Menjadi wanita memang susah. Sepertinya
lebih mudah menjadi laki-laki. Betapa tidak, wanita dituntut untuk selalu
tampil prima. Wanita harus berdandan secantik mungkin untuk menyenangkan suami,
sementara para lelaki sendiri suka egois dan terkadang tidak menghargai wanita.
Bahkan pria yang penampilannya pas-pasan pun kadang menuntut istrinya harus
yang cantik dan menarik. Padahal tampangnya sendiri enggak karu-karuan!!
Banyak sekali contoh yang terjadi di
masyarakat. Apalagi dalam kultur Jawa seperti lingkunganku yang menekankan
kalau wanita itu harus bisa ‘macak, masak, dan manak (berdandan, memasak, dan melahirkan)’
agar dapat disayang suami. Ini benar-benar pepatah bikinan orang egois dan
gila! Tapi itulah... wanita harus menerimanya.
Aku sendiri sebagai wanita yang sudah setengah
umur harus mengalami keadaan serupa. Di usiaku yang menjelang 40 ini kondisi
tubuhku sudah dapat dikatakan kurang menarik di mata lelaki. Aku kadang merasa
was-was kalau-kalau suamiku, Mas Tono, berpaling ke wanita lain. Aku selalu
merasa khawatir dan cemburu kalau suamiku yang saat ini usianya sudah 47 tahun
tetapi masih kelihatan gagah dan menarik setiap mau berangkat kantor selalu
berdandan necis.
Aku curiga, jangan-jangan dia mempunyai
WIL di luar sana karena aku sudah tidak kelihatan menarik lagi. Walaupun tinggi
tubuhku cukup lumayan, yaitu sekitar 165 dan dadaku mempunyai ukuran yang
besar, aku merasa kurang percaya diri dengan keadaanku ini. Tubuhku boleh
dikatakan gendut, karena berat badanku hampir mendekati 74 kiloan. Garis-garis
perutku pun mulai kendor karena aku sudah melahirkan dua orang anak yang saat
ini sekolah di luar kota dan mereka seminggu sekali baru pulang ke rumah.
Sehingga sekarang yang tinggal di rumah hanya aku dan suamiku.
Aku adalah seorang ibu rumah tangga biasa.
Sebut saja namaku Tari. Seperti sudah kuceritakan di atas, usiaku saat ini 39
tahun. Wajahku memang masih kelihatan cantik karena memang sebelum disunting
Mas Tono dulu aku adalah primadona di SMA yang di kotaku dikenal sebagai SMA
“Hollywood”. Disebut sebagai SMA Hollywood karena di sekolah ini memang
rata-rata anaknya cantik-cantik dan dari kalangan ‘the have’, termasuk diriku.
Mas Tono waktu itu mulai menjadi pacarku
saat masih kuliah di PTN yang menjadi kebanggaan di kotaku ini, Solo. Aku mau
menjadi pacarnya karena memang waktu itu Mas Tono orangnya ganteng, tubuhnya
atletis dan seorang mahasiswa. Sudah menjadi kebanggaan bagi anak-anak seusiaku
dulu kalau mempunyai pacar yang mahasiswa. Ia kuliah dengan mengambil bidang Ekonomi.
Aku dilamar menjadi istrinya saat aku
masih kuliah semester I di Akademi Sekretaris di kotaku ini. Saat itu usiaku
baru menginjak 19 tahun. Waktu itu Mas Tono sudah bekerja di instansi
pemerintah dengan jabatan yang sudah cukup lumayan. Aku pun memutuskan untuk
berhenti kuliah dan menjadi ibu rumah tangga biasa. Dengan anak-anak yang sudah
besar dan kost di luar kota menjadikanku kurang bergerak karena aku memang
tidak bekerja dan itulah sebabnya tubuhku jadi membengkak seperti gajah
bunting. Aku sengaja tidak mengambil pembantu karena aku ingin menghilangkan
kejenuhanku dengan mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga.
Rasanya aku sudah bosan mengikuti
berbagai program diet. Karena sudah berjuta-juta uang kukeluarkan tetapi
hasilnya nihil. Mungkin program itu kurang cocok bagiku atau memang produk yang
diiklankan cuma bohong belaka, aku tidak tahu. Yang jelas aku sudah tidak mau
lagi ikut-ikutan program pembentukan tubuh yang ‘neko-neko’. Biarlah yang akan
terjadi terjadilah. Bagiku yang penting tetap sehat dan berdandan rapi melayani
suami sudah cukup rasanya. Kalau memang takdir menentukan suamiku punya WIL
biarlah, yang penting aku jangan sampai tahu, karena kadang-kadang pengetahuan
itu menyakitkan.
Untuk mengisi waktu luangku sambil
menanti kepulangan suamiku, aku biasanya ngobrol dengan tetangga setelah
pekerjaan rutinku selesai. Tetanggaku yang juga seorang ibu rumah tangga
biasa juga tidak punya pembantu sehingga kami sama-sama seperti senasib,
tetapi ia sudah menjadi janda. Suaminya yang sudah meninggal kira-kira lima
tahun lalu adalah seorang mantan kontraktor bangunan yang sukses sehingga
warisan yang ditinggalkannya bisa menghidupinya tanpa harus bekerja lagi.
Orangnya sudah berumur kira-kira 41 tahunan, jadi lebih tua dibandingkan diriku.
Aku selalu memanggilnya mbak Tatiek karena memang ia lebih tua dibandingkan
diriku. Satu hal yang kuherankan adalah bahwa tubuhnya tetap langsing dan
kulitnya pun kencang, padahal ia tidak pernah ikut-ikutan yang namanya fitness
dan ikut program diet yang mahal-mahal.
Untuk menghilangkan rasa penasaranku,
suatu saat aku pernah iseng-iseng menanyainya tentang rahasianya untuk menjaga
kelangsingan tubuhnya itu. Karena memang sudah sangat akrab, ia pun selalu
terbuka padaku.
“Mbak Tatiek, rahasianya apa sih? Kok
sampeyan kelihatannya awet muda, langsing dan tetap cantik... mbok saya ikut
dibagi biar Mas Tono enggak kecantol wanita lain gitu lho.”
“Wah, ini rahasia lho, jeng...!” jawabnya saat
kutanya.
“Rahasia ya rahasia, mbak... tapi mosok
sama saya juga masih rahasia?” aku tetap gigih mengejarnya.
“Iya, tapi kalau jeng Tari pengin tahu,
jeng Tari harus jaga rahasia ini baik-baik ya...” akhirnya ia menyerah pada
kegigihanku, atau ia memang kasihan padaku.
Mbak Tatiek lalu mendekatkan mulutnya
pada telingaku dan membisikiku sesuatu yang membuatku terbelalak kaget. Aku
mulanya tidak percaya akan kata-kata yang dibisikkannya di telingaku kalau air
kencing anak laki-laki bisa membuat tubuh menjadi langsing dan kulit kembali
menjadi kencang. Ia bilang katanya air kencing anak laki-laki mengandung
semacam rejuvenating formula untuk awet muda.
“Mbak Tatiek gendeng... dasar wong
edan... otak jinah!!” aku mencubitnya sambil cekikikan.
“Lho terserah jeng Tari mau percaya
percaya atau tidak, yang jelas aku sudah mempraktekkannya.” kata mbak Tatiek
sambil ketawa terkial-kial.
“Oo... dasar wong edan Ojin (Otak Jinah
maksudku).” aku masih tidak percaya pada omongannya. Kami memang sangat akrab
sehingga saling mengatai dan memaki menjadi semacam ‘joke’ di antara kami.
“Lho kalau jeng Tari enggak percaya, besok
jeng Tari datang ke rumah agak siang dikit... ya kira-kira jam 1 atau 1.30 an
lah,” mbak Tatiek terus meyakinkan aku. “Besok akan kutunjukkan pada jeng Tari
kalau apa yang kukatakan itu sungguh-sungguh.”
Karena penasaran, aku memutuskan untuk
mengikuti permainannya. Esoknya setelah selesai membereskan pekerjaan rumah
tangga, kira-kira jam 1 aku main ke rumahnya. Rumah mbak Tatiek kelihatan
lengang. Setelah beberapa kali kupencet bel, mbak Tatiek keluar menyambutku hanya
dengan tubuh berbalut handuk.
“Sorry lama ngebukain pintu, soalnya
baru mandi buat persiapan hari ini... ayo masuk, jeng.” ia menyeretku masuk ke
kamar belakang yang tidak dipakai dan disuruh bersembunyi di situ. “Jeng Tari
tinggal di sini dulu ya... nanti kalau anak itu sudah datang, jeng Tari boleh
melihat apa yang aku lakukan.”
Aku ternyata disuruh mengintip apa yang akan
dilakukannya bersama anak itu. Aku jadi bergidik karena merasa seram. Seluruh
bulu-bulu di tubuhku seperti berdiri karena merinding. Seumur-umur aku belum
pernah menyaksikan hal seperti ini, dan baru kali ini aku akan menyaksikannya
sendiri.
Benar saja, tak lama kemudian bel pintu
kembali berbunyi. Aku tetap diam di tempatku bersembunyi. Jantungku mulai
berdebar tidak menentu karena akan mengalami pengalaman baru yang sangat
mendebarkan. Lalu kudengar langkah-langkah menjauh dan bunyi pintu dibuka.
Kemudian sayup-sayup kudengar ada suara orang bercakap-cakap dan bunyi pintu
ditutup lagi.
“Kamu mandi dulu sana, Rud... di kamar
tante saja.” kudengar suara mbak Tatiek menyuruh si anak itu mandi. Rupanya
nama anak itu Rudi. Dan benar saja tak lama kemudian kudengar ada suara
gemericik air dari arah kejauhan. Lalu kudengar ada suara langkah mendekati
kamar tempatku bersembunyi. Pintu dibuka dan masuklah mbak Tatiek ke kamar
tempatku bersembunyi.
“Jeng Tari, sebentar lagi permainan akan
dimulai, sebaiknya jeng Tari bersiap-siap.” ia memberitahuku dengan suara pelan
seolah takut kedengaran orang lain.
Setelah mbak Tatiek meninggalkan kamar tempatku
bersembunyi, aku segera mengatur napas dan mulai berjalan berjingkat-jingkat
mendekati pintu kamar mbak Tatiek yang memang sengaja dibuka. Pintu kamarnya
terbuka dan hanya ditutupi kain horden sehingga aku dapat mengintip ke dalam
kamar dari balik horden tanpa takut ketahuan si anak lelaki itu.
Hatiku seperti mencelos melihat
pemandangan yang terjadi di kamar mbak Tatiek. Ternyata anak yang tadi
dipanggil ‘Rud’ oleh mbak Tatiek masih sangat belia. Kalau kutaksir, anak itu
umurnya kira-kira antara 9 atau 10 tahunan, apalagi baju seragam SD-nya yang
kelihatan jelas dari warna merah dan putih yang dikenakannya ikut memperkuat
taksiranku.
Kemudian kulihat mbak Tatiek menyuruh
anak itu melepaskan semua pakaiannya hingga anak itu telanjang bulat. Mbak Tatiek
pun segera melepaskan pakaiannya satu per satu hingga sama-sama bugil. Aku
sedikit geli melihat keadaan itu. Hampir saja aku tertawa, untung aku masih
mampu menahan diri. Apa yang kulihat benar-benar lucu. Betapa tidak? Si wanita
mempunyai rambut kemaluan yang sangat lebat, sementara si lelaki, anak kecil
itu tampak masih polos tanpa ada satu rambut pun yang tumbuh di kemaluannya.
Tititnya yang kecil masih ‘mungsret’ menggantung seperti cabai.
Tubuh mbak Tatiek yang telanjang bulat
nampak sangat seksi. Aku yang melihat dari arah samping dapat melihat betapa
susunya yang ukurannya hampir sama besarnya dengan punyaku masih tampak
kencang. Tubuhnya yang hampir setinggi diriku sangat menunjang penampilannya.
Pantatnya pun masih sangat kencang dan berbentuk indah. Tidak seperti pantatku
yang besar dan lebar mirip pegangan setir truck tronton. Aku mengatakan mirip
truck tronton, soalnya mas Tono saat menyetubuhiku dengan gaya favoritnya ‘doggy-style’
selalu memegangi kedua buah pantatku yang besar seperti layaknya seorang sopir
truck tronton yang sedang mengendalikan arah kendaraannya. Aku benar-benar iri
melihat bentuk tubuh mbak Tatiek yang menawan itu.
Pemandangan yang kulihat benar-benar
mendebarkan jantungku. Aku dengan jelas dapat melihat betapa mbak Tatiek
menyuruh Rudi berbaring di tempat tidur lalu mengambil baby oil dan mulai
mengurut titit Rudi. Tangan mbak Tatiek yang telaten terus mengurut titit Rudi
dengan baby oil hingga lama-lama titit Rudi mulai mengembang. Bentuknya masih
lucu karena penutupnya belum dibuka alias belum disunat. Aku melihat mata Rudi
mulai merem melek dan napasnya mulai memburu. Lalu mbak Tatiek melumuri tangan
Rudi dengan baby oil dan menyuruhnya mengusap-usapkannya ke susu mbak Tatiek.
Rudi masih tampak canggung saat memegang susu mbak Tatiek. Dari susu, tangan
Rudi lalu dibimbing mbak Tatiek ke arah vaginanya yang membusung dan tertutup
rambut kemaluan yang sangat lebat.
Kulihat mbak Tatiek memejamkan matanya
saat tangan mungil Rudi menggerayangi daerah selangkangannya. Mulut mbak Tatiek
mendesis-desis seperti orang kebanyakan makan sambal. Tak lama kemudian,
kulihat titit Rudi sudah sangat keras dan kencang menunjuk ke arah
langit-langit kamar seperti hendak
membidik cecak yang lewat di atasnya. Mbak Tatiek segera melumuri lubang
anusnya sendiri dengan baby oil. Kemudian kulihat mbak Tatiek mengambil posisi
menungging lalu menyuruh Rudi untuk berlutut di belakangnya.
Dengan tangannya, mbak Tatiek membimbing
titit Rudi yang sudah keras dan kencang dan diarahkannya ke lubang anusnya.
Digesek-gesekannya titit Rudi ke lobang pintu belakang tubuh mbak Tatiek.
Setelah agak licin, lalu Rudi disuruh mendorong pantatnya hingga tititnya
perlahan-lahan mulai menerobos masuk ke dalam jepitan lubang anus mbak Tatiek.
Mereka ternyata memulai persetubuhan dengan gaya anjing kawin ‘doggy-style’.
Kulihat Rudi meringis seperti menahan
sesuatu. Kepalanya seolah tertarik ke belakang dan kedua bibirnya terkatup
rapat seperti orang kesakitan.
“Terr...rushhh dorongg... Ruddhh...
terusss...” tak henti-hentinya kudengar mbak Tatiek menjerit histeris seperti
orang gila. Pantatnya semakin liar bergerak memutar seolah-olah seperti sedang
menggiling sesuatu. Kulihat Rudi pun memaju mundurkan pantatnya yang kecil
memompa lubang anus mbak Tatiek dengan cepat.
Mereka bergerak semakin cepat dan tak
terkendali
“Sa..sa..ya... m-mau... pi..pishhh...
buuuu...” Rudi pun ikut-ikutan menjerit. Lalu tubuhnya seperti tersentak dan
berkelojotan seperti orang sedang main pantomim seperti yang biasa diperagakan
para mahasiswa yang suka berdemo saat memperagakan ‘happening art’. Aku
mulai merasakan betapa selangkanganku sendiri mulai basah karena terangsang
melihat adegan itu.
Kedua tubuh telanjang yang seolah-olah
menyatu karena terpaku oleh paku kecil itu terus bergerak liar hingga lama-lama
berhenti. Napas keduanya seperti saling berlomba. Kulihat ada tetesan bening
yang sedikit tumpah dan mengalir keluar lubang anus mbak Tatiek dan mengalir
sepanjang paha mbak Tatiek ke kasur spring bednya. Setelah Rudi melepaskan tititnya
dari lubang anusnya, mbak Tatiek segera menutupi lubang anusnya dengan
jari-jarinya dan tetap dalam posisi menungging.
Mulut mbak Tatiek nampak terbuka
menandakan ia merasakan sesuatu kenikmatan yang amat sangat, sementara Rudi
tampak berguling di sampingnya dan tangannya mulai berani mengelus-elus perut
mbak Tatiek yang nampak rata tidak seperti perutku yang kedodoran. Titit Rudi
secara pelahan mulai mengkerut dan kembali lagi seperti semula saat sebelum
mengembang.
Rupanya tadi Rudi tidak mengeluarkan
sperma saat orgasme. Ya... anak seumur dia katanya memang belum bisa
mengeluarkan sperma. Ia hanya mengeluarkan air kencing dan menyemprotkan semua
air kencingnya di dalam lubang anus mbak Tatiek. Hal itu nampak dari lelehan
cairan encer dan bening yang meleleh di kedua paha mbak Tatiek saat Rudi
mencabut tititnya dari lubang anus itu.
Ada kira-kira 15 menitan kulihat mbak
Tatiek dalam posisi menungging sambil menutupi lubang anusnya dengan
jari-jarinya. Kemudian kulihat mbak Tatiek setengah berlari masuk ke dalam
kamar mandinya dan kudengar suara percikan air seperti orang sedang
membersihkan diri.
“Ruud, sini dulu,” kudengar mbak Tatiek
memanggil Rudi yang masih tiduran di ranjangnya.
“Ya, bu!” Dengan patuh Rudi mengikuti perintah
mbak Tatiek. Kembali kudengar percikan suara air di kamar mandi mbak
Tatiek.
Kira-kira 10 menit berlalu. Aku
masih terdiam di tempatku bersembunyi dan ingin melihat apa lagi yang akan
terjadi. Lalu kulihat kedua tubuh yang masih sama-sama bugil itu keluar dari
kamar mandi. Mbak Tatiek menyuruh Rudi berbaring di sisi tempat tidur dengan
kaki menjuntai ke lantai. Kemudian mbak Tatiek berjongkok di lantai dengan
wajah menghadap selangkangan Rudi.
Mbak Tatiek lalu mendekatkan wajahnya ke
selangkangan Rudi dan mulai menciumi titit Rudi yang masih menguncup lunglai.
Dengan lembut dan sabar mbak Tatiek terus menjilat dan kadang-kadang menyedot
titit Rudi yang mulai bereaksi. Kulihat kepala Rudi bergoyang ke kanan dan ke
kiri sambil mulutnya menggumam tak karuan. Tangan Rudi yang mungil
menggapai-gapai ke arah rambut mbak Tatiek yang agak berombak.
Ada sekitar sepuluh menit mbak Tatiek
memberikan servis pada titit Rudi dengan mengulum dan terkadang menggesek-gesek
titit Rudi yang sudah kencang dan mengembang dengan susunya yang menggantung
indah. Sekali-sekali ditekankannya susu mbak Tatiek ke selangkangan Rudi, yang
berarti menjepit titit Rudi di tengah-tengah belahan susunya.
Mbak Tatiek lalu menyuruh Rudi bangun
dan disuruhnya Rudi menetek. Dengan patuh Rudi mendekatkan mulutnya ke arah
dada mbak Tatiek yang sekarang gantian berbaring dengan kedua kaki menjuntai ke
lantai. Seperti seorang bayi yang menetek emaknya, Rudi dengan bernapsu
menyedot-nyedot kedua puting susu mbak Tatiek bergantian. Aku yang melihat
ikut-ikutan jadi terangsang dibuatnya dan membayangkan seandainya tetekku yang
sedang diisapnya.
Kemudian kepala Rudi didorong mbak
Tatiek dan diarahkannya ke selangkangannya yang ditumbuhi bulu kemaluan yang
lebat dan berwarna hitam pekat. Itulah yang mengherankan! Rambut kepala mbak
Tatiek mulai sedikit ditumbuhi uban, tetapi rambut di selangkangannya warnanya
hitam pekat dan tebal tanpa uban satu pun! Mungkin karena rambut di kepala
sering ikut susah kalau yang punya kepala sedang pusing jadi bisa putih,
sedangkan rambut selangkangan cuma dipakai buat senang-senang makanya jadi awet
hitam kali! Entahlah... ngapain susah-susah ikut mikirin rambut selangkangan
segala.
Lalu dengan agak ragu-ragu Rudi mulai
menyeruakkan wajahnya ke gundukan bukit di selangkangan mbak Tatiek yang
berbaring dengan kaki menjulur ke lantai. Sementara Rudi sudah setengah
berjongkok. Kedua tangan mbak Tatiek menekan kepala Rudi kuat-kuat agar lebih
ketat menekan selangkangannya.
“Jilat, Rudd... jilat... itu... nya... ohhhh...”
Mbak Tatiek terus mendesis-desis sambil terus menekan kepala Rudi ke
selangkangannya.
“Terush... Ruudd... oohhhh...” mbak
Tatiek mengerang sambil mengangkat pantatnya seolah menyongsong wajah Rudi yang
masih menempel ketat ke selangkangannya. Tubuh mbak Tatiek bergoyang ke sana-kemari
sambil tubuhnya seperti terguncang-guncang. Ia rupanya mengalami orgasme karena
bukit kemaluannya dijilati mulut mungil Rudi. Aku pun merasakan betapa celana
dalamku semakin basah karena sangat terangsang, aku merasa seolah-olah vaginaku
lah yang sedang dijilati oleh mulut mungil anak kecil.
Setelah mbak Tatiek mengambil napas,
disuruhnya si Rudi menindihnya. Dengan dibantu tangan mbak Tatiek, titit Rudi
yang sudah sangat kencang dicucukkan ke lubang kemaluan mbak Tatik. Setelah
arahnya tepat, kedua paha mbak Tatiek yang menjepit pantat Rudi segera menekan
pantat Rudi hingga tititnya mulai melesak ke dalam lubang kemaluan mbak Tatiek.
“Ugh... hhhhh...” kudengar suara
keduanya melenguh secara bersamaan. Kedua tangan mbak Tatiek lalu memegang
pantat Rudi dan membantunya memaju-mundurkannya. Rudi yang merasa lebih nyaman
dengan keluar masuknya tititnya yang terjepit dalam lubang kemaluan mbak Tatiek
sudah mulai bergerak sendiri secara otomatis. Pantat mungilnya terus bergerak
maju mundur menghajar selangkangan mbak Tatiek. Sementara itu wajah Rudi yang
hanya sampai ke dada mbak Tatiek tanpa dikomando mulutnya mulai melumat kedua
puting payudara mbak Tatiek.
Keduanya dengan tubuh menyatu terus
bergerak, yang satu maju mundur yang satunya lagi bergerak memutar seperti
sedang mengayak. Erangan keduanya sudah mulai tak beraturan. Terdengar hanya
seperti gumaman kucing lagi kawin. Dan tak lama kemudian mbak Tatiek mulai
menjerit-jerit.
“Ayo, Rud... yang kuattt... terushhh... oohhhh...”
Tubuh mbak Tatiek mulai berguncang dan pantatnya terangkat seperti melonjak.
Kedua pahanya semakin kuat menjepit pantat Rudi. Tubuh Rudi pun mulai
terhentak-hentak seolah sedang menahan sesuatu yang berat. Lalu terdengar suara
sorrrrrrr....!! Ternyata Rudi pun mengalami orgasme dengan menyemburkan
kencingnya ke dalam lubang kemaluan mbak Tatiek. Tubuhnya masih terhentak
selama beberapa kali dan akhirnya terdiam ambruk di atas perut mbak Tatiek.
Setelah Rudi mencabut tititnya dari
jepitan lubang kemaluan mbak Tatiek, buru-buru tangan mbak Tatiek menutup
lubang kemaluannya dan terus begitu selama beberapa menit. Sama seperti
saat setelah Rudi kencing di lubang anus mbak Tatiek, mbak Tatiek pun tetap
berbaring kira-kira 15 menitan. Lalu ia setengah berlari masuk ke kamar mandi
dan terdengar suara gemericik air. Aku kembali berjingkat masuk ke kamar tempat
persembunyianku semula.
Setelah Rudi pulang, aku berani keluar
dari tempat persembunyianku dan menemui mbak Tatiek.
“Gimana sekarang, jeng Tari... percaya to
dengan apa yang kukatakan?” tanyanya.
“I-iya, mbak...” jawabku sambil sedikit
tersipu karena tadi telah melihat bagaimana ia bersetubuh dengan seorang anak
kecil.
“Itulah khasiatnya air kencing anak
kecil yang masih murni,” lalu ia melanjutkan, “Nah sekarang tinggal jeng Tari mau
tetap gendut apa pengin langsing seperti diriku.”
“Ta-tapi piye carane to, mbak...?!” aku
masih ragu-ragu.
“Ya... golek cara to ya!! ...ngomong kek
sama suamimu kalau kamu ingin mengambil anak asuh buat mengisi waktu luangmu.” kata
mbak Tatiek memberi jalan keluar.
Aku merasa bingung selama beberapa hari.
Apalagi saat-saat aku sedang sendirian di rumah. Bayang-bayang saat mbak Tatiek
bersenggama seolah bermain-main di depan mataku dan membuatku gila. Aku
sebenarnya ingin sekali langsing seperti dia dan ingin mencoba bersenggama
dengan anak kecil. Kata-kata mbak Tatiek agar aku mengambil anak asuh selalu
terngiang-ngiang di telingaku.
Akhirnya dengan nekat aku membicarakan
keinginanku untuk mengambil anak asuh seusia SD dengan membantu membiayai
sekolahnya. Usulanku diterima Mas Tono karena ia maklum akan kesepianku.
“Ya itu sih baik, mah... papah tahu
mamah suka kesepian karena anak-anak sudah pada besar dan sekolah di luar kota.”
itu lah kata-kata yang berupa lampu hijau dari suamiku.
Akhirnya aku mengambil seorang anak asuh
yang berumur 10 tahun bernama Eka. Ia adalah anak Yu Parmi, seorang janda
miskin yang ditinggal mati suaminya karena sakit-sakitan. Setiap hari sepulang
sekolah, Eka selalu menemaniku dan pulang ke rumahnya setelah
sore.
Akhirnya setelah Eka ikut bersamaku
selama dua bulan, aku mulai mempraktekkan apa yang diajarkan mbak Tatiek
tentang ‘diet nikmat’-nya. Aku berhasil menjerat Eka untuk menjadi obat
pelangsingku! Hal itu diawali dengan keberangkatan suamiku untuk mengikuti
penataran di luar kota.
Suatu hari... Mas Tono, suamiku,
berpamitan karena hendak mengikuti pelatihan ADUM di luar kota selama satu
bulan. Ia harus dikarantina di suatu lokasi dan baru bisa pulang seminggu
sekali. Sehingga aku harus berada di rumah sendirian selama mas Tono mengikuti
pelatihan pra jabatan itu.
“Mah, mulai besok papah harus mengikuti
pelatihan pra jabatan di Kota Y selama satu bulan. Tapi mamah nggak usah
khawatir pasti papah seminggu sekali pulang atau kalau mamah mau setiap malam
minggu mamah yang datang ke kota Y, nanti kita nginap di hotel sekalian nengok
anak-anak.” begitu kata suamiku.
“Ya enggak apa-apa kok, pah!”
“Gini
aja... biar mamah ada teman di rumah, itu si Eka suruh tidur di sini buat
nemenin mamah!”
“Iya deh, pah... nanti mamah minta ijin
sama Yu Parmi biar si Eka tidur di sini.” Akhirnya kesempatan itu datang,
desisku dalam batin.
Sore itu aku dengan diantar mas Tono
menyambangi rumah Yu Parmi dan meminta ijin buat Eka agar tidur di rumahku
selama mas Tono berada di kota Y. Saat itu pula aku meminta tolong agar Yu
Parmi datang ke rumahku seminggu dua kali untuk bersih-bersih.
Malam itu mas Tono mencumbuku
habis-habisan sebelum berangkat ke kota Y keesokan harinya. Aku sampai
kewalahan melayani nafsu mas Tono yang menyetubuhiku sampai tiga kali malam
itu. Berbagai gaya kami praktekkan hingga kami menggelepar kecapaian. Bahkan
menjelang berangkat, mas Tono kembali menyergapku.
Aku sedang membereskan meja makan
setelah kami sarapan. Mas Tono yang sudah mengenakan seragam dinasnya tiba-tiba
menyergapku dari belakang. Tangan kekar mas Tono memeluk tubuhku yang gendut
dan bibirnya menciumi leherku dengan ganasnya. Tubuhku didorong hingga mepet ke
bak cucian. Kemudian disingkapkannya dasterku hingga ke pinggang lalu celana
dalamku ditariknya hingga ke batas lutut.
“Mas, nanti telat lho... akhhh!!”
desisku sambil mengingatkan kalau ia harus segera berangkat.
“Biarin deh, mam... telat dikit gak
apa-apa.” mulutnya menjawab tetapi tangannya terus melepas sabuk celananya dan
memelorotkannya sekaligus celana dalamnya. Aku merasakan betapa batang kemaluan
mas Tono yang sudah keras menempel ketat di belahan pantatku yang tambun dan
lebar.
Tangan mas Tono lalu bergerak
meraba-raba perutku yang gendut sambil menekan-nekan batang kemaluannya hingga
semakin ketat menempel di celah pantatku. Aku ikut menggerak-gerakkan pantatku
agar mas Tono puas karena batang kemaluannya terjepit di antara perutnya dan
belahan pantatku. Batang itu demikian keras dan hangat menempel di belahan
pantatku.
Aku melenguh dan merasakan bahwa
selangkanganku mulai basah karena terangsang saat tangan mas Tono
menggesek-gesek celah hangat di selangkanganku. Apalagi saat jari-jaari mas
Tono dengan lincahnya mulai bermain-main di daerah sensitifku ini.
Punggungku ditekan mas Tono hingga aku
seperti menungging di atas bak tempat mencuci. Lalu mas Tono mulai mencucukkan
batang kemaluannya ke celah sempit di selangkanganku yang sudah licin. Perlahan
namun pasti batang kemaluan mas Tono mulai menerobos liang senggamaku. Aku
mendesah menahan sensasi nikmat saat batang kemaluan mas Tono mulai menggesek
dinding lubang kemaluanku.
Aku ikut menggoyangkan pinggulku saat
mas Tono mulai mendorong pantatnya hingga seluruh batang kemaluannya terjepit
erat di lubang kemaluanku. Tubuh kami seolah menyatu dengan batang kemaluan mas
Tono sebagai pasak yang menyatukan tubuh kami. Aku terus menggoyangkan pantatku
mengimbangi goyangan mas Tono. Aku merasa betapa buah dadaku yang besar
terguncang-guncang seirama hentakan pantat mas Tono yang menghajar lubang
kemaluanku melalui tusukan-tusukannya yang dilakukan dari belakang. Aku
membayangkan seolah-olah mas Tono sedang menyetubuhi gajah bengkak! (Tubuhku
memang gendut seperti gajah bengkak!!)
Mas Tono semakin liar mengayunkan
pantatnya. Tangannya yang kekar mencengkeram kedua belah bongkahan pantatku dan
mulutnya menggeram saat aku merasakan betapa ada semprotan-semprotan cairan
hangat menyembur di dalam lubang kemaluanku. Aku tahu mas Tono sedang mencapai
orgasme. Maka aku membantunya mengantarkan mas Tono ke puncak kenikmatan yang
maksimal dengan menggerakkan pantatku semakin liar. Kami terus bergerak liar
hingga mas Tono menekan pantatku seolah-olah menyuruhku berhenti bergerak.
“Su-sudah, mahhh! Arghhhh...” mas Tono
dengan suara tertahan mencoba menghentikan gerakanku. Batang kemaluannya yang
terjepit erat dalam genggaman liang kemaluanku serasa diperas dan dipelintir
saat aku memutar pinggulku.
Beberapa saat kemudian napas mas Tono
mulai kedengaran beraturan. Mulutnya membisikkan kata-kata mesra di teligaku
yang membuatku sangat bahagia memiliki mas Tono sebagai suamiku.
“Kamu hebat, sayang... aku sangat puas
dibuatnya.” mas Tono membisikkan kata-kata mesra ditelingaku setelah ia orgasme
barusan.
“Itu buat bekal papah di penataran... kan
seminggu lagi kita baru ketemu.” desisku manja sambil sedikit menggoyangkan
pantatku. Batang kemaluan mas Tono yang semakin melemas mulai terdorong keluar
dari jepitan lubang kemaluanku. Dan plop!! Akhirnya keluar sudah seluruh batang
kemaluan mas Tono. Sisa-sisa air maninya menetes ke celana dinasnya.
“Tuh, pah... celanamu jadi kotor kan.”
“Biarin, mah... anggap saja itu sebagai
prasasti.” kelakar mas Tono sambil memencet hidungku.
Jam 07.15 tepat mas Tono berangkat ke
kantor dengan didahului cium pipi kanan dan kiri sebagai pamitan.
Demikianlah seks kilat yang kami lakukan di pagi saat keberangkatan suamiku ke
pelatihan di luar kota.
Aku sebenarnya belum mencapai orgasme
saat mas Tono selesai dengan kebutuhannya. Akan tetapi aku tidak tega untuk
meminta penuntasan darinya karena ia harus segera berangkat. Aku pendam sedikit
kekecewaan setelah ‘digantung’ oleh mas Tono dalam persetubuhan pagi tadi.
Malam ini adalah malam pertama aku
ditinggal mas Tono untuk mengikuti pelatihan di instansinya. Aku yang masih
belum mencapai orgasme sejak persetubuhan tadi pagi merasa sangat gelisah.
Liang kemaluanku terasa berdenyut-denyut menuntut pemenuhan.
“Eka, ayo mandi dulu sebelum bobok.” aku
memerintah Eka anak asuhku untuk mandi dulu sebelum tidur. “Nanti kamu bobok
sama ibu ya!”
“Iya, bu...” jawabnya.
Aku lalu melepas seluruh pakaian yang
melekat di tubuhku tanpa terkecuali, termasuk BH dan CD-ku, sehingga aku
benar-benar bugil saat itu dan berbaring di atas kasurku yang empuk. Aku lalu
menutupi tubuh bugilku hanya dengan selimut agar tidak kedinginan karena AC di
kamarku.
“Ayo sini, Ka... bobok di sini dikeloni ibu.”
perintahku pada Eka. “Lepas baju dan celanamu agar tidurnya enak.”
Eka menurut saja tanpa malu-malu.
“Dasar anak kecil!!” desisku dalam hati.
Titit Eka yang masih kecil tampak menggantung mirip cabai merah. Ukurannya
tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Mungkin sebesar jari manisku. Lalu
Eka naik ke tempat tidurku dan berbaring di sampingku.
Kututupi tubuh telanjang Eka dengan
selimutku, sehingga kami sama-sama telanjang di bawah selimut. Bulu romaku
berdesir saat paha telanjang Eka menyentuh pahaku yang telanjang. Hasratku yang
tadi belum tertuntaskan kembali bergejolak menuntut pemenuhan.
“Ka, kamu biasanya tidur sama siapa di
rumah?” tanyaku.
“Sama si mbok, bu...”
“Ka, ibu kan sudah lama tidak punya anak
kecil, Eka mau kan bobok sambil netek sama ibu?”
“I-iya, bu...”
Aku lalu merangkul tubuh telanjang Eka
dan menyodorkan tetekku yang gembung kepadanya. Puting buah dadaku yang besar
dan kecoklatan segera disedot mulut kecil Eka, anak asuhku.
Aku merasa betapa gejolak nafsuku semakin
bergolak saat mulut kecil Eka menyedot-nyedot puting payudaraku.
“Sekarang ganti yang ini, Ka...” desisku agak gemetar menahan nafsu sambil
menyodorkan puting yang sebelah kanan. Karena agak kesulitan, kusuruh Eka agar
naik ke atas tubuhku hingga ia tengkurap menindihku.
Tubuhku semakin meriang saat tubuh Eka
yang telanjang menindihku sambil mulutnya terus menyedot-nyedot puting
payudaraku. Perlahan namun pasti aku merasakan betapa titit Eka yang menempel
ketat di atas gundukan kemaluanku mulai mengeras. Normal bukan?? Walau pun ia
masih kecil, tetapi naluri khewaniah yang ada pada dirinya sudah mulai bekerja.
Tititnya mengeras dan berdenyut-denyut di bawah sana.
Kulirik wajah Eka yang sedang asyik
menyedot puting payudaraku. Kulihat warna rona kemerahan pertanda agak malu.
“Enggak apa-apa, Ka... Ibu malah senang kalau kamu ternyata anak normal.” aku
berusaha menenangkannya.
“Ee... i-iya, bu... habis Eka tidak
pernah netek sama simbok.”
Tanganku mengelus-elus punggung Eka yang
terus menyedot puting payudaraku. Bulu-bulu halus di tubuh Eka mulai merinding
saat tanganku mengelus lembut punggung bawahnya. Tanganku lalu menekan
pantatnya hingga tititnya yang sudah mengeras semakin ketat menekan gundukan
bukit kemaluanku.
“Lho, ini kenapa, Ka?” tanyaku menggoda
sambil mengedut-ngedutkan kemaluanku.
Eka menjadi agak malu saat aku
mengedut-ngedutkan gundukan bukit kemaluanku yang tertekan tititnya dengan
ketat. “Eka mau yang lebih enak?” desisku perlahan.
“I-iya, bu!” jawabnya sambil
menganggukkan kepalanya.
“Nah. Eka sekarang bobok terlentang biar
ibu bikin Eka lebih enak ya,”
Eka menurut apa yang kukatakan.
Dilepaskannya mulutnya dari puting payudaraku dan berbaring terlentang di sampingku.
Aku lalu mulai menjilati kedua puting Eka secara bergantian. Lidahku terus
turun ke bawah ke arah perutnya yang halus. Tubuhnya menggerinjal saat lidahku
mulai menyusuri pusarnya dan terus ke bawah ke arah selangkangannya.
Tubuh Eka seolah tersentak saat lidahku
dengan gemas mulai menjilati batang tititnya yang sudah sangat keras. Tubuhnya
kian bergetar saat tititnya kukulum dan gerakkan kepalaku maju mundur sehingga
tititnya bergerak keluar masuk di mulutku.
“Akhhh...” Eka mendengus tertahan seolah
sedang menahan sesuatu. Aku mengerti pasti anak ini sebentar lagi akan mencapai
orgasme. Aku lalu menghentikan aksiku. Aku lalu merangkak di samping Eka dan
mengambil posisi menungging.
“Ayo, Ka... masukkan tititmu ke sini.”
perintahku sambil menunjukkan lubang di mana Eka harus memasukkan tititnya.
Lalu Eka berdiri di belakang pantatku dan mendekatkan tititnya ke arah lubang
yang kutunjuk. Tanganku ikut membantu titit Eka membimbingnya mencucukkan ke
lubang anusku yang sudah kubasahi dengan air ludahku.
“Ayo dorong, Ka...”
Eka lalu mendorong pantatnya hingga
tititnya mulai menerobos kehangatan lubang anusku. Aku merasa kenikmatan mulai
mengelitikku saat titit Eka menyeruak dinding anusku. “Tarikhhh... pelan-pelanhhh...”
aku memerintahkan Eka untuk menarik mundur. “Doronghhhh...”
Aku memberi perintah selama beberapa
kali hingga Eka mulai memahami apa yang harus dilakukannya. Secara naluriah Eka
sudah mulai mampu bergerak sendiri untuk mencari kenikmatan yang lebih tinggi.
Pantat Eka terus bergerak maju mundur
hingga tititnya semakin lancar keluar masuk dalam lubang anusku. Gerakan Eka
semakin cepat dan mantap. Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.
“Bu, Eka mau pipisssh...”
“Terus, Kaa... biar pipis di dalamhhhh...”
aku terus mendesis dan mulai memutar pantatku agar Eka lebih cepat orgasme.
Beberapa detik kemudian aku merasakan
betapa titit Eka menyemburkan air hangat di dalam lubang anusku. Ya itulah
orgasme seorang anak kecil, yaitu mengeluarkan air kencing yang sangat banyak!!
Aku terus bergerak semakin liar karena
aku sendiri merasa hampir orgasme. Aku terus bergerak dan tiba-tiba tubuhku
seperti tersengat arus listrik. Perutku terasa kejang saat aku mencapai
orgasme. Eka sendiri tubuhnya mulai meliuk dan ambruk di atas tubuhku yang
sedang menungging. Kulirik kaca besar yang menghiasi kamar tidurku dan aku
hampir tertawa karena membayangkan diri kami seperti bangkong (kodok yang
besar) sedang kawin.
Kalau bangkong sedang kawin biasanya
betinanya yang besar menggendong jantannya yang bertubuh kecil. Sama seperti
keadaan diriku yang bertubuh gendut sedang menggendong tubuh anak kecil.
Lalu sama seperti apa yang dilakukan
mbak Tatiek, saat air kencing anak itu memenuhi rongga dalam perutku, aku
bertahan 15 menit bahkan dengan lebih menunggingkan tubuhku agar air kencing
Eka jangan sampai tumpah ke kasurku. Tanganku lalu menutup lubang duburku agar
air kencing Eka tidak menetes di atas kasurku.
Saat aku ke kamar mandi dan mengeluarkan
air kencing itu, kotoran yang seperti lemak ikut keluar disertai sedikit tinja
berbaur menjadi satu. Baunya minta ampun deh!! Kalau pembaca enggak percaya
silahkan baui sendiri... hehehe!
Aku kemudian mandi dengan shower air hangat
yang ada di kamarku. Setelah aku selesai kemudian kupanggil Eka agar mandi
lagi.
“Gimana tadi? Enak enggak?” tanyaku.
“Emm... e-enak, bu.”
“Eka mau yang lebih enak lagi enggak?”
“Ma-mau, buu!”
Masih dalam keadaan telanjang bulat, aku
lalu duduk di tepi kasur. Kusuruh Eka menetekku lagi sambil berdiri. Tubuhnya
kupeluk dan tanganku mulai meraba seluruh tubuh Eka yang kecil. Napas Eka mulai
memburu saat tanganku mulai mengelus-elus tititnya.
Greng!! Titit Eka langsung tegak saat
tanganku mulai meremas dan mengelus dengan perlahan. Kutekan kepala Eka hingga
mulutnya mulai bergerak turun ke arah perutku yang tambun. Aku sangat menikmati
sedotan-sedotan mulut anak kecil itu.
“Ayo ciumi yang sebelah sini, Ka.” aku
memerintahnya untuk berjongkok di hadapanku dan mendorong kepalanya ke arah
selangkanganku yang kubuka lebar-lebar. “Masukkan lidahmu di sini,” desisku
sambil menguakkan labia mayoraku dengan kedua jariku.
“Akhhh...” aku mendesis menahan nikmat
saat lidah Eka mulai mengais-ngais liang kemaluanku. Lidahnya yang kasar dan
hangat menyentuh-nyentuh tonjolan klitorisku sehingga menimbulkan rasa nikmat
yang luar biasa. Tubuhku mulai bergetar menahan nikmat.
“Terushhh, Ka... terushhh... ouchhhh...”
aku semakin liar dan menekan kepala anak itu agar semakin ketat menekan
selangkanganku. Tubuhku terlonjak-lonjak saat aku mencapai orgasme. Sungguh
kenikmatan yang luar biasa.
Aku sangat menikmati orgasmeku ini.
Beberapa saat kemudian setelah napasku mulai teratur, aku menyuruh Eka untuk
berbaring. Aku menciumi puting Eka bergantian kanan dan kiri. Tangannya
kubimbing ke arah payudaraku dan kusuruh ia meremasnya. Tubuh Eka mulai
bergetar. Tititnya yang tegak berdiri kelihatan sangat lucu.
Lidahku terus bergerak menyusur setiap
jengkal kulit di tubuh Eka. Tubuhnya semakin menggerinjal saat mulutku dengan
lincah mulai menghisap batang tititnya. Tititnya terasa berkedut-kedut di dalam
kuluman mulutku.
“Akhh... ohhh...” mulut Eka terus
menceracau tak karuan. Matanya terpejam seolah-olah sedang menahan sesuatu.
Aku menghentikan aksiku dan mulai
berjongkok di atas kemaluan Eka. Tititnya yang berdiri kencang kupegang dan kuarahkan
ke lubang kemaluanku yang sudah sangat licin. Aku menurunkan pantatku
perlahan-lahan hingga titit Eka mulai tertelan lubang kemaluanku.
Sleeppp!! Batang titit Eka yang kecil
tertelan lubang kemaluanku dengan mudahnya. Aku merasakan betapa titit Eka
berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku.
Aku mulai menggerakkan pantatku berputar
dan maju mundur sehingga klitorisku bergesekan dengan titit Eka yang tertanam
dalam liang kemaluanku. Aku merasakan bahwa kenikmatan mulai menjalar dalam
diriku. Aku terus bergerak memutar mencari sensasi nikmat di liang kemaluanku.
Tubuhku mulai bergetar saat aku merasa
ada sesuatu yang hendak meledak di dalam sana. Aku semakin liar bergerak.
“Akhhh... okhhh...” aku menggelinjang dan tubuhku tersentak saat aku mencapai
orgasmeku. Aku terus bergerak semakin liar hingga akhirnya tubuhku yang tambun
ambruk di atas tubuh Eka.
Tubuh Eka seolah-olah hilang terbenam
dalam kasurku karena tertindih tubuhku yang tambun. Keringat sudah membasahi
tubuhku. Lubang anusku berkedut-kedut setelah aku mencapai orgasme ini.
Setelah napasku mulai beraturan, aku
melepaskan batang titit Eka dari jepitan lubang kemaluanku. Aku lalu berbaring
terlentang di samping tubuhnya. Kemudian kutarik tubuh Eka agar naik ke atas
tubuhku. Tititnya yang masih kencang kubimbing ke lubang kemaluanku.
Pantat Eka kutarik dengan jepitan kedua
pahaku sehingga tititnya melesak ke dalam lubang kemaluanku yang sudah sangat
licin. Kini ia semakin pintar. Hal ini terbukti dengan gerakannya yang otomatis
tanpa perlu kukomando lagi. Ia mulai mengayunkan pantatnya hingga tititnya
bergerak keluar masuk dalam lubang kemaluanku.
Aku yang sudah capai tetap bergerak
mengimbangi ayunan pantatnya. Kuputar pinggulku dengan pelan. Hal ini membuat
mata anak itu mulai membeliak. Tubuhnya mulai menegang. Gerakan anak itu
semakin cepat dan napasnya mulai memburu. Aku mengerti bahwa anak ini sudah
mendekati puncak kenikmatannya.
Gerakan pantatku semakin cepat
menyongsong ayunan pantatnya. Tubuh Eka mulai meliuk-liuk di atas perutku. Aku
terus mempercepat putaran pantatku. Keringat kami semakin deras mengucur
membasahi tubuh kami.
“Akhhh...” Eka menjerit panjang.
Tititnya berkedut-kedut dalam jepitan lubang kemaluanku.
Surrrrrrrrrr.... Eka mengeluarkan air
kencing sebagai tanda bahwa ia telah mencapai orgasmenya. Banyak sekali air
kencing yang menyembur dalam lubang kemaluanku. Air kencing Eka menyemprot
masuk ke dalam rahimku, aku secepatnya mengganjal pantatku dengan bantal agar
air kencing itu tidak tumpah. 15 menit kemudian aku kencingkan di kamar mandi,
tetapi yang keluar bukan hanya air kencingnya Eka saja, tapi juga lemak (karena
air kencing itu kelihatan seperti berminyak-minyak) dan aromanya sangat bau
sekali. Aku hampir muntah dibuatnya!!
Aku melakukannya selama berkali-kali
dengan Eka hingga usianya menginjak 11 tahun. Bila anak itu sudah mulai
mengeluarkan sperma, aku menggantinya dengan anak yang lain. Aku selalu mencari
anak asuh yang lugu dan kuperkirakan tidak akan berani mengadukan apa yang
terjadi kepada orang lain. Hanya satu kesulitanku, yaitu cara untuk merayu anak
itu agar mau memenuhi keinginanku. Itu merupakan hal yang sangat sulit sampai
dia bisa dipakai dan tidak mengadukan kepada siapa-siapa. Setiap kali anak itu
kencing di anus atau di lubang vagina, aku memberinya upah sebanyak Rp.10.000,-
. Khasiatnya benar-benar josss! Lebih joss daripada extra joss! Tubuhku yang
berbobot 74 Kg, hanya dalam waktu enam bulan sudah mulai menyusut menjadi 55 Kg
dan serasi dengan bentuk dan tinggi tubuhku. Kulitku pun mulai kencang seperti
sedia kala aku menjadi tetap awet muda.
Ketika ini kutularkan kepada teman akrab
lainnya, mulanya mereka tertawa geli. tapi setelah dicoba, ternyata sangat
ampuh untuk kecantikan dan kulit serta keriput. Cara diet ini lebih ampuh
dibandingkan makanan diet yang diiklankan di TV, dan jauh lebih nikmat pula!
Terserah pembaca nantinya mau percaya atau tidak, tapi ini juga sebuah solusi
buat perempuan setengah baya macam aku. Yang jelas aku dan beberapa temanku
yang semula pada gembrot sekarang menjadi langsing kembali berkat “Program Diet
Nikmat”.
Demikian pembaca kisah yang dituturkan
oleh Ibu Sr di kota S. Semoga apa yang dituturkannya menjadi semacam panduan
diet bagi ibu-ibu yang bertubuh gembrot dan ingin menjadi langsing dengan cara
efektif dan nikmat.
0 komentar:
Posting Komentar