"Siang Tante...” Mereka mengucap salam serempak.
“Ini Tante, Tejo dah 3 hari ga masuk sekolah kirain sakit atau apa...” Luki menjelaskan maksud kedatangannya.
Sarah tersenyum, “Bukan Tejo yang sakit tapi Tante...” Jelasnya.
“Ooo...” Mereka manggut-manggut bersamaan.
“Ya, dia jadi jagain dan gantiin Tante ngurusin rumah... Tante kan sendirian ga ada pembantu...” Sarah melanjutkan sambil tersenyum melirik Tejo. Tejo yang merasa dirinya dibanggakan itu tersipu.
“Ambilin minum sana Jo buat teman-temanmu...” Ucap Sarah pada Tejo.
“Wah ga usah repot-repot Tante...” Beni menyahut basa-basi.
“Cuman nuang aja kok... di luar lagi panas-panasnya kan, pasti pada haus kan...?” Jawab Sarah.
Setelah minuman dingin datang, mereka langsung menyerbunya. Obrolan pun seterusnya berlangsung hangat. Walau Sarah ikut nimbrung, teman-teman Tejo sama sekali tak keberatan dengan keberadaannya. Sarah memang sosok yang ramah dan supel. Hal itu sangat mempesona mereka. Bahkan dalam beberapa kedatangan mereka sebelum ini, sudah menjadi tujuan mereka untuk dapat bertemu Sarah. Hari ini pun tak terkecuali. Dalam obrolan itu, Sarah menyinggung-nyinggung tentang pacar. Untuk menggoda Tejo dia bertanya pada teman-temannya benarkah keponakannya itu belum punya pacar. Semua temannya membenarkan sambil tertawa-tawa. Tejo tampak bersungut-sungut karna kesal dan malu. Melihat itu, Sarah malah makin menggodanya. Luki juga ikut menimpali,
“Tiap hari udah tinggal bareng Tante cantik, ya gak kepikiran cari pacar tuh!”
Sarah tertawa tersanjung mendengarnya. “Emang paling jago nggombal kamu ya Luk... Ajarin dong Tejo ini...” Sahut Sarah melirik Tejo.
Obrolan pun terus berlangsung cair dengan tema itu. Dari obrolan itu Sarah baru mengetahui ternyata Luki sudah pernah menghamili gadis SMU. Walau masih SMP sekelas dengan Tejo, usia Luki hampir 3 tahun lebih tua. Harusnya kini dia sudah kelas 2 SMU, tapi karna bengal dan bodoh dia terus tinggal kelas. Walau surprise, Sarah pura-pura menanggapinya biasa-biasa saja.
Luki menjelaskan gadis yang dihamilinya itu melakukan aborsi. Karna usia kehamilannya yang masih muda, aborsi berjalan lancar dan tidak membahayakan. Meski Luki mengaku menyesal namun teman-temannya mengatakan bahwa seminggu setelah diputus oleh gadis itu, Luki sudah menggandeng pacar baru. Sarah geleng-geleng kepala mendengarnya,
“Wajah pas-pasan gitu aja bisa jadi playboy kamu ya...?” Ledeknya.
“Yee... muka boleh pas-pasan Tante, tapi ‘perkakas’ lainnya maksimal!” Sahut Luki jumawa.
Semua tertawa mendengarnya karna paham apa yang dimaksud Luki. Sarah yang sudah pernah melihat ‘perkakas’ milik Tejo melirik keponakannya itu sambil tersenyum penuh arti. Tatapan mereka bertemu, Tejo tersenyum juga seakan memahami apa yang dipikirkan Sarah. Ya, Sarah memang memikirkan bahwa dengan kemaluannya yang besar, Tejo pasti bisa memuaskan pacar-pacarnya nanti. Sungguh ganjil. Sarah yang seorang wanita dewasa dan Ibu dari 1 anak, turut serta dalam perbincangan para remaja tanggung yang menjurus. Tapi Toh, Sarah tidak merasa risih dan tidak ambil pusing. Saat minuman habis, Tejo mengambil 1 botol air dari lemari es untuk menambahnya.
“Ah segarnya, panas-panas gini minum minuman dingin...” Mereka langsung menenggak gelasnya yang telah diisi lagi oleh Tejo.
“Doni kok ga minum Tante...?” Celetuk Boim nakal.
“Ye maunya liat Tante nyusuin... Udah dari tadi udah kenyang!” Cibir Sarah.
“He he he... Kalo udah kenyang trus langsung bobo ya Tante?” Kali ini Eno yang menimpali.
Sarah seperti baru sadar Doni sudah terlelap di gendongannya.
“Iya nih, wah bentar ya Tante taruh dulu di boxnya.” Sarah mohon diri dan ngeloyor masuk kamar.
“Tapi bukannya Doni sudah 8 bulan, kok masih minum ASI Tante?” Tanya Luki setelah Sarah kembali duduk di tengah-tengah mereka.
“Lha memangnya kenapa Luk kalo udah 8 bulan?” Sarah balik bertanya.
“Bukannya bayi harus disusui sampe 6 bulan aja Tante?” Tanya Luki lagi.
“Sok tau kamu... 6 bulan itu wajib ASI gak boleh yang lain. Kalo udah lewat 6 bulan baru boleh dikasih yang lain, tapi bukan berarti ASInya harus berhenti... Ya boleh-boleh saja dikasih ASI terus Luk...” Jelas Sarah.
“Oo...” Para remaja tanggung itu manggut-manggut bersamaan.
Tanpa sadar topik perbicangan mereka berganti menjadi membahas ASI.
“Memang yang paling baik itu ASI ya Tante?” Tanya Tejo.
“Ya iya kalo bayi masih usia segitu paling bagus ya ASI...” Jawab Sarah. “Sebenarnya yang namanya mamalia itu ya alamiahnya hanya minum susu pada induknya. Itu sudah cukup. Seperti anak kucing ya minum susu kucing, anak anjing minum susu anjing...” Lanjut Sarah. Tejo dan yang lainnya diam mendengarkan. “Nah begitu juga mestinya manusia... Anak manusia ya minum susu Ibunya saja itu sudah cukup. Jadi mungkin ga perlu tuh susu sapi, susu kambing, apalagi susu kuda liar segala macam... Hi hi hi...” Jelas Sarah tertawa.
“Yah manusia itu kreatif sih Tante...” Eno dan Beni nyeletuk.
“Iya, karna manusia kreatif jadi ga puas, cari yang lain... Hi hi hi...” Jawab Sarah.
“Tapi kalo udah gede masih pingin minum susu masak minum ASI terus Tante?” Tanya Boim.
“Ya kalau ada ASI kenapa nggak? kalo nggak ada juga ga masalah, karna alamiahnya memang hanya perlu air susu induknya aja.” Jelas Sarah.
“Kalau ada ASI gimana maksudnya Tante?” Eno masih penasaran.
“Ya, maksudnya kalo anak makin dewasa produksi ASI memang akan berkurang. Dan normalnya, seperti binatang juga, kalo anak sudah gede ya nanti berhenti minum susu. Nah, tapi kalau mau minum susu dan ada ASI kenapa nggak? Ada itu kan ga harus dari Ibunya sendiri? Kayak Tejo ini... Dia minum susu Tante...” Sarah menjelaskan panjang lebar, kemudian tertawa kecil melirik Tejo.
“Haah...! Tejo minum susu Tante?” Eno dan lainnya jelas surprise mendengar hal itu. Sementara Tejo sendiri hanya diam sambil mesam-mesem.
“Wiih enak dong Tante... kita-kita juga mau tuh!” Sahut Luki semangat. Yang lainnya spontan mengangguk.
“Ha ha ha... Sayangnya udah habis ya Jo?” Sarah spontan tertawa dan melirik Tejo.
Tejo mengangguk nyengir sambil mengangkat gelasnya yang telah kosong.
“Hah, sudah habis gimana?” Tanya Boim.
“Iya, yang diminum Tejo itu gelas terakhir... Tante belum perah lagi...” Jawab Sarah sambil tertawa kecil. “Besok kesini lagi, nanti Tante perahin spesial buat kalian.” Kerlingnya. Kelima remaja tanggung itu pun mulai blingsatan dan mupeng. Sarah tersenyum tebar pesona. Lagi-lagi naluri eksibisionisnya muncul. Dan melihat teman-teman Tejo mulai mupeng sungguh menyenangkan hatinya.
“Oh, jadi yang di gelas Tejo itu air susu Tante?” Tanya Beni seperti masih tak percaya.
“Kalo yang diperah habis, tapi yang di pabriknya masih banyak kan Tante?” Timpal Luki yang paling berani kalau soal menjurus-menjurus begitu.
“Iya, apa kita ga ngambil jatah Doni Tante?” Celetuk lugu Yadi yang dari tadi hanya diam.
Tejo diam mengamati bagaimana reaksi Tantenya tiap teman-temannya bertanya.
“Maksudnya yang di dalam buah dada Tante? Ya melimpah dong, Tante kan masih dalam periode menyusui...” Jawab Sarah enteng. Mendengar kata-kata ‘buah dada’ dari mulut Sarah membuat Luki cs makin berdebar dan terobsesi.
“Kalau masih dalam periode menyusui memang produksi ASI bisa ga terbatas. Gak tergantung jumlah anak. Meski anak Tante cuma 1, asal disedot terus buah dada Tante bisa tetap mengeluarkan ASI...” Sarah menerangkan lebih lanjut.
“Nah itu Tante, kenapa harus diperah... Kita sedot aja langsung dari sumbernya!” Sahut Luki mesum.
Kali ini Tejo benar-benar kaget. Begitu juga dengan temannya yang lain. Sungguh mereka tidak menyangka Luki akan berbicara senekat dan sevulgar itu pada Sarah. Tejo yang paling khawatir Tantenya akan marah dan mendamprat Luki karena kurang ajar. Tapi ternyata bukannya marah, Sarah malah tertawa melihat wajah Luki yang kelihatan ‘ngarep’ banget itu.
“Idiih, jadi bayi gede dong!” Sahutnya geli.
“Ya bukan dong Tante... Kan tadi Tante sendiri yang bilang, kalo udah gede mau minum ASI kenapa nggak?” Timpal Luki.
“Iya kalo minum dari gelas...! Tapi kalo nenen langsung ke Tante itu bayi gede namanya!” Cibir Sarah.
“He he he...” Luki hanya cengengesan saja mendengarkan Sarah.
Dirinya makin yakin Tante Tejo itu hanya main tarik ulur saja. Kalau Sarah tersinggung dan menolak semestinya sejak awal sudah menolak atau bahkan memarahi Luki. Tapi yang terjadi tidak demikian. Luki pun makin nekat. Diliriknya teman-temannya termasuk Tejo. Mereka ternyata hanya diam mengkeret. Ya, mereka terutama Tejo tentu saja berdebar-debar hebat. Harap-harap cemas. Tejo sendiri di satu sisi ingin mendamprat kekurangajaran Luki pada Tantenya, tapi di sisi lain dia juga berharap Luki menyelesaikan ‘misinya’ yang mewakili harapan dari mereka semua.
“Jadi... Gimana Tante...?” Walau nekat, agak ngeper juga Luki di hadapan Sarah yang tampak superior. Tapi ternyata dilihatnya muka Sarah mulai memerah. Entah karena malu atau mulai terangsang, tapi yang jelas tidak terlihat marah.
“Udah ah Luk... Jangan macem-macem...! Kamu bikin teman-temanmu malu tau gak tuh?” Ujar Sarah sambil melirik yang lain.
“Ah temen-temen juga mau kok Tante... Kita penasaran aja rasanya gimana... Iya nggak? Gimana sih kalian jangan malu-malu gitu sama Tante Sarah...” Luki memprovokasi teman-temannya.
Mereka spontan mengangguk pelan. Tejo dan Sarah saling bertatapan, Sarah seakan-akan minta persetujuan Tejo, sementara Tejo sendiri menatap Sarah dengan tatapan sayu. Sarah tidak mengerti apa maksud tatapan tejo.
“Luk... Dengan Tejo aja Tante khawatir. Dia dan yang lainnya sudah 15 tahun. Apalagi kamu malah udah 17 tahun lebih! Apalagi barusan ketahuan ternyata kamu sendiri udah pernah menghamili pacarmu!” Sarah mencoba bersikap tegas supaya tak terlihat salah tingkah. “Nah, kemarin juga kamu ketahuan bawa-bawa film porno... Kamu yang lebih tua mestinya bisa jadi contoh yang baik dong...?” Lanjutnya.
“Tapi Tante... Walaupun kemarin aku yang bawa tapi sebenernya itu permintaan temen-temen semua...” Jawab Luki membela diri.
“Iya, Tante juga ga mau ngungkit-ungkit itu lagi, tapi intinya Tante cuma mau bilang, kalian semua udah dewasa, udah punya nafsu... Ini bukan cuma masalah minum susu aja. Kalau Tante sampe kasih payudara tante buat kalian hisap, salah-salah kalian malah lepas kontrol dan mencabuli Tante!” Sahut Sarah.
“Yaa... Nggak bakalan dong Tante...! Kita nggak mungkin berani, kan ada Tejo juga di sini, kita juga takut masuk penjara... Gak kebayang deh Tante...!” Luki mencoba meyakinkan. “Menyusu sama wanita secantik Tante udah pasti membuat jiwa remaja kami bergolak, Tante juga maklum kan...? Tapi kami janji ga bakal macem-macem selain minum susu Tante aja...” Luki terus membujuk Sarah. Nada bicaranya mulai terdengar ngenes.
Sarah mulai bimbang. Dan lagi Luki kemudian memprovokasi teman-temannya untuk ikut berjanji. Tejo juga ikut-ikutan memintanya. Dia sudah membuktikan dirinya yang kemarin tidak berbuat kurang ajar terhadapnya. Intinya Luki terus meyakinkan bahwa ini adalah keinginan mereka semua, dan mereka terus berjanji tidak akan berbuat tidak senonoh. Lama kelamaan akhirnya Sarah pun mulai luluh.
“Ya udah deh kalo ini memang keinginan kalian semua, Tante akan kasih... Tante gak mau dibilang pelit, tapi Tante harus yakin juga dengan kalian. Tante ga ingin terjadi apa-apa karena memang resikonya besar memberikan buah dada Tante buat kalian... Ngerti ya...?” Ucapnya lembut. Para remaja itu serempak mengangguk senang.
“Kamu juga Jo... Sekarang Tante kasih yang lebih buat kamu di hadapan temen-temen kamu... Tante selama ini percaya dan ga pernah kecewa sama kamu.” Secara khusus Sarah mewanti-wanti Tejo. “Nah, kamu ga bakal mengkhianati kepercayaan Tante dan Oom kamu kan?” Lanjutnya sambil mengelus rambut Tejo.
“Iya Tante, Tejo janji...” Jawab Tejo lirih.
“Nah sekarang.....” Tiba-tiba Sarah bangkit dari duduknya dan beralih hendak duduk di tengah-tengah para remaja tanggung itu. Tepatnya di antara Luki dan Beni. Di sebelah Beni ada Boim dan Eno. Sementara Tejo dan Yadi duduk di kursi yang terpisah. Luki dan Beni jelas berdebar makin kencang saat Sarah tiba-tiba duduk menyela di antara mereka. Beni spontan bergeser memberi ruang pada Sarah. Wangi parfum Sarah yang tidak terlalu tajam makin membuat jantungnya blingsatan. Kerongkongannya mengering sehingga tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Luki & Tejo
Sarah tersenyum meliriknya dan kemudian beralih ke Luki. “Luki, kamu yang minta pertama jadi kamu yang memulai... Tante mau kamu kasih contoh buat temen-temen kamu. Ok?” Ucapnya lembut.
Luki mengangguk-angguk cepat, “I.. Iya tante!” Jawabnya terbata.
Sarah kemudian memandangi para remaja tanggung itu satu-persatu. Dirinya tersenyum melihat muka-muka mereka yang ngenes penuh harap. Sarah sendiri sebenarnya sangat merasa grogi. Sekali lagi, naluri ekshibisionisnya akan terlampiaskan 1 level lebih tinggi dari yang sudah-sudah. Tangannya gemetar mulai melolosi kancing bajunya satu persatu. Melihat tangan sarah yang gemetar, Luki berinisiatif membantunya. Sarah tidak menolak, justru dihadiahinya Luki dengan senyum manis.
“Udah Luk, ga usah dibuka semua...!” Ujarnya mencegah Luki melolosi semua kancing bajunya.
Namun Luki tidak menggubrisnya. “Dibuka semua aja Tante biar lega...” Sahutnya.
Sarah menghela napas namun tidak mencegahnya lebih jauh. Saat semua kancingnya telah terbuka, Sarah menyingkap sebelah payudaranya hingga terlihat penuh. Dirinya memang tidak mengenakan bra sehingga tak ada penghalang lagi antara mata para remaja itu dengan kulit payudaranya yang putih mulus. Para remaja itu seketika terkesiap melihat pemandangan yang mereka idam-idamkan selama ini. Dada mereka seakan mau pecah seiring dengan makin kencangnya debaran dalam jantungnya. Dengan berani Luki menyingkap payudaranya yang sebelah lagi hingga kedua buah dada Sarah kini terpampang jelas di hadapan mereka. Tejo dan teman-temannya serasa ingin bersorak menyanjung Luki atas inisiatifnya yang berani itu.
“Aah Luki...!” Protes sarah manja. Namun dirinya tidak menutupkan bajunya kembali melainkan hanya menyilangkan tangannya di dada.
Bagi para remaja itu gerakan itu justru terlihat sangat seksi dan menggairahkan. Luki pun merasa gemas dengan tingkah Sarah.
“Tante telanjang dada saja, biar lega. Kami kan berenam, masak hanya mau disuguhi 1 buah dada...?” Ucapnya nakal.
Gemas melihat Luki yang makin berani, Sarah mencubitnya cukup keras hingga Luki meringis kesakitan. Tejo dan temannya yang lain terkekeh melihat adegan itu.
“Rasain lu...” Ledek Boim dan Eno.
Walaupun begitu Sarah toh tetap melepas juga bajunya. Memang hawanya terasa menjadi sumpek dan gerah dengan dirinya yang dikelilingi 6 remaja seperti itu. Dengan membuka bajunya dan bertelanjang dada, Sarah memang jadi merasa lega. Dunia seakan berhenti bagi para remaja itu saat Sarah membuka bajunya. Andai ada remote control ajaib, ingin rasanya menekan tombol slow motion untuk adegan itu.
“Nah, satu-satu ya antri yang tertib...” Kerling Sarah. “Kalian duduk di kursi lain ya biar Tante lega... Gerah kan kalo berdempetan gini...?” Lanjutnya mengomando Beni, Boim, dan Eno di sebelahnya. “Ba... Baik Tante...” Jawab mereka serempak dengan muka memerah.
Mereka pun segera beranjak, meninggalkan Sarah dan Luki duduk berdua di sofa panjang itu. Luki tidak mau buang waktu lagi, tangannya meraih payudara Sarah dan mengangkatnya. Dalam sekejap mulutnya hinggap di puting susu Sarah dan menyedotnya dengan rakus bagai orang di padang pasir yang menemukan oase. Sarah spontan melenguh saking kuatnya Luki menghisap putingnya yang sensitif itu.
“Aahhh Luk... pelan aja...” Lenguhan itu terdengar begitu menggairahkan di telinga Luki.
Hisapannya justru menjadi makin kuat, kedua tangannya merangkul tubuh Sarah seakan takut Sarah akan melepaskan diri darinya. Didorongnya punggung Sarah hingga tubuhnya makin merapat padanya. Sarah memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Dia mencoba menguasai dirinya yang juga bergejolak seiring dengan dirasakannya air susunya mengalir deras berpindah dari dalam buah dadanya ke mulut Luki.
Tidak lama Sarah berhasil menguasai dirinya. Jantungnya mulai berdetak normal, nafasnya tak lagi memburu. Begitu juga dengan Luki yang mulai memperlambat hisapannya namun tetap stabil. Luki mengelus lembut punggung Sarah yang mulus. Belum pernah dirasakan oleh tangannya kulit selembut kulit Sarah. Elusan itu membuat Sarah makin rileks sehingga Sarah sama sekali tidak memprotesnya. Dirinya pun melakukan hal yang sama pada punggung Luki. Tejo dan temannya yang lain terdiam takjub menyaksikan pemandangan itu. Temannya yang paling senior itu kini telah nyaris sempurna menjamah tubuh wanita yang selama ini mereka puja. Tante Sarah yang jelita. Tak sabar mereka menunggu gilirannya masing-masing. Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi mereka. Tejo lah yang perasaannya paling campur aduk di antara mereka. Ada semacam rasa cemburu pada Luki. Perasaannya tak menentu memandang ekspresi wajah Sarah yang sayu. Sesekali Tantenya itu memandang ke arah mereka, menatap Tejo dan yang lainnya sambil tersenyum manis. Perasaan Tejo menjadi makin tak karuan sementara teman-temannya yang lain malah makin mupeng. Sarah sendiri merasa sangat senang dengan hal itu. Dirinya benar-benar puas bertelanjang dada ria di hadapan para remaja tanggung itu. Terlebih membiarkan Luki menghisap payudaranya dan yang lain mupeng menunggu giliran benar-benar membuat dirinya melambung. Inilah hakikat diriku yang sebenarnya, seorang eksibisionis... gumamnya dalam hati. Hisapan Luki pun makin mengendur. Dia sudah merasa kenyang tapi enggan meninggalkan payudara Sarah. Hisapannya mulai putus-putus. Kadang dia melepaskan hisapannya dan memandang puting nan indah itu sebelum kemudian melumatnya lagi. Sarah menyadari hal itu. Mulut Luki masih mengatup di putingnya tapi tidak benar-benar menghisapnya. Dirinya pun mendorong Luki menjauh.
“Udah Luk...? Gantian sama yang lain...” Ujarnya pelan.
Luki hanya menatap nanar seperti tidak terima. Sarah pun tersenyum, dicubitnya hidung Luki gemas, “Hayo kontrol diri... Ingat janji kamu. Tante senang kamu memberi contoh buat teman-teman kamu...”
Luki pun takluk. Dirinya beringsut memberi kesempatan pada temannya yang lain. Tejo tak membuang kesempatan.
“Tejo dulu Tante...” Pintanya.
Sarah tersenyum padanya, dia tahu keponakannya itu tentu yang paling tidak sabar. Bahkan semestinya tadi Tejo mendapat giliran pertama. Tapi Sarah ternyata berniat membuatnya penasaran lebih jauh,
“Kamu terakhir aja ya Jo...?” Ucapnya lembut.
Spontan Tejo kecewa mendengarnya.
“Kamu kan di sini sama Tante, teman-temanmu kan nanti harus pulang Jo...” Lanjut Sarah mencoba memberi pengertian.
Walau kesal, Tejo tak membantah. Sarah kemudian menarik satu teman Tejo karna semuanya berlagak malu-malu. Tak satupun yang berani mengajukan diri. Eno yang beruntung mendapat giliran kedua.
“Kamu siapa...?” Tanya Sarah lembut.
“Eno Tante...” Jawab Eno.
“Nah Eno... Tadi Tante kelamaan kasih Luki, mulai dari kamu gilirannya 2 menit-2 menit saja yaah...?” Ucap Sarah sambil tersenyum dan kemudian menatap yang lain. Luki meringis malu, sementara yang lain mengangguk-angguk pelan tanpa menjawab. Sarah kembali beralih pada Eno yang sudah tidak sabar. Diraihnya kepala Eno, dibelainya lembut dan diarahkan pada payudaranya. Eno mulai dengan pelan. Tidak seperti Luki yang menyedot seperti kesetanan sebelumnya. Eno menghisap dengan agak ragu, dirinya agak terkejut ketika air susu Sarah berhasil dihisapnya dan dirasakan di mulutnya. Eno pun membiasakan diri dengan hal itu, kemudian mulai menghisap dengan lancar. Kali ini Sarah menyandarkan tubuhnya di sofa sehingga Eno tak bisa memeluknya seperti Luki tadi. Sebagai gantinya tangan Eno meraih payudara Sarah yang satunya dan membelai-belainya. Sarah merasa hal itu di luar batas, tapi dibiarkannya Eno sejenak. Baru saat Eno mulai meremas-remasnya, Sarah dengan tegas menghentikannya.
“Eno kalau kamu mau hisap yang satunya ga usah diremas-remas gitu...” Ujar Sarah tegas.
Eno pun meringis malu. Tapi tanpa membuang waktu dia segera melanjutkan dengan berpindah payudara. Tangannya masih meremas-remas pelan tapi pada payudara yang sama sehingga seakan membantu dalam memperlancar aliran air susu Sarah masuk ke mulutnya. Sarah pun membiarkannya. Dibelainya kepala Eno supaya dia merasa rileks dan tak terburu-buru. Namun Sarah tetap tegas pada aturan 2 menit. Saat waktunya tiba, dia segera mendorong Eno supaya berhenti.
“Udah No... Gantian...” Kerlingnya manis.
Eno meringis, sungguh 2 menit serasa bagai 2 detik baginya. Tapi tentu dia tak berani meminta lebih. Dengan berat hati dia mundur mempersilahkan yang lain. Berbeda dengan sebelumnya, kini Beni, Yadi, dan Boim berebut untuk mendapat giliran selanjutnya. Sarah tertawa melihat tingkah mereka yang sudah tidak malu-malu lagi. Dia pun merasa bahwa dirinyalah yang harus menentukan siapa selanjutnya. Diraihnya tangan Boim dan ditarik mendekat. Boim yang merasa terpilih mesam-mesem kegeeran,
“Yesss...” Pekiknya girang.
“Kamu siapa namanya...?” Tanya Sarah lembut begitu Boim duduk di sampingnya.
“Bo... Boim tante...!” Jawab Boim gagap karena grogi.
Sarah tertawa, “Ga usah grogi begitu, ayo dimulai, 2 menit yaah...?” Kerlingnya memberi isyarat pada Boim untuk memulai.
Tanpa menjawab lagi Boim langsung memeluk tubuh Sarah menciumi kedua buah dadanya dengan rakus. Dikecupinya seluruh permukaan kulit buah dada Sarah dengan cepat secara bergantian. Agaknya dia dari tadi sudah sangat gemas dengan buah dada Sarah sehingga lupa diri. Sarah spontan tertawa dengan perilaku Boim itu.
“Aduh Boim... Boim...! Stop...!” Ujar Sarah di sela tawanya, didorongnya kepala Boim menjauh dari buah dadanya. Boim yang sadar dirinya melanggar aturan seketika mengkeret. Buah dada Sarah yang ranum dengan kulitnya yang mulus dan seputih salju begitu menggodanya sehingga lupa diri. Tapi Sarah tidak marah.
“Kamu mau minum susu atau mencabuli Tante hayoo...? Belum-belum sudah lupa diri ya...!” Dengan gemas Sarah mencubit pipi Boim. Tentu cubitannya sama sekali tidak sakit. Boim meringis.
“Mau minum susu Tante...” Jawabnya lirih.
“Nah kalo mau minum susu yang tertib dong! Kalo ga bisa tertib Tante batalin acara minum susunya sampai di sini...!” Ujar Sarah tegas.
“Waduh... Jangan dong Tante...!” Beni dan Yadi serempak nyeletuk dengan wajah memelas. Boim sendiri malah terdiam merasa bersalah.
“Pokoknya kalo ada salah satu aja dari kalian yang menunjukkan sikap ga bisa kontrol diri, Tante batalin acara minum susunya buat kalian semua!” Merasa di atas angin Sarah pura-pura mengancam untuk mempermainkan perasaan para remaja itu.
Semua pun terlihat merengut kesal pada Boim. Sarah tertawa melihatnya.
“Sudah... Sudah... Tante maklum kok.” Ucap Sarah sambil mengelus kepala Boim.
“Tante kasih kesempatan lagi, tapi sebagai hukumannya jatah kamu Tante potong ya...? Semenit aja buat kamu...!” Ujar Sarah memberi sanksi.
Boim tersenyum kecut mendengarnya. Teman-temannya tertawa,
“Rasain luh...!” Ledek mereka.
Setelah itu Boim menyusu tanpa banyak tingkah pada Sarah. Bahkan sekedar mengelus kulit Sarah pun dia tidak berani. Semenit berlalu terasa begitu cepat. Setelah itu Sarah memberi giliran pada Yadi dan terakhir Beni. Dia selalu menanyakan nama masing-masing dari mereka dan berniat menghafalnya. Sebelumnya memang hanya Luki yang dia ingat. Baik Yadi dan Beni yang menyusu kemudian tidak ada yang berani macam-macam lagi. Semua benar-benar murni hanya menyusu dari payudara Sarah tanpa embel-embel kenakalan yang lain. Malang nian Tejo yang sudah menunggu sedari awal. Ketika gilirannya tiba, Doni terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Wajah Tejo langsung manyun menunjukkan rasa kecewa yang dalam. Gilirannya bakal tertunda lagi. Terlebih Sarah malah menyuruh dirinya untuk mengecek Doni dan menanganinya.
Baru kali ini rasanya Tejo berberat hati dalam melaksanakan permintaan Tantenya. Tapi karena senyum Tantenya yang begitu maut, hatinya luluh juga. Tejo beranjak ke kamar untuk mengecek keadaan Doni. Terang saja Doni menangis keras, ternyata bayi Sarah itu buang air besar di dalam popoknya. Dengan cekatan Tejo menanganinya, dari menceboki, mencuci dan mengganti popok, dan membedakinya. Seperti babysitter profesional saja Tejo itu. Dia memang terbiasa melihat dan membantu Tantenya saat mengurusi Doni. Setelah semua selesai, Tejo menimang-nimang Doni sebentar dalam gendongannya. Berharap dia akan segera tidur lagi. Sayang harapannya tak terkabul, Doni tak kunjung terlelap. Dia bahkan rewel tak mau lepas dari gendongan Tejo. Saat Tejo hendak menaruhnya kembali ke dalam box, dia rewel dan nyaris menangis kembali. Terpaksa Tejo pun menggendongnya kembali. Tejo menghela nafas. Pupus sudah harapannya untuk mencicipi payudara Tantenya siang ini. Dengan Doni di gendongannya, Tejo melangkah keluar kamar. Sungguh ngenes Tejo melihat apa yang dijumpainya sekembali ke ruang tengah. Yadi, Eno, Boim, dan Beni tak ada di tempat, sementara Luki sibuk mengenyot buah dada Tantenya lagi. Luki memeluk rapat Sarah dengan rapat, kedua tangannya terlihat bergerilya mengelus-elus punggung dan pinggul Sarah, sementara tangan Sarah membelai-belai kepalanya. Agaknya setelah semua mendapat giliran, antrian kembali ke Luki lagi. Entah Luki yang memintanya kembali atau Tantenya itu yang memberinya kesempatan ulang. Yang jelas di mata Tejo, Luki sama sekali tidak terlihat seperti sedang menyusu melainkan lebih seperti sedang mencumbu Tantenya. Mulut Luki melumat-lumat puting mungil Sarah dengan rakus hingga payudara Sarah tertarik kencang. Keduanya terpejam tidak menyadari kehadiran Tejo. Perasaan Tejo begitu campur aduk menyaksikan wajah Tantenya yang ayu itu merah padam dan begitu sayu dengan mata terpejam tampak sangat meresapi sekali kenikmatan yang diberikan Luki dengan mencumbu buah dadanya. Saat tangan Luki beralih meremas-remas buah dadanya yang satu lagi barulah Sarah merasa terusik dan menghentikan kegiatan Luki.
“Luki... Luk... Stop stop... Udah..!” Hardiknya tegas.
Luki segera berhenti sambil cengengesan tanpa merasa bersalah. Terlihat air susu Sarah mengalir keluar dari sela bibirnya. Luki mengusapnya hingga bersih.
“Kamu itu dikasih hati minta jantung ya...?” Ujar Sarah ketus.
Tejo berdehem hingga Sarah dan Luki menyadari kehadirannya. Luki hanya mesam mesem mesum sementara Tantenya kelihatan salah tingkah.
“Kok lama Jo...? Doni buang air ya?” Tanyanya.
“Yang lain kemana Tante?” Tejo tidak menjawab malah balik bertanya.
“Yang lain pada coli tuh di kamar mandi!” Celetuk Luki vulgar. Sarah mencubitnya gemas, “Kamu juga coli sana!” Ujarnya.
Luki meringis namun tidak juga beranjak meski adik kecilnya sudah cenat cenut sejak tadi.
“Udah... Ga ada lagi acara sama buah dada Tante lagi hari ini. Ini udah tinggal buat Tejo aja...” Ucap Sarah lagi sambil melirik Tejo.
“Duh yang keponakan tersayang... Beruntung banget kamu Jo punya Tante seksi begini!” Ucap Luki nakal.
Sarah bersiap mencubitnya lagi, tapi Luki keburu bangkit menghindar. Dia pun beranjak ke kamar mandi sambil masih cengengesan. Tinggalah Tejo dan Sarah sendiri di ruang tengah. Keduanya saling curi-curi pandang canggung. Tak satupun yang memulai bicara. Mustinya kali ini Tejo mendapat giliran menyusu namun hal itu tidak memungkinkan dengan keberadaan Doni. Tak lama kemudian Beni Boim, Eno dan yadi kembali di tengah-tengah mereka. Sulit melukiskan apa yang terpancar dari wajah mereka. Yang jelas mereka baru saja mendapatkan pengalaman istimewa yang tak terlupakan. Sarah tersenyum manis menatapi mereka satu persatu.
“Sudah...?” Tanyanya lembut sambil tersenyum menggoda.
“Sudah Tante...” Jawab mereka serempak.
“Disiram bersih kan...?” Kerling Sarah.
“Iya pasti Tante...” Sahut mereka meyakinkan.
Tak lama kemudian Luki kembali dengan masih cengar cengir. Sarah gemas sekali melihatnya. Kalo yang satu ini sih ga tau malu, muka mesum abis... Pikirnya gemas.
“Kalian ga akan bilang siapa-siapa kan tentang pengalaman hari ini?” Tanya Sarah kepada semua.
Kelima remaja tanggung itu mengiyakan serempak. Sarah tersenyum percaya.
“Bagus, memang tidak lazim remaja seusia kalian masih mau minum ASI. Kalo orang tahu pasti akan menganggap kalian mencabuli Tante... Lagian emang bener kan kalian pada terangsang dengan buah dada Tante?” Ucap Sarah panjang lebar.
Semua terdiam manggut manggut mendengarnya. “Hal itu tak terelakkan, Tante maklum dan nggak marah...” Lanjut Sarah. \“Kalau kalian bisa kontrol diri seperti tadi, besok-besok kalau kalian mau lagi Tante nggak keberatan...” Kerlingnya. Para remaja itu jelas girang mendengarnya. Mereka masih saja terpesona dengan keayuan Sarah yang saat itu sama sekali tidak merasa perlu mengenakan pakaiannya kembali. Walau ‘beban muatan’ para remaja itu sudah dibuang, tetap saja payudara Sarah yang menggantung indah itu menyilaukan mata mereka. Sarah tersenyum menyadari hal itu. Justru karena itulah dia tidak ambil pusing untuk buru-buru mengenakan pakaiannya. Dia juga masih menikmati kegiatan eksibisionisnya itu.
“Udah sana kalian segera pulang, sudah hampir sore loh!” Ujar Sarah membuyarkan fantasi mereka.
“Iya Tante... Kami sudah harus pulang...” Jawab mereka.
“Bilang apa sama Tante...?” Goda Sarah.
“Te... Terima kasih Tante!” Sahut mereka tergagap karena malu lupa mengucap itu sebelumnya.
Sarah tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. “Dasar ABG...” Gumamnya. Dia dan Tejo melepas kepulangan mereka dari teras rumah. Sungguh berani Sarah yang masih telanjang dada itu keluar hingga ke teras. Padahal halamannya sama sekali tidak luas. Posisinya begitu dekat dengan jalan, pun pagar rumahnya juga tidak tinggi atau rapat. Jika ada orang lewat dengan jelas dia dapat melirik ketelanjangan Sarah. Teman-teman Tejo pamit dengan menyalami dan mencium tangan Sarah seperti biasa.
“Pamit Tante...”,
“Makasih Tante...” Ucap mereka.
Sarah menyalami mereka dengan tidak konsentrasi. Dirinya berdebar mengamati jalan, takut-takut ada orang lewat dan melihatnya. Ya, hal ini adalah bagian dari pelampiasan eksibisionisnya. Sementara Tejo sendiri terdiam dengan perasaan menggantung. Sarah agak kecewa jalanan begitu sepi siang itu tanpa ada yang lewat walau seekor kucing pun. Padahal kalaupun ada yang lewat tentu Sarah akan merunduk ngumpet atau malah lari masuk ke dalam rumah. Tapi, yah itu adalah bagian dari sensasi eksibisionisme yang bisa memberinya kepuasan lebih.
“Ee... Jo...?” Gumamnya lirih setelah tinggal mereka berdua.
“Ya Tante...?” Jawab Tejo.
“Belikan Tante jagung doong...?” Pinta Sarah mengerling.
Muka Tejo langsung memerah mendengarnya.
“B... Baik Tante...”
*** *** ***
Malamnya
Tejo berjalan mondar mandir di depan pintu kamar Sarah. Hatinya bimbang, sudah hampir setengah jam dia mondar-mandir di situ tanpa mengetuk pintu. Tejo menghela napas. Akhirnya dia menghempaskan diri di kursi. Sambil celingak celinguk dia mengeluarkan batang penisnya dari celana kolor yang dipakainya. Batang itu telah mengeras sejak tadi. Dielus dan diurutnya pelan kejantanannya itu. Tejo tak tahu ukuran normal kejantanan pria pada umumnya. Dikiranya batangnya itu normal-normal saja. Padahal untuk anak seusia dia, ukurannya bisa dibilang super. Sarah pun menganggapnya begitu. Kalau saja Tejo tahu, tentu dirinya akan bangga dan percaya diri sekali dibuatnya. Tejo terus mengurut kejantanannya itu namun tidak kebablasan menjadi onani. Batangnya itu begitu merindukan sentuhan dan kenikmatan. Sebenarnya itu adalah gejolak yang tidak terlalu dia mengerti. Usianya yang beranjak dewasa merupakan masa peralihan, organ-organ seksualnya baru saja mematang dan itu merupakan masa yang tidak nyaman baginya. Sejak kepulangan teman-temannya menjelang sore tadi, Tantenya langsung pergi mandi (dengan membawa jagung yang dibelikannya). Hati Tejo galau sekali saat itu. Setelah mandi (yang sangat lama) Sarah mengambil alih Doni darinya. Dia pun harus memulai mengerjakan kebersihan rumah yang merupakan tugasnya. Sepanjang sore mereka pun sibuk dengan tugasnya masing-masing. Setelah senja menyingsing, Sarah kemudian sibuk di dapur menyiapkan makan malam, dan Tejo disuruhnya belajar lagi di kamar. Memang tadi siang teman-temannya menyampaikan PR dari gurunya. Sarah mengatakan bahwa besok Tejo sudah harus berangkat sekolah lagi. Jadi PR-nya musti diselesaikan. Saat Tejo tengah mengerjakan PR, Sarah masuk ke kamarnya dan berdiri di belakangnya. Tangan Sarah memijit-mijit pundaknya dari belakang dan terkadang membelai lembut kepala Tejo. Sarah menanyakan apakah dia mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR-nya. Tejo mengatakan sejujurnya bahwa dia sulit konsentrasi. Sarah tersenyum mendengarnya. Dibelai-belainya terus kepala Tejo dengan penuh perasaan sayang seperti Ibu kepada anaknya.
Seperti biasa Sarah memberikan wejangan-wejangan berkaitan masa pubernya. Sarah meminta Tejo supaya tetap fokus dan tidak terbebani dengan pikiran-pikiran negatif. Sarah tidak meminta Tejo melupakan peristiwa tadi siang. Sarah bahkan meyakinkan bahwa dia tidak lupa terhadapnya dan jatahnya pasti akan diberikannya. Tapi Sarah kemudian meminta Tejo bisa mengontrol perasaan dan membagi waktu. Bahwa saat itu Tejo musti konsentrasi dulu terhadap PR dan pelajaran sekolahnya. Sarah kemudian membawakan Tejo makan malam yang masih mengepul hangat. Keramahan Sarah itu membuat perasaan Tejo sedikit rileks. Dia-diam hatinya tidak tega juga jika terus memikirkan hal-hal yang kotor mengenai Tantenya itu.
Akan tetapi dasar binal, sebelum meninggalkan Tejo, Sarah malah berbisik, “Kalo PR-nya udah selesai, Tante tunggu di kamar...” Tejo terkesiap mendengarnya. Perasaannya mulai melambung lagi. Tapi dia pun kemudian bertekad konsentrasi penuh menyelesaikan PR-nya demi ‘hadiah’ yang Sarah janjikan.
Sampailah kini Tejo dalam posisinya yang sekarang. Duduk di luar kamar Sarah sambil mengelus penisnya yang terus menegang. Walau tadi dia sudah begitu tak sabar, kini dia malah grogi dan takut untuk mengetuk pintu kamar Tantenya itu. Akhirnya, Tejo meyakinkan diri bahwa Tantenya pun sedang menunggunya di dalam kamar. Dia mengumpulkan keberanian dan beranjak. Diketuknya pintu kamar Sarah pelan.
“T... Tante...?” Panggilnya tercekat.
“Masuk Jo...” Sahut Sarah dari dalam.
Tejo pun membuka pintu kamar Sarah dan melangkah masuk. Dia terkesiap melihat Sarah sudah dalam keadaan telanjang dada duduk di atas ranjang. Dari pusar hingga kakinya tertutup selimut sehingga memunculkan kesan Sarah sudah telanjang bulat di balik selimut itu. Jantung Tejo berdebar keras melihat pemandangan itu. Sarah mengerling dan tersenyum manis padanya.
“Sini Jo...” Panggilnya.
Dengan berbinar Tejo duduk di atas ranjang menghadap Tantenya.
“Udah selesai PR-nya?” Tanya Sarah lembut. Tejo menjawabnya dengan anggukan. Sarah meraih kedua tangan Tejo dan diletakkan di atas dadanya. “Kok masih aja grogi-grogi begitu sama Tante...?” Goda Sarah. Tejo jelas gelagepan, tapi tak urung diremasnya juga kedua buah dada Sarah dengan gemas. Sarah melenguh pelan. Dibelainya pipi Tejo dengan lembut. “Kamu minum susu dulu ya sebelum tidur, tapi janji nanti langsung tidur... Besok kamu musti sekolah loh...” Ucapnya.
“Iya Tante...” Tejo mengiyakan.
Perlahan kepalanya didekatkan ke dada Sarah. Puting Sarah yang mungil itu mengacung menantang. Dengan gemas Tejo mencaploknya dan mulai menyedot. Saking gemasnya Tejo tak mau tahu masalah peraturan tadi siang. Dia menyedot buah dada Sarah sambil meremas-remas sejadi-jadinya. Sarah menggelinjang-gelinjang tapi sama sekali tidak memprotesnya. Tejo juga memeluk tubuh Sarah dengan erat. Tangannya mulai mengelus seluruh punggung hingga pinggul Sarah. Rasanya tangannya tak ingin lepas dari kulit Sarah yang halus itu. Bahkan baru sebentar saja Tejo sudah menghentikan sedotannya. Hanya sedikit air susu Sarah yang diminumnya dia merasa sudah kenyang. Tapi tak ingin dilepasnya begitu saja buah dada tantenya itu. Kini dikecupinya seluruh permukaan kulit buah dada Sarah yang seputih salju. Lidahnya mulai berani menyapu, dan bibirnya terkadang mencucupi puting susu Sarah, menggigit dan menariknya. Dirinya kini mencumbu Tantenya dalam arti yang sebenarnya. Persetan dengan minum susu, pikirnya. Sarah menyadari ponakannya itu mulai ngaco dan liar. Namun dia membiarkannya untuk beberapa saat. Barulah dia menghentikan Tejo saat dia mulai tak bisa menahan desahan dan gelinjang tubuhnya. Dia takut Tejo akan berani berbuat lebih jauh lagi kalo tahu dirinya juga terangsang dan menikmatinya.
“Udahan Jo minum susunya...?” Tanya Sarah sambil mendorong Tejo pelan.
Tejo mengambil napas panjang dan menghelanya. Matanya yang menatap Sarah dengan sayu berbicara bahwa dirinya masih belum puas. Tangannya juga enggan melepas pelukannya pada tubuh telanjang Sarah.
“Ya udah kamu lanjutin tapi minum susu bener ya...?” Seolah mengerti isi hati Tejo, Sarah mengijinkannya meneruskan.
Tapi Tejo tak kunjung memulai kembali. Tangannya kini beralih mengelus-elus buah dada Sarah. Dirinya sudah tak ingin minum susu lagi, tapi juga belum puas menikmati tubuh Sarah. Tejo memang tidak pernah suka minum susu. Sarah kembali membelai-belai pipi keponakannya yang mulai ngelunjak itu. Sejenak mereka bertatapan. Sarah menghela napas pelan,
“Tejo... kamu udah ga mau minum susu ya...?” Tanyanya.
Tejo mengangguk pelan. “Tante, Tejo tidur sama Tante malam ini ya...? Plisss...” Pintanya sebelum Sarah sempat berkata kembali.
Sarah agak terkejut mendengar permintaan Tejo yang berani itu.
“Tejo udah kenyang minum susunya tapi Tejo masih pingin sama Tante...” Ucap Tejo lagi polos. Matanya terus menatap dengan nanar. Sarah pun luluh dibuatnya.
“Ya udah, tapi kamu janji ga bakal macam-macam sama Tante ya...?” Sarah mewanti-wanti.
Tejo mengiyakan saja, wajahnya terlihat girang. Seketika dipeluknya lagi tubuh Tantenya itu. Pipinyanya dibenamkan pada buah dada yang kenyal dan empuk. Dengan gemas dikecupnya buah dada menggemaskan itu.
Sarah tertawa, “Nah lo, baru aja janji ga macem-macem...” Ujarnya.
Tejo meringis, “Masa meluk aja dibilang macem-macem Tante...” Sahutnya nakal.
“Meluk sih meluk, bibirnya itu loh kemana-mana...” Ujar Sarah.
Walau pura-pura protes tapi wajahnya sama sekali tidak menampakkan kekesalan. Dirinya pun rebah, tangannya mengisyaratkan pada Tejo untuk merebahkan diri di pelukannya. Tejo menurut. Direbahkan kepalanya di dada Sarah. Tangannya mulai membelai-belai lagi dada Sarah. Sarah tidak protes, dibelai-belainya rambut Tejo dengan lembut. Benar-benar seperti sepasang kekasih saja mereka itu.
“Udah Jo, ga usah diliatin terus buah dada Tante, ga bakal ilang kok...!” Sarah menggoda Tejo yang terus terpaku pada buah dadanya.
Dengan gemas Tejo malah makin merapatkan kepalanya pada buah dada Sarah. Tangannya juga mulai meremas-remasnya. Sarah meraih tangannya yang nakal itu dan mengalihkan untuk memeluk pinggulnya.
“Udah sayang... Bobo’...” Bisiknya.
Sarah mulai memejamkan mata. Dibiarkan Tejo yang masih melek melampiaskan rasa penasarannya pada tubuhnya. Dirasakannya Tejo masih saja menciumi buah dadanya. Tangannya yang tadi sudah disingikirkan mulai naik lagi dan mengelus-elus buah dadanya. Jarinya malah kadang memijit-mijit puting susunya. Sarah membiarkan saja semua itu, sentuhan-sentuhan Tejo pada kulitnya justru membuatnya nyaman dan rileks hingga tertidur. Tejo yang masih jauh dari ngantuk terus mengeksplorasi tubuh Sarah.
I don’t wanna close my eyes
I don’t wanna fall asleep
Cause i miss you babe
And i don’t wanna miss a thing...
Mungkin lagu Aerosmith itu paling cocok untuk mewakili perasaan Tejo saat itu. Tejo memejamkan matanya tanpa bermaksud untuk tidur sama sekali. Dia memejamkan matanya untuk meresapi keindahan yang sedang dia alami saat ini. Harumnya tubuh Sarah, lembut kulitnya, dan semuanya. Tangannya mulai berani meraba di bawah pinggul Sarah, menyelinap ke balik selimutnya. Betapa terkejutnya mendapati bahwa ternyata Tantenya itu memang telanjang bulat di balik selimutnya. Dengan gemetar tangan Tejo mengarah ke bawah pusar. Dirasakannya telapak tangannya menyentuh bulu-bulu halus di sana. Benar-benar sensasi yang luar biasa bagi dirinya. Ingin sekali dia menyibakkan selimut Sarah dan mengeksplorasi lebih jauh bagian itu.
“Ooh Tante...” gumamnya dalam hati.
Tejo tak tahan lagi, makin hidung, bibir, dan tangannya menggerayang kemana-mana bukannya kepuasan yang didapat melainkan malah makin tersiksa dan kerontang dia dibuatnya. Puncak pelampiasan nafsu seksual tentu hanya dengan stimulus di kelaminnya hingga orgasme. Itulah yang dia rasakan sedari tadi berontak dari dalam dadanya. Dengan hati-hati Tejo memelorotkan celana kolornya dan mulai mengocok batang penisnya. Dia melakukan dengan perlahan supaya Sarah tak terbangun. Namun sepelan-pelannya onani, tetap saja mengusik Sarah dan membuatnya terjaga.
“Ya ampun Tejo nekat banget onani di sebelah Tante...” Gumam Sarah dalam hati.
Dia berpura-pura masih tidur sehingga Tejo meneruskan onaninya. Gemas juga Sarah dibuatnya. Ingin rasanya dia bangun dan memergokinya. Tapi hal itu urung dilakukannya. Dia tak tega. Atau bagaimana kalau bangun lalu membantu Tejo mengocokkan batangnya...? Pikirnya nakal. Sarah merasa geli dengan pikiran-pikirannya itu. Tapi hal itu juga urung dilakukannya. Dia malu. Akhirnya Sarah terus berlagak tidur sementara Tejo makin hampir mencapai puncak. Tiba-tiba Tejo bangkit. Dia perlu mengocok batangnya dengan cepat. Kalau dia tetap melakukannya sambil tiduran pasti ranjang Sarah yang empuk akan tergoncang karenanya dan Tantenya itu pasti bakal terbangun. Begitu pikir Tejo. Sambil berdiri di samping ranjang Sarah Tejo pun makin menggencarkan onaninya sambil mengagumi keindahan dada telanjang Sarah.
“Oooohhh Tante...” Desahnya lirih. Ingin rasanya dia menyingkap selimut yang menutupi bagian bawah tubuh Sarah. Tapi lagi-lagi dia khawatir Sarah akan terbangun karenanya.
Sarah membuka mata sedikit-sedikit berusaha mengintip apa yang dilakukan Tejo. Dirinya ikut berdebar-debar menyaksikan Tejo beronani dengan dirinya sebagai obyek pemandangan seksualnya. Parahnya lagi, Tejo beronani tepat menghadap dirinya. Batang penisnya yang besar dikocok-kocoknya tepat di atas tubuhnya seakan dia hendak melakukan bukkake terhadap dirinya. Sarah makin berdebar dibuatnya. Dia bertekad akan berpura-pura terbangun sebelum tejo mencapai orgasmenya.
“Ouuughhhh............” Tiba-tiba Tejo melenguh panjang.
Takut terlambat, Sarah segera membuka matanya.
“Tejooo....?” Ujarnya pura-pura terkejut.
Tapi jelas Tejolah yang benar-benar terkejut saat itu. Apa daya laharnya sudah di pucuk senjatanya tak mungkin dihambat lagi. Craaatzzzz...! Lahar Tejo menyembur dengan dahsyat dan tak ayal lagi mengenai seluruh dada Sarah.
“Aahh...!” Sarah menjerit pelan. Akan tetapi, Tejo bukannya memalingkan diri, Kepalang tanggung, Tejo malah meraih tengkuk Sarah dengan tangan kirinya, sementara tangan kananya masih tetap mengocok. Seakan-akan dia tak mau Tantenya menghindari muntahan spermanya. Craattzzz....! Craattzzz! Semburan kedua dan seterusnya dengan mulus mendarat di wajah Sarah. Walau sudah terbiasa dengan Anton, Sarah kini spontan menutup matanya.
“Mmhhhh.... Joo...!” Desahnya gelagapan.
Benar-benar di luar dugaan dirinya, Tejo akan nekat meng-cum shot wajahnya. Melihat wajah cantik Sarah berlumuran spermanya membuat perasaan tejo melambung. Sensasi orgasmenya makin bertambah dahsyat. Inilah orgasme terhebat yang pernah dia alami sepanjang hidupnya! Yeaahh....! Ingin rasanya dia berteriak girang saat itu. Setelah orgasmenya reda Tejo melepas genggamannya pada tengkuk Sarah. Dia pun terduduk lemas. Sarah menjatuhkan kepalanya di atas bantalnya lagi, dia terdiam, pandangannya menerawang ke langit-langit. Dirasakannya hangat sperma Tejo melelehi pipinya namun dia enggan buru-buru menyekanya.
“Ah Tejo... Tejo... Apa yang udah kamu lakukan pada Tantemu ini...?” Desahnya dalam hati.
Perasaannya benar-benar campur aduk saat itu. Dia bingung bagaimana meski bersikap. Haruskah dia meledak dan mendamprat Tejo? Bagaimana reaksi Tejo nanti? Ah, dia benar-benar bingung. Sementara Tejo sendiri juga diam terpaku. Ada sedikit penyesalan di dalam dadanya atas apa yang baru saja dia lakukan. Dia seperti tak percaya dirinya bakal bertindak senekat itu. Sebenarnya dia tadi sama sekali tak berniat menghujani Sarah dengan spermanya. Tadinya dia berniat berpaling saat mencapai orgasme, atau paling tidak menadahi spermanya dengan tangan kirinya. Tapi Sarah yang tiba-tiba terbangun membuatnya panik dan... Ah, yang terjadi biarlah terjadi... Pikirnya. Kini dia siap didamprat habis-habisan oleh Tantenya. Akan tetapi Tantenya yang tidak kunjung mengucap sepatah kata pun membuat dirinya juga galau.
***
“Jo...” Akhirnya Sarah bersuara.
“Y... Yaa Tannte...” Jawab Tejo gagap.
Sarah bangkit dan duduk bersandar. “Ambilkan tisunya Jo...” Pintanya.
Tejo segera menurutinya. Diulurkannya kotak tisu pada Sarah. Sarah mengambil beberapa lembar dan mulai menyeka wajahnya. Tejo tidak tinggal diam. Dia juga mengambil beberapa lembar dan membantu membersihkan sperma yang membasahi dada Sarah. Ditatapnya wajah Tantenya. Entah apa yang tercermin dari raut mukanya yang sayu itu. Apakah sedih? Merasa dilecehkan? Marahkah? Entahlah. Perasaan Tejo makin galau.
“T... Tante, maaf Tejo tadi nggak sengaja... H... Habisnya Tejo kaget Tante tau-tau bangun...” Dengan gagap Tejo berusaha menjelaskan.
Sarah tidak menjawab. Mukanya merengut. Dicubitnya Tejo dengan gemas.
“Aduduu...h!” Tejo mengaduh.
Cubitan Sarah agak serius dan terasa sedikit sakit. Terang saja Sarah kesal, bagaimana bisa dibilang tidak sengaja sedangkan Tejo tadi terang-terangan memegangi tengkuknya dan menembakkan sperma ke wajahnya.
“Dasar kamuu...” Ujar Sarah gemas. “Udah... Bobo’...!” Lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Tejo.
Sarah memilih untuk tidak membicarakan peristiwa barusan karna dia sendiri pun tak tahu harus berkata apa. Dia segera rebah setelah semua sperma Tejo diseka hingga kering tak bersisa. Ditariknya selimut sebatas bahu hingga menutupi tubuhnya. Dilihatnya Tejo masih saja duduk terdiam. Gemas dia dibuatnya.
“Jo... Jangan nakal ya... Udah malam, tidur, besok sekolah...!” Ujarnya tegas.
“Ta... Tante, Tejo masih boleh tidur sama Tante kan...?” Jawab Tejo terbata.
Sarah menghela napas. Dia sama sekali tak berniat mengusir Tejo. Dibukanya selimutnya, mengisyaratkan Tejo untuk masuk berbaring di sampingnya. Tejo pun meringis senang. Serta merta dia berbaring memeluk Sarah.
“Makasih Tante...” Gumamnya.
Sarah tersenyum melihat polah Tejo. Ditutupkan lagi selimutnya menutupi mereka berdua. Betapa senangnya tejo tidur satu selimut bersama Tantenya yang selama ini dipuja-pujanya. Terlebih lagi Tantenya itu dalam keadaan telanjang. Dipeluknya tubuh Sarah rapat. Sarah juga melingkarkan tangannya di atas kepala Tejo dan membelai-belai rambutnya. Tejo sempat merasa kecewa, harusnya tadi dia bertelanjang dada supaya kini kulitnya bisa bersentuhan langsung dengan kemulusan kulit Sarah. Dia jelas tak mungkin melepas bajunya sekarang, bisa-bisa Sarah mendampratnya.
“Tante...” bisik Tejo lirih.
“Ada apa lagi Jo...?” Jawab Sarah lembut.
“Tejo sayang sama Tante...” Ucap Tejo polos.
Sarah terdiam tanpa menjawab. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. Apakah keponakannya itu baru saja menyatakan perasaan cinta kepadanya...? Ah gila. Pertanyaan itu mengusik batinnya. Tapi dia tak mau ambil pusing lebih jauh. Dia sudah sangat mengantuk. Tejo sendiri tampaknya langsung terlelap kelelahan.
Sarah menghela napas. Baru 2 hari Heru pergi. Masih 4 hari lagi sebelum suaminya itu pulang. Entah apa lagi yang akan terjadi nanti... Sarah pun terlelap.
By: Enamsembilan
Home
Cerita Eksibisionis
Penulis Lain
Sarah
Cerita Eksibisionis Sarah : Naughty Wife Sarah Part 3B : Satu Minggu yang Tak Terlupakan
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
enam sembilan..
BalasHapuslanjutannya dongggg
ditunggu yahhh
BalasHapusgak pakek lama
thxs..