“Adeeeekkk… bangun..!!”
“Udah jam segini, ntar terlambat kamu sekolahnya…” teriaknya lagi sambil menarik selimutku.
“Hoaam…. Iyaaaa”
Ku coba membuka mataku yang masih terasa berat, soalnya tadi malam aku tidak bisa tidur karena begitu menanti-nantikan datangnya hari ini. Namun saat ku lihat ada sosok indah di depanku, tiba-tiba mataku langsung jadi melek.
Selama tiga hari belakangan ini aku juga tidak berbuat macam-macam pada kakakku, aku juga tidak onani. Sengaja menyimpan semuanya untuk hari ini.
“Dek, selamat ulang tahun yah…” ucapnya dengan senyum manis mengembang. Indah sekali rasanya pagi-pagi sudah disuguhi senyum manisnya.
“Eh, iya… makasih kak…” kataku sambil senyum-senyum mesum, berharap dia tidak lupa dengan janjinya waktu itu, yang memperbolehkanku melampiaskan segala fantasiku tentang dia.
“Napa kamu senyum-senyum gitu? Hihihi.. Iya-iya kakak tahu… tapi sekolah dulu sana...” ujarnya sambil membuka daun jendela kamarku.
“Yah… hari ini libur dong kak, masa sekolah juga… gak puas ntar, hehe” kataku malas. Aku harus betul-betul memanfaatkan hari ini dengan baik! Ku lihat Kak Ochi tampak berfikir sambil tersenyum-senyum padaku.
“Dasar, masa sampai bolos sekolah sih… Hmm… Ya udah, kakak juga libur deh kuliahnya, kakak bakal temani kamu seharian…” katanya setuju. Yes, Aku senang bukan main, kakakku ini memang baik.
“Hehe, makasih kak”
“Iya iya iya… udah, sarapan dulu deh kalau gitu, udah kakak siapin tuh”
“Oke kak…”
Dengan semangat empat lima aku bangkit dari tempat tidur, begitu tidak sabarnya untuk melalui hari ini yang indah ini. Dimulai dengan sarapan bersamanya? Suatu awal yang bagus ku rasa. Pakaiannya pagi ini juga menggoda seperti biasa, hanya mengenakan celana pendek dan tanktop, ketegangan penisku tentu saja tidak dapat dihindari.
Di atas meja makan sudah terhidang nasi goreng spesial buatan kak Ochi, bahkan kali ini terlihat lebih istimewa dengan garnish yang menghiasinya. Sepertinya dia sudah bangun dari tadi untuk mempersiapkan ini semua untukku. Baiknya dia.
“Enak banget kak nih kelihatannya, sempurna”
“Hahaha, Iyah… makasih. Yuk makan... sini kakak suapin deh, mau gak?” tawarnya, aku hanya mengangguk-angguk kesenangan.
Dia duduk di sebelahku dan mulai menyuapiku. Indah sekali saat ini, serasa pasangan suami istri yang baru menikah saja. Tapi bukan kak Ochi namanya kalau gak suka godain adeknya ini, sesekali saat akan menyuapiku, dia malah menyuapi dirinya sendiri, jadilah hanya angin yang masuk ke mulutku yang membuka lebar. Pakai tertawa cekikikan segala dia. Tapi gak masalah sih, aku juga suka keadaan begini. Menandakan hubungan kami yang memang akrab sebagai kakak adik.
“Fuaahh.. kenyang kak” kataku puas setelah selesai makan.
“Gimana? Enak kan? enak dong pastinya… kakakmu gitu lho…” katanya membanggakan diri.
“Iya, enak banget kak, apalagi disuapin.. hehe..”
“Ya udah… istirahat bentar, tenangin dulu tuh perutnya”
“Terus kak? Habis itu?”
“Maunya kamu apa?” tanyanya balik sambil tersenyum manis. Glek, aku menelan ludahku. Terlebih saat itu aku melihat puting susunya yang nyetak dari balik tanktopnya, tampak tegak menantang. Tapi anehnya aku malah jadi bingung harus dimulai dari mana, padahal aku sudah mempersiapkan banyak khayalan cabul untuk hari ini.
“Ngg… apa yah kak…”
“Hihihi.. grogi yah kamunya? Ya udah tenangin dulu aja perutnya.. ntar kalau udah bilang kakak. Hari masih panjang kok…” katanya bangkit dari tempat duduk lalu membereskan piring dan membawanya ke dapur. Sial! kenapa aku jadi grogi gini sih.
Ku biarkan perutku tenang dulu sambil menonton acara tv, kekenyangan sih. Sambil nonton, sesekali mataku melirik ke arah kakakku yang sedang asik beres-beres rumah. Kakakku ini memang rajin, udah gitu jago masak lagi, cantik dan juga baik, kurang apa lagi coba, kurang belum sempat ku setubuhi saja, hehehe.
“Kak…”
“Hmm? Apa dek?” dia berhenti nyapu dan mendekat ke arahku.
“Apa?” tanyanya lagi sambil duduk di sebelahku. Sial, aku jadi berdebar-debar. Hilang lagi apa yang mau aku ucapkan.
“Kepengen kakak telanjang ya? Kalau iya bilang aja…” katanya mencoba menebak keinginanku, dan memang benar tebakannya itu.
“B-boleh kak” jawabku.
“Pengen sekarang?”
“I-iya kak, sekarang”
“Beneran?” Duh, apaan sih dia, lama amat.
“Iya kaaaaak…”
Dia hanya tersenyum, kemudian bangkit dan mundur selangkah. Dia mulai membuka pakaian yang melekat ditubuhnya. Tanktop kemudian celana pendeknya, menyisakan celana dalam krem yang berenda. Aku lagi-lagi berdebar melihat pemandangan ini, padahal aku sudah pernah melihat dia telanjang sebelumnya. Dengan masih mengenakan celana dalam, dia malah berpose imut dengan menyilangkan tangan di dadanya, seakan berusaha menutupi buah dadanya itu, bikin aku gregetan aja.
“Ayo…. ngaceng yah?” godanya. Tentu saja ngaceng, siapa juga sih yang nggak. Dia senyum-senyum saja melihatku yang salah tingkah.
“Adeeek… copotin celana dalam kakak dongggg” katanya mendesah, membuat aku menelan ludah dan semakin salah tingkah.
“Lho, kok diam dek? Ayo dong…. Mau kakak telanjang gak?” Duh, mana bisa tahan aku. Penisku sudah menegang maksimal di dalam celana.
“I-iya kak” jawabku dengan suara bergetar saking groginya. Aku turun dari kursi dan berlutut di depan kak Ochi. Aku betul-betul berdebar, bagaimana tidak, sensasi menurunkan celana dalam cewek ini lho, mana pernah aku melakukan hal ini sebelumnya.
Ku selipkan jariku di pinggir celana dalamnya dan mulai menariknya turun secara perlahan. Aku betul-betul menikmati sensasi ini meskipun dadaku berdebar dengan kencang.
“Nikmati aja dek.. gak usah buru-buru nariknya” ujarnya pada adek laki-lakinya yang sedang berusaha menanggalkan celana dalam kakaknya ini.
“I-iya kak”
Ku turunkan lagi celana dalamnya itu dengan perlahan hingga akhirnya vaginanya terlihat. Seketika aroma wangi vaginanya masuk ke hidungku, begitu menggoda dan memancing hasrat kelaki-lakianku. Kak Ochi kemudian mengangkat kakinya untuk membantuku melepaskan celana dalam itu melewati kakinya. Dengan sembarangan ku lempar celana dalamnya itu.
“Heh! lempar sembarangan aja! itu celana dalam kakak tau!” protesnya, aku hanya cengengesan saja. Kini dia sudah telanjang di depanku, tanpa sehelai benangpun menempel di tubuhnya!
“Nih… kakak lepasin juga yang lain” katanya sambil melepaskan ikat rambut, kalung, dan antingnya. Sekarang dia betul-betul telanjang bulat! polos tanpa ada apapun yang menempel di tubuhnya! Sensasional banget. Aku sampai tidak dapat berkata-kata dibuatnya. Kak Ochi hanya senyum-senyum saja melihat adeknya yang terbengong-bengong melihat ketelanjangannya ini.
“Dek, kakak nyapu dulu yah.. belum selesai nih…” katanya menyadarkanku. Wah, kayaknya asik nih liat dia yang sedang bugil lagi beres-beres rumah.
“Iya kak… lanjut aja, hehehe…”
Kak Ochi hanya tersenyum saja, sepertinya dia tahu kalau memang itu yang aku inginkan, melihat kakaknya yang cantik beres-beres rumah sambil telanjang bulat. Dia lanjutkan acara menyapunya lagi. Dengan santainya dia beres-beres rumah seperti biasa, padahal dia sedang telanjang bulat sekarang ini, satu lagi fantasiku terkabul.
Yang membuat aku cukup berdebar karena pintu depan yang masih terbuka, apalagi dia menyapu hingga sampai di depan pintu, meski tidak sampai keluar rumah.
“Berani nyapu sampai ke teras depan gak kak?” tantangku iseng.
Kak Ochi melirik sejenak padaku, lalu celingukan memperhatikan keadaan di luar. Nafasku jadi tertahan, dia berjalan keluar rumah! Gila, ternyata nekat juga kak Ochi berani menerima tantanganku. Aku jadi semakin deg-deg kan saja, kakakku yang cantik bening, sedang menyapu bugil di teras depan! Bagaimana kalau ada orang lewat dan menoleh ke arah sini. Tentu saja orang itu akan menemukan sosok gadis muda yang putih mulus sedang telanjang bulat. Apalagi kalau orang itu tetangga-tetangga kami, yang biasanya mengenal dan melihat kakakku selalu tertutup dan berjilbab kalau keluar rumah. Tapi memikirkan kalau ada orang mendapati kakakku sedang bertelanjang bulat malah membuat penisku tegang, walaupun aku tidak benar-benar menginginkan hal itu terjadi.
Untung saja dia tidak lama-lama berdiri di sana dan kembali masuk ke dalam dan menutup pintu, aku jadi dapat bernafas lega lagi.
“Berani amat kak, kalau ada orang liat gimana tuh tadi?”
“Biarin, tapi kamu suka kan? ngakuuu…” tanyanya balik. Aku hanya cengengesan saja. Iya sih suka, tapi kan ngeri juga.
Lama-kelamaan ku lihat sesekali kakakku mengusap-ngusapkan tangannya ke tubuhnya sendiri. Sepertinya dia mulai kedinginan, wajar saja karena hari masih pagi, apalagi dia sedang telanjang bulat. Kasian juga liatnya.
“Dingin kak?” tanyaku padanya, dia hanya tersenyum manis saja.
“Pakai aja bajunya kak kalau dingin…” suruhku karena tidak tega juga melihat dia kedinginan.
“Hmm.. gak dingin kok, udah.. gak papa kok” jawabnya sambil tetap tersenyum, seakan berusaha tetap menuruti fantasiku pada dirinya.
“Kalau gitu ke kamar aja yuk kak…”
“Hah? Kakak lagi bugil gini diajakin masuk kamar? Ayo… kakak mau diapain nih dek?”
“Biar lebih anget aja kak, lagian kan katanya boleh seharian ini kakaknya aku apa-apain, hehehe…”
“Iya-iya… dasar kamu” Kak Ochi akhirnya setuju dimasukin ke kamar. Dia melirik sambil senyum-senyum ke arahku seperti berusaha mencari tahu kalau-kalau aku punya niat mesum terselubung.
“Ya udah, yuk dek.. masukin kakak ke kamar” sambungnya lagi. Glek, aku menelan ludah mendengar omongannnya ini, pikiranku jadi melayang kemana-mana.
“Ayo dong… katanya mau angetin kakak, masukin dong kakakmu ke kamar” glek, glek, glek, aku jadi menelan ludah berkali-kali karenanya. Apalagi dia mengatakan itu sambil mendesah dan menatap nakal padaku. Aku tidak tahan lagi!!! Saking tidak tahannya ku gendong juga tubuhnya dan membawanya ke kamarnya.
“Aw… dek! Gila kamu pake gendong-gendong segala…” katanya terkejut karena tiba-tiba digendong olehku. Untung dia tidak marah beneran, malah cekikikan geli karena ulahku ini. Ku buka pintu kamar dan merebahkan tubuh bugil kakakku ke ranjang.
“Aw.. pelan-pelan! rusak ntar tempat tidur kakak!” protesnya. Aku hanya cengengesan saja. Dia lalu mengambil selimut dan menyelimuti tubuh telanjangnya seadanya dengan kain selimut itu. Satu buah dadanya masih terbuka, begitupun pahanya yang mulus. Pose yang sangat menggiurkan, apalagi dia malah menatapku sambil tersenyum manis, makin tidak tahan aku dibuatnya. Ku buka juga baju dan celanaku hingga akhirnya aku juga jadi ikut-ikutan telanjang bersama kak Ochi di dalam kamarnya.
“Eh, mau ngapain kamu dek? malah ikutan telanjang gitu…”tanyanya dengan ekspresi cemas, entah dia benar-benar cemas atau hanya pura-pura aku juga tidak tahu.
Kini kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat di dalam sini. Suasana yang sangat mesum tercipta, tanpa lama-lama menunggu, langsung aku melompat terbang ke ranjang menghimpit tubuhnya.
“Dek… sakit! Gila kamu! Kontrol diri dek! Deeek… geli!” teriaknya karena tiba-tiba dihimpit oleh tubuhku, ku pikir dia betul-betul kesakitan tapi ternyata dia juga sesekali cekikian kegelian. Aku cuek saja dan tetap memeluk tubuhnya yang masih dibalut selimut seadanya itu.
“Duh… dek! bentar! kakak mau ngomong…!!” teriaknya lagi sambil mendorong tubuhku sehingga pelukanku terlepas.
“M-maaf kak” kataku akhirnya dapat menenangkan diri.
“Kamu ingat kan apa kata kakak bilang kalau gak boleh sampai gitu-gituan?”
“I-iya kak” jawabku grogi takut dia marah dan membatalkan acara ini.
“Hihi.. gak usah takut gitu dek… kakak gak marah kok, cuma ngingetin aja” ujarnya sambil tersenyum, aku lega ternyata dia tidak benar-benar marah.
“Mau lanjut meluk kakak gak nih? Tapi awas jangan sampai nyelip tuh burungmu!” katanya lagi.
“I-iya kak… j-janji gak nyelip”
Kak Ochi tersenyum manis padaku, menandakan dia percaya kalau aku tidak akan berbuat macam-macam hingga sampai menyetubuhinya. Dia lalu membuka lebar-lebar selimut yang tadi menutupi tubuhnya, kemudian dengan gaya nakal menyuruhku mendekat dengan isyarat telunjuk. Tanpa menunggu langsung saja aku terkam lagi dirinya, membuat dia lagi-lagi tertawa cekikikan kegelian.
Jadilah kini tubuh telanjang kami saling berhimpit dan berpelukan, aku di atas dan dia di bawah. Kulitku bersentuhan langsung dengan kulitnya yang mulus dan licin, harum khas tubuhnya membuatku semakin terbuai dan merasa nyaman. Penisku tegang bukan main, tepat berada di atas selangkangannya. Dia sendiri sebenarnya berusaha sedikit memiringkan pinggangnya agar vaginanya tidak lurus berhadapan dengan penisku, pahanya juga ditutup rapat-rapat.
Sambil memeluk, tanganku mencoba menggerayangi bagian tubuhnya yang lain, seperti bahu, leher, perut dan tentunya payudaranya. Tubuhku juga ku gesek-gesekkan ke tubuhnya, memberikan sensasi luar biasa. Jantungku semakin berdebar saat dadaku bergesekan dengan puting payudaranya yang tegak mancung.
“Hihihi.. Dek, gitu banget debaran jantungmu?” ujarnya yang ternyata ikut merasakan debaran jantungku.
“Kakak juga tuh… hehehe”
“Yee… kakak berdebar karena takut ntar kamu nyelip” alasannya. Aku tertawa mendengarnya, dia hanya senyum saja sambil mencubit hidungku.
“Kak..”
“Hmm? Apa dek?”
“Boleh cium kakak?”
“Cium yang mana dulu nih? Pipi atau bibir kakak?” tanyanya balik.
“Kalau bibir boleh?”
“Hmm.. boleh gak yaaahh…” godanya. Aku berharap dia membolehkanku mencium bibirnya, aku penasaran banget bagaimana rasanya. Ku pasang wajah memelas padanya agar dibolehkan.
“Boleh deh… dasar mesum!” setujunya sambil mendorong keningku pakai ujung telunjuknya.
“Hehehe.. makasih kak” aku senang tak terkira, ciuman pertamaku ku dapat dari kakakku sendiri. Entahlah bagi kakakku apa ini juga akan menjadi ciuman pertamanya. Aku tidak tahu juga saat dia pacaran dulu apa dia sudah pernah ciuman.
Ku dekatkan wajahku sehingga wajah kami saling behadapan, mata kami juga saling betatapan, sekali lagi dia tersenyum manis padaku. Aku dapat merasakan helaan nafasnya, membuatku makin berdebar karenanya. Segera ku ciumi bibirnya, yang pertama hanya sekedar mengecup sebentar saja. Saat mencoba yang kedua, kecupanku sedikit lebih lama. Ciuman selanjutnya aku coba mengulum bibirnya yang mungil itu, bahkan kemudian aku mulai berani memasukkan lidahku ke dalam mulutnya, awalnya dia seperti terkejut karena aksiku ini, tapi akhirnya diapun pasrah dan ikut memainkan lidahnya sehingga lidah kami saling membelit satu sama lain.
“Ngmmhh.. belajar dari mana kamu dek? Udah sering ciuman yaaaah?” tanyanya saat ciuman kami berhenti.
“Gak pernah kok kak, liat di bokep doang” jawabku. Dia hanya tersenyum sambil mencubit gemas hidungku.
Ku putar tubuhku sehingga kini kami bertukar posisi, sekarang dia yang berada di atas dan aku yang berada di bawah. Berat tubuhnya yang menghimpitku memberi sensasi yang berbeda, penisku jadi makin tertekan ke arah selangkangannya.
“Ups, hampir aja nyelip, hahaha” katanya sambil tertawa, padahal aku berharap benar-benar nyelip.
“Lagi dek? Puas-puasin deh kamunya cium dan meluk kakak hari ini… tapi inget kontrol diri yah..” ujarnya.
“I-iya kak”
Ku cium bibirnya lagi dan lagi, memainkan lidahku di dalam mulutnya dan dia juga memainkan lidahnya dalam mulutku. Kami betul-betul saling membagi air liur saat itu. Dalam posisi ini aku juga lebih leluasa untuk memeluk pinggang serta meremas pantatnya. Sesekali dia mengerang dan melotot padaku saat remasan tanganku terlalu keras. Kami terus bercium-ciuman hingga tanpa terasa badan kami mulai memanas.
“Benar kan kak… jadi anget kan? tuh kakaknya jadi berkeringat gitu?” kataku saat melihat peluh mulai membasahi keningnya.
“Kamu juga tuh keringatan, kakak keberatan yah dek?” katanya sambil mengusap keringat di keningku dengan tangannya.
“Gak kok kak… kalau yang himpit kakakku yang cantik sih gak masalah, hehehe”
“Gom-bal…” dia cium lagi bibirku. Kami lanjutkan lagi acara cium-ciuman yang mesra dan intim ini. Ciuman kami semakin panas, sepanas badan kami yang sudah mulai berkeringat. Tanganku juga makin kelayapan di tubuhnya. Sekarang kak Ochi tidak mempermasalahkan lagi bila aku meremas pantatnya terlalu keras. Cukup lama kami melakukan aksi ini, aku sendiri tidak pernah bosan. Rasanya ingin terus dan terus. Tapi akhirnya dia lepaskan juga ciumannya dan bangkit duduk di pahaku.
“Udah ah ciumannya, gak pegal apa mulut kamu?” katanya sambil menyeka liur di sela bibirnya, aku tidak tahu juga liur itu milikku atau miliknya.
“Gak kak, lagi dong…” pintaku yang belum puas. Dia tersenyum manis kemudian merebahkan badannya lagi, kamipun lanjut berciuman lagi. Cukup lama.
“Sekarang udah? Gak bosan kamu apa? lihat tuh ilermu kemana-mana” katanya sambil mengusap liur di daguku dengan jarinya, lalu mengulum jarinya itu sambil tersenyum manis padaku. Seksi gila!
“Tumben kamu lama muncratnya? Jangan ditahan-tahan dek… keluarin aja kalau mau, bebas kok hari ini.. hihihi”
“Hehehe… ntar deh kak, tunggu saat yang tepat”
“Nunggu apaan?” katanya menatap curiga. Aku hanya cengengesan saja.
“Ayo bilang nunggu apaan? Mau ngapain kamu? Ngaku!” desaknya sambil mencubit pinggangku.
“Ngent-, ups.. gitu-gituan sama kakak, Hehe”
“Kamu ini bandel amat sih dek, udah kakak bilang gak boleh!”
“Yah.. kak... boleh dong…” pintaku memelas sambil meraba-raba paha mulusnya.
“Dasar… Segitunya pengen ngent-, ups... gitu-gituan sama kakak.. hihihi” balasnya. Aku juga jadi tertawa kecil saat dia ikut-ikutan pura-pura salah ngomong ngucap kata ngentot.
“Iya nih kak.. pengen banget ngentotin kakak” kataku tanpa segan lagi nyebut kata itu.
“Hah? Kamu ngomong apa tadi barusan? Ayo bilang lagi” katanya sambil mendekatkan kupingnya ke bibirku.
“Pengen ngentotin kakak…” kataku lagi.
“Kamu ini, gak ada bahasa lain apa? geli dengarnya… jorok!”
“Lebih enak kak… lebih gimana gitu.. hehe”
“Dasar, emang porno adeknya kakak ini.. hihihi… ya udah deh, terserah kamu, kakak bolehin deh hari ini kamu ngomong jorok-jorok ke kakak, tapi tetap aja gak boleh ngentotin kakak!” katanya tegas. Yaaah… pengen banget padahal, ya sudah lah, daripada nanti makin runyam, ku turuti saja dulu.
Ku tarik lagi dianya sehingga dia jatuh lagi ke pelukanku. Kemudian ku putar lagi tubuhku sehingga aku kembali berada diatasnya, menghimpit tubuh kakakku, serta menciumi wajah dan bibirnya sesuka hati, wajahnya bahkan sampai berlumuran air liurku.
“Pelan-pelaaaaaann, geli!” erangnya. Tapi aku tidak peduli, ku terus menggerayangi tubuhnya. Penisku bahkan sampai nyelip di antara pahanya. Kembali percumbuan panas ini memancing keringat kami untuk mengucur lebih deras.
Tanpa meminta persetujuan darinya, ku beranikan diri mengulum puting payudaranya yang tegak mancung sedari tadi. Memainkan lidahku di putingnya serta menjilati seluruh permukaan buah dadanya yang putih mulus itu sesuka hatiku.
“Nggghhh…. Dek, udaaaaaaah… geli” erangnya sambil memegang kepalaku dan berusaha mendorongnya. Tapi aku malah jadi tambah semangat memainkan buah dadanya karena ulahnya itu. Lidahku makin buas menjilati puting payudaranya yang semakin tegak, tanganku juga mulai berani meremas buah dadanya yang satunya lagi.
“Ngmmhhh… duh, geli dek… hihihi” Suara erangannya terus saja terdengar, bahkan sesekali cekikikan geli, membuat aku jadi tambah semangat. Rasanya aku tidak ingin berhenti.
“Tok-tok-tok” terdengar suara ketukan pintu. Kampret!! Baru juga mulai asik ada aja yang nganggu.
“Tok-tok-tok”
“Ochiii” terdengar suara wanita memanggil kakakku. Dari suaranya aku dapat mengenali kalau itu kak Tia, temannya kak Ochi yang sesekali datang ke sini.
“Dek.. teman kakak tuh…”
“Ahh… nganggu aja kak” kataku tidak peduli dan terus memainkan buah dada kakakku, bahkan mulai menggigit putingnya.
“Aw… ssshhh, sakit! Jangan digigit!” katanya kesal, aku hanya cengengesan saja. Ku teruskan mengulum buah dadanya dengan tetap sesekali menggigit putingnya. Dia tidak melarang lagi putingnya digigit-gigit olehku.
“Ochiiii” panggil temannya lagi.
“Dek! udah dulu ah kamunya, bentar… teman kakak tuh” katanya lagi berusaha melepaskan diri. Aku masih saja cuek, berharap temannya itu bosan sendiri dan segera pergi.
“Kreeek” terdengar suara pintu depan terbuka, ternyata pintu depan tidak terkunci!
“Chiii… aku masuk yaaaah” teriak temannya itu. Kami berdua panik minta ampun, bisa masalah juga kalau dia menemukan temannya sedang telanjang bulat berdua dengan adiknya di atas ranjang.
“Tuh kan kamunya!” katanya panik. Aku akhirnya melepaskan juga pelukanku. Dengan secepat kilat kak Ochi bangkit dari ranjang, mencari baju di lemari dan memakainya. Tentu saja pakaian yang terbilang cukup sopan meski orang itu teman perempuannya, sebuah celana sepanjang lutut dan baju kaos, walaupun tanpa dalaman karena kak Ochi buru-buru.
“Dek! Pakai bajumu!!” suruh kak Ochi panik.
“Malas ah..” jawabku cuek, dia tampak kesal mendengar jawabanku itu. Biarin deh, nganggu aja sih temannya.
“Ochiiii, kamu dimana sih? di kamar?” teriak Kak Tia lagi yang terdengar mendekat ke kamar, membuat kami berdua semakin panik.
“Iyaaaaa, bentar, aku lagi ganti baju…” jawab kak Ochi berteriak.
“Ya udah, jangan berisik, tunggu aja di sini” bisik kak Ochi padaku lalu segera keluar kamar.
…..
“Eh, Tia…”
“Sorry yah gue main masuk aja, lo sih lama amat, pintu gak dikunci lagi, untung gue yang masuk, coba kalau maling”
“Iya-iya, gak papa kok…”
“Lo habis ngapain? Kusut gitu rambut lo? Keringatan lagi…”
“Gak ada, cuma ketiduran aja.. hihihi”
Dari sini aku dapat mendengar jelas obrolan mereka. Aku sempat tertawa saat temannya menanyakan tentang bajunya yang basah disekitaran puting kakakku, serta celana dalam kak Ochi yang ternyata masih berserakan di sana, sampai ngetawain kakakku jorok segala. Kak Ochi jadi kewalahan cari-cari alasan dibuatnya.
Ternyata mereka cukup lama juga disana, ngobrol masalah kuliah sepertinya. Kak Ochi juga bilang ke temannya kalau dia tidak masuk kuliah nanti siang. Aku yang dari tadi memang sudah mupeng terpaksa onani sambil melihat foto kakakku yang ada di hapenya. Lebih dari setengah jam aku sendiri di sini hingga akhirnya kak Ochi masuk ke kamar.
“Hihihi, dek? lagi ngapain tuh kamunya?” tanyanya pura-pura tidak tahu kalau aku sedang onani sambil menatap fotonya di ponselnya.
“Gak sabaran amat kamunya sampai onani segala. Sini hape kakak!” katanya lagi sambil mengambil ponselnya dari tanganku.
“Masih lama tuh kak temannya? Usir dong…”
“Hah? Sembarangan aja kamu!”
“Nanggung nih kak…” rengekku.
“Ya mau gimana lagi, ada teman kakak tuh” katanya cuek sambil memeriksa hapenya kalau-kalau ada BBM atau sms yang masuk.
“Terus aku gimana?”
“Gimana apanya? Ya tunggu aja…” katanya santai, padahal si burung sudah menderita.
“Kak…”
“Apaaaa?” tanyanya cuek sambil tetap saja BBM-an. Gak tahu apa adeknya sedang nahan horni dari tadi!
“Lanjut dong…”
“Lanjut ngapain?” Dia tetap saja cuek pura-pura tidak tahu.
“Kaaak…”
“Iyaaaaa… apa sih kamunya?”
“Pura-pura gak tahu ntar aku perkosa lho” kataku mulai jengkel.
“Coba aja kalau berani..” jawabnya santai. Nantangin nih dianya. Ku bangkit dari tempat tidur dan menariknya ke ranjang. Ponselnya sampai terjatuh ke lantai.
“Adeeeek!! Gila kamu! Ada teman kakak tuh di luar!” katanya berbisik keras. Aku cuek saja dan tetap memeluknya erat-erat.
“Adeeek! Aw, iya-iya, ampun… hihihi.. udaaaah.. ampun!” katanya manja kegelian sambil berusaha melepaskan pelukanku. Beberapa saat kemudian barulah ku mau melepaskannya.
“Dasar… gitu amat sih kamunya” katanya dengan wajah kesal sambil duduk bersila di atas ranjang.
“Kakak sih…”
“Ada teman kakak tau!”
“Ya udah, kakak bantu kocokin sampai keluarin aja yah? Mau gak?” tanyanya sambil tangan kanannya diayunkan naik turun.
“Hehe.. iya deh kak…” Yuhuuu… penisku akan dikocokin olehnya \:v/ Sebenarnya sih aku mau melanjutkan seperti yang tadi. Tapi sekarang ini dulu juga tidak masalah.
“Dasar!” dia tersenyum manis lalu bangkit untuk mengunci pintu.
“Jangan berisik tapi kamunya!” katanya lagi, aku hanya angguk-angguk saja.
Dia lalu bersimpuh dibawahku yang duduk di tepi ranjang, tangannya lalu menyentuh penisku. Terasa sangat mulus dan lembut telapak tangannya.
“Enak?” tanyanya sambil melirik nakal.
“Banget kak.. halus tangan kakak, hehehe” jawabku, dia senyum-senyum manis saja.
“Mau pake lotion gak?”
“Nngggg.. gak usah deh kak, Nngggg…. ganti pakai ludah kakak aja gimana?”
Dia agak terkejut awalnya mendengar permintaanku, namun akhirnya dia ludahi juga telapak tangannya berkali-kali, lalu melanjutkan mengocok batang penisku lagi, yang kali ini tangannya sudah berlumuran liurnya sendiri. Sensasinya luar biasa! Penisku betul-betul basah oleh liurnya, tidak hanya batang penisku, tapi juga buah zakar serta rambut kemaluanku. Mana bisa nahan lama-lama!
“Kalau mau muncrat, muncrat aja dek… suka-suka kamu pokoknya mau muncrat dimanapun di kamar kakak” ujarnya yang seperti mengetahui kalau aku tidak akan lama lagi.
“I-iya kak… oughhh”
“Kak… lebih cepat” suruhku. Dia percepat kocokan tangannya sambil tetap berusaha melirik ke arah adeknya yang sedang mati kenikmatan ini. Aku tidak tahan lagi!
“Crrooottt… crooooott…” Spermaku menyemprot dengan derasnya. Semprotan pertama mengenai wajah cantiknya dengan telak, membuat kak Ochi menjerit kecil dibuatnya. Semprotan berikutnya mengenai leher dan badannya bertubi-tubi, membuat kaos yang dia kenakan jadi basah berlumuran peju adeknya, hingga akhirnya sisa-sisa spermaku melelah di tangannya. Betul-betul banyak dan tampak menjijikkan.
“Kamu ini… liat nih, jadi berceceran kemana-mana”
“Hehehe, maaf deh kak, ntar aku cuciin deh…”
“Gak usah dek, gak papa kok.. kan udah kakak bilang suka-suka kamu, hihihi” katanya lalu bangkit untuk ngelap muka dan menukar bajunya, soalnya tidak mungkin dia kembali menemui temannya dengan baju penuh ceceran sperma begitu.
Kak Ochi kembali ke depan, aku sendiri mengenakan kembali bajuku, tapi memutuskan untuk tetap di sini sambil tidur-tiduran. Aku berharap temannya itu cepat pulang. Sialnya menjelang siang barulah temannya itu pulang.
***
“Kak, lanjut yuk” ajakku bersemangat.
“Gak makan dulu dek? kakak udah lapar nih”
“Belum terlalu lapar kak, yuk kak lanjut.. lanjut kak” rengekku seperti anak kecil. Biar deh, siapa tahu dia mau.
“Hihihi.. kamu ini gak tahan amat, gak pengen yang lain-lain dulu?” tanyanya.
“Emang apa kak?”
“Mau mandi bareng lagi gak? Kamu belum mandi pagi kan?” tawarnya.
“Malas ah kak, kan libur.. sore aja ntar mandinya” jawabku, dia geleng-geleng kepala saja mendengar jawabanku. Dia lalu tampak berpikir sambil meletakkan jari di bibirnya, imut banget.
“Hmm… tuh, kalau mau kamu boleh milih-milihin baju buat kakak lagi, berantakin aja isi lemari kakak sesukamu, gak papa kok..” katanya sambil memonyongkan bibirnya ke arah lemari pakaiannya.
“Benar nih kak?” dia hanya mengangguk sambil tersenyum manis. Langsung ku bangkit dari tempat tidur dan menuju lemari pakaiannya, tanpa ampun ku hambur-hamburkan isi lemarinya seperti maling. Ini memang merupakan fantasi favoritku tentang kak Ochi, memilihkan baju untuknya. Jadi aku tidak bakal bosan bereksperimen memilih-milih kostum yang sesuai khayalanku. Aku sih berharap ada kostum suster dan maid yang seksi, tapi mana mungkin ada.
Aku suruh Kak Ochi berganti-ganti kostum, kali ini tidak lupa aku memotretnya tiap kostum yang dia kenakan, biar bisa jadi bahan onaniku di suatu saat nanti. Aku menjepretnya dengan berbagai gaya dalam macam-macam kostum. Aku memenuhi fantasiku dengan juga memintanya berpose sambil mengulum dan menjilati pisang, timun bahkan terong. Betul-betul menggoda dan membuat birahiku langsung naik. Liurku sampai menetes dibuatnya.
“Hihihi, napa dek? Cemburu yah sama terong?” katanya menertawaiku yang sedang mupeng berat melihatnya. Dianya malah terus memancingku dengan melanjutkan menjilati batang terong itu, lidahnya yang merah muda bersentuhan dengan kulit terong yang ungu kehitaman, terongnya lumayan gede lagi. Otak mesumku jadi melayang kemana-mana melihatnya. Coba aja itu penisku T.T
“Mau bantu pegangin dek?”
“Hah?” tentu saja aku terkejut, bercampur antara bingung dan senang.
Sambil senyum-senyum dia sodorkan terong itu padaku, ku terima saja. Dia mulai menjilati terong yang kali ini dipegang olehku. Rasanya gimanaaaa gitu, melihat kakakku yang cantik sedang menjilati terong, apalagi aku yang memegang terong itu. Dia menjilatinya dalam berbagai posisi, berdiri, duduk, bahkan juga merangkak. Dia juga sengaja bikin aku tambah mupeng dengan senyum-senyum manis dan melirik nakal padaku, membuat aku makin gregetan.
Kak Ochi lalu berbaring, kini tingkahnya seperti ikan yang mengincar terong sebagai umpannya, menggerakkan kepalanya mengikuti arah terong yang kupegangi ini. Sesekali aku mengerjainya dengan menaik-turunkan terong itu, membuatnya megap-megap mencoba menggapainya. Tapi ku lihat Kak Ochi malah tertawa kecil dipermainkan seperti itu. Hingga ‘Hap’, terong itu berhasil tertangkap mulutnya, dia kegirangan sendiri karena berhasil menangkapnya. Sepertinya dia memang suka main ginian, dia sampai meminta ku mengulanginya lagi dan lagi, aku turuti saja karena aku memang suka melihat pemandangan ini.
“Tok-tok-tok” Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu depan. Lagi, ada aja yang menganggu kesenanganku.
“Tok-tok-tok”
“Delivery pizza h**” teriak orang itu. Ternyata itu pengantar pizza. Kami memang memesan pizza untuk makan siang kami.
“Pizzanya tuh kak”
“Iya, biar kakak aja yang bukain” katanya lalu bangkit dari tidurannya. Lagi! dia akan menemui orang asing dengan pakaian minim seperti itu, hanya mengenakan kaos basket longgar dan celana dalam. Kaos basket itu cukup dalam hingga menutupi setengah pahanya, yang malah membuat dia kelihatan seperti tidak mengenakan bawahan. Tapi tidak hanya itu, dia juga membawa terong tadi!! Mau apa sih dia?!
Ku hanya mengintip dari kamar kakakku ini. Pintu akhirnya dibuka oleh Kak Ochi, tampak seorang pemuda dengan kulit hitam dengan wajah standar. Ku lihat pemuda itu terkejut melihat penampilan kakakku dengan pakaian seperti itu, dan yang membuatnya semakin terkejut adalah kakakku sedang menggenggam terong, yang cukup besar dan masih terlihat basah karena liur kakakku tadi. Aku yakin pemuda itu sedang berpikir yang tidak-tidak sekarang, mungkin dia berpikir kalau kakakku baru saja bermasturbasi dengan terong itu. Badanku jadi panas dingin, aku harap kak Ochi tidak diapa-apain.
“Mas! Kok bengong sih?” kata kakakku menyadarkan pemuda itu.
“Maaf non”
“Liatin ini yah mas? Gede ya mas?” godanya sambil menunjukkan terong itu, pemuda itu jadi salah tingkah sendiri. Duh, jantungku semakin berdebar sampai mau copot.
Untung saja kakakku tidak berbuat aneh-aneh lagi seperti mengajak pemuda itu masuk ke dalam rumah. Setelah kakakku menerima pizza dan membayarnya, pemuda itu langsung pergi. Kamipun makan siang setelah itu.
…….
“Sekarang lanjut lagi yuk kak yang tadi…” pintaku setelah makan siang.
“Hihihi.. kamu ini, itu mulu yang kamu bilang. Udah kenyang emang kamu dek?”
“Udah kak”
“Pengen bobok siang yah?” tanyanya.
“Iya”
“Mau bareng?”
“Mau” jawabku semangat. Dia tertawa kecil mendengarnya.
“Hahaha, iya-iya, yuk.. dasar kamunya”
Aku langsung menariknya ke kamar, aku masih saja penasaran dengan tubuhnya. Tadi itu masih belum cukup. Aku berharap mendapatkan lebih dari yang tadi. Ku telanjangi diriku sendiri dengan terburu-buru, tapi ku lihat kak Ochi masih belum membuka satupun pakaiannya.
“Kak!” teriakku kesal, padahal aku sudah mupeng.
“Apa sih? kan katanya mau tidur siang… ya udah bobo sana” Duh, bikin kesal aja dianya.
“Napa dek?” tanyanya masih pura-pura tidak tahu. Sering amat sih dia kaya gini? Bikin kesal saja.
“Hihihi.. iya-iya.. jangan ngambek gitu dong kamunya.. dasar” akhirnya dia mulai membuka pakaiannya, dia kini telanjang lagi di hadapanku.
“Inget dek, gak boleh-”
“Gak boleh gitu-gituan! Iya-iya tau!” potongku, dia tertawa kecil saja mendengarnya.
“Yuk dek.. ke ranjang” ajaknya dengan nada mesra. Oke, aku takluk lagi olehnya, kesalku kini hilang. Dia naik dan berbaring di atas ranjang, aku juga menyusulnya dan langsung memeluk tubuh bugil kakakku.
“Udah ngaceng yah kamunya?” aku tidak menjawab pertanyaannya, tetap saja memeluk dan menggerayangi bagian-bagian tubuhnya. Aku juga kembali memainkan buah dadanya, mengulumnya dan menjilatinya sepuasnya.
“Kak..” panggilku lirih tidak lama kemudian.
“Hmm? Apa? udah mimik cucunya?”
“Hehe, belum sih…”
“Terus?”
“Ngmmm... benar kak gak boleh ngentotin kakak?”
“Ish, itu mulu yang kamu tanyain, gak boleh! Kebelet amat sih kamunya.. makanya kakak bilang cari pacar” jawabnya sambil mencubit hidungku.
“Sering yah kamu ngayal gitu-gituan sama kakak?”
“Tiap coli kak, hehehe”
“Hihihi, dasar porno… emang kamu suka ngayal gitu- ehm.. ngentotin kakak dalam posisi apa dek?” tanyanya. Sepertinya dia penasaran dengan isi pikiran mesumku pada dirinya. Yang selalu menjadikannya bahan onani oleh adeknya sendiri.
“Yang paling suka sih gaya dogi kak, hehehe” jawabku terus terang tanpa sungkan.
“Hahahaha… dasar kamu. Terus waktu kamu coli suka ngayal apa lagi dek? Apa sih fantasi paling mesummu tentang kakak?” tanyanya lagi.
“Ngggg.. tapi kakak jangan marah ya?”
“Gak bakal kok, ngomong aja dek... Cuma kakak doang kok yang dengar, hihihi…”
“Aku suka ngayalin kalau kakak dientotin rame-rame sama pengemis, tukang bangunan, anak jalanan, pokoknya yang semacam itu deh kak… hehehe”
“Ckckck… Gila kamu, nakal amat sih khayalanmu dek? Suka yah lihat kakak digituin orang? Untung cuma ada di khayalanmu doang, ogah deh kakak gitu-gituan sama mereka”
“Hehe.. iya kak, cuma ngayal doang kok, aku juga gak tega kok kalau sampai beneran terjadi” ujarku. Dia tersenyum manis saja mendengar semua khayalan mesumku pada dirinya itu, tentu saja sangat gila dan tidak mungkin terjadi, lebih tepatnya tidak boleh terjadi.
“Eh, ngomong-ngomong kok makin nyelip aja burungmu ke paha kakak, geser-geser! Ngeganjel nih” ujarnya mendorong tubuhku sambil memiringkan tubuhnya sendiri.
“Nyelip ke paha doang kok kak.. takut amat, hehehe”
Aku lalu mencium bibirnya lagi, kemudian saling mengulum dan membelit lidah satu sama lain sambil tanganku sibuk meremas buah dadanya. Hawa kamar ini kembali memanas, kami berguling-gulingan di atas ranjang, saling berciuman dan bercumbu. Cukup lama kami melakukan itu.
“Dek…” dia menatap sayu padaku.
“Ya kak?”
“Kalau kamu mau boleh kok gesekin burungmu ke vagina kakak” tawarnya. Aku terkejut senang bukan main mendengarnya.
“B-beneran boleh kak?” tanyaku memastikan, dia menjawab dengan anggukan sambil tersenyum manis.
“Tapi.. ingat, jangan sampai masuk yah… kakakmu ini beneran masih perawan. Kamu boleh berfantasi ria melampiaskan semua nafsumu ke kakak di atas ranjang kakak ini semaumu. Peluk, cium dan raba tubuh kakak sesukamu hari ini… tapi ingat harus kontrol diri kamunya” katanya berbisik lirih.
“I-yya kak.. j-janji” jawabku dengan dada yang begitu berdebar-debar.
“Hihihi.. gak usah grogi dek, kamu mau posisi apa? nungging kaya khayalanmu itu?” tanyanya menawarkan.
“Boleh kak.. hehehe”
Dengan senyum-senyum manis dia bangkit lalu mengambil posisi nungging, bertumpu dengan lutut dan lengannya. Jantungku makin berdetak kencang, darahku berdesir melihatnya.
“Ayo dek, genjotin kakakmu… dari belakang” Ucapnya sambil melirik menggoda, aku jadi menelan ludah karenanya. Dengan gemetaran ku dekati dirinya, penisku yang tegang ku dekatkan ke belahan vaginanya yang merekah lalu menggesek-gesekkannya disana. Gila sensasinya!
“Selipin aja dek ke paha kakak kalau kamu mau” suruhnya lagi sambil sedikit melebarkan pahanya. Ku selipkan penis tegangku di sana, membuat penisku jadi terjepit di antara paha putihnya yang mulus, tepat di bawah permukaan vaginanya. Perlahan ku mulai menggoyangkan pinggulku, menggesek-gesekkan penisku di sela-sela paha kakakku. Tanganku juga memegang pinggul kak Ochi. Kami seperti bersetubuh sekarang, fantasiku bersetubuh dengannya dengan posisi ini akhirnya terwujud, meskipun itu tidak benar-benar sampai masuk.
“Nggmmmhh… enak kak” racauku, meski hanya seperti ini aku sudah bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa, apalagi kalau penisku dijepit vaginanya.
“Enak yah? Puas-puasin deh kamunya… gimana? Kayak ngentotin kakak kan? Udah kesampaian kan keinginan kamu ngentotin kakakmu? anggap aja udah yah… hihihi”
“Iya kak.. makasih hehehe” jawabku sambil terus menggoyangkan pinggulku. Makin lama genjotanku semakin cepat, semakin sering juga penisku hampir masuk ke vaginanya. Tentu saja itu dirasakan oleh kak Ochi. Beberapa kali dia mengingatkanku agar hati-hati.
“Kak..”
“Iya dek, apa? udah? Mau ganti posisi ya?”
“Nggmm iya kak” jawabku.
Aku lalu berbaring di bawah, dia berada di atasku menduduki penis tegangku. Kini dia yang megang kendali, meskipun begitu dia tetap tampak berhati-hati agar penisku tidak nyelip masuk ke vaginanya. Sambil dia menggoyangkan pinggulnya menggesek-gesekkan kelamin kami, aku meraba-raba paha mulusnya itu, sesekali aku juga meremas buah dadanya yang disertai suara rintihan kecil kak Ochi.
Puas dengan posisi itu kami kembali bertukar posisi, kali ini dia berada di bawah ditindih olehku. Tetap sama seperti tadi, menggesek-gesekkan batang penisku pada permukaan vaginanya. Penisku sudah mulai mengeluarkan cairan bening, vaginanya juga terasa semakin basah, sepertinya dia juga terangsang.
Penisku makin sering saja hampir nyelip masuk ke vaginanya, ujung kepala penisku hampir masuk melewati celah sempit itu, wajah kak Ochi sendiri terlihat cemas.
“Dek!! Hampir nyelip itu!!”
“Gak kok kak, belum masuk kok.. hehehe”
“Apanya yang belum? Gak boleh!”
Ku teruskan menggoyangkan pinggulku, menggesek-gesekkan penis tegangku di celah vaginanya sambil mulut kami saling berciuman. Hawa semakin panas, muka kami sudah sama-sama memerah, keringat betul-betul sudah bercucuran membasahi tubuhku dan kakakku ini, memberikan sensasi lengket saat kulit kami beradu. Kakakku tidak mempermasalahkan lagi penisku yang hampir-hampir masuk ke vaginanya, bahkan tertawa geli karenanya.
“Dek, sampai nyelip kakak hajar yah kamu… hihihi”
“Hehehe… biar deh kena hajar”
“Ish.. dasar porno! Ngebet banget nih kamu pengen ngentotin kakak sendiri” katanya mencubit hidungku dan menarik-nariknya.
“Masukin dikit yah kak… kepalanya doang kok” pintaku memelas. Ku lihat dia tampak berpikir keras, wajahnya terlihat ragu dan bimbang. Aku tidak yakin apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin dia juga penasaran bagaimana rasanya ditusuk penis, tapi mungkin dia juga takut kalau aku hilang kontrol sampai penisku menerobos vaginanya.
“Janji deh kak.. aku bisa kontrol diri kok… udah gak tahan nih, penasaran” bujukku lagi.
“Janji yah… Cuma kepalanya aja!” setujunya.
Dia membuka pahanya lebih lebar. Aku arahkan penisku tepat di belahan vaginanya yang sudah basah. Ku tekan penisku perlahan-lahan hingga akhirnya kepala penisku masuk seluruhnya.
“Sakit dek… pelan-pelan aja” erangnya sambil menggigit bibirnya. Pikiranku melayang tinggi saat ini. Sekarang aku sudah betul-betul menyetubuhinya, meskipun itu hanya kepala penisku saja yang masuk. Terasa kepala penisku menyentuh sesuatu di sana, sepertinya itu selaput daranya. Hanya satu hentakan saja, penisku akan memerawaninya. Dadaku jadi berdebar-debar.
“Dek.. inget janjimu…” bisiknya lirih yang sepertinya tahu apa yang sedang ku pikirkan.
“I-iya kak”
Ku goyangkan pinggulku maju mundur mengocok vaginanya. Kepala penisku hilang timbul di dalam sana. Meski hanya kepala penis, tapi sungguh nikmat luar biasa. Apalagi kak Ochi juga memeluk pinggangku, kakinya juga melingkar menjepit pahaku, seaakan tidak rela aku mencabut batang penisku dari dalam vaginanya. Ku pikir aku tidak akan sanggup bertahan lama menerima kenikmatan ini.
“Enak dek?”
“Enak banget kak.. oughh…”
“Hihihi… kepengen muncrat yah? Semprot aja dek vagina kakak”
“Nggghhh… iya kak, gak boleh masuk lebih dalam kak?”
“Yee.. kakak gak perawan lagi dong. Ntar kalau kamu muncrat di dalam…”
“….. kakak bisa hamil dong” katanya mendesah. Degh, jantungku berdebar mendengarnya. Aku semakin tidak tahan.
“Emang… kamu mau nikahin kakak?” godanya lagi, yang membuat aku semakin kelojotan saja.
“Mau… ngebuntingin kakak kandungmu sendiri?” Aku tidak tahan lagi!!
“Kaaaakkkk… arggghhh…”
“Crooooott… crooooottt” spermaku muncrat-muncrat dengan deras di vaginanya. Akhirnya aku kesampaian menyiram vagina kakakku dengan benihku, meskipun itu hanya di sekitar mulut vaginanya saja. Begitu banyak sampai berlumuran di sprei tempat tidurnya.
“Udah dek? Puas?” tanyanya, aku hanya mengangguk lemah kepuasan. Kami lalu berciuman sambil tetap ku biarkan kepala penisku masih di dalam vaginanya. Dia sepertinya lega aku tidak sampai memerawaninya.
“Dek…”
“Ya kak?”
“Tegang lagi tuh burungmu… baru muncrat juga”
“Hehehe… gak tau kak, kakak sih… cantik, seksi, trus rapet banget” pujiku.
“Gombal banget nih adek kakak.. dasar kamu!” katanya sambil tertawa kecil, aku juga ikutan tertawa.
“Tapi dek... cukup sekali tadi aja yah seperti itu. Terlalu beresiko. Untung saja tadi kamu masih bisa kontrol diri, tapi tadi itu udah benar-benar dibatas kemampuanmu kan? Belum tentu kamu bisa seperti tadi lagi. Kalau nanti kamu hilang kontrol, dan masuk lebih dalam gimana ayo? Masa kakak diperawani sama adek sendiri? Kamu bisa ngertiin kakak kan?” ujarnya dengan wajah serius. Aku mengerti apa yang dia inginkan, dia hanya mau merelakan keperawanannya pada orang yang dia cintai, yakni suaminya kelak. Sungguh bejat kalau aku sampai merenggutnya.
“Iya kak, aku paham” jawabku.
“Hihihi… gitu baru adek kakak” wajahnya terlihat riang lagi. Aku tidak tega menghilangkan keriangan itu dari wajahnya bila aku sampai memerawaninya.
“Trus, mau dilanjutkan gak? Udah siap tempur lagi tuh burungmu.. hihihi”
“Boleh.. hehe”
“Mau coba dijepit di dada kakak?” Degh, titfuck? Favoritku saat nonton bokep!
“M-mau kak” jawabku semangat.
Aku melanjutkannya lagi, aku lalu duduk mengangkangi tubuhnya. Kali ini penisku dijepit di belahan payudaranya. Sungguh terasa sangat nikmat bagaimana penisku diselimuti buah dada kak Ochi yang lembut dan kenyal. Ku goyangkan pinggulku seolah sedang mengentoti buah dadanya, hingga akhirnya aku sampai dan menyemprotkan spermaku di mulut kak Ochi. Dia berusaha menelannya demi memuaskan fantasiku, tapi dia yang belum terbiasa hanya mampu menelan sedikit saja. Kami menghabiskan sebagin besar sisa hari itu di dalam kamarnya. Tanpa terasa hari ini sudah akan berakhir. Sebuah hari yang tidak akan pernah aku lupakan. Malam itu aku juga tidur di kamarnya, dan sekali lagi sebelum tidur aku muncrat lagi, kembali menembakkan pejuku di wajahnya.
Aku beruntung Kak Ochi masih mau membantuku onani pada hari-hari setelah ini, tapi hanya sekedar itu, tidak sampai mengulangi nyelip-nyelip penis seperti tadi. Ya… pada akhirnya aku tidak memerawani kakakku juga. Aku rasa memang itu yang terbaik. Biarlah orang yang sepantasnya yang mendapatkannya kelak.
…..
Waktu terus berlalu, kakakku akhirnya tamat dari kuliahnya dan berkerja di salah satu perusahaan swasta. Kami masih tinggal di kontrakan yang sama, dan kampretnya teman-temanku sampai sekarang masih juga cari-cari kesempatan dengan kakakku. Kalau mereka beruntung mereka dapat melihat kakakku yang hanya berbalut handuk ketika selesai mandi, atau mungkin yang paling parah melihat tubuh bugil kakakku. Tapi untung saja tidak lebih dari sekedar melihat, sepertinya sih.
Seiring berjalannya waktu aku sudah mulai jarang meminta dionanikan sama kakakku karena aku juga sudah punya pacar sekarang, tapi entah kenapa aku malah tidak ingin merenggut keperawanan pacarku ini. Hubungan aku dan pacarku paling jauh cuma raba-raba dan ciuman saja. Sepertinya ini efek dari hubungan aku dan kakakku.
Hanya setahun Kak Ochi bekerja, dia kemudian menikah dengan pujaan hatinya. Seorang pria yang terlihat sangat cocok dan pantas baginya. Pria yang akhirnya mendapatkan keperawanan kakakku. Aku ikut senang, sekaligus sedih. Entah kenapa aku merasa kehilangan sosoknya, orang yang aku cintai kini dimiliki orang lain. Terlebih setelah dia menikah aku tidak pernah melihatnya lagi karena dia ikut suaminya.
Dulu, kami tinggal serumah, pernah tidur seranjang, bahkan mandi bersama. Aku sampai tersenyum kecil mengingat hal-hal mesum yang dia lakukan demi memuaskan fantasiku. Kini semua tidak ada lagi, dan memang sebaiknya seperti itu.
“Kring-kring-kring” Ponselku berbunyi, sebuah panggilan masuk. Ku lihat nama pemanggilnya, Kak Ochi! Sudah lama juga kami tidak teleponan.
“……Halo” jawabku.
“Halo dek… Apa kabar? Udah makan belom?”
“Baik kak, Udah kok kak…”
Aku senang bisa mendengar suaranya lagi, begitu menenangkan hatiku. Tapi tidak jarang juga suaranya itu dulu pernah membuat aku begitu horni.
“Enakan mana dari buatan kakak?”
“Enakan buatan kakak dong pastinya…”
Tentu saja. Aku sangat rindu masakan buatannya, lebih dari itu, aku juga merindukan sosoknya. Ya… Begitu merindukannya… kakakku yang cantik dan seksi ini. Kakakku yang aku sayangi dan cintai.
“Hihihi… makasih deh… Trus masih sering ngayal kakak waktu onani gak nih kamunya?”
“Sesekali kak, hehehe… Lebaran besok pulang kak?”
“Sepertinya sih iya dek, napa? Kangen? Pengen onani di depan kakak lagi? Atau... mau gitu-gituan sama kakak? Boleh…”
“B-beneran kak?”
“Hihihi, Ber-can-da kok”
Tapi dia tetap tidak berubah, selalu menggodaku dengan omongan nakalnya. Sial.
TAMAT
Sumber : Forum Semprot
Oke, bisa di lanjutkan, cuman alur ceritanya awalnya mirip dengan yg karakternya ka alya
BalasHapus