Sekali lagi saya BecakEmak, Tukang Becak yang doyang emak-emak. Mencoba
membagi hasil coret-coretan saya yang mudah-mudahan berkenan dan bisa
dapat tangepan positif.
**Cerita ini hanya karangan fiktif dan hanya untuk kenikmatan membaca
cerita panas semata. Apabila ada Foto dan Gambar dalam coretan ini, itu
hanya untuk pendukung dan tidak ada maksud untuk merusak nama baik yang
bersangkutan**
Pengalaman Karina“Dinas keluar kota”(hijab series)
Tokoh utama: Karina(Ririn)
Usia: 32 tahun
Ukuran Payudara: 34B
Tinggi badan:168 cm
Berat badan : 52 Kg
Satus : Menikah
Pekerjaan : Seketaris Direktur
***
Perkenalkan, namaku Karina atau biasa di
panggi Ririn. Orang tua-ku memang sudah membiasakan-ku untuk mengenakan
hijab semenjak kecil. Walaupun mengenakan hijab, aku merupakan tipe
wanita yang tidak bisa ketinggalan mode. Oleh karena itu aku selalu
memperhatikan penampilan-ku, mulai dari pakaian mode terbaru sampai
merawat tubuh.
Sebagai wanita normal, aku merasa senang apabila penampilanku membuat
orang lain atau lawan jenis memperhatikanku dan memujiku. Tetapi aku
bukanlah wanita nakal atau murahan, membuat diriku menjadi pusat
perhatian memberikan-ku kepuasan tersendiri dan menjadi lebih percaya
diri.
Walaupun kini aku sedang berada di puncak karierku sebagai seketaris
direktur di salah satu perusahaan ternama, Aku tetap menghormati
suamiku. Apalagi usia kami yang tepaut cukup jauh yaitu 9 tahun.
Penghasilan suamiku yang jauh lebih kecil, tidak menjadikan-ku istri
yang membangkang. Kehidupan keluarga kami cukup harmonis dan sudah
dikaruniai seorang anak laki-laki.
Sudah hampir dua tahun belakangan ini, aku diangkat sebagai seketaris
dari direktur utama di perusahaan trempat-ku bekerja. Aku memang
termasuk wanita yang rajin dan ulet dalam bekerja, oleh karena itu Pak
Simon mengangkatku sebagai seketaris-nya langsung.
Pekerjaan-ku sebenarnya tidaklah terlalu sulit, hanya membantu mengatur
dan mengurus segala keperluan administrasi dari Pak Simon. Namun profesi
ini mewajibkan-ku untuk selalu ikut kemana-pun Pak Simon pergi
mengurusi perusahaan, oleh karena itu profesi ini sungguh menyita
waktu-ku.
Tentunya aku terlebih dahulu meminta pendapat suamiku, sebelum
menyetujui pengangkatan jabatan tersebut. Dan untung-nya suamiku sangat
pengertian dan memaklumi bila terkadang aku harus pulang malam atau
pergi keluarkota bersama Pak Simon karena meeting atau pertemuan bisnis.
Pak Simon adalah pria paruh baya keturunan, berusia 48 tahun. Dengan
kulit yang putih dan mata yang sipit membuat siapa saja yang melihatnya
langsung tahu kalau dia adalah pria keturunan. Walaupun terkenal dengan
pribdi yang tegas, sebenarnya Pak Simon adalah orang yang cukup humoris
dan asik untuk diajak komunikasi. Candaan-nya yang apa adanya serta
tawanya yang khas, seringkali menghiburku saat penat bekerja.
Sebenarnya penampilan Pak Simon tergolong biasa layaknya bos, dengan
rambut yang selalu disisir ke samping dan klimis, perut buncit yang
terlihat lucu di tubuh pendeknya. Pakaian mahal dan jam mahal selalu
menempel di tubuhnya.
Pak Simon memang sangat menghormatiku sebagai wanita berhijab, dan tidak
pernah melakukan hal yang kurang ajar kepadaku. Walau kadang becandaan
kami sering menyerempet-nyerempet ke arah Fulgar, itu pun masih dalam
batas wajar layaknya obrolan antara orang dewasa.
Hingga saat ini, pagi ini aku langsung sibuk merapihkan pakaian ke dalam
koper. Tentu saja setelah selesai dengan kewajiban pagi-ku untuk
melayani suamiku dan anak-ku yang tengah bersiap pergi kerja dan
bersekolah.
“Mah.. jadi pergi ke Bali?” Tanya suami-ku yang kembali masuk kamar setelah mengantar anak-ku untuk naik jemputan sekolah.
“Jadi Pah.. paling dua sampai tiga hari aja kok sayang” Jawab-ku sambil terus merapihkan isi koper di atas tempat tidur.
“Jangan diforsir kerjanya yah mah!!” Ujar Suamiku yang kini duduk pinggir tempat tidur.
Melihat suamiku yang sepertinya agak berat untuk melepas aku pergi, aku
pun duduk dipangkuannya dan melingkarkan tangan-ku di lehernya.“Iya
Pah.. Papah juga jangan lupa makan yah” Ucapku manja.
Aku saat ini memang belum mengenakan hijab-ku dan hanya mengenakan
tangtop putih dan celana kerja panjang bahan yang senada dengan blazer
coklat yang nanti akan aku kenakan untuk menutupi bagian atas tubuh-ku.
“Papah mau..kok liatin nenen mamah gitu?” Tanya-ku manja karena melihat
pandangan suamiku yang terus menatap belahan di atas tangtopku.
“Pakaian kamu kok seperti itu mah?”
“Iya.. kan nanti ditutup blazer dan kerudung pah”
“Udah ah jangan diliatin terus nanti kita telat” Ujar-ku yang langsung bangkit dan mengenakan blazer seta penutup kepala.
Kami pun berangkat ke tujuan masin-masing. Singkat cerita setelah
janjian bertemu di Air port, Aku dan Pak Simon pun langsung terbang ke
Bali. Sebenarnya aku cukup senang jika harus berkerja menemani Pak Simon
ke luarkota, karena bisa jalan-jalan geratis dan menjadikan pekerjaan
tidak membosankan.
Seperti biasa setelah kami check in di salah satu hotel bintang lima,
kami langsung berangkat untuk meeting di salah satu cabang perusaan
disana. Dan baru kembali ke hotel setelah acara makan malam bersama
karyawan dan jajaran direksi di sana.
Tentu saja kami menginap di kamar hotel yang berbeda namun bersebelahan.
Setelah mandi dan merapihkan beberapa dokumen. Aku menyempatkan diri
untuk mengubungi anak dan suamiku. Tak beberapa lama kemudian Pak Simon
menelefon untuk membahas jadwal besok.
Setelah kembali mengenakan pakaian yang sedikit santai, aku pun turun
menyusul Pak Simon yang telah siap menunggu di lobi hotel. Dan akupun
ikut duduk dan mulai menjelaskan beberapa rincian pekerjaan yang akan
dikerjakan selama di Bali.
“Hmm.. sepertinya akan sibuk kita Rin” Ujar Pak Simon yang hendak
menyeruput secangkir expresso. Pak Simon memang terbiasa memanggilku
Ririn, mungkin agar lebih akrab dan tentu saja aku tidak
mempermasalahkan hal tersebut. Toh umur kami memang tepaut cukup jauh.
“Iya pak.. Walau cabang kecil tapi transaksi disini cukup ramai” Jawab-ku
“Bisa gak sempat saya jalan-jalan sambil liat-liat cewek disini..Hahaha” Ucap-nya santai sambil diikuti tawanya yang khas.
“Kan bisa liat saya pak..” Jawab-ku mengikuti candaan-nya.
“Bosen ah..Hahahahha”
Tawa kami pun meledak seketika, memang tidak aneh bagiku dan Pak Simon
untuk bercanda seperti ini. Obrolan kami pun berlanjut dengan bahasan
yang lebih santai dan banyak diselingi candaan dan tawa.
Setelah selesai berdikusi dan melepas penat, kami pun kembali ke kamar
masing-masing. Setibanya di kamar akupun langsung membersihkan diri dan
berganti baju tidur. Tak berapa lama memejamkan mata, tiba-tiba aku
terbangun karena mendengar televise yang tiba-tiba menyala.
Aku pun kaget karena melihat remote yang masih tergeletak di atas meja
kecil disampingku. Awalnya aku hanya menganggap ini adalah kebetulan dan
kembali mematikan televise tersebut dan kembali memejamkan mataku.
Namun kembali aku terbangun akibat suara televise yang kembali menyala.
Aku yang memang penakut sejak kecil, mulai merasa takut. Ku pandangi
seluaruh isi hotel yang tiba-tiba terlihat seram. Mungkin karena aku
yang penakut, aku mulai merasakan bulu kuduku merinding. Dengan cepat
aku raih handphone di samping tempat tidurku dan menelefon suamiku.
Namun setelah beberapa kali panggilan, tidak ada juga jawaban dari
suamiku.
Semakin lama rasa takut-ku semakin menjadi-jadi, dan aku tidak bisa
tidur. Ku lihat jam di meja sudah menunjukan jam 00.30, namun aku juga
belum bisa tidur karena masih dilanda rasa takut. Tidak biasanya aku
mengalami hal ini, kali ini memang sungguh lain.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Pak Simon yang berada
disebelah-ku. Aku sadar betul kalau itu akan mengganggu waktu
istirahatnya, namun aku sudah tidak punya jalan lain.
“Halo.. Ada apa Rin?, tengah malam begini…” Tanya suara yang berasal dari handphone-ku
“Eh..anu Pak.. Bapak sudah tidur? Maaf nih saya jadi ganggu.. Begini
pak..” Aku pun mulai menjelaskan kejadian yang baru saja aku alamai dan
alasan-ku meneleponnya tengah malam begini.
“Kamu kebanyakan nonton film horror saja Rin.. “ Ujar Pak Simon menenangkan-ku dengan nada sudara mengantuk.
“Tapi pak.. saya tidak berani sendirian dikamar..”
“Lalu..?
“Eh..anu pak.. kalau boleh saya numpang tidur di kamar bapak malam ini saja.. “ Pinta-ku memohon.
“Yasudah.. kalau kamu mau-nya begitu”
“Eh.. boleh pak?”
“Sudah.. cepat kalau mau kesini.. saya mengantuk sekali”
“Ba…baik pak”
Setelah menutup telepon aku pun langsung memakai kembali pakaian dalam
yang sempat-ku lepas sebelum tidur. Karena tanpa Bh, putting payudaraku
akan terlihat menonjol di balik dasater tipis yang kini aku kenakan.
Tidak lupa aku kembali mengenakan penutup kepala dan sweater untuk
menutupi lengan-ku yang tidak tertutupi daster tanpa lengan.
Dan aku pun membunyikan bell kamar Pak Simon, dengan wajah mengantuk Pak
simon yang saat itu mengenakan kaus putih polos dan celana pendek,
terlihat sedikit terbengong melihatku saat membuka pintu. Mungkin karena
wajah-ku yang tanpa make-up fikirku.
Setelah mempersilahkan aku masuk Pak Simon langsung mengunci kembali
pintu kamarnya.“ Kamu nih tumben ketakutan, tidak seperti biasanya” Ujar
Pak Simon
“Maaf Pak.. saya juga heran.. sepertinya ada yang aneh dengan kamar itu”
“Sudah-sudah.. sekarang lebih baik kamu tidur, karena besok jadwal kita masih sibuk”
“Eh..iya pak” Jawab-ku yang menjadi meraasa tidak enak sendiri, dan masih berdiri terpaku di kamar Pak Simon.
Setelah rasa takut-ku perlahan mulai menghilang, tiba-tiba aku tersadar
kalau kini aku harus tidur seranjang dengan Bos-ku. Tapi biarlah ini
lebih baik dari pada tidak bisa tidur semalaman, lagian Pak Simon tidak
pernah bersikap kurang ajar dan selalu menghormatiku sebagai
seketaris-nya.
Dengan mencoba berfikir positif aku mulai merebahkan diriku disamping
Pak Simon yang sudah terlebih dahulu tidur membelakangiku. Baru kali ini
aku merasakan tidur seranjang dengan pria yang bukan suamiku. Walaupun
keberadaan Pak Simon membantu menghilangkan rasa takut-ku, namun
perasaan adanya pria lain disamping-ku sunggu tidak bisa ku hilangkan
begitu saja.
“Rin.. Kamu sudah tidur?” Tanya Pak Simon yang tidur membelakangiku.
“Be..belum..” Jawab-ku.
Mendengar jawaban dariku, tiba-tiba Pak Simon membalikan badannya kearah-ku. “Kamu masih takut?” Tanya-nya dengan lembut.
“Ti..tidak Pak.. Saya hanya menjadi tidak enak mengganggu bapak
malam-malam begini” Jawab-ku sambil menoleh kearahnya. Tentu saja aku
berbohong karena bukan itu alasan utama aku belum juga bisa memejamkan
mata-ku.
“Kenapa harus tidak enak..saya malah senang bisa ditemani kamu” Jawab Pak simon
“Maksud Bapak?” Tanya-ku tidak mengerti.
“Yah.. ini seperti mimpi jadi kenyataan” Ujar Pak Simon dengan tatapan penuh arti.
“Maaf pak.. saya tidak mengerti maksud Bapak”
“Rin.. kalau boleh saya jujur, Saya sangat senang dengan cara kerja kamu yang rajin dan ulet. Tapi…”
“Tapi pa pak?”
“Hmm.. “ Pak Simon pun menghela nafas panjang.. “Begini loh rin.. sudah
hampir dua tahun belakangan ini waktu banyak menghabiskan waktu bersama
kamu.. Entah mengapa saya semakin lama semakin mengagumi mu” Ujar Pak
Simon dengan lembut.
“Maaf Pak.. saya masih tidak mengerti maksud perkataan Bapak.”Perkataan
Pak Simon membuatku sunggu tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat
untuk menanggapi kata-katanya.
“Kamu cantik Rin, pintar, rajin, jujur dan senang tiasa menemani saya…
Jujur saja sebagai pria normal saya mulai menaruh perasaan kepadamu.”
Mendengar pujian dan pengakuan Pak Simon yang terlihat tulus, membuatku
merasa kaget. Walau sebenarnya diriku juga mengagumi sosok Pak Simon
yang tegas dan berwibawa, namun itu hanya sebatas sebagai atasan dan
panutan. Sehingga pengakuan Pak Simon tentang perasaannya kepadaku
sunggu membuatku terkejut dan tidak tahu harus bagaimana.
Sebenarnya bisa saja aku menamparnya dan menolak perasaanya, karena
setatus kami yang bukan lagi single. Namun aku benar-benar bingung harus
merespon seperti apa. Bukan karena setatusnya sebagai atasan-ku,
sehingga aku takut akan dipecat bila menolah dan memakinya saat ini.
Namun Pak Simon terlalu baik dan bayak berjasa untukku, dan aku sama
sekali tidak ingin menyakitinya.
“Pak.. Saya mengerti.. mungkin ini karena kita yang sudah sering
bersama, saya rasa itu hal yang wajar karena saya juga mengagumi bapak,
namun Bapak kan tahu kalau saya sudah memiliki suami dan anak, begitupun
dengan bapak” Jelas-ku dengan sangat hati-hati.
“Iya.. Rin saya juga berfikir demikian, terima kasih kamu sudah tidak
marah dan mau mengerti.. Maafkan kelancangan saya” Balas Pak Simon
“Tidak perlu minta maaf pak.. Mungkin saya yang sebaiknya lebih
menyadari posisi saya dan mulai menjaga jarak dengan Bapak” Ujar-ku
merasa bersalah melihat ekspesi wajah Pak Simon.
“jangan-jangan,.. Menjaga jarak hanya akan membuat saya merasa bersalah dan lebih menyesal..”
“Baiklah Pak.. Saya mohon maaf karena tidak bisa membalas kebaikan perasaan Bapak”
“Tidak apa-apa Rin. Itu salah saya yang tidak bisa menahan diri terhadap wanita sebaik dan secantik kamu..”
Jujur saja pujian yang terus Pak Simon ucapkan, entah mengapa begitu
mengena dihatiku. Dan hati kecilku malah merasa bersalah karena menolak
perasaan Pak Simon.
“Rin.. Boleh saya meminta sesuatu yang sepertinya agak berlebihan?” Tanya Pak Simon dengan tatapan yang dalam.
“Meminta apa pak.. ?kalau saya bisa pasti akan saya akan saya lakukan”
“Boleh saya melihat-mu tanpa mengenakan penutup kepala?” Mohon Pak Simon memelas.
Entah mengapa walau tahu betul itu adalah sebuah permintaan yang tidak
layak diucapkan kepada wanita berhijab sepertiku. Aku sunggu tidak bisa
membuat Pak Simon lebih kecewa dan menetapkan diri untuk memenuhi
permintaannya.
“I..ya..bo..boleh..” Jawab-ku dengan sedikit gemetar
Aku pun bangkit terduduk dihadapan Pak Simon yang terus menatapku.
Dengan jantung berdebar, pelahan akupun meraih ujung penutup kepalaku
dan menariknya melewati leher jenjangku yang mulus dan putih.
Setelah penutup kepalaku terlepas, aku melihat wajah Pak Simon yang
terlihat terpesona menatapku. Seketika aku merasa pipiku panas menahan
malu, karena belum ada pria lain selain ayah dan suamiku yang melihatku
tanpa penutup kepala. Kini Pak Simon pasti sudah dapat melihat rambut
hitam-ku yang selalu dipotong sebatas punduk.
“Kamu cantik Rin.. sungguh benar-benar cantik” Puji Pak Simon
“Jangan dilihatin terus pak, saya malu..”
“Maafkan Bapak Rin, tapi kamu benar-benar cantik… Boleh Saya menecup kening-mu sebagai tanda sayang?”
Aku yang mulai terbuai dengan pujiannya, hanya mampu mengangguk lemah
dan tidak mampu menolak permintaanya. Dengan perlahan Pak Simon bangkit
dan menatap wajah-ku dalam-dalam.
Dengan amat perlahan Pak Simon mengarahkan wajahnya mendekati wajah-ku.
Sementara aku hanya mampu terpejam pasrah. “CUP” Aku pun merasakan
sebuah kecupan yang penuh dengan kasih sayang di keningku. Bibir Pak
Simon terasa begitu basah di dahiku.
“Terima kasih Rin.. Saya senang sekali saat ini.. “
Sasat membuka mataku, aku dapat melihat raut bahagia Pak Simon, yang terpampang di hadapan-ku.
“Kita tidur saja Rin.. besok kita harus bangun pagi..”
Aku pun kembali merebahkan tubuhku yang masih terasa gemetar. Dengan
sengaja aku tidak mengenakan kembali penutup kepalaku. Aku berfikir
mungkin itu bisa membalas sedikit rasa bersalahku karena telah menolak
perasaan Pak Simon, yang selalu baik terhadap-ku.
Kami pun tidur dengan saling berhadapan, aku dapat melihat jelas kalau
mata Pak Simon terus memandangi wajah-ku. Sampai entah kenapa ide itu
muncul.
“Pak.. Kalau bapak mau.. bapak boleh kok pegang tangan saya”
“Benar boleh RIn?” Tanyanya memastikan apa yang aku ucapkan.
Aku pun mengangguk sambil tersenyum.“Iya boleh…”
Dengan amat lembut aku merasakan, jemari gemuk tangan Pak Simon mulai
menggenggam tangan-ku. Entah kenapa aku langsung merasakan kenyamanan
ketika tangan Pak Simon menggenggam tangan-ku, dan akupun tanpa sadar
tertidur lelap.
Esok paginya aku terbangun lebih dulu, walaupun sempat kaget saat
melihat pria lain yang tidur disampingku. Dengan perlahan aku melepaskan
tangan-ku yang masih berada di genggaman tangn Pak Simon.
“Kamu sudah bangun Rin?” Tanya Pak Simon yang ikut terbangun.
“Su..sudah pagi pak.. saya mau kembali ke kamar untuk bersiap-siap”
“Yasudah.. nanti saya tunggu di bawah..” Balas Pak simon.
Dengan segera aku bangkit dan kembali kekamar-ku untuk mandi dan
bersiap-siap. Tidak lupa aku memberikabar kepada suami-ku. Aku sungguh
bersyukur karena tadi malam tidak terjadi apa-apa, walau kata-kata Pak
Simon masih terngiang di fikiranku.
Setelah mandi dan siap-siap aku pun segera turun ke lobi untuk menyusul
Pak Simon. Dan seperti biasa dia sudah siap menunggu di lobi.
“CUP” … “kamu cantik sekali pagi ini Rin..” Ucap Pak Simon yang tiba-tiba mengecup pipi-ku.
Walau sedikit terkejut menerima perlakuan yang sedikit berani dari Pak
Simon. Aku merasa tidak keberatan dan membalasnya dengan sebuah
seneyuman manis.
“Bapak…Bikin kaget saja.. gak enak nanti diliat orang ..” Ucap-ku
“Hahahha… Sudah-sudah.. mari kita berangkat”
Kami pun kembali melanjutkan pekerjaan kami disana. Namun setelah malam
itu, perlakuan Pak Simon kepadaku sedikit berubah. Aku merasakan kalau
Pak Simon menjadi lebih perhatian ketimbang biasanya. Dan selalu
melemparkan senyum ketika kami saling pandang. Walaupun sedikit merasa
aneh, aku tidak ingin terlalu mengambil pusing, dan berusaha bersikap
wajar seperti bisa. Bahkan sesekali Pak Simon berani merangkul
pinggangku yang langsing, tentu saja aku menepisnya sehalus mungkin.
Setelah selesai dengan segala urusan pekerjaan, Kami pun kembali ke
hotel. Sore itu Aku, aku langsung meminta untuk pindah kamar, namun
sayang semua kamar sudah penuh karena wisatawan di bali sedang ramai
saat ini. Jadi mau tidak mau aku harus kembali bermalam di kamar-ku
semalam.
Dengan sedikit rasa takut, aku memberanikan diri untuk sekedar
membersihkan diri dengan mandi dan berganti pakaian. Seperti biasa aku
dan Pak Simon makan bersama di restoran hotel. Dam setelah itu kami pun
kembali ke kamar masing-masing.
“Rin.. Kalau kamu takut.. kamu boleh menginap dikamar saya lagi..”
“Oh.. yang benar Pak..?.. Jujur saja saya juga masih takut tidur di
kamar ini..” Jawab-ku yang sedari tadi mengharapkan kalimat itu terucap
dari Pak Simon.
Setelah menghubungi anak dan suamiku, aku bersiap untuk pindah ke kamar
Pak Simon.Dan entah mengapa aku ingin berpenampilan baik di depan Pak
Simon, oleh karena itu aku menyempatkan diri untuk sekedar bercermin
melihat penampilanku. Ku lihat wajah-ku yang terap cantik tanpa makeup.
Dan aku pun mengenakan pakaian yang sedikit memamerkan bnentuk tubuhku.
Entah mengapa aku begitu senang ketika Pak Simon memuji penampilanku.
Dengan tetap mengenakan penutup kepala model santai. Aku kini mengenakan
sebuah legging panjang hitam dan kaus putih berlengan panjang. Tidak
lupa aku mengenakan parfum.
Setelah sampai didepan pintu kamar Pak Simon akupun langsung menekan
bell, yang langsung disambut dengan membukakan pintu kamarnya.
“Mau nginap sama Bapak lagi Rin..” Ledeknya.
“Maaf yah pak.. ngerepotin terus” Ujar-ku memasang wajah bersalah
“Sudah-sudah.. silahkan masuk”
Aku pun masuk ke dalam kamar Pak Simon. Sebenarnya aku sadar betul kalau
tidak pantas bagi seorang wanita dewasa bersuami sepertiku harus
berduaan dengan atasannya. Namun dengan mengatas namakan rasa takut
tidur sendiri aku mencoba membenarkan apa yang aku lakukan ini.
“Kalau bapak merasa terganggu saya tidak apa-apa kok tidur di sofa..” Ujar-ku yang merasa tidak enak.
“Gak apa-apa kok… nih kamu mau susu cokelat panas?“ Ucap Pak Simon sambil menyodorkan segelas cokelat panas ke padaku.
“Te..terima kasih pak” Aku pun meraih cokelat panas tersebut dan mulai meminumnya.
Denga ditemani segelas susu panas kami pun mulai berbincang-bincang
sambil duduk diatas tempat tidur. Dan beberapa kali aku mendapati mata
Pak Simon yang terus mencuri-curi pandang ke arah dadaku yang sedikit
tertutup penutup kepala. Entah mengapa aku malah merasa senang saat Pak
Simon memperhatikan tubuh-ku.Dan entah setan dari mana tiba-tiba aku pun
mulai gelap mata.
“Pak.. Bapak mau liat ini?” Tanya-ku sambil menunjuk payudaraku.
“Ehh.. saya ti..tidak bermaksud..” Jawab Pak Simon gelagapan
“Maaf.. Pak.. dari tadi saya lihat mata bapak ngelirik ke dada saya
terus.. Kalau bapak mau liat bilang saja.. asal tidak perlu melepas
pakaian, saya tidak keberatan kok”
“Ka..kamu serius Rin..?”
“He..em” Jawab-ku menganggukan kepala
“Boleh saya?”
“Tapi liat dari luar aja loh pak” Ujar-ku sambil mengangkat penutup kepala yang menutupi bagian dadaku.
Pak Simon pun mulai menatap langsung ke arah payudaraku yang hanya
bebalut kaus tipis dan Bh didalam-nya. Dengan melihat ekspresi wajah Pak
Simon, Aku-pun mulai merasakan sensasi rasa malu bercampur rasa aneh
yang terus mendorongku
“Rin walaupun hanya melihat dari luar.. sudah dari lama saya
mencuri-curi pandang untuk melihat payudaramu… ini seperti mimpi saja”
Ucap-nya senang.
Akupun melihat Pak Simon mulai mengarahkan tangannya ke depan payudarahku. “boleh saya…?”
aku pun hanya bisa mengangguk kecil, Degan perlahan tangan tersebut
semakin mendekati payudara-ku. Aku yang tidak kuat menahan rasa malu,
hanya mampu terpejam menunggu sentuhan tangan Pak Simon.
Dan akhirnya akupun dapat merasakan tangan Pak Simon menyentuh
payudaraku. Dengan lembut tangan tersebut mulai bergerilya mengusap-usap
payudara-ku. Rasa geli bercampur risih mulai menyelimutiku yang tidak
sanggu melihat apa yang terjadi dengan payudara-ku.
Lama-kelamaan, usapan tersebut mulai berubah menjadi remasan lembut yang
terasa begitu nikmat. Dengan perlahan Pak Simon mulai merebahkan
tubuhku yang mendadak lemah ke atas kasur.
Dan aku pun terkejut, ketika merasakan lumatan di bibir-ku. Dengan
segera aku membuka mataku, dan benar saja wajah Pak Simon berada tepat
dihadapan-ku sambil melumat bibir-ku dengan ganas.
Melihat ekspesiku yang terkejut, Pak Simon pun tersentak menarik
tubuhnya menjauhiku.”Maafkan saya Rin, saya tidak bermaksud seperti ini”
Ucapnya dengan wajah bersalah.
“Bukan Pak.. Ini bukan salah siapa-siapa. Semenjak bapak mengatakan
perasaan bapak kepada saya, saya sungguh merasa bersalah karena tidak
bisa memberikan yang terbaik untuk bapak. Padahal saya sadar kalau bapak
telah banyak membantu hidup saya.”
“Maksud kamu..?”
“Iya Pak, Saya sangat mengagumi sosok bapak sebagai atasan saya, saya
sungguh tidak ingin membuat Bapak kecewa. Bahkan bila harus memberikan
tubuh saya”
“Karina..” Panggil Pak Simon dengan yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucap-kan.
Dengan senyum dan air mata yang mulai menetes di pipiku, aku
memberanikan diri meraih telapak tangan Pak Simon dan menaruhnya di
payudaraku.”Maaf Pak, biarkan seketaris mu ini untuk terus melayani
anda, dan membalas segala kebaikan Bapak” Ucap-ku dengan lirih dan air
mata.
“Terima kasih Rin..” Ucap Pak Simon yang langsung mendekatkan dirinya kepadaku.
Dengan perlahan dia langsung merangkul pundak-ku dan melumat bibir-ku.
Tangannya pun mulai meremas payudara-ku. Cumbuan Pak Simon mulai
membuat-ku terhanyut, dan merespon dengan membuka bibir-ku, membiarkan
lidah-nya yang basah bermain di dalam mulut-ku.
Sampai tiba-tiba aku merasakan tangan gemuk Pak Simon terus turun dan
meraih bagian bawah tubuh-ku. Aku pun terkejut dan langsung melepaskan
ciuman-nya serta menahan pergelangan tangan Pak Simon, “Pak saya mohon,
jagan lebih dari ini..” pinta-ku.
“Maaf Rin.. tapi saya sangat ingin melihat keindahan dibalik tubuh-mu yang selalu tertutup”
Ucapan Pak Simon membuatku yang sudah mulai dilanda biarahi , menjadi
bimbang. Walaupun telah memberikan kesempatan kepada Pak simon untuk
menjamah-ku. Tapi maksudku tidak lebih dari ini. Aku sangat hawatir
kalau ini akan semakin membuatku terbawa.
“Pak saya mohon jangan, saya tidak ingin menghianati suami saya lebih dari ini” Jelas-ku mencoba mengelak.
“Baik Rin, tapi saya sudah sangat bernafsu saat ini.. “ Ujar Pak Simon memelas.
Fikiran-ku pun kembali berkecambuk, sebenarnya cumbuan Pak Simon. Aku
pun mulai terdiam membisu karena tidak tahu harus berbuat apa. Namun Pak
Simon terus saja merayuku dengan segala cara,di mengatakan kalau hany
ingin menggesekan penisnya di vaginaku dan hanya sebatas itu.
“Tapi saya ingin melepas Bh saya” Paling tidak payudara-ku masih bisa ku jaga fikir-ku.
“Baik RIn.. silahkan buka penutup kepala dan pakaian-mu.” Perintah-nya tidak sabar.
Aku pun bangkit dari tempat tidur, dan mulai melepaskan penutup kepala
dan pakaian-ku. Hingga terpampanglah tubuh mulus putih-ku yang selama
ini terus ku tutupi dibalik pakaian-ku yang tertutup.
Sambil berusaha menutupi kedua payudara dan pangkal pahaku yang tentu
saja percuma. Aku pun merebahkan tubuhku ke atas tempat tidur. Dengan
gemetar aku menunggu Pak Simon yang saat ini terlihat sedang begitu
menikmat memandangi setiap inci tubuh-ku.
“Kamu memang sangat cantik Rin.. Sudah saya duga tubuh-mu begitu bersih dan mulus” Ucapnya tanpa berkedip.
“Cepat Pak selesaikan…” Pinta-ku yang sekuat tenaga menahan rasa malu dan jantungku yang terus berdebar kencang.
Pak Simon pun mendekatkan tubuhnya di sampingku, dan mengecup bibirku.
Setelah memberikan kecupan singkat dibibirku. Pak simon langsung
membenamkan kepalanya di sela payudaraku yang masih terutup BH putih.
Membuatu merasa kan sensasi geli, ketika bulu kasar di wajah pak Simon
menusuk-nusuk kulit payudara-ku.
Sementara aku memutuskan untuk menutup kedua mataku, karena tidak kuasa
menilhat tubuh-ku dicumbu oleh pria lain selain suamiku. Sambil meremas
erat seprei tempat tidur, aku berusaha mengontrol diri ku, Karena kini
aku mulai merasakan kecupan Pak Simon yang terus turun dari Payudara
hingga kini di perut-ku.
Aku yang tak kuasa menahan geli mulai menggeliat-kan tubuhku sambil
tetap memejamkan mata. Dan jantung-ku pun semakin berdebar kencang saat
merasakan ciuman Pak Simon kini mulai mengarah dan terus turun ke
pangkal paha-ku.
Setelah sampai tepat di vagina-ku. AKu pun dapat mendengar suara endusan
Pak Simon yang menghirup nafas dalam-dalam menikmati aroma vagina-ku
yang sepertinya mulai basah.
“Punya kamu wangi sekali Rin.. “ Ujar Pak Simon sambil sesekali
memberikan kecupan tepat di atas vagina-ku yang masih tertutup calana
dalam tipis.
Sampai tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang basah mullai menggelitik
tepat di vagina-ku yang tertutup celana dalam tipis, Dan bisa aku tebak
itu adalah lidah Pak Simon. Menerima rasa geli tersebut aku pun refleks
menjepit kepala Pak Simon dengan kedua pahaku, agar menghentikan gerakan
lidahnya yang semakin terasa geli bercampur nikmat.
Dengan perlahan aku dapat merasakan kedua tangan gemuk Pak simon meraih
pinggiran celana dalam-ku. Mengerti apa yang akan dia lakukan aku pun
mulai meringis sambil terpejam, dengan kedua tanganku semakin kuat
meremas seprai.
Perlahan-lahan aku pun mulai merasakan celana dalam-ku terus turun
melewati kakiku. Rasa dingin udara AC kamar pun mulai terasa membelai
vagina-ku yang basah. Dan setelah berhasi meloloskan celana dalam-ku.
Pak Simon langsung menekuk kakiku dan membuatnya mengangkang.
Walaupun dengan mata terpejam, aku tahu persis kalau kini vagina-ku yang
ditumbuhi bulu lebat telah terpampang jelas di hadapan Pak Simon.
Dengan segenap hati aku pun mempersiapkan diri-ku untuk menerima apa
yang akan Pak Simon lakukan dengan vagina-ku.
Sampai cukup lama aku merasakan dinginnya Ac di vagina-ku, namun belum
ada pergerakan dari Pak Simon. Karena merasa heran aku pun mencoba
perlahan-lahan membuka mata-ku untuk melihat posisi Pak Simon.
Alangkah terkejutnya aku, ketika melihat Pak Simon yang ternyata baru
saja melepaskan celana dalam, yang menjadi satu-satunya pakaian terakhir
ditubuhnya. Kini Aku pun Dapat melihat tubuh Gemuk Pak Simon telah
telanjang bulat. Di antara lipatan perut dan pahanya, aku dapat melihat
penis Pak Simon yang terlihat ereksi maksimal namun masih jauh lebih
kecil dibandingkan kepunyaan suamiku.
Dengan perlahan aku melihat Pak Simon mengarahkan penisnya ke depan
bibir vagina-ku yang kini terpampang jelas karena posisiku yang
mengangkan.
“Pak.. Saya mohon, Hanya digesek saja.. tidak lebih” Pinta-ku yang panik
ketika melihat penis kecil Pak Simon semakin mendekati vagina-ku.
Pak Simon pun hanya membalas dengan anggukan kepala dan tatapan tajam
kea rah-ku. Aku pun kembali memejamkan mata-ku menunggu sentuhan penis
Pak Simon di vagina-ku. Sampai tiba-tiba aku merasakan sentuhan di
vagina-ku yang tentu saja itu adalah penis Pak Simon. Dengan lihai ia
mulai menggesek seluruh celah vagina-ku, bahkan tanpa sadar desahan
mulai keluar dari mulutku.
Aku yang mulai menikmati gesekan penis Pak Simon, sudah tidak
memperdulikan lagi saat merasakan kepala penis Pak Simon sesekali hampir
masuk kedalam lubang vagina-ku. Bahkan tubuhku mulai merespon dengan
menggeliat-geliat merasakan sentuhan penis Pak Simon di vaginaku.
“Rin…?” Panggil Pak Simon sambil tetap menggesek penisnya di permukaan vagina-ku.
“AHh.. iya Pak.. bapak sudah mau keluar?” Jawab-ku lirih karena menikmati gesekan tersebut.
“Belum Rin.. saya ingin merasakan jepitan milikmu…” Ujar Pak Simon diselingi nafas yang memburu.
“Ri..ririn juga mau pak, tapi Saya tidak ingin menghianati kepercayaan
yang di berikan suami saya..”jawab-ku yang sudah dilanda birahi
“Sudah terlambat Rin.. kita sudah sampai sejauh ini.. Dan lagi saya
jamin, ini sama sekali tidak akakn merusak rumah tanggamu..” Rayu Pak
Simon sambil mulai menusuk-nusukan penisnya di lubang vagina-ku.
Sementara aku diam dan mencoba berfikir, Aku dapat merasakan penis Pak
Simon terus bergerak masuk kedalam vaginaku. Memberikan berjuta rasa
nikmat di setiap permukaan dinding vaginaku.
“Rin.. bagainama…boleh saya?” Tanya Pak Simon lagi
“Bagaimana apanya pak.. punya bapak sudah masuk.. mau bagaimana lagi..”Jawab-ku yang hanya bisa pasrah.
Mendengar jawaban ku, Pak Simon hanya tersenyum dan mulai menggerakan
penisnya di dalam vagina-ku. Aku yang sudah terjebak sampai sejauh ini
pun mulai mencoba menikmati bersetubuhan terlarang ini. Dengan tanpa
ragu-ragu lagi desahan dan jeritan mulai keluar dari mulutku, mengiringi
hentakan penis Pak Simon yang semakin bernafsu.
Tangan gemuk Pak Simon pun mulai menggapai tali Bh-ku..” Boleh saya
lihat tubuh indahmu sutuhnya Rin” Dengan cepat aku pun mengerti kalai
dia ingin aku melepas BH yang kini menjadi satu-satunya penutup tubuhku.
Setelah memberi respon dengan anggukan, aku pun mulai meraih pengait Bh
di pundaku. Dengan perlahan aku pun mulai melepaskan Bh-ku. Membuat Pak
Simon terlihat begitu terpesona menatap ke arah payudaraku yang kini
terpampang bebas di hadapannya. Sementara rasa malu karena bertelanjang
bulat di depan atasan-ku, malah membuat vagina-ku semakin basah.
“Payudara kamu indah sekali Rin” Racu Pak Simon menatap kagum kea rah tubuh telanjang-ku yang selalu tertutup.
Dengan ganas Pak Simon langsung menghisap putting kecoklatan-ku yang
menyembul diantara payudara-ku. Lidah kasar dan basah Pak Simon mulai
menggelitik kulit putingku yang terasa semakin sensitif.
“awhhh… pak…yang satunya juga” Ujarku sambil menyodorkan payudaraku yang satunya.
Tentu saja Pak Simon langsung merespon dengan berpindah menghisap
putting-ku yang satunya. Membuatku tidak kuasa menahan rasa geli
bercampurnikmat, hingga tanpa sadar kedua tangan-ku menjambak rambut Pak
Simon agar dia lebih lama bermain dengan putingku.
Aku pun tak kuasa lagi menahan orgasmeku,
“AAAHHHKKKhhh…PAK..aku..aku..aahhhkkkkhh” Jeritku merasakan gelombang
orgasme yang begitu nikmat.
Sementara Pak Simon pun malah mempercepat kocokan penisnya di vaginaku
yang terasa sensitif setelah orgasme. Dan
“Croootttt….crooottt…crooottt…” Aku pun merasakan beberapa semburan
hangat di dinding vagina-ku.
Setelah mengalami orgasme, tiba-tiba tubuh Pak simon yang penuh dengan
keringat ambruk ke atas ubuh-ku. Dengan perlahan penisnya yang semakin
mengecil, terlepas dari jepitan vagina-ku. Diikuti lelehan seperma yang
mengalir keluar dari dalam lubang vaginaku.
Setelah kembali mengatur nafas kami, Aku pun merangkul lengan gemuk Pak
Simon dan mendekapnya diantara sela payudaraku yang basah oleh keringat.
Dengan sayu aku pandangi wajah penuh kepuasan dari atasanku itu.
Dengan lembut Pak Simon mulai mengusap rambutku yang selalu tertutup
hijab, “terima kasih Rin..Sudah mau mengerti..” Ucap Pak Simon diikuti
kecupan di dahiku.
Entah mengapa aku mulai meraih penis Pak Simon yang kini hanya sebesar
Ibu jari. “Pak.. Ririn sayan sama Bapak… “ Ucap-ku sambil membelai penis
kecil Pak Simon.
“Saya juga sayang sama kamu Rin..”
Lengan Pak Simon sungguh terasa empuk dan hangat di pelukan-ku,
membuatku merasa nyaman dan mulai tertidur . Biarlah apa yang akan
terjadi nantinya, aku hanya ingin menikmati kenyamanan yang aku rasakan
saat ini.
Pengalaman Karina“Dinas keluar kota”(SELESAI)
Home
Cerita Eksibisionis
Karina
Penulis Lain
Cerita Eksibisionis Karina : Pengalaman Karina “Dinas Keluar Kota” Hijab Series
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar