Istri Pemain Kartu (Karya: VivianLee)
“Apa maksud elu?” aku bertanya balik kepada Rony. Waktu itu kami
sedang bermain kartu di rumahku (seperti yang biasa kami lakukan
beberapa kali dalam setahun) saat Rony menuduh aku sedang mencoba
memamerkan istriku, Lisa. Memang benar aku bangga akan penampilan
istriku. Dan memang aku menyuruhnya untuk mengenakan pakaian yang
menarik lantaran beberapa teman akan datang berkunjung. Namun Rony
mengintepretasikan semua itu dengan berlebihan. Menurutku sendiri, lebih
baik Lisa tidak ada di rumah sama sekali karena malam ini seharusnya
malam khusus para pria. Akan tetapi Lisa benar-benar tidak dapat pergi
kemana-mana lagi jadi aku menyuruhnya untuk tetap tinggal dan menyiapkan
makanan untuk kami.
“Ayolah, ngaku saja, Bud. Apa dia selalu memakai rok pendek seperti
itu di dalam rumah malam-malam begini?” tanya Rony setelah Lisa kembali
ke dapur untuk mengambil minuman. “Yah, engga juga. Begini deh, berapa
kali elu-elu datang ke rumah gue? Setiap kali gue ada tamu, gue mau
semuanya terlihat baik. Kalau begitu kenapa elu enggak tuduh gue
memamerkan lantai rumah gue yang mengkilap?”
“Jangan bohong deh, Bud! Tiap kali kita datang ke mari pasti dia ada
di rumah, dan lagi pakaiannya selalu seperti begitu!” Mario menambahkan.
“Malah gue rasa kali ini dia enggak pakai BH. Bagaimana elu bisa bilang
itu ga pamer?”
Saat Lisa masuk kembali ke ruangan akhirnya mereka berhenti
merongrongku. Ia baru saja hendak kembali ke dapur untuk menonton TV di
sana ketika Rony mengajaknya untuk ikut bermain bersama kami. “Lagipula
kamu ada di sini, jadi sekalian saja main bersama kami?” ajaknya. “Tapi
kamu harus pakai uang kamu sendiri, engga boleh bergabung dengan
suamimu!” tambah Mario.
Lisa melihat ke arahku untuk meminta persetujuan dan aku hanya
mengangkat kedua bahuku. Lisa selalu begitu, mengecek terlebih dahulu
dengan keputusanku. Terkadang ia dicemooh dengan melakukan semua yang
kukatakan, tapi aku sungguh menghargai sikap kesetiaan para istri pada
jaman dulu. Itu salah satu alasan aku menikahinya.
Ia duduk dan mulai bermain bersama kami. Sebenarnya aku tidak
keberatan istriku bermain bersama kami tapi aku masih ingin membahas
oborlan laki-laki bersama teman-temanku ini. Rony seharusnya bercerita
tentang Maria sepupunya. Dia adalah satu-satunya selingkuhanku. Aku
melakukan One Night Stand dengannya sekitar seminggu yang lalu ketika
kami semua pergi ke klab malam dan saat itu aku mabuk berat.
Pernikahanku bisa hancur kalau Lisa tahu tentang perselingkuhanku jadi
aku belum menghubungi Maria sejak saat itu.
Kami bermain sekitar satu jam ketika Lisa pergi ke dapur setelah
kusuruh mengambilkan minuman lagi. “Pasti enak yah punya robot yang
mengerjakan apa yang elu bilang,” kata Ron. “Pakai ini, ambil itu,
lakukan ini,” tambah Mario. Ini cemoohan yang biasa Lisa dan aku terima.
“Ayolah, brur. Elu-elu cuma iri. Siapa sih yang enggak mau perempuan
seperti itu?” aku balik bertanya.
“Elu bener, Bud. Gue juga mau punya istri yang mengerjakan apa yang
gue suruh,” jawab Rony. “Gue juga mau. Mana remote controlnya? Boleh ga
gue yang kontrol untuk puteran berikutnya?” tanya Karel.
Aku masih menunggu Lisa kembali ke ruangan ketika Mario (yang sudah
mabuk) berkata, “Hey bagaimana kalau pemenang dalam satu putaran berhak
memegang remote control ini dan bisa mengontrol dia. Gue bakal pencet
tombol ‘mute’ supaya dia enggak usah banyak omong, hahaha…”
“Dia bukan robot. Dia engga melakukan semua yang gue suruh kok!” terusik oleh tuduhan itu aku mulai menaikkan suaraku.
Rony kemudian berkata, “Kalau begitu, kita coba saja?”
Mereka benar-benar gila. “Coba apanya?” tanyaku. “Pemenang dalam satu
putaran dapat mengontrol dia? Elu-elu gila! Dia enggak akan pernah
menuruti perintah elu-elu dan lagipula gue enggak bakalan menyuruhnya
untuk ikut bermain permainan edan seperti ini. Lupakan saja!”
“Jadi kalau elu bilang ke dia bahwa si pemenang boleh mengontrol
dirinya, seperti yang setiap hari elu lakukan terhadap dia, istri elu
enggak bakal menurut? Ha? Lisa itu engga punya pendirian sendiri deh dan
pasti dia menurut,” kata Rony.
Aku jadi tambah panas. “Dia melakukan apa yang gue bilang karena dia
cinta gue, bukan karena dia enggak punya pendiriannya sendiri. Dia
enggak bakal melakukan apa yang elu bilang tadi.” Ini mulai menjadi
tidak karuan dan aku hendak menyudahi malam itu.
Ron berdiri untuk melihat apakah Lisa masih berada di dapur lalu
berbungkuk ke tengah-tengah kami lalu berkata, “Suruh saja dia untuk
melakukannya dan kita lihat apa benar dia itu robot atau bukan. Elu bisa
buktikan saat itu juga. Bagaimana?”
“Enggak! Elu sama gilanya seperti si Mario. Jangan takabur deh!” teriakku.
Karel lalu berkata, “Lalu apa yang elu khawatirkan? Elu khawatir
kalau dia akan menuruti perintah kita-kita? Lagipula elu kan tahu kalau
dia cinta elu dan enggak bakalan menuruti kita-kita karena dia punya
pendiriannya sendiri. Kita lihat saja.”
Lisa berseru dari dapur bahwa ia akan segera keluar membawa minuman.
“Bud, elu cuma perlu minta sama dia untuk melakukan ini semua dan biar
dia yang menentukan berikutnya. Atau elu mau gue ungkit-ungkit kejadian
elu dan Maria?”
Sebelum aku dapat memberi jawaban Lisa masuk dan membagikan minuman
lalu duduk. Rony menatapku seakan menunggu jawaban dariku. Aku membalas
dengan pandangan tak senang untuk menunjukkan bahwa aku tidak akan
melakukannya. Kami melanjutkan permainan kartu kami.
“Oh iya, Bud, kemarin gue ngobrol-ngobrol sama sepupu gue Maria,” Rony memulai percakapan.
Aku tidak menyangka Rony menyebut nama Maria saat itu dan dia
benar-benar serius. Ini bisa menghancurkan pernikahanku jadi aku harus
melakukan sesuatu. Akhirnya aku menyerah dan menginterupsi, “Permainan
ini jadi membosankan nih. Mungkin kita perlu melakukan hal-hal konyol
supaya jadi menyenangkan.”
“Hal konyol seperti bagaimana?” Karel seakan mengejekku.
“Lisa, bagaimana kalau elu berhenti main dan cuma menemani kita-kita saja? Toh uang elu juga sudah hampir habis,” kataku.
“Ok, aku sudah capek juga lagipula,” katanya menyetujui.
“Tapi untuk membuat taruhannya jadi menarik, elu harus menemani pemenang selama satu putaran,” tambahku menjelaskan.
“Boleh, terserah saja,” jawab Lisa.
Rony melafalkan nama Maria dengan mulutnya tanpa bersuara kepadaku
sehingga aku dengan enggan melanjutkan, “Jadi elu harus menuruti
perintah siapa pun pemenang di putaran itu, Lisa.”
“Jadi kalau kamu tidak menang, berarti tidak ada yang mengambili minuman untukmu lagi,” Lisa bercanda.
Ron lalu pura-pura bertanya, “Jadi kalau gue menang, dia harus menuruti perintah gue seperti dia menurut perintah elu?”
“Iya!” jawabku.
“Hanya untuk satu putaran,” tambah Karel. “Setelah itu pemenang putaran berikutnya yang akan memegang remote.”
Mario berpikir menggunakan remote TV sebagai simbol merupakan ide
yang cemerlang lalu ia meraih remote TV dari meja dan berkata, “Siapapun
yang pegang remote ini bisa mengontrol dia.”
Mendengar semua ini jelas-jelas membuat Lisa tersinggung. Ia marah.
Bahkan terhadapku juga. Aku masih dapat memperbaiki ini semua tapi aku
tidak dapat memperbaiki keadaan jika ia tahu tentang Maria. Oleh karena
itulah aku harus berlagak seakan-akan aku menginginkan ia melakukan ini
semua. “Apa bagaimana menurut elu, sayang?” tanyaku kepadanya.
Ia memandangiku menunggu isyarat bahwa aku menyetujui hal ini. Ron
bersandar ke arah belakang Lisa sehingga ia tidak dapat melihatnya. Lalu
ia melafalkan nama Maria tanpa bersuara dengan mulutnya sambil
mengangkat kedua bahunya. Terlihat jelas ia ingin aku juga mengangkat
bahuku untuk menunjukkan sikap setuju. Akhirnya aku mengangkat kedua
bahuku.
“Oke, aku setuju.”
Mario menaruh remote di tengah-tengah meja tempat chip-chip taruhan
diletakkan dan kami mulai permainan itu. Kami bermain beberapa set dalam
satu putaran, jadi dibutuhkan waktu kurang lebih 15 menit sampai ada
pemenang untuk satu putaran. Dan pemenang putaran pertama adalah Karel.
Ia meraih remote itu.
Ia menyuruh Lisa mengambilkan minuman untuknya seperti yang biasa
kuperintahkan kepada dia. Lisa baru saja hendak berdiri meninggalkan
ruangan ketika Karel menyatakan bahwa ia hanya bercanda. Ia lebih
memilih menyuruhnya duduk di samping menemaninya untuk membawa
keberuntungan di set berikutnya. Lisa berdiri dan berjalan menghampiri
Karel lalu berdiri di sampingnya. Menit berikutnya Karel berkata, “Kamu
boleh duduk di sini, Lisa.” Ia mengeluarkan pahanya.
Lisa tidak akan melakukannya. Aku tahu ia akan segera membantah dan
Rony dapat menelan semua kata-katanya tentang Lisa tidak memiliki
pendiriannya sendiri. Semua ini akan segera berakhir. Lisa terus
memandangiku menunggu persetujuan dariku. “Apa kamu benar-benar mau aku
melakukan apa yang mereka perintahkan?”
Kemudian aku melihat Ron memberi isyarat sesuatu tentang Maria lagi
dan menyuruhku untuk mengangkat kedua bahuku. Aku kembali mengangkat
bahuku lalu Lisa duduk di pangkuan Karel! Kemudian Lisa berkata,
“Terserah, tapi aku tidak mau membuatmu marah. Jadi kasih tahu aku jika
kamu mau aku berhenti, sayang.” Coba saja ia tahu bahwa aku tidak dapat
menyuruhnya untuk berhenti namun aku mempercayainya dan tidak mungkin ia
terus duduk di pangkuan para pria ini hanya karena aku tidak
berkeberatan.
Aku duduk memperhatikan istriku memandangiku dari seberang meja,
duduk di pangkuan pria lain. Setelah beberapa set, satu putaran akhirnya
berakhir. Mario kali ini keluar sebagai pemenang dan meraih remote dari
tangan Karel.
“Ah, penyia-nyian saja,” katanya kepada Karel. “Ayo mana remotenya!” Ia berbalik ke istriku dan berkata, “Lisa…”
“Apa, Mario?” sahutnya.
“Hei, panggil aku sayang dong. Aku kan yang pegang remotenya, ayo,” Mario mengejek.
Lisa terdiam beberapa detik lalu berkata, “Apa, sayang?”
“Tadi sebelumnya kami menduga-duga, apakah kamu memakai BH di balik kaos itu?”
Lisa terdiam lagi sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Tidak.”
“Berhubung kelihatannya kamu tidak suka mengenakan pakaian dalam,
bagaimana kalau kamu melepaskan celana dalammu juga?” Mario berkata
sambil berpura-pura menekan tombol di remote TV itu.
Lisa menatapku lagi selama beberapa detik lalu akhirnya berdiri. Dia
mendesah dalam-dalam kemudian menurunkan celana dalamnya dan
menanggalkannya. Selama dalam proses melepaskan celana dalam itu, Lisa
menjaga dengan amat sangat hati-hati agar rok mini yang dipakainya tetap
pada tempatnya sehingga menutup tubuhnya setiap saat. Setelah selesai
melepaskan celana dalamnya, Lisa duduk di kursinya.
Beberapa set berikutnya putaran tersebut akan segera berakhir. “Sial,
gue udah mulai kalah nih! Lisa duduk di sini seperti yang kamu lakukan
ke Karel. Mungkin bisa membawa keberuntungan untuk set yang terakhir
ini,” kata Mario.
Lisa berdiri dan menghampirinya. Kali ini keadaan lebih parah dari
yang sebelumnya dan aku yakin Lisa dapat melihat perbedaannya. Kalau
Karel masih mengenakan celana panjang, namun Mario hanya mengenakan
celana pendek dan sekarang ia tidak mengenakan apa-apa di balik rok
mininya itu.
Mario mengeluarkan lutut kanannya yang tidak tertutup kain celana itu
untuk Lisa duduk di atasnya. Dan Lisa dengan perlahan duduk menyamping
pada paha Mario. Aku benar-benar tidak habis pikir! Tidakkah ia
menyadari bahwa bagian tubuh pribadinya menyentuh langsung, kulit
bertemu kulit, paha temanku yang tidak terlapisi kain itu?! Dan tidakkah
ia sadar kalau ini sudah keterlaluan?!
Akhirnya set itu berakhir dan Mario keluar sebagai pemenang sekali
lagi. Setelah beberapa set berlalu ia berkata, “Lisa, kamu ini tidak
sopan deh. Ayo, menghadap ke meja.” Lisa memutar kepalanya sedikit.
“Bukan, maksud aku badan kamu yang menghadap ke meja. Nih kakimu
putar ke depan supaya tubuh kamu menghadap ke meja dan dapat mengikuti
permainan dengan lebih baik,” perintahnya.
Lisa tahu apa yang Mario inginkan dan aku merasa lega ia tidak
berniat untuk memberikannya kepada Mario. Lisa memindahkan kakinya dari
posisi duduk melintang pada paha Mario ke posisi dengan kedua pahanya
sejajar dan melewati lutut kanan Mario. Namun Lisa tetap mengepit kedua
kakinya rapat-rapat. Mario berharap agar Lisa mengangkangi pahanya
karena ia sudah tidak mengenakan celana dalam lagi. Akan tetapi aku
sungguh bangga karena Lisa masih menjaga dirinya tetap santun dengan
tidak membuka kakinya.
Selama beberapa set berikutnya aku memperhatikan baik-baik bagaimana
istriku duduk yang ternyata sulit ditebak karena terhalang oleh rok
mininya. Namun kelihatannya Lisa berusaha sangat keras untuk menjaga
keseimbangan tubuhnya dalam posisi duduk di atas paha kanan Mario dengan
kedua kakinya terkatup rapat. Ujung kaki Lisa hampir-hampir tidak
menyentuh lantai. Itu pun cukup membantu meringankan sedikit beban
tubuhnya sehingga ia dapat tetap pada posisi yang aman. Lalu Mario
mengangkat paha kanannya beberapa sentimeter dari lantai dengan
menginjakkan kaki kanannya ke kaki yang lainnya.
Lisa tak dapat menjaga keseimbangannya dan akhirnya harus meletakkan
kedua kakinya ke lantai. Dan satu-satunya cara adalah dengan meletakkan
kedua kakinya di kanan dan kiri paha Mario. Ya, benar, Lisa harus
mengangkangi paha Mario! Roknya masih menutupi semuanya itu tapi aku
tahu benar bahwa Mario dapat merasakan vagina Lisa bersentuhan langsung
dengan pahanya. Kulit bertemu kulit!
Pada akhir-akhir putaran itu Mario menggerak-gerakkan kaki kanannya
dengan perlahan. Perlahan-lahan naik kemudian perlahan-lahan turun.
Naik-turun, naik-turun, begitu seterusnya dengan perlahan-lahan. Mario
berusaha sebisa mungkin untuk membuat istriku terangsang! Rony
memenangkan putaran kali ini dan mengambil alih remote.
Lisa hendak berdiri dari pangkuan Mario tapi Rony menyuruhnya untuk
tetap duduk di pangkuan Mario. Mario mengacungkan jempolnya ke Rony
sebagai tanda terima kasihnya. Lalu ia kembali menaikturunkan kaki
kanannya untuk memberi Lisa ‘tunggangan’ pahanya. Setelah set berikutnya
Rony bertanya kepada Lisa, “Mengapa kamu enggak memakai BH malam ini,
Lisa? Untuk pamer?”
“Tidak, Ron! Dengan kaos seperti ini kadang-kadang aku memang tidak memakai BH!” Lisa mengejek balik.
“Ah masa sih? Karena kamu suka pamer, aku perintahkan kamu untuk
melepaskan kaos kamu. Tentunya asal Budi tidak keberatan.” Kemudian
semua pandangan jatuh padaku. Aku tidak dapat berkata apa-apa karena
Rony akan membongkar rahasia perselingkuhanku dengan Maria. Dengan
enggan aku mengangkat kedua bahuku dan menaruh seluruh kepercayaanku ke
Lisa. Ia pasti punya batas sejauh mana keputusannya dan aku yakin kali
ini pasti sudah mencapai batasnya.
Rony melanjutkan, “Begini deh, walaupun jelas-jelas Budi enggak
keberatan, aku tahu kalau ini pasti susah buat kamu, Lis. Jadi aku akan
kasih kamu pilihan. Aku suka melihat kaos yang kamu pakai. Ketat dan
seksi. Tapi tujuan tidak memakai BH adalah untuk melihat tonjolan puting
dari balik kaos itu. Dan saat ini aku tidak melihat apa-apa. Jadi
begini deh, aku kasih kamu waktu sampai set berikutnya selesai. Kamu
urus deh masalah itu atau kamu harus melepaskan kaos kamu. Terserah
kamu, Lisa.”
Karel membagikan kartu tanda set ini sudah dimulai. Lisa meraih
sebotol bir dingin dan menempelkannya ke dadanya selama beberapa detik.
Ia melepaskan botol itu dan masih mendapati putingnya belum mengeras.
Aku menjadi sedikit lega karena setidaknya ia tidak terangsang oleh
semua ini. Well, setidaknya sampai saat ini.
Set ini akan segera berakhir ketika Rony berkicau, “Sudah hampir waktunya untuk melepaskan kaosmu, Lisa.”
Lalu Lisa mendesah dan mulai memilin puting susunya yang masih
tertutup kaos di depan semua orang! Semua ini terlihat seperti dalam
adegan gerak lambat: Istriku menunggangi paha Mario sambil meremas-remas
payudaranya sendiri sementara tubuhnya bergerak naik turun dengan
perlahan akibat Mario yang menggenjot paha kanannya naik turun. Mengapa
ia tidak mengambil keputusan sendiri dan menyudahi semua ini?!
“Waktunya habis!” Ron berseru setelah set tersebut selesai. Lisa
mencubit putingnya dengan keras untuk yang terakhir kalinya dan
meletakkan tangannya di kedua sisi tubuhnya. Ron menatap payudaranya dan
berkata, “Nah begitu dong. Yah, boleh lah.” Kini semuanya dapat melihat
dengan jelas tonjolan puting susunya dari balik kaos putihnya.
“Oke, jaga supaya terus seperti itu sampai akhir putaran ini supaya
kamu enggak usah buka kaos itu,” Ron menyimpulkan perintahnya.
Putaran tersebut berakhir kurang lebih 5 menit setelah itu. Dan dalam
5 menit itu aku melihat adegan istriku menunggangi paha Mario sambil
meremas-remas payudaranya sendiri demi menjaga agar putingnya tetap
tegang. Namun dalam menit terakhir aku melihat ia berhenti meremas-remas
buah dadanya sendiri. Dan putingnya masih mengeras!!
Mario memenangkan putaran tersebut dan meraih remote. Raut wajahnya
berubah dan sorotan matanya menjadi nakal. Ia tidak berkata apa pun
sampai set pertama selesai. Ia terus menggerak-gerakkan kaki kanannya;
naik dengan perlahan lalu turun lagi dengan perlahan. Lisa masih tidak
menyentuh payudaranya sendiri sampai saat itu namun tonjolan puting
susunya masih terlihat, bahkan terlihat lebih menonjol dari sebelumnya.
Lalu Mario bertanya kepadanya, “Lisa, apakah puting susu kamu masih tegang?”
“Iya, Mario,” Lisa menjawab dengan ketus.
“Tapi sudah beberapa menit ini kamu kan enggak menyentuh dada kamu? Kok bisa sih puting kamu masih tegang?” tanyanya lagi.
“Aku rasa ruangan ini dingin!” Lisa menjawab dengan nada yang kasar. Ia tidak memberikan apa yang Mario ingin dengar.
“Lisa, aku akan kasih kamu tawaran yang lebih baik dari tawaran Rony.
Aku akan bertanya 2 hal dan kalau kamu menjawab dengan jujur, aku tidak
akan memberi perintah apa-apa lagi sampai putaran ini berakhir. Kamu
bisa duduk dan menonton permainan ini.”
“Boleh. Apa?” Lisa bertanya.
Mario masih mengangkat tubuh Lisa naik dan turun secara perlahan
dengan pahanya. Lalu ia menahan kakinya di atas sehingga kedua kaki Lisa
yang berada di kedua sisi pahanya itu terlihat kelelahan.
“Apa???!” Lisa bertanya lagi.
Mario menunggu sejenak lalu mengangkat kaki kanannya sedikit lagi dan
menahannya di atas. Lisa harus membiarkan seluruh berat tubuhnya
tertopang pada paha Mario. “Pertanyaan pertama: Apakah pahaku basah?”
Lisa terdiam sejenak lalu menjawab, “Ya, sedikit.”
Suasana menjadi sangat hening. Kemudian Mario berkata, “Pertanyaan kedua: Sebenarnya hanya sedikit basah atau sangat basah?”
“Aku rasa sedikit lebih basah deh, sama saja!” Lisa menjawab balik. Lisa benar-benar kesal terhadap Mario sekarang.
Mario membagikan kartu untuk set berikutnya lalu berkata, “Kalau saja
kamu menjawab dengan jujur, aku pasti melepaskan kamu sampai akhir
putaran ini.”
Lisa beseru, “Aku sudah jawab tadi, apa sih yang kamu mau?” Mario
kemudian mengulangi pertanyaan awalnya, “Apakah pahaku ini sesungguhnya
hanya sedikit basah atau sangat basah? Cuma dua pilihan kok, hanya
sedikit atau sangat? Yang mana, Lisa?”
Aku rasa Lisa menyadari bahwa ini adalah paha Mario jadi sudah pasti
Mario tahu kebenaran yang sesungguhnya. Akhirnya Lisa menjawab dengan
suara yang pelan, “Sangat.”
Itu adalah jawaban yang parah untuk didengar. Walaupun tidak mau
mengakuinya, Lisa baru saja mengatakan kepada teman-temanku bahwa
dirinya menjadi sangat basah karena melakukan ini semua di depan mereka!
Yah, setidaknya malam sudah begitu larut sehingga permainan akan segera
berakhir.
Rony keluar sebagai pemenang di putaran tersebut dan menyuruh Lisa
kembali duduk di kursinya sendiri. Ia meraih remote dan mengatakan bahwa
supaya adil, ia akan kembali ke sistem memberi pilihan kepada Lisa.
Rony memberi istriku pilihan: menanggalkan rok mininya atau melepaskan
seluruh pakaianku dengan hanya meninggalkan celana dalamku dan mengikat
tubuhku kuat-kuat di kursi sehingga aku tidak bisa bergerak sampai
putaran tersebut berakhir. Ron menjelaskan bahwa Lisa akan memberikan
pertunjukan seksi untukku dan aku ingin memastikan bahwa aku tidak dapat
menyentuh dirinya. Tentu saja Ron kembali meminta persetujuanku dan apa
yang dapat aku katakan dengan Ron yang bersiap untuk membeberkan
perselingkuhanku. Aku kembali hanya berharap agar istriku tidak
melakukan hal yang membutuhkan interferensi fisik dariku.
Lisa mulai melucuti seluruh pakaianku dan mengikat tubuhku. Sampai
akhir putaran barulah Rony menyatakan bahwa ikatannya cukup kuat. Dan
memang benar, aku tidak dapat bergerak sedikitpun kecuali pergelangan
tangan dan kepalaku. Karel kemudian menyeret kursiku pindah ke ruang
keluarga. Saat itulah aku mulai menjadi khawatir. Pria-pria ini bukanlah
pemerkosa dan lagipula istriku tidak akan pernah melakukan hal-hal yang
benar-benar seksual kepada mereka, tapi apa yang sedang terjadi??!
Mereka mulai menjelaskan sesuatu kepada Lisa di ruang kartu tempat
kami bermain kartu tadi namun aku tidak dapat mendengarnya. Sesuatu yang
berhubungan dengan video kamera. Kira-kira sepuluh menit berikutnya,
mereka sudah menemukan kedua video kameraku. Aku masih menduga-duga apa
yang mereka rencanakan. Dan sudah pasti Lisa tidak akan setuju mereka
merekam dirinya mengenakan kaos ketat itu!
Karel masuk dan menyalakan TV yang diset sehingga menayangkan video
kamera dari ruang kartu. Video kamera itu ditaruh di tempat aku duduk
sebelumnya sehingga aku dapat melihat istriku sedang menunggangi paha
Rony.
Kemudian melalui ikatan yang dibuat Lisa tadi, Karel meraih celana
dalamku lalu menariknya turun sampai ke lututku! “Hei, apa-apaan nih?!”
aku berteriak.
“Nih!” jawab Karel dan ia meletakkan video kameraku yang lainnya di
atas DVD player dan mengarah tepat ke tengah-tengah selangkanganku. Apa
si Karel ini homo, pikirku. Lalu ia menyalakan stereo dengan suara yang
besar dan pergi meninggalkan ruangan itu. Aku berteriak memanggilnya
namun ia tidak dapat mendengar dari balik dentuman musik yang keras.
Aku memperhatikan TV dengan seksama untuk melihat apa yang sedang
terjadi. Dengan suara musik yang keras, aku masih dapat mendengar
percakapan mereka dari TV. Mereka mulai bercerita tentang semua omong
kosong tentang aku yang mempunyai fantasi seksual untuk melihatnya
berhubungan seks dengan mereka semua. Rony menjelaskan bahwa akulah yang
merencanakan ini semua dan karena itulah aku tidak keberatan sama
sekali atas semua ini dan membiarkan diriku diikat. Lalu di atas meja
mereka letakkan TV kecil yang mereka ambil dari dapur. Walaupun aku
tidak dapat melihatnya, namun aku tahu apa yang ditayangkan di TV itu.
Rony menjelaskan bahwa dengan cara ini aku tidak kehilangan kontrol
setelah semua ini dimulai dan TV di atas meja itulah yang menjadi signal
dariku apakah harus lanjut terus atau berhenti.
Rony menyalakan TV tersebut. Aku memandang ke arah penisku untuk
melihat apa yang sedang Lisa lihat. “Penisnya keras Lisa, berarti dia
mau kamu untuk lanjut terus. Itu petunjuk yang dia berikan kepada kita.”
“Lisa tidak mungkin percaya! Tidak mungkin!” aku berkata kepada diriku
sendiri dalam hati.
Lisa menatap layar TV yang memperlihatkan penisku lalu menatap ke
arah video kamera di tempat aku duduk sebelumnya. Aku melihat istriku
menatapku melalui layar TV. “Ayolah, Lisa! Jangan mau jatuh ke dalam
perangkap mereka!!” aku berdoa. Lalu ia bertanya kepada Rony, “OK, jadi
kalau penisnya melembek berarti itu signal bahwa kita harus berhenti?”
Rony menjawab, “Iya, dia bilang kalau penisnya sudah tidak ereksi
berarti dia sudah tidak terangsang lagi oleh ini semua dan kita semua
harus berhenti saat itu juga.”
Lisa kembali melihat ke layar TV yang masih memperlihatkan penisku
yang keras dan menggelengkan kepalanya dengan perlahan seakan-akan ia
baru mengerti semua ini. Aku mulai berpikir apa saja selain seks tapi
tidak mungkin untuk membuat penisku melembek. Kemudian Karel berkata
bahwa aku berharap tiap orang dapat ikut ambil bagian sehingga ia harus
menuruti perintah mereka seperti mereka telah memenangkan satu putaran.
“Lisa, berdiri,” perintah Mario setelah ia pindah ke belakang Lisa
melepaskan celana panjang dan celana dalamnya. “Membungkuk dan rebahkan
tubuhmu di atas meja. Dan posisikan wajahmu dekat dengan kamera,”
perintah Rony. Lisa merebahkan tubuh bagian atasnya ke atas meja dan
wajahnya memenuhi seluruh layar TV di depanku karena wajahnya begitu
dekat dengan kamera yang dipasang di tempat dudukku.
Aku melihat ia memalingkan wajah untuk melihat ke arah monitor untuk
mengecek ulang keadaan penisku. Sial, mengapa penisku masih keras!?!
Mario berdiri di belakangnya dan menaikkan roknya sedikit. Lalu ia
menampar pantat Lisa dengan keras! Lisa terlonjak tapi tidak memprotes.
Rony dan Karel kemudian juga bergerak ke belakangnya dan mulai
menanggalkan celana panjang beserta celana dalam mereka.
Lisa memandang ke kamera dan mengisyaratkan dengan mulutnya, “Aku
sayang kamu” kepadaku. Kurang ajar, bagaimana mungkin ia percaya bahwa
aku menginginkannya melakukan ini untukku?
Rony berkata, “Aku rasa sekarang sebaiknya kamu melepaskan kaosmu.”
Lisa mengangkat tubuhnya sedikit dan melepaskan kaosnya. Kedua
payudaranya sekarang tertekan di atas meja.
Kemudian Rony bertanya, “Lisa apakah kamu siap untuk memberikan pertunjukan yang indah kepada suami kamu?”
Karel berkata kalau ia mendapat ide lalu pergi mengambil sesuatu. Ia
kembali dengan sebuah buku dan mulai menulis sesuatu dengan bantuan Rony
dan Mario. Kemudian mereka memberikan buku itu kepadanya.
Rony kemudian bertanya sekali lagi, “Apakah kamu siap untuk
memberikan pertunjukan yang indah untuk fantasi suamimu? Nih, untuk
membuat ini menjadi lebih enak, setiap kali kami sebut suatu angka, kamu
harus membacakan dengan keras apa yang tertera di buku ini.”
Lisa membaca tulisan di buku itu lalu melihat ke TV dan mendapati
penisku yang masih keras. Ia ingin semua ini berakhir, aku tahu itu,
akan tetapi aku tidak mampu melenyapkan ereksiku. Seberapa gigihnya aku
mencoba, penisku tetap sekeras batu.
Rony membungkuk dan menulis beberapa kata lagi di buku itu. Setelah
itu, ia bergabung bersama Karel dan Mario dan berkata, “OK, Lisa, nomor
1.”
Tanpa perasaan ia membaca tulisan itu datar, “Aduh, gua horny banget. Ayo dong ngentotin gua.”
Rony menampar pantatnya dan berkata, “Ingat, ini fantasi Budi. Mana
percaya dia sama omongan seperti itu? Ayo ucapkan sekali lagi, kali ini
buat dia pikir bahwa kamu sungguh-sungguh menginginkannya!”
“Aduh, gua horny banget. Ayo dong ngentotin gua…” Lisa berseru lebih
kencang kali ini dan kedengarannya cukup dapat dipercaya. Aku tidak bisa
mempercayai kalau ia benar-benar akan melakukan ini semua.
Mario maju menghampirinya dari belakang. Aku tidak dapat memastikan
apakah ia benar-benar berada di dalam istriku atau tidak namun wajah
Lisa mulai bergerak-gerak sedikit maju ke arah kamera. Mario pasti
sedang mendorong tubuh Lisa dengan penisnya. Lisa mengecek ke monitor TV
dan Rony berkata, “Dia masih ingin kita meneruskan semua ini, Lisa.”
Setelah itu Lisa mulai bergoyang-goyang maju mundur dan tidak ada
keraguan dalam diriku lagi bahwa ia sedang berhubungan seks dengan
Mario, aku melihatnya tepat di depan monitor TV di depanku. Kali ini aku
yakin seyakin-yakinnya! Aku berusaha melepaskan diri dari ikatan tapi
usahaku sia-sia.
“Nomor dua!” Mario berseru dari belakang. “Rasanya enak sekali dimasukin elu!” kata Lisa setengah mendesah.
“Enak dimasukin siapa?” Rony bertanya.
Lisa menunggu sejenak lalu menoleh ke belakang dan menjawab, “Mario.”
“Nomor enam!” Mario berseru. Lisa kembali merujuk ke buku lalu wajahnya memelas.
“Tampar pantat gue!” kata Lisa.
Mario menampar pantatnya dengan keras dan pada saat yang sama berteriak, “Nomor tujuh!”
“LAGI!” seru Lisa.
Kemudian sebuah tamparan diluncurkan lalu ia dipaksa untuk memintanya
lagi dan sebuah tamparan lagi. Ini berlangsung lebih dari satu menit.
“Lagi,” rengek Lisa. Setelah itu satu tamparan keras terakhir dari Mario
sebelum akhirnya ia mundur. Apakah ia sudah ‘keluar’? Apakah ia
mengeluarkannya di dalam istriku?! Aku tidak tahu.
Mario bergeser dan tempatnya di ambil oleh Karel.
“Nomor SATU!” Rony berseru.
“Aduh, gua horny banget. Ayo dong ngentotin gua…” kata Lisa.
Seperti sebelumnya Lisa terdorong mendekat ke kamera, namun ada yang beda kali ini. Ia terlihat kaget.
“NOMOR DELAPAN!” seru Karel.
“Gua suka ****** yang gede kaya begini di dalam gua,” kata Lisa.
Sambil memompanya dari belakang, Karel membungkuk dan bertanya tepat
di telinga Lisa, “Elu suka ******* sama ****** gede kan, Lisa?”
Lisa tidak memberi jawaban, jadi Rony berseru dari samping, “Nomor delapan!”
“Gua suka ****** yang gede kaya begini di dalam gua,” jawab Lisa.
Lisa masih bergoyang-goyang maju mundur di depan kamera karena hentakan pinggul Karel.
Karel membungkuk lagi dan tepat di telinga Lisa ia bertanya dengan
keras sehingga semua orang di ruangan itu dan aku yang berada di ruang
sebelah dapat mendengar, “Elu suka ****** gede gua ngentotin elu, kan?”
Tidak ada jawaban. Karel masih tetap membungkuk dengan mulutnya
menempel di telinga Lisa sambil terus memompa penisnya ke dalam Lisa.
Wajah Lisa tertunduk ke bawah menghadap meja. Karel menjambak rambutnya
dan menarik wajahnya ke atas sehingga wajahnya kini memandang tepat ke
kamera dan bertanya sekali lagi, “Elu suka ****** gede gua ngentotin
elu, kan, Lisa?”
Lagi-lagi tidak ada jawaban. Rahang Lisa terkatup rapat dan goyangan
tubuhnya semakin cepat karena Karel benar-benar memompa ke dalam
tubuhnya dengan penuh tenaga. Lisa membuka matanya dan memandangi
langit-langit, terlihat jelas ia berusaha untuk menoleh ke samping
tetapi Karel mencengkram rambutnya kuat-kuat. Mulutnya masih berada di
telinga Lisa dan terus berbicara kepadanya. Kini ia menggenjot sekuat
yang ia bisa dan bertanya sekali lagi, “Elu suka ****** gede gue
ngentotin elu, kan, LISA?”
Lisa berteriak dari balik rahangnya yang terkatup, “IYAAAA!” Tidak
ada nomor yang disebut kali ini! Jawaban itu keluar dari dirinya
sendiri! Ia pasti hanya mencoba menjawab apa yang mereka ingin
dengarkan. Aku hanya bisa berharap itu.
“Sudah gua duga,” kata Karel sambil bergerak meninggalkan Lisa.
“Nomor satu,” kata Ron.
“Aduh, gua horny banget. Ayo dong ngentotin gua…” rengek Lisa.
Aku dapat melihat bahwa Lisa sudah lelah tapi aku tahu Rony harus
mendapat gilirannya juga. Ia menyuruh Lisa untuk berdiri lalu mereka
menggeser meja itu ke samping, meninggalkan satu kursi di tengah-tengah
dan Rony duduk di sana menghadap ke kamera. Ia menyuruh Lisa untuk
melepaskan rok mininya sebagai pakaian terakhirnya dan ia menurut.
“Lisa duduk di pangkuan gua, menghadap ke kamera. Trus ngentotin gua,
karena elu bilang elu horny,” perintah Rony. Ia menghampiri Rony,
memutar tubuhnya menghadap kamera lalu duduk di pangkuan Rony. “Oh
enggak dong, gua enggak suka becek yang bekas orang lain. Nomor sepuluh,
Lisa.”
Lisa membaca tulisan di buku itu lalu melihat ke arah monitor TV.
“Gua mau dientot di anus,” katanya. Bahkan aku tidak pernah melakukan
ini dengannya dan sekarang ia akan melakukannya dengan Rony, untuk
pertama kalinya! Setelah mengecek keberadaan penisku di monitor TV untuk
kesekian kalinya akhirnya ia dengan perlahan duduk di pangkuan Rony.
Rony mengarahkan penisnya ke liang duburnya. Aku dapat melihat
semuanya dengan jelas. Tubuh Lisa basah oleh keringat sehingga pantatnya
hanya bergerak turun secara perlahan menelan batang kemaluan Rony
sampai ia duduk sepenuhnya di pangkuan Rony. Tentu dengan penis Rony
bersarang di liang duburnya. Rony membuka kedua kaki Lisa lebar-lebar
sehingga kami semua dapat melihat apa yang terjadi. Lalu ia memberi
perintah, “Sekarang, ngentotin gua Lisa! Ayo, kasih pertunjukan yang
bagus!! Gerakin tuh pantat secepat yang elu bisa!”
Dengan penis Rony di anusnya, Lisa mulai menggerakkan pinggulnya
dengan gerakan melingkar, Lisa mulai menunggangi Rony! Sementara Rony
hanya duduk diam, istrikulah yang melakukan semua gerakan sensual itu.
Mario mengambil buku itu dan menaruhnya di tangan Lisa lalu berkata,
“Nomor sebelas.”
Gerakannya menjadi sedikit melambat agar dapat membaca tulisan itu
lalu berkata, “Minta ****** lain dimasukin ke gua dong.” Penis Rony
sudah berada di dalam anusnya, kini Karel maju di hadapannya, berdiri
tegak. Karena terhalang punggung Karel, aku tidak dapat melihat apa-apa
sekarang, kecuali kepalanya. Dan Karel segera mulai memompa tubuh Lisa.
Kini ada dua penis yang masuk ke dalam tubuh istriku. Menerima dua
penetrasi sekaligus, tubuhnya benar-benar lemas dan tidak ada yang bisa
aku lakukan untuk menghentikan ini semua!
Mario berjalan menuju ke wajahnya dan mengeluarkan penisnya ke arah
mulutnya. Lalu Lisa mulai menghisap penis itu! Tidak ada nomor yang
disebut, tidak ada perintah yang diucapkan, tidak ada apa-apa, dan ia
langsung melahap dengan mulutnya. Dengan satu penis di dalam vaginanya,
satu di dalam anusnya, dan satu di dalam mulutnya, Lisa mulai mendesah
seperti kesurupan. Desahannya benar-benar keras, lagi dan lagi.
“Mmmmppphhhhhh mmmpphhhhh….” Lisa sudah hampir berorgasme, lebih kuat
dari yang pernah aku lihat sebelumnya, aku dapat melihatnya.
Tiba-tiba mereka semua menarik mundur dengan cepat meninggalkan Lisa
dengan nafas yang memburu kencang dan hampir berorgasme. Ia menjadi
gila. Ia memandangi mereka dengan terengah-engah lalu menghampiri mereka
setelah mendapat kekuatan untuk melangkah. Namun Ron menghentikannya
dan berkata, “Jangan! Pakai lutut elu dan merangkak ke sini!” Dan ia
menurut. Istriku merangkak dengan perlahan menghampiri mereka tetap
dengan wajah yang dikuasai birahi yang meletup-letup.
Mario meraih video kamera lalu menyorotnya dari atas. Lisa memandang
ke atas ke arah lensa kamera. Karel menampar salah satu payudaranya.
“Mmmmmppphhh” keluar dari mulut Lisa. Apakah ia suka? Satu tamparan
lagi. “Mmmppphhh,” ia mengerang lalu meremas-remas payudaranya sendiri.
Satu tamparan lagi dan Rony memberi perintah, “Jangan klimaks dulu!” Aku
berharap mereka dapat membiarkannya berorgasme sehingga ia dapat segera
berhenti bertingkah seperti itu.
Mario masih menyorot kamera itu dari atasnya, sementara Rony dan
Karel mulai menampari wajahnya dengan penis mereka. Lisa meraih kedua
penis itu dan mulai mengocoknya dengan tangannya. Aku tidak pernah
melihat Lisa terangsang separah ini sebelumnya!
Karel dan Rony hanya berdiri saja sementara Lisa mengocok penis
mereka. Dan kelihatannya mereka berdua sudah mau mencapai klimaksnya.
Lisa merasakan hal ini dan memandangi bergantian satu penis ke penis
yang lain, mencoba memilih penis mana yang harus dihisapnya sehingga ia
dapat menelan semburan sperma panas dari penis mereka. Akhirnya ia
menghisap kedua penis itu bergantian. Lalu mereka berdua mulai mengejang
dan Lisa menjadi panik. Tak ingin kelepasan salah satu dari penis itu,
akhirnya ia memasukkan kedua penis itu ke dalam mulutnya. Dan pada saat
yang bersamaan, kedua penis itu meletup dan memuntahkan lahar sperma ke
dalam mulutnya sampai penuh meluap. Walaupun ia berusaha untuk menelan
secepat mungkin, masih saja lelehan sperma itu mengalir dari pinggir
bibirnya.
Mario kemudian memberikan kamera itu kepada Karel lalu bermasturbasi
di depan Lisa. Ia mencoba menghentikan Mario karena ia belum mencapai
klimaks dan ia sangat butuh penis yang masih keras. Namun terlambat,
Mario memuncratkan cairan spermanya ke seluruh wajahnya. Lisa mulai
bermasturbasi lagi agar dapat mencapai klimaks, namun lagi-lagi Rony
menghentikannya. Ia memerintahkan Lisa, “Sana masuk ke ruang keluarga
dan selesaikan dengan suami elu. Kasih tau dia betapa elu suka menjadi
jalang malam ini!”
Lisa berlari masuk dan menerjang tubuhku. Teriakanku tenggelam dalam
suara musik yang keras. Karena tidak dapat bergerak dalam ikatan di
kursiku, aku hanya duduk dan menerima goyangan istriku. Mario, Rony dan
Karel pergi sementara Lisa menggenjot penisku. Lisa mengeluarkan
kata-kata cabul dan mengatakan betapa terangsangnya dia lalu berorgasme
dengan dahsyat! Ia turun dari tubuhku, melepaskan ikatan-ikatanku lalu
tak sadarkan diri di lantai.
Copyright: VivianLee
(END)
Home
Cerita Eksibisionis
Lisa
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Lisa : Istri Pemain Kartu Eksibisionis 1
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar