***
Pagi ini aku terbangun agak telat dari biasanya. Aku kurang bisa tidur
nyenyak semalam gara-gara rasa penasaranku masih mengganggu, bahkan
hingga pagi ini.
Semua berawal dari ketika aku pulang les dan menunggu jemputan kak Alya.
Aku sungguh panas dingin tak karuan menghadapi hal-hal yang terjadi
kemarin. Dari sore ketika aku mendapat telepon dari Dado, sampai
malamnya dimana kak Alya pulang hampir larut malam. Malah dia pulang
hanya menggunakan seragam serta celana dalam saja. Itupun ternyata
punyanya Dado! Pasti akan ku barkar nanti. Paling tidak aku sudah
mengonggokkan barang haram itu di teras depan. Aku belum bisa
membayangkan bagaimana Kak Alya sampai bisa memakai pakaian milik dado
itu. Sejujurnya aku masih tidak terima saat kak Alya dibawa jalan entah
kemana sampai-sampai tidak menjemputku pulang les.
Aku tidak bisa membuang jauh-jauh semua bayangan tentang apa saja yang
mungkin terjadi pada kak Alya. Ya, kak Alyaku yang cantik, imut, seksi,
dan nakal. Kak Alyaku yang selalu kujadikan bahan colian hampir tiap
siang dan malam. Dan karena kejadian kemarin, kini aku jadi membayangkan
bagaimana bila kak Alya benar-benar dilecehkan oleh teman-temanku
sendiri yang jelek, item, dan berbau busuk itu.
Kak Alya bener-bener nakal, selalu saja ia membuatku tersiksa.
Memikirkan apa yang kak Alya ucapkan semalam kalau keempat temanku akan
datang lagi ke rumah ini malah membuatku bingung dan dilema berat. Aku
benci sekali membayangkan perlakuan mereka kemarin pada kakakku.
Semena-mena, dan tak sopan. Tapi bila kembali ke objek fantasiku, aku
seperti tak pernah puas membayangkan kakakku yang cantik, biasa bertutur
dan bersikap sopan, dibaliknya bersikap nakal bak seorang pelacur yang
mau menerima batang kemaluan siapa saja yang disodorkan padanya. Aku
dilema berat.
Tapi perutku terlalu lapar untuk melanjutkan rasa penasaran ini. Mana semalam hanya makan mie instant.
Aku keluar kamar dan menuju keruang tengah untuk menyalakan TV. Suasana benar-benar sunyi. Dimana kak Alya?
“Deek! Udah bangun ya? Kalau mau makan kakak udah bikinin adek sarapan.
Ambil di dapur ya dek..” teriak kak Alya dari dalam kamarnya.
“Oh! Iya kak, makasih ya kak” walaupun kak Alya sering membuatku sebal
begitu, tetap saja, kak Alya tiada duanya kalau perhatian kepadaku.
Di dapur telah dihidangkan nasi goreng dengan telur dadar spesial dan nugget khusus untukku. Kak Alya, I love you full deh.
Sambil nonton TV aku menyantap hidangan buatan kak Alya. Hingga tak lama kak Alya keluar dari kamarnya dan menemuiku.
“Adek.. liat kakak deh..” kak Alya muncul di hadapanku menggunakan
kebaya berkerudung dengan perpaduan warna pink dan putih. Kak Alya
terlihat cantik sekali. Dengan kerudung yang menutup melingkar dan
tergerai seperti selendang, serta lekuk pakaian yang agak membentuk
tubuh kak Alya semakin memperlihatkan betapa anggun dan seksinya kakakku
ini. Nggak heran kalau orang-orang selalu mengidolakan kakakku yang
cantik ini
“Kak Alya cantik bangeet.. aku ampe pangling, hehe..”
“Hihi.. kakak tau kok.. kan kamu pinter gombal..” jawabnya dengan senyum genit.
“Yee.. kak, serius kok, bukan gombal..” seraya aku meletakkan piring sisa makanku yang sudah selesai dan bangkit mendekatinya.
“Iya deh, iya.. kamu serius, tapi mesum.. hihi.. lepas donk deek.. kusut
nanti.. haha.. geli adek!” jeritnya sambil berusaha melepaskan
pelukanku padanya.
TENG-TONG!
Tiba-tiba bel rumah berbunyi menganggu kesenanganku. Aku jadi teringat
keempat temanku yang kata kak Alya mau main lagi ke rumah. Ternyata
mereka benar-benar datang. Mendadak jantungku berdebar dengan kencang.
Aku tak percaya mereka sudah benar-benar memperlakukan kakakku yang
seharusnya mereka hormati dengan perlakuan tak senonoh. Terakhir kulihat
mereka berani menyemprot peju-peju mereka di muka kakakku, dan kemarin
entah benar atau tidak, kak Alya seperti dipaksa melayani kontol-kontol
mereka, dan aku tak bisa menebak apa yang akan terjadi nanti. Yang pasti
aku selalu diantara tak rela dan penasaran.
Tapi ku rasa mereka berani menggoda kakakku karena memang kak Alya yang
suka mancing-mancing orang dengan nekat. Hanya saja rasanya agak aneh
karena saat ini justru teman-temanku sendiri.
Akupun membuka pintu depan dengan terpaksa.
“Misi broo..” temanku satu persatu menampakkan senyum yang asalnya dari otak mesum mereka.
“Ngapain lo pade kesini lagi? Mau gangguin kakak gue lagi?” hardikku dengan ketus.
“Eeh adek, kok kayak gitu sama teman-temannya. Baru juga masuk.. ayo
donk duduk dulu semuanya..” ujar kak Alya yang malah menyambut mereka
dengan ramah.
“Eh iya.. makasih ya kak Alya yang baik.. dan cantik.. hehe” sahut Dado dengan cengengesan.
“Iya nih kak Alya.. tumben cantik bener dandanannya.. mau pergi ya kak?” tanya Yanto sambil menggoda kakakku.
“Bisa aja nih Yanto.. kakak tuh mau kondangan nanti siang, tapi
kaliannya pada datang.. kakak jadi ga enak nih..” kak Alya menjawab
dengan senyum manis.
“Sama orang-orang kayak gini sih jangan dikasih hati kak.. nanti ngambil
jantung, ga pake minta lagi..” masih dengan ketus aku menyambut mereka.
“Ah, lo bisa aja bro.. kalo gue dikasi hati, ya gua ambil semuanya.. ya ngga kak Alya?” cerocos Bono.
“Ooh, gitu ya? Emang kalo diambil semuanya, mau diapain sih?” tanya kak
Alya yang aku sebenarnya ngga jelas maksud pembicaraan mereka.
“Ya gue makan lah, kak.. Eh! Ada juga.. gue yang dimakan yak? Hahaha!”
Bono tertawa dibarengi temanku yang lainnya sambil bergantian melihat
Bono dan kak Alya. dan aku tahu maksud pembicaraan mesum ini.
“Hihi... pada ngomongin apaan sih? Kak Alya ga ngerti deh. Udah ya sama
Aldi dulu.. kakak mau terusin dandan.. bentar lagi mau kondangan..” kak
Alya pun meninggalkan kami menuju ke kamarnya. Dan aku pun kembali
berhadapan dengan teman-temanku yang burik-burik ini.
“Woi! Lo pada kesini mau ngapain? Gue mau kondangan nih.. mending lo
pulang deh.. eneg juga lama-lama liat lo semua..” dengan gaya mengusir
aku jelaskan ke mereka.
“Aduh bro, lo tega amat sih.. masa tamu jauh-jauh datang lo sambut ketus
gitu.. suguhin apa kek... minum kek, hehehe... kak Alya juga boleh...”
Feri mulai bicara ngga enak didengar .
“Hehe.. iya broo, kakak lo cantik bener ni pagi.. ngga usah kondangan
deh.. di sini aja maen ama kita-kita, biar rame, hehe..” Dado nimbrung
sambil bicara pelan-pelan seolah takut terdengar kak Alya.
“Ah, elo Do.. pake ngomong pelan-pelan.. biasa lo teriak paling kenceng
kemarin, hehe...” goda Yanto kepada Dado yang aku tak mengerti
maksudnya.
“Diem lo ah!” hardik Dado karena memotong pembicaraan.
Tiba-tiba kak Alya muncul sambil menyediakan minuman untuk keempat
temanku. Tapi kak Alya sudah berganti pakaian. Sekarang mengenakan
kerudung yang panjang sebatas dada, kaos lengan panjang dan legging
hitam yang ketat. Benar-benar mencetak bentuk pinggul dan pantat kak
Alya! Bahkan kerudung dan kaos memperlihatkan lekukan busung dada kak
Alya. Kak Alya sengaja pamer atau apa sih?
“Eh kak Alya datang lagi.. jadi seneng nih Bono..” wajah Bono menyeringai aneh.
“Iya nih kak Alya.. makasih ya suguhannya.. benar-benar sedap dipandang? Hehe..” Feri berbicara tapi tidak melihat gelasnya.
“Hihi.. minumannya?” tanya kak Alya bingung.
“Ngga kak, yang bawa minuman, bisa diminum juga gak yah? Hehe..” jawab Feri mulai mulai kurang ajar.
“Kak, jadian aja deh ama Dado yak? Dado baik kok orangnya. Kan apa aja dah Dado kasi buat kak Alya, haha..”
“Iih.. mulai aneh deh ngomongnya ya..” kak Alya malah hanya seperti tersenyum malu.
“Jangan sama Dado kak, sama Yanto aja.. Yanto bikin seneng deh kak Alya
nya...” mereka mulai berebutan bicara. Aku saking kagetnya sampai tak
bisa bicara apa-apa.
“Lo pada dah gak jaman bikin cewek seneng.. kak Alya sama Bono aja yah,
Bono bikin kak Alya enak deh..” sambil mulai minum, Bono bicara pelan
tapi mengena. Omongan-omongan yang mereka utarakan semakin membuat
jantungku berdetak cepat.
“Iih, tuh dek liat temen-temenya.. masa kak Alya mau dibikin enak.. emang kak Alya makanan?”
“Iya kak Alya.. enak, sampai keenakan kak, hehe.. kalo perlu kita semua
juga mau kok jadi pacar kak Alya.. haha!” tawa Dado lepas.
“Hihi.. keenakan apaan sih? Masih kecil-kecil dah pada mesum-mesum..
emang dah bisa bikin cewek keenakan?” jawab kak Alya seperti
mempertanyakan mesumnya mereka.
“Lah kemarin yang sampai jejeritan kenceng banget siapa yaa?” Yanto
nimbrung sambil melirik kak Alya. Aku jadi teringat kejadian kemarin,
apa mereka sedang membicarakannya? Dan kenapa aku hanya bisa diam saja?
Sebesar inikah rasa penasaranku pada kejadian kemarin?
“Hihi.. kemarin tuh ada kecoa jelek, item, bau lagi.. makanya kakak tuh
teriak, huuu...” kak Alya seperti meladeni lecehan mereka.
“Iyaa kak Alya.. kecoa boleh item, jelek, bau, dan gede, tapi suka
kaan?” Bono menimpali dengan wajah penuh maksud kearah kak Alya.
“Aduuh.. Adeeek, liat tuh masa kak Alya diledekin terus sama temen-temenmu..” ujar kak Alya malu.
“Hehe.. lo kok diem aja broo? Jangan-jangan lo konak lagi...” Dado
melirik kearahku dengan cengengesan. Yang dia katakan memang benar, aku
udah separuh konak membayangkan ucapan-ucapan mereka.
“Tenang aja bro..” potong Bono, “gue juga udah ngaceng, tapi kemariin..
hehe, ya ngga kak Alya?” tanyanya seolah mengajak kak Alya untuk
menyetujui kata-katanya.
“Tuh dek, masa si Bon bon ngaceng tanyanya ke kakak sih? Emang kakak
tahu pada ngaceng apa ngga, hihihi.. udahan kan minumnya? Kakak bawa ke
belakang ya.. mau dicuci dulu..” seraya kak Alya bangkit dan mengambil
gelas mereka satu persatu yang belum habis semuanya. Sambil menuju
kebelakang, tatapan temanku tak lepas sekalipun dari kak Alya.
“Bro, gue mau cuci tangan dulu yak, kering nih.. hehe.. lo disini aja..” ucap Bono dengan nada setengah memerintah.
Ketika aku mau bangkit Dado menahanku dan mulai bertanya soal game PS
baru yang aku punya. Aku tahu yang Dado lakukan hanyalah pengalihan,
karena semakin lama Dado bicara semakin tak jelas. Aku lalu melihat Feri
sambil bicara tak begitu jelas untuk permisi ijin memakai kamar mandi
dan beranjak pergi.
Agak lama juga Dado nyerocos tak karuan, tapi aku tidak bisa konsentrasi
karena ingin memastikan bahwa mereka memang tidak macam-macam pada
kakakku. Maka aku langsung beranjak dari sofa dan menyusul kak Alya ke
dapur.
Sesaat sebelum aku mencapai dapur, kudengar suara cekikian kak Alya. Aku
tercekat dan malah berhenti, seolah ingin menguping ada apa dengan kak
Alya.
“Tuh kan baju kakak jadi basah..”
“Biarin, hehe.. bagus malah basah-basahan..” terdengar suara Bono. Tak
tahan karena penasaran aku langsung mendatangi dan berniat memergoki
mereka di dapur, tapi bersamaan pula mereka juga keluar dari dapur.
“Adeek.. kakak mau ganti baju dulu ya, basah nih” kata kak Alya sambil
memperlihatkan bajunya yang basah, tepat di bagian dada, dan leggingnya,
terutama di bagian pantat, paha, dan selangkangan.
“Eh, bro, ada di sini lo? Hehe..” senyum cabul si Bono sambil berjalan
kearah ruang tamu. Terlihat tangannya juga basah. Apa kak Alya tadi
digrepe-grepe sama Bono?
Aku pun menyusul Bono duduk di ruang tamu dengan perasaan tak enak.
Setelah beberapa saat kak Alya muncul sambil memakai kebaya yang tadi
dikenakannya, bedanya kali ini kak Alya sudah memakai make up yang
ringan, namun masih tetap memancarkan wajahnya yang cantik dan imut.
“Kak Alya mau pakai yang tadi?” tanyaku.
“Hihi.. gak tau juga nih.. nanti deh kakak tanya lagi yah?” kak Alya pun kembali lagi kekamarnya.
“Pada kemana nih yang lainnya bro?” tanyaku pada Bono.
“Paling lagi pada ngerokok di luar, bro..” jawab Bono sekenanya. Hal itu biasa mereka lakukan di luar karena aku tidak merokok.
“Lo ngapain sih bro tadi di dapur?” tanyaku dengan wajah tak enak.
“Kan gue dah bilang bro.. cuci tangan gue.. hehe”
Memang benar sih, dia cuci tangan. Dan aku melihat tangannya yang basah. Tapi kenapa kak Alya juga jadi ikutan basah?
Dia mulai ngobrol tak jelas yang mana aku tak ada keinginan untuk
mendengarkannya, aku masih terus menunggu temanku yang merokok diluar.
Dan tak lama pun Bono pun ijin keluar sebentar untuk ikut merokok juga.
Setelah agak lama kak Alya pun muncul lagi dengan wajah senyum manis.
“Hihi.. adeek.. kalo kakak pake ini gimana?” kak Alya muncul memakai
kemeja kuning lengan panjang, rok merah dengan pola-pola bunga berwarna
pink cerah. Kak Alya terlihat cantik sekali. Hanya saja make up kak Alya
seperti membuat wajahnya terlihat merona merah.
“Kak Alya cantik banget lho..”
“Cantik? Terus apalagi?” tanya kakakku seolah ia ingin aku menjawab yang lain.
“Kak Alya tetep seksi walau pakai gaun tertutup..” aku berani menjawab karena kebetulan teman-temanku sedang tidak ada.
“Adeek.. adek lagi mikirin apa sih? Pasti ngebayangin kakak lagi
digituin yah? Emang bisa kalo lagi pake baju kayak gini?” tanyanya ingin
mengorekku lebih jauh.
“Uugh.. bisa aja kak, kalo kakak tetep centil kayak gitu.. pas di acara
kondangan nanti.. bisa-bisa kak Alya langsung kutarik ke kamar mandi..”
jawabku sambil mulai mengeluarkan burungku.
“Digituin ituu.. kak Alya di-en-tot ya dek? Hihi.. sama siapa aja dek?
Sama kamu? Atau sama penjaga-penjaga katering? Seperti fantasi-fantasi
adek, hihihi...” tanya kakakku lagi sambil duduk manis ingin aku
menjelajahi fantasiku sendiri.
“.. Uuugh.. kak Alya.. kakak dientot.. rame-rame sama pelayan katering,
sama tukang sapu, dan satpam gedung..” jawabku sambil mulai
mengurut-urut burungku melihat tingkah kak Alya.
“.. Hihi, bayangin terus dek.. kakak pake baju ini.. rok kakak cuma
disingkap trus digenjot ganti-gantian di Toilet cowok dek.. terus buah
dada kakak dikenyot-kenyot sama tukang sapu yang sudah tua dan ompong,
hihi..” tawanya yang centil dan manja membuatku gemas. Dalam hati ingin
sekali aku yang menyetubuhi kakakku sendiri.
“Kak Alya.. pegang dong.. kocokin Aldi..” rengekku yang tak tahan ingin dikocok oleh kak Alya.
“Adeek.. kan kak Alya belum selesai.. tunggu kakak yah..” tiba-tiba kak
Alya kembali lagi ke kamarnya. Sepertinya kak Alya sedang menggodaku.
Hanya saja kak Alya dandan terlalu lama.
Sambil menunggu temanku yang lainnya yang masih belum kembali, kak Alya
kali ini muncul tapi hanya kepalanya yang mengintip dari balik tepi
dinding.
“Adeek.. kalo kakak datang ke acara kondangan pakai baju ini gimana yah
dek? Kira-kira yang mau ngentotin kakak siapa yah?” tanya kak Alya
sambil akhirnya menunjukkan pakaian yang kak Alya pakai.
Aku sungguh kaget bukan kepalang seperti kesambar geledek. Jantung pun
serasa berhenti. Tapi otong malah memompa dengan kencang. Kak Alya
memakai seragam lusuh dan celana dalam yang sudah kuonggokkan di teras
rumah! Itu seragam Dado! Kenapa bisa sampai dikenakan kak Alya lagi?
Sambil mendekatiku kedua tangan kak Alya masih terus berada di belakang pantatnya seolah sedang menyembunyikan sesuatu.
“Siapa donk deek.. Apa mungkin Pak Kojon? Atau Pak Jojo? Hihi..” tanya
kak Alya yang malah menyebutkan nama tukang ojek di pangkalan depan
komplek.
“.. Oogh kak Alya..” melihat kak Alya pamer paha putihnya di depanku seperti itu membuat kocokanku semakin kesetanan.
Lalu dengan perlahan kak Alya mulai memutar tubuhnya dengan pelan sambil
terus mengarahkan wajahnya dan memandangku dengan ekspresi binal dan
manja.
Dan Kak Alya menunjukkan sesuatu sambil tersenyum nakal.
“Adeeek... Temen-temen adek nakal tuh.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini sama temen-temen adeek.. nih liat deh...”
“Aaarghh kak Alyaaa!” Crooot-Crooot!
Pejuhku muncrat kemana-mana melihat ketakberdayaan kakakku dengan tangan masih terikat di belakang.
“Udah dek muncratnya? Enak yah? Suka gak liat kak Alya kayak gini?” kak
Alya malah bergaya centil dengan menaikkan bahu kanan lalu kirinya walau
tangannya masih terikat di belakang.
Aku masih tak habis pikir kenapa kak Alya bisa pakai seragam dan celana
dalam lusuh itu lagi. Kalau kak Alya baru saja mengenakannya dari dalam
kamar, berarti baju itu ada dari tadi di kamar kak Alya. Dan yang
mengambilnya pastilah si Dado. Jangan-jangan selama ini dia tidak
merokok diluar. Tapi di kamar kakakku bersama dengan temanku yang
lainnya.
“Yoii kak Alyai! Seksi beneeer.. beniing!” teriak Bono yang baru muncul mengejutkanku.
“Eh, Bon bon.. iya nih kakak dikerjain sama si Dado.. masa tangan kak
Alya diiket kayak gini.. kakak jadi ga bisa nutupin paha kakak kaan? Tuh
liat.. hihi” kak Alya malah cekikikan sambil menggesek-gesekkan kedua
pahanya.
“Dado mana kak Alya? Hehe.. masih di kamar yak? Asyik donk.. ngapain aja
yak dari tadi.. jadi kepengin ikutan nih Bono nya kak, hehe..”
“Hah?! Dado dari tadi di kamar kak Alya? Serius? Ngapain sih kak?” aku
menyerbu kak Alya dengan pertanyaan karena kaget. Mereka semua semakin
melunjak!
“Tau tuh.. kakak baru mau ganti baju gara-gara dibasahin sama si Bon
bon, eh malah mau ikut masuk ke kamar.. katanya mau bantuin kak Alya
pilihin baju buat kondangan nanti.. tapi malah disuruh pakai baju ini..
katanya lebih pantes tuh dek buat kakak, hihi.. kebayang ga sih kakak ke
kondangan pakai baju ini?” jelas kak Alya panjang lebar
“Yoi kak Alya, pantes doonk.. ya ngga bro? Tuh kak Alya, Aldi diem aja
tanda setuju tuh, haha..” kata Bono meminta persetujuanku sambil pasang
tampang mesum.
Aku di antara marah dan tak tahan melihat keseksian kak Alya yang
mengumbar paha putihnya kemana-mana. Pemandangan ini membuatku tak bisa
berucap apa-apa, padahal kak Alya sedang dilecehkan oleh teman-temanku.
Aku benar-benar tak berdaya melawan hawa nafsuku sendiri pada kakak
kandungku.
“Woi kak! Gue tungguin juga dari tadi, ampe kedinginan nih...” terdengar
teriakan Dado dari kamar Alya yang pintunya sudah terbuka. Tak tahu
siapa yang dia maksud.
“Tau nih kak Alya! Mana gue ga pake apa-apa lagi.. rese ni cewek..
hehehe..” Yanto iseng ikutan membentak. Apakah dia barusan membentak
kakakku?
“Katanya mau dibantuin pilih baju.. malah lama-lama diluar, gue genjot
juga lo kak.. hehe..” Feri seperti tak mau kalah ikutan. Seperti kata
kak Alya bahwa mereka memilihkan pakaian untuk kakakku. Tapi semakin
lama mulut mereka makin kurang ajar.
“Hihi.. sorry yah semuanya, ya udah deh kak Alya balik ke kamar lagi..”
kak Alya malah menjawab centil sambil cekikikan dan berlari-lari kecil
kembali menuju kamar, “adeeek, tunggu bentar di sini yah.. kakak lagi
mau pilih baju dulu sama temen-temen adek..”
“K-kak Alya..!” aku seperti tak terima ditinggal seorang diri dalam keadaan tanggung.
“Adek, ummm.. mau ikut liat kakak di-pa-ke-in sama temen-temen adek?”
jawabnya genit menekankan kata yang maksudnya menjadi ambigu di pikiran
ngeresku. Seharusnya aku marah dan tak bergeming atau pergi dari semua
ini. Tapi...
“Kak.. aku liat donk.. yah?” aku seperti dalam keadaan malu dalam
kondisi diketahui teman-temanku kalau aku punya hasrat pada kakakku
sendiri. Tapi aku seperti tak rela untuk tidak melihat bagaimana kak
Alya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang-orang seperti mereka.
Burik dan jelek. Aku benar-benar sudah menyerah pada nafsuku sendiri
ketimbang marah-marah dan ditinggal sendiri.
“Tapii.. kasihan tuh si Bon bon sendirian dek.. kak Alya nanti balik lagi kok yah.. hihi..”
Aku melihat kak Alya pergi dan menghilang di balik tembok yang menuju
kekamarnya. Berikutnya aku hanya mendengar suara-suara teman-temanku.
Terkadang seperti bergumam. Terkadang mereka tertawa dengan bersamaan
disertai cekikikan kakakku.
“Lo disini aja dulu ya bro, gue mau bantu kakak lo biar cepet keluar,
hehe..” Bono menahan pundakku seraya bangkit dari sofa sambil
cengengesan.
Akupun tak mau berdiam langsung beranjak menyusul ke kamar. Hanya saja
aku bingung antara ingin menyelamatkan kak Alya dari kebrutalan
teman-temanku ini, atau melihat kak Alyaku yang cantik, putih, bening,
dan imut ini sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Dan sepertinya
otongku sudah menjawab semuanya. Aku benar-benar tak tertolong..
Aku berjalan mendekati kamar kak Alya. Pintunya terbuka sedikit, apa
sengaja tidak ditutup rapat? Tiba-tiba kepala Bono muncul dari celah
seolah seperti sudah menungguku.
“Yoi broo! Sini masuk.. liat donk kakak lo lagi ngapain, hehe.. gile,
ngaceng lagi gue.. kakak lo emang bener-bener nakal bro.. lebih nakal
dari lonte, haha!” tawanya sambil membuka lebar-lebar mengajakku masuk.
Dan aku melihat pemandangan yang selama ini hanya bisa kubayangkan saja.
Yaitu fantasi liar setiap cowok-cowok sepertiku. Kak Alya yang masih
dengan posisi tangan terikat sedang berlutut membelakangi pintu masuk
menghadap si Dado yang sedang duduk di tepian kasur di depan kak Alya.
Sedang kepala kak Alya sedang berada di selangkangan Dado sambil kepala
kakak dipegang oleh Dado. Seragam kak Alya sudah dipelorotkan sampai
setinggi dada bawah, membuat buah dadanya yang putih berkeringat dengan
puting berwarna coklat pink menggantung bebas. Perbuatan mereka sungguh
bejat!
“Eeh.. broo.. eeghh.. sorry, gue ga bisa konsen.. hehe.. mulut kakak
lo.. uugh, anget bener.. terusin sepongnya.. yang dalem!” Dado bicara
sambil lalu dan dengan kurang ajarnya agak membentak kakakku.
“Enak bro? Hehe, cabut bentar bro.. gue pengen Aldi ngeliat yang gue
lakuin tadi ke kak Alya.. hehe..” Yanto berujar penuh misteri.
Kak Alya menarik kepalanya sampai kontolnya terlepas semua dari rongga
mulut kak Alya. Lalu dimiringkan dan ditengadahkan kepalanya menghadap
Yanto. Yanto mengumpulkan ludahnya dan menumpahkan semuanya ke dalam
mulut kak Alya, berkali-kali ia lakukan dan kak Alya malah tampak
seperti menerimanya sambil menjulurkan lidahnya.
“Yoi kaaak... biar licin dikit ah, hehehe... awas tar lecet mulut lo...
adek lo tar marah-marah lagi ma gua, hehehe...” cerocos Dado pada kak
Alya ambil melirik licik padaku.
“Anjriit nih cewek.. seneng banget nerima ludah gue.. Bro, gue genjot
bentar yah mulutnya.. gemes banget gue..” ujar Yanto bicara kasar
sembari menghina kakakku.
“Berdua aja bro.. kita liat apa kakaknya Aldi bisa nyepongin kita
berdua, hehe..” Ujar Dado sambil bangkit ambil posisi bersebelahan
dengan Yanto.
“Bro.. liatin nih mulut kakak lo dimasukin dua kontol.. Woi, kak! Minta
ijin nooh ama adek lo, kasian banget tuh.. cepetan!” bentak Dado pelan
pada kakakku.
“.. Hu huu.. adeek, kakak dipaksa niih sama temen-temen adek.. boleh
ngga dek? Muat ngga sih dek kalo dua kontol temen adek masuk mulut
kakak?” tanya kak Alya kepadaku dengan wajah yang manja, seolah meminta
persetujuan, bukan keberatan.
“Ah, kemarin muat kok masuk punya gue sama si Bono, hehe..” potong Dado
menyela kami. Mengingatkanku pada kejadian kemarin. Berarti benar adanya
kalau kemarin kak Alya benar-benar dicabuli oleh mereka-mereka ini,
teman-temanku yang bangsat. Tapi kenapa kakakku mau-maunya diperlakukan
seperti itu!?
“Bro, kalo Aldi diem itu tandanya setuju.. dari tadi juga kayak gitu
kok.. iya kan bro? Hehehe, parah lo..” aku menoleh pada Bono seperti tak
percaya dia mengucapkan itu. Tapi benar apa adanya, aku malah
terangsang melihat kakak kandungku diperlakukan seperti ini. Baik bagi
mereka, maupun bagi aku, kak Alya bagaikan sebuah objek pemuas fantasi.
Rasanya aku malah sedang perang batin antara mengeluarkan otongku di
depan mereka atau tidak.
“.. Adeek.. mulut kakak dientotin kontol mereka nih, liat deh.. Aaaa..”
selesai bicara kakakku membuka mulutnya lebar-lebar seperti mau melahap
dua kepala kontol itu sekaligus. Arrgh, kak Alya! Aku tersiksa ingin
coli, tapi aku sedang di depan teman-temanku.
“Uugh.. gila nih cewek.. mukanya ga nahanin banget.. udah cantik, putih,
mau-mau aja lagi nyepongin kontol kita-kita.. dasar pecun lo, kak..
hehe..” sambil nyerocos tak karuan Dado mengelus-elus rambut kepala kak
Alya dan menekannya seperti ingin memasukkan kedua kontol kemulut kak
Alya lebih dalam. Dengan wajah penuh keringat, Kak Alya benar-benar
dijadikan mainan mereka siang ini. Sampai hampir tak sadar bahwa jam
hampir menunjukkan pukul sebelas. Bukankah kak Alya dan Aku harus pergi
ke acara nikahan? Bagaimana ini?
Tapi seolah aku jadi tak begitu memperdulikan acara itu, aku masih ingin melihat aksi petualangan kakakku.
Tiba-tiba kita semua dikagetkan oleh bunyi dering BB kak Alya yang
melantunkan nada dering Don’t Stop The Music dari Rihanna. Yanto yang
kebetulan posisinya berada di dekat meja rias kak Alya mengambil BB dari
atas meja itu.
“Bokapnya, bro!” kata Yanto memberitahukan pada yang lainnya sambil mencabut otongnya dari mulut kak Alya seperti tampak panik.
Dado lalu mencabut otongnya dari mulut kak Alya, “Eh cun! Lo jawab ya
nih telpon.. ga baek lho pecun bikin khawatir bokapnya.. haha. Dasar
pecun lo!” tawanya meledak disusul dengan yang lainnya.
Kak Alya menjawab panggilan dengan tangan terikat dan HP yang diletakkan Yanto di paha Dado.
“Hallo Pah..” kak Alya menyapa papa, aku tak bisa mendengar apa yang papa ucapkan di HP kak Alya.
“.. Udah donk Pahhh, dari tadi.. hihi.. hhh..” jawab kak Alya sambil
Feri menepuk-nepukkan kepala kontolnya ke pipi kakakku. Wajah kak Alya
sudah memerah. Apakah kak Alya sedang dilanda horni berat?
“.. Inihh.. ada di sini kok Pahhh.. sama temen-temennya.. ada Feri.. ada
Yanto.. Bono.. samaa..” di tengah kak Alya sedang bicara, dengan kurang
ajar tiba-tiba Dado yang sudah memposisikan kepala kontolnya tepat di
depan mulut kak Alya, langsung menekannya dalam-dalam.
Lalu menariknya lagi dengan posisi kontol masih di dalam mulut kak Alya.
Lalu menekannya lagi. Begitu seterusnya beberapa kali sampai saking
dalamnya Dado menekan, kak Alya mulai kewalahan dan batuk-batuk tertahan
karena masih terganjal kontol Dado. Melihat kak Alya menggeliat-geliat
karena tangannya masih terikat membuatku tak tahan dan akhirnya
mengeluarkan kontolku dari dalam celanaku.
Terdengar Papa memanggil-manggil kak Alya kenapa mendadak tak
melanjutkan pembicaraan. Lalu Dado menarik kepala kak Alya sampai
terbebas dari kontolnya.
“PUAHH! UHUK! UHUK!” kak Alya terbatuk sampai mengeluarkan air mata.
Dengan kontol penuh ludah cair dan lendir kak Alya, Dado mengoleskannya
keseluruh wajah kak Alya yang bersih putih dan memerah karena horninya
kak Alya, mulai dari pipi, kening, bibir, sampai hidung seolah ingin
agar kak Alya mencium bau ludahnya sendiri. Wajah kak Alya kini terlihat
mengkilap akibat basah ludah Dado, Yanto, dan kak Alya sendiri.
“Ngga papa kok Pahh.. iya, Alya lagi batuk aja nihh.. iyaa Paahh.. Alya
agak gak enak badan.. makanya ditemenin sama Aldi dan temen-temennya..”
“.. Ini Alya lagi dikasih obat sama temennya Aldi.. maksa lagi
ngasihnya, hihi..” kak Alya cekikikan sambil menoleh kearahku dan yang
temanku yang lainnya. Kak Alya bisa-bisanya bicara tersirat begitu sama
papa. Aku baru tahu kalau kak Alya bisa senakal itu.
“.. Diajak ke acara sekalian? Ini malah mereka yang ngajakin Alya,
hihi.. emang pada nakal tuh semuanya.. Ya udah ya Pahh.. nanti kalau
Alya udah enakan banget, Alya keluar deh.. dag Papaah..” lalu terdengar
sambungan terputus.
“Asli binal bener nih kakak lo bro...” Feri yang sedari tadi berdiri
dipojokan kamar mulai bersuara. Ternyata dia merekam gambar pergumulan
kak Alya sejak awal. Kak Alya malah membalas ucapan Feri dengan memberi
senyum pada HP Feri yang sedang merekamnya.
“Gue bilang juga apa bro.. Eh, Lonte! Lagi donk, jangan diem aja.. Lo
laper kan? Laper kontol kita-kita? Haha!” Dado mulai sering melecehkan
kak Alya.
“Aduh, Adeeek.. kak Alya jadi dipanggil lonte tuh sama Dado.. berarti
semua harus bayar donk sama kak Alya kalo kakak ngelonte di kamar ini,
hihi...”
Kembali Dado memegang kepala kak Alya dan mulai menekan naik turun lagi.
Sampai beberapa saat, pinggul Dado mulai ikut bergoyang berlawanan irama
dengan kepala kak Alya. Intesitas goyangan pinggul Dado mulai
meningkat.
Semakin dekat aku berdiri, kini sudah berada di samping dekat kak Alya.
Aku pun mempercepat kocokanku sambil melihat ekspresi kak Alya yang
mulutnya sedang digenjot sambil melihat muka Dado. Kak Alya seperti
sedang kepayahan betul wajahnya disetubuhi dengan kasar oleh Dado.
“.. Eegh.. Eegh.. Kaak.. nih bayaran buat lo kak... uughh.. pecun..” cerocos Dado
“.. Uuh kak Alya.. nakal nih kak Alya.. mau aja dientot mukanya sama
Dado jelek..” gumamku lirih sambil makin mempercepat kocokanku melihat
bagaimana mulut lembut nan imut kak Alya yang pink kemerahan itu
mengempot keluar masuk akibat gesekan kasar kontol hitam si Dado.
“.. Gue bikin kenyang lo kak.. Eegghh.. ama pejuh guee.. Hheeggh.. Aarrgh!”
“.. Eeeghh kak Alya lonteee!” aku menyemburkan pejuhku berkali-kali
sampai mengenai telinga, pipi, dan rambut kak Alya. Dado masih menahan
kepala kak Alya sambil sesekali kelojotan menyemprotkan spermanya
kedalam tenggorokan kak Alya sampai perlahan-lahan mulai berkurang
semprotannya.
Sedang kak Alya berusaha menelan semua sperma Dado. Kak Alya nampak
kewalahan dengan banyaknya sperma Dado yang menyemprot hingga sebagian
ada yang keluar dari sela-sela bibir lembutnya.
“Ayoo.. kakak harus telen semua pejuh yang keluar, biar sehat.. hehe..
gue baik kan.. mulai sekarang kak Alya kita kasi makan pejuh aja biar
sehat, hahaha!” tawanya mengajak yang lain ikut tertawa.
Kak Alya yang baru saja digenjot mulutnya memundurkan kepalanya sambil
masih memejamkan matanya. Kami semua seolah menunggu respon kak Alya
dari kata-kata pelecehan dari Dado. Sambil menjilat sisa-sisa pejuh yang
belepotan di tepi-tepi bibirnya, kak Alya mulai membuka matanya setelah
menelan sisanya. Lalu membuka mulutnya.
“.. Lihat deh.. abis semuanya kakak telan.. hihihi..” jawabnya sambil
memanyunkan bibir menggembungkan pipi dan mengedipkan sebelah matanya.
Ooh, Kak Alyaku.. Kakak benar-benar binal. Tega membuat aku adiknya sendiri tersiksa melihat tingkah kakaknya.
“Lohh.. kok rambut kakak ada pejuhnya? Pejuh kamu ya dek? Iihh.. kramas lagi deehh..”
“.. Maaf kak, udah gak tahan.. liat kak Alya tadi..”
“Wah parah lo broo! Terangsang liat kakak sendiri”... Bono meledekku.
Dan yang lain pun ikut menertawakanku seperti orang bodoh yang tak
berdaya.
“Hihi.. kak Alya mandi dulu yaa.. mau kramas dulu nih gara-gara Aldi..”
dengan muka imut dicemberut-cemberutin, “tapi dilepas dulu donk
iketannya.. pegel tau kak Alyanya nih..”
“Gue lepasin yah, tapi nanti gue dikasi hadiah donk kak..” Bono dengan
kurang ajar minta imbalan bila melakukan yang kak Alya minta. Dan pasti
selalu sesuatu yang cabul. Bahkan aku khawatir akan lebih jauh dari ini.
“.. Umm.. apa yaah? Bon bon maunya apa sih? Pasti yang aneh-aneh deh
maunya..” tanya kakakku pura-pura bingung padahal tau betul apa isi
kepala keempat temanku setelah dikerjai seperti itu
“Kak Alya tadi bilang mau kramas kan? Hehehe... kita bantuan kakak
kramas deh.. sekalian kaaak, badan kita juga pada keringatan niih,
hehe..”
“Jadi mandi-mandiin doonk, hihi.. Trus, mandiin sama shampoo-in kakaknya pakai apa? Pake pejuh kalian lagi? Iyah?”
“Ya iyalah kaak... Hahaha!”
“Huuuu... Kayak adek donk yah... suka ngecrotin rambut kakaknya,
hihihi...” jawab kak Alya enteng seperti lupa bagaimana aku bereaksi
terhadap kenakalan dan kenekatan kak Alya meladeni mereka.
“Nah gitu donk kak! Ayo bro, kita buka iketannya berempat aja.. biar
kita berempat yang mandiin nih cewek, hahaha!” Feri dengan menyebut tak
sopan kakakku langsung maju diikuti temanku yang lainnya.
“Iiih, siapa juga yang bilang mauu... Aduduh! pelan-pelan doonk.. hihi,
geli nih kakak! Satu-satu yang donk yang bukaiiin...” kak Alya
menggelinjang kegelian saat mereka menyerobot rame. Apakah aku hanya
akan diam saja? Tidak. Aku harus ikut ambil bagian, aku mau ikut
memandikan juga.
“Kak, aku ikut bantuin buka..!”
“Jangan broo.. lo kan yang ngotorin rambut kakak lo... kasian kan,
hehe.. makanya, lo jadi adek jangan mesum ama kakak sendiri, hehe..” si
Dado mencari-cari alasan agar aku tak boleh ikut. Si Dado bener-bener
kurang ajar pada kami berdua, tapi aku menunggu persetujuan kakakku
sendiri.
“.. Umm.. sebenarnya kasian juga sih kalo kamu ditinggal sendirian
disini.. tapii, kan kamar mandinya ga muat tuh dek.. adek gak papa kan
nunggu? Kakak janji deh mandiin kamu nanti yah..”
“Iya broo... ntar aja kalo kita dah pada pulang... lagian kakak lo nih
pengen banget mandiin kita berempat, hehehe... kita sih pasrah aja, ya
ngga bro?”
“Iiiihhh, siapa jugak yang mau mandiin kalian? Kepedean kalian... dasar jelek, hihihi...”
aku tak tahu siapa yang menjawab karena aku sudah shock dengan jawaban
kakakku yang malah mendahulukan mereka ketimbang aku sebagai adiknya
sendiri untuk memandikan mereka. Aku tahu acara yang akan terjadi nanti
tak hanya mandi bersama, mungkin bisa lebih dari itu..
Selanjut-selanjutnya aku tak bisa mendengar jelas siap yang bicara. Aku
hanya mematung tak percaya dengan jawaban kakakku sambil ia meninggalkan
kami menuju ke kamar mandi, sedang keempat temanku masih saling
berpandangan seperti tidak memperdulikan kehadiranku di sana. Terlihat
nafsu mereka pada kakakku seperti sudah sampai ke ubun-ubun.
“Eh bro! Kakak lo emang bener-bener deh.. siapa aja yang udah dibikin konak ama dia?”
“Yoi bro, gak nyesel gue punya temen kayak lo, hehehe..”
“Gue yakin lo pasti dah pernah gitu-gituan ama kakak lo yah? Hehehe,
parah lo bro, kakak kandung sendiri lo embat, udah gitu kagak bagi-bagi
lagi.. hahaha!”
“Iya nih si bro ganteng satu ini... terus gimana nih bro... gak papa kan
kakak lo gue susul ke kamar mandi, ngga baik membiarkan perempuan
menunggu lho, hehehe...”
“Iye broo.. gue gak nyangka kakak lo mau-mauan aja, udah kayak perempuan
nakal aja kakak lo... kayak pecun! Hahahaha!” silih berganti mereka
semua berbicara merendahkan kak Alya atas kenakalan kak Alya yang
semakin kemari semakin mereka pandang gawat saja.
Tiba-tiba terlintas bayangan pertama kali aku memperkenalkan kak Alya
pada teman-temanku dulu. Awalnya aku hanya ingin membuat mereka iri
padaku karena memiliki kakak yang cantik, baik, dan seksi pula. Sampai
akhirnya mereka jadi mengidolakan kakakku hingga terang-terangan. Tapi
sial. Kenapa jadi begini!?
Sumber : Forum Semprot
Home
Alya
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Kakak Beradik : Petualangan Kakakku, Kak Alya 12
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar