubitnya dengan keras.
“Aduh! Kakak diapain sih sama mereka tadi siang?” sambil mengusap-usap pinggangku yang sakit karena cubitan gemas kak Alya.
“Kakak juga bingung sebenarnya mau cerita dari mana, dek.. Dado tuh yang
gangguin kakak terus dari tadi..” kak Alya mulai bercerita sambil
mengingat-ingat.
“Dado emang rese dari dulu.. Udah jelek, item..” aku mengingat kelakuan salah satu temanku itu yang super cabul.
“.. tapi adek kebayang ngga sih.. kalo kak Alya di-en-tot sama si Dado
yang item, jelek, dan dekil itu?” potong kak Alya seolah balik
mempertanyakan kemarahanku disamping keinginanku agar kak Alya tidak
sembarangan disetubuhi orang lagi..
“Hah?! Yaaah kakaak!”
“.. kebayang ngga dek.. kaloo.. dua buah dada kakak ini diemut-emut
sama.. Feri dan Yanto.. mereka juga item dan dekil kan dek?
Teman-temanmu sendiri lagi semuanya.. Hihi..” kak Alya menjelaskan
dengan sengaja membuatku bermain-main dengan khayalanku sendiri.
Tiba-tiba kak Alya membuka rahangnya sampai mulutnya menganga cukup lebar sambil memejamkan matanya, lalu mengatupnya kembali.
“..kak Alya kenapa buka mulut lebar-lebar?” tanyaku heran melihat tingkahnya.
“Hihi.. adek inget ga tadi kakak sampai batuk-batuk waktu Dado telpon
adek pake BB kakak? Emmm.. kebayang ngga dek.. kalo mulut kak Alya ini..
dijejalin kon-tol nya si Bon bon?”
“Auugh.. kakaaak...” membayangkan kak Alya yang imut mangap dan melahap
hingga dijejalkan kontol hitam membuat kantung otongku terasa sakit
karena menanti untuk dimuncratkan. Aku malah seperti lupa dengan janji
kak Alya.
“Yee.. adek dah ga tahan yaa? Mesum tu mukanya” ledek kak Alya.
“Kak! Beneran ga sih kakak dientot?” tanyaku penasaran.
“.. Umm.. beneran ga ya? Menurut adek gimana.. Penting yah dek?”
“Uuugh.. kak Alya.. pliss jawab doonk..” kini aku memohon untuk kak Alya menuntaskan rasa penasaranku.
“Hihihi... emang adek pengen yah liatnya? Hayooo, katanya gak pengen kakak dtindih-tindih orang, hihihi...”
“Emmm... A-anu kaak.. aku gak rela kok...” jawabku berusaha mati-matian
yakin dengan pendirianku walau otak mesum dan kontiku selalu berkata
lain.
“Uuh.. kasian adek kakak yang mesum ini.. liat deh tuh bawahnya udah
nunjuk-nunjuk kakak, hihihi.. udah ga tahan yah? Dasar, katanya gak mau
mesum..” kak Alya benar-benar membuatku tersiksa dipermainkan seperti
ini. Uughh... kakakku yang cantik!
“Kakak sih sukanya godain orang terus...”
“Sebenarnya salah kakak juga sih dek.. ngeladenin temen-temen adek cuma
pake kimono aja, hihi.. tapi lucu juga liat muka temen-temen adek tadi
waktu tau ternyata kakak ga pake apa-apa dibalik kimono mandi kakak..”
kak Alya mulai cerita.
“Uugh.. kakak nakal banget sih? Nemuin mereka ga pake daleman, mana
luarannya cuma kimono doank..” sambil terus mengocok otongku yang
semakin mengeras.
“Terus si Dado tiba-tiba minta ambil gambar kakak cuma pakai kimono..
awalnya kakak nolak, tapi karena kakak pengen cepet mandi trus jemput
adek, jadi ya kakak ladenin bentar.. lanjutannya malah pada pengen ikut
foto ama kakak.. ampe badannya pada nempel-nempel..”
“Trus kak? Kok bisa sampai rame bener tadi?” aku memotong dengan penasaran.
“Ituu.. kimono kakak miring-miring.. jadinya keliatan deh susu kak Alya
yang sebelah.. kayak gini..” Ya ampun, kak Alya memperagakannya dengan
membuka kancing seragam dan memperlihatkan sebelah susunya yang putih
dan mengkal indah.
“.. Kakak lupa siapa yang mulai, tau-tau kakak udah dipegang-pegang
dek.. sama temen-temenmu tuh.. Tapi lucu aja liatnya, kayak belum pernah
liat toket aja..” kak Alya mulai menjelaskan dengan bahasa yang makin
vulgar dan kotor untuk orang yang terkenal rapi dan sopan di kalangan
masyarakat sekitar.
“Trus kakak diem aja tuh dipegang-pegang?”
“Kakak bingung juga sih dek, kan kakak lagi sambil telpon adek.. hihi”
aku ingat tadi kak Alya telpon dan bilang kalau sedang digrepe-grepe
sama mereka.
“Aah. . kakak mau aja dipegang-pegang mereka..”
“Kakak juga gak mau kali deek, tapi merekanya maksa terus... mana tadi
tau ga dek, masa kakak disuruh masukin kontolnya si Bon bon kemulut kak
Alya.. mana gede banget.. udah item, bau apek lagi.. “
“Hah! Serius kak?” seperti tak percaya ternyata benar yang dimaksud
permen bonbon adalah kontolnya Bono. Kak Alya bener-bener binal.
“Terus kakak mau aja?” tanyaku lagi
“Abisnya kakak dipaksa tu sama Bon bon, katanya udah ga tahan lagi liat
kakak.. mana pake dipegang lagi rambut kakak..” jawabnya sambil sesekali
mengamatiku yang sedang terus mengocok.
“Dek.. kepala kakak dijambak sama Bon bon, trus ditekan sampai ke
pangkal kontolnya lho dek.. kebayang ga sih.. liar banget tu si Bon bon,
adek ketularan dia ya mesumnya?”
Kurang ajar bener tu Bon bon. Dah memperlakukan kak Alya dengan
seenaknya saja. Tapi kak Alya juga binalnya ga ketulungan. Mau aja
dimakan sama teman-temanku.
“Ya udah dek ya.. kak Alya mau mandi dulu yaah.. pliss, kakak dah ga tahan niih..”
“Yah kak! Kak Alya juga belum cerita tadi kemana aja?”
“Nanti ya dek ya.. janji deh kak Alya terusin.. tapi kakak mandi dulu.. yah” kak Alya tampak memohon sekali.
“Ya udah deh..” Sial mana nanggung lagi denger ceritanya. Aku masih penasaran kak Alya diapain aja tadi sama mereka.
“Oiya adek dah makan belum? Nanti kak Alya buatin yah?” kak Alya memang
binal dan nakal, tapi selalu ingat kalau adeknya lapar, walau sebenarnya
aku sudah makan. Oh, kakakku yang baik dan cantik.
“Ga usah, kak Alya aja deh.. Aldi tadi udah makan mie instant kok..”
“Ya ampun.. adekku baik bener sih ga mau ngerepotin kakaknya, hihi..” rambutku diacak-acaknya dengan gemas.
“Dek, besok temenin kakak ke acara nikahan ya..”
“Iya kak Alya yang cantik..” sebenarnya aku malas ikut acara kondangan, tapi demi menemani kak Alya.
Kak Alya berjalan dengan gontai menuju kamarnya yang setelah ditutup ternyata terbuka lagi pintu itu.
“Adeek! Sini deh dek..” tiba-tiba kak Alya melongokkan wajahnya dari sela pintu kamar memanggilku.
“Ada apa kak Alya?” penasaran dengan panggilan kak Alya, aku pun mendekatinya.
“Ini, baju seragam sama celana dalam kembalikan ke Dado yah.. hihi..” kak Alya melempar satu stel itu kearahku.
“Apa! Punya Dado?” tercium seragamnya yang berbau keringat apek tak
karuan itu. Lalu celana dalam cowok? Banyak noda-noda aneh di sisi dalam
celana dalam terkutuk itu. Cairan-cairan putih yang baru saja mengering
sehingga bagian bawah kain tampak kaku seperti dikanji, bahkan juga ada
bercak-bercak berwarna kuning yang sudah memudar.
Lalu aku memandang kak Alya dengan tatapan penuh keterkejutan. Aku jadi
benar-benar penasaran apa saja yang kak Alya lalui saat ia keluar tadi.
“Oiya dek.. kakak lupa, tau ngga sih besok kakak mau diajak keluar lagi sama Dado.. tapi kakak bilang ga mau..”
“Uuugh... Bagus deh kak, ngapain juga mau jalan sama dia, enak aja tuh
kampret!” jawabku setengah bersungut. Kampret tuh orang, kak Alya udah
diapain aja sih?
“Itu juga sih yang kakak bilang... Tapi dia malah mau main kerumah besok minggu tuh dek, hihi..”
“Apa?!” tanyaku kaget.
Di tengah kekagetanku aku hanya bisa melihat kak Alya yang sudah
menghilang dari balik pintu kamarnya yang kini tertutup rapat. Aku tak
bisa membayangkan apa yang akan kami lalui besok...
Bersambung....
Sumber : Forum Semprot
Home
Alya
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 11
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar